You are on page 1of 14

TUJUAN PERUSAHAAN: MAKSIMISASI PROFIT DAN

ALTERNATIF

1. Sifat Perusahaan

Perusahaan: Suatu unit kegiatan produksi yang mengolah


sumber ekonomi menjdai barang & jasa. Setiap individu
memberikan input yang berbeda dengan reward yang berbeda.

1 TK bernegosiasi  jam kerja, aturan kerja dan upah


2 Pemili modal bernegosiasi cara penggunaan kapital dan
kompensasinya

2. Goal Perusahaan

Hub. antar penyedia input (Tk, pemilik modal, dll) masalah


bagi ekonomi utk mengembangkan teori perilaku perusahaan.

Pendekatan holistic menganggap perusahaan sbg satu unit


decision making yg diwakili oleh manajer diktator tunggal utk
mencapi goal tertentu. Apa goal yang ingin dicapai oleh
manajer

3. Maksimisasi profit

Goal mencapai profit ekonomi yg maksimal (selisih maksimal


total pendapatan dengan total biaya ekonomi).

Business profit pendapatan penjualan – biaya eksplisit


perusahaan

Economic profit business profit – implicit costs of equity and


other owner provided inputs used by the firm

Implicit costs: Tingkat ROE normal (untuk menarik dan


mempertahankan investasi tertentu) dan biaya peluang untuk
usaha dari pemilik-pengusaha sebagai biaya pelaksanaan
bisnis

4. Maksimisasi profit dan Marginalism


Firm sbg profit maximizers, maka incremental profit diperoleh
dari tambahan satu unit output atau tambahan profit dari
tambahan satu tenaga kerja.

Hubungan maksimisasi profit dan marginalism:

П(Q) = R(Q) –C(Q)

R: revenue dan C: biaya ekonomi

Jumlah (Q) output diproduksi pada tingkat П(Q) maksimal.

5. Marginal revenue dan Cost

Pada gambar tsb:


1 Output <Q* kenaikan output  ∆R > ∆C
2 Output = Q* profit maksimum  MR = MC
3 Output > Q* Profit menurun

6. Marginalism dalam pilihan input

Maksimisasi profit ∆C = ∆R
1 Tambahan tk, tambahan biaya tk = tambahan revenue
2 Tambahan sewa mesin = tambahan pendapatan

7. Marginal Revenue (MR)

MR tambahan revenue dari tambahan penjualan 1 unit output


1 Jika perusahaan = price taker, maka harga pasar menjadi
revenue ekstra dari penjualan 1 unit produk

Perusahaan menjual 100 unit @ Rp 100.000, jika perusahaan


menjual 1 unit produk lagi, maka MR = 1.000.000
(11.000.000 – 10.000.000).
MR=P
2 Jika perusahaan menghadapi kurva demand dg slop
menurun, maka perusahaan harus menurunkan harga jika
ingin menjual 1 tambahan produk.

Perusahaan menjual 100 unit @ Rp 100.000, jika perusahaan


menjual 1 unit produk lagi dengan harga Rp 90.000, maka
MR = 90.000 (10.090.000 – 10.000.000).
MR < P
Contoh: Perusahaan menghadapi kurva permintaan dg slop
menurun.

Q = 10 – P

P Q TR MR
10 0 0
9 1 9 9
8 2 16 7
7 3 21 5
6 4 24 3
5 5 25 1
4 6 24 -1
3 7 21 -3
2 8 16 -5
1 9 9 -7
0 10 0 -9

3 TR maksimum  Q = 5 dan P = 5
4 Q > 5  TR turun dan MR negatif
ANALISIS PERMINTAAN

Dalam banyak hal, factor yang paling menentukan profitabilitas perusahaan adalah
permintaan produk itu sendiri. Perusahaan tidak ada gunanya beroperasi secara
efisien dan memiliki eksekutif keuangan yang ahli, director personalia dan director
utama, preusan tidak akan memperoleh keuntungan, jika permintaan untuk produk
yang dihasilkan tidak memiliki permintaan, kecuali preusan dapat menemukan dan
menghasilkan produk yang memiliki permintaan.

Mengingat pentingnya peran permintaan sebagai factor penentu keuntungan


perusahaan, maka perusahaan harus memiliki informasi yang tepat dan akurat
mengenai permintaan atas produk untuk pengambilan keputusan jangka panjang yang
efektif dan keputusan operasi jangka pendek. Misalnya untuk menentukan harga
produk secara efektif, manajer harus mengetahui bagaimana perubahan harga dapat
mempengaruhi kuantitas produk yang diminta. Manajer juga harus mengetahui
bagaimana persyaratan kredit dapat juga mempengaruhi permintaan untuk menilai
usulan kebijakan kredit. Estimasi yan baik terhadap sensitivitas permintaan baik
untuk perubahan populasi maupun pendapatan masyarakat akan membantu suatu
perusahaan dalam melakukan analisis potensi pertumbuhan pada masa yang akan
dating, yang merupakan hal penting dalam menciptakan keberhasilan program jangka
panjang.

Keputusan produksi sangat dipengaruhi oleh karakteristik permintaan produk


perusahaan. Permintaan produk yang bersifat stabil dapat menjadikan pelaksanaan
produksi secara terus menerus dan jangka panjang. Jika sifat permintaan produk
tersebut berfluktuasi, maka proses produksi yang fleksibel harus digunakan atau
kebijakan persediaan yang besar harus diambil. Kondisi permintaan di pasar produk
juga mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja dan modal. Jika permintaan produk
sangat kuat dan tumbuh, maka manajer keuangan harus mengatur pendanaan
kebutuhan modal yang semakin besar bagi perusahaan dan direktor personalia harus
mengatur penarikan tenaga kerja dan pelatihannya agar dapat menghasilkan dan
manjual produk perusahaan dengan baik.

Permintaan produk juga berperan penting dalam penentuan struktur pasar yang
dimasuki perusahaan. Demikian juga dengan sifat persaingan. Karakteristik
permintaan seperti jumlah pembeli potensial dan keinginan konsumen untuk
menerima produk pengganti merupakan faktor yang penting dalam penentuan tingkat
persaingan untuk pasar produk tertentu.

Permintaan merupakan masalah yang kompleks dan harus dipahami oleh manajer agar
dapat mencapai tujuan perusahaan.
DASAR PERMINTAAN KONSUMEN.

Kemampuan produk dan jasa dalam memuaskan keinganan konsumen merupakan dasar
bagi permintaan konsumen.

1. Fungsi Utiliti.

Suatu fungsi utiliti adalah pernyataan diskriptif yang menghubungkan antara total
utiliti/kepuasan/kemakmuran dengan konsumsi produk dan jasa. Fungsi utiliti
dibentuk melalui selera dan prefernsi konsumen dan melalui kuantitas dan kualitas
produk.

Konsep fungsi utilitas dapat digambarkan dengan menggunakan 2 produk. Kedua jenis
produk sangat berkaitan seperti tiket sepakbola dan tiket bola voli atau tidak
berkaitan seperti pakaian dan perawatan kesehatan. Satu-satunya persyaratan
adalah setiap produk dapat memuaskan keinginan konsumen atau setiap produk
menyediakan uitiliti/kepuasan. Fungsi utiliti dapat ditulis sebagai berikut:

Utiliti = f (produk, jasa)

Tabel 4.1 mencerminkan fungsi utiliti dari 2 produk. Setiap unsur menunjukkan
jumlah utiliti yang dihasilkan dari konsumsi setiap kombinasi produk dan jasa.

Produk Jasa (X)


(Y) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 25 36 46 55 63 70 76 81 85 88
2 37 48 58 67 75 82 88 93 97 100
3 47 58 68 77 85 92 98 103 107 110
4 55 66 76 85 93 100 106 111 115 118
5 62 73 83 92 100 107 113 118 122 125
6 68 79 89 98 106 113 119 124 128 131
7 73 84 94 103 111 118 124 129 133 136
8 77 88 98 107 115 122 128 133 137 140
9 79 90 100 109 117 124 130 135 139 142
10 80 91 101 110 118 125 131 136 140 143

Dari tabel diatas tampak bahwa untuk konsumsi 3 unit produk Y dan 3 unit jasa X
memberikan utiliti sebesar 68 unit kepuasan. Konsumsi 1 unit produk Y dan 10 unit
jasa X memberikan utiliti sebesar 88 unit kepuasan dan seterusnya.
Utiliti dari konsumsi produk dan jasa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat.
Namun demikian, konsumen dapat memberikan preferensnya melalui keputusan
pembelian dan memberikan bukti kepuasan yang nyata yang mereka peroleh dari
produk dan jasa tersebut.

2. Utiliti Marginal.

Utiliti marginal adalah tambahan kepuasan dari tambahan konsumsi 1 unit produk
atau jasa dengan menganggap konsumsi produk yang lain tidak berubah. Utiliti
marginal akan cenderung menurun pada saat konsumsi suatu produk meningkat dalam
interval waktu tertentu.

Ayam Goreng Total Utiliti Utiliti Marginal Harga Ayam


(U) MUA = Maksimum
Rp 9.000 pe MUA
0 0
1 9 9 Rp 9.000
2 17 8 Rp 8.000
3 24 7 Rp 7.000
4 30 6 Rp 6.000
5 35 5 Rp 5.000
6 39 4 Rp 4.000
7 42 3 Rp 3.000
8 44 2 Rp 2.000
9 45 1 Rp 1.000
10 45 0 Rp 0

Berdasarkan tabel diatas menggambarkan utiliti/kepuasan Tn A yang mengkonsumsi


ayam goring. Utiliti marginal Tn A dari mengkonsumsi ayam goreng pertama adalah 9
unit (MUAG= 9). Utiliti marginal untuk konsumsi ayam goreng ke dua adalah 8 unit,
konsumsi ayam goreng ke tiga adalah 7 unit dan seterusnya.

Jika harga ayam goreng 1 unit adalah Rp 9.000, maka biaya utiliti per unit dari
mengkonsumsi ayam goreng pertama adalah Rp 9.000/9 = Rp 1.000 unit unit, ayam
goreng kedua adalah Rp 1.125 per unit, ayam goreng ketiga adalah Rp 1.285 dan
seterusnya. Dengan demikian, semakin meningkat utiliti marginal dari mengkonsumsi
ayam goreng, maka semakin meningkat biaya per utilitinya. Jika Tn A mempunyai
peluang konsumsi alternatif yang memberikan satu unit tambahan utiliti untuk setiap
Rp 1.000, dia akan menambah jumlah ayam goreng yang dibeli, jika hanya harga ayam
goreng tersebut menurun. Jika trade off antara harga – utiliti marginal yang
disyaratkan oleh Tn A adalah Rp 1.000, maka dia akan membayar harga Rp 9.000
untuk 1 ayam goreng. Namun demikian, harga ayam goreng yang kedua harus menjadi
Rp Rp 8.000, harga ayam goreng yang ketiga adalah Rp 7.000 dan seterusnya. Hal ini
dapat digambarkan dalam kurva permintaan sebagai berikut:
Harga Ayam Goreng

10000
8000
6000
4000
2000
0
0 5 10 15
Kuantitas Ayam Goreng

3. Hukum Utiliti Marginal yang Menurun.

Secara umum, hukum utiliti marginal yang semakin menurun menyatakan bahwa pada
saat seseorang menambah konsumsi suatu produk, maka utiliti marginal yang
diperoleh dari mengkonsumsi akan semakin menurun. Hukum ini menimbulkan kurva
permintaan dengan slop yang menurun tidak hanya untuk ayam goreng, tapi juga
untuk produk dan jasa yang lain. Hukum utiliti marginal yang menurun ini
digambarkan dalam tabel berikut ini dengan data dari tabel 4.1:

Kuantitas Produk (Y) Jasa (X)


Utiliti Total Utiliti Marginal Utiliti Total Utiliti Marginal
1 55 25
2 67 12 36 11
3 77 10 46 10
4 85 8 55 9
5 92 7 63 8
6 98 6 70 7
7 103 5 76 6
8 107 4 81 5
9 109 2 85 4
10 110 1 88 3
Pada saat jasa berada pada konsumsi 4 unit, maka utiliti marginal dari konsumsi
produk menurun dengan konsumsi setiap unit secara terus menerus. Demikian juga
dengan konsumsi jasa tunduk pada hukum ini. Dengan mempertahankan konsumsi
produk 1 unit, maka utiliti marginal dari konsumsi jasa menurun dengan konsumsi
setiap unit secara terus menerus.

PILIHAN KONSUMEN.

Keputusan untuk menkonsumsi produk secara individu sangat jarang dilakukan.


Individu mengkonsumsi produk sebagai bagian dari keranjang belanja dari produk
dan jasa dengan keduanya dapat saling mensubstitusi. Misalnya, seorang eksekutif
mungkin memiliki beberapa pakaian dan mencuci dengan frkuensi jarang jarang,
karena banyak pakaian yang dimiliki atau dia memiliki sedikit pakaian dengan mencuci
pakaian dengan frekuensi yang sering. Pada contoh pertama, eksekutif ini telah
membeli keranjang belanja dengan proporsi pengeluaran yang besar untuk pakaian
dan proporsi sedikit pada jasa pencucian. Untuk contoh kedua, keranjang belanja
lebih banyak dipenuhi/diisi pengeluaran untuk penciucian dan lebih sedikit untuk
pakaian.

1. Kurva Indiferen.

Dengan berbagai kombinasi alternatif produk dan jasa yang ada, maka banyak
keranjang belanja dapat dibuat yang memberikan tingkat utiliti yang sama bagi
konsumen. Kurva indiferen adalah seluruh keranjang belanja yang tidak berbeda bagi
konsumen.

Untuk menggambarkan kurva indiferen berikut ini disajikan kurva dengan utiliti yang
sama yang datanya diambil dari tabel 4.1.

Utiliti 100 Utiliti 118


Produk (Y) Jasa (X) Produk (Y) Jasa (X)
2 10 4 10
4 6 5 8
5 5 7 6
9 3 10 5
12
10 A
E
B
8 C
Produk

6 D
U2=118
4 F
2 G U2=100
H
0
0 5 10 15
Jasa

Tingkat kepuasan 100 unit dapat dicapai dengan mengkonsumsi kombinasi: 3 jasa dan
9 produk, 5 jasa dan 5 produk, 6 jasa dan 4 produk, dan 10 jasa dan 2 produk.
Semua kombinasi pada titik-titik ini yang merupakan kurva indiferen memberikan
kepuasan yang sama pada tingkat 100 unit. Tingkat kepuasan 118 unit dapat dicapai
dengan mengkonsumsi kombinasi: 5 jasa dan 10 produk, 6 jasa dan 7 produk, 8 jasa
dan 5 produk, dan 10 jasa dan 4 produk. Semua kombinasi pada titik-titik ini yang
merupakan kurva indiferen memberikan kepuasan yang sama pada tingkat 118 unit.

2. Marginal Rate of Substitution (MRS).

Slope kurva indiferen merupakan perubahan dalam produk Y (dY) dibagi dengan
perubahan jasa X (dX). Hubungan ini disebut dengan marginal rate of substitution
yang merupakan perubahan dalam konsumsi produk Y yang diperlukan untuk
mengimbangi perubahan tertentu dari konsumsi jasa X, jika seluruh tingkat utiliti
tidak berubah. Slop ini secara aljabar dapat dinyatakan sebagai berikut:

MRS = == slope kurva indiferen

MRS biasanya tidak constan, tapi menurun seiring dengan peningkatan jumlah
substitusi. Misalnya pada gambar diatas, pada saat jumlah jasa X yang diperlukan
untuk menggantikan sejumlah produk Y terus menurun. Dengan kata lain, semakin
banyak jasa X yang disubstitusikan untuk produk Y, jumlah produk yang diperlukan
untuk mengkompensasi kehilangan sejumlah jasa terus menurun. Hal ini berarti
bahwa slop negatif dari setiap kurav indiferen cenderung mendekati nol seiring
dengan perpindahan dari kiri kekanan.
Hubungan substituís produk yang ditunjukkan oleh slop kurva indiferen berhubungan
dengan konsep Utiliti Marginal yang Menurun. Hal ini karena MRS sama dengan -1
dikalikan dengan rasio Utiliti Marginal yang berasal dari konsumsi setiap produk.

MRS = -1 ()

Kehilangan utiliti berhubungan dengan penurunan kecil Y sama dengan utiliti marginal
Y (MUY), dikalikan dengan perubahan Y (ΔY).

ΔU = MUY x ΔY

Kuantitas Produk (Y)


(Y) Utiliti Total Utiliti Marginal
1 55
2 67 12
3 77 10
4 85 8
5 92 7

Utiliti Total dari kuantiítas ke1 adalah 55 dan ke 2 adalah 67, sehingga

ΔU = MUY x ΔY

= 12 x 1
= 12

Demikian juga dengan perubahan utiliti berkenaan dengan perubahan konsumsi X


ádalah:

ΔU = MUx x ΔX

Sepanjang kurva indiferen, nilai absolut ΔU harus sama dengan substitusi Y untuk X.
Dengan kata lain, oleh karena utiliti tidak berubah sepanjang kurva indiferen, maka
kehilangan utiliti yang mengikuti penurunan Y harus diimbangi dengan
keuntungan/penambahan utiliti berkenaan dengan peningkatan X.

-(MUx x ΔX) = MUy x ΔY

- =

MRSxy = Slop kurva indiferen


Jadi slop kurva indiferen yang sama dengan ditentukan oleh rasio utiliti marginal yang
diturunkan dari setiap produk.

3. Budget Line (Garis Anggaran)

Konsep garis anggaran perli dipahami untuk lebih mendalami keputusan consumen.
Garis anggaran mencerminkan seluruh kombinasi produk yang dapat dibeli dalam
jumlah anggaran tertentu. Jumlah pengeluaran untuk produk sama dengan hasil kali
antara harga produk y (Py) dengan kuantiítas produk Y (QY). Demikian juga dengan
pengeluaran untuk jasa merupakan perkalian antara harga jasa (Px) dengan
cuantiítas jasa (Qx).

Total anggaran = Pengeluaran untuk produk Y + Pengeluaran untuk Jasa X


= Py Qy + Px Qx

Berikut ini disajikan contoh.

Py =Rp 250 per unit dan Px = Rp 100 per unit dengan anggaran Rp 1.000, Rp 1.500,
dan Rp 2.000

Jika anggaran digunakan untuk membeli produk Y, maka akan diperoleh produk Y
sebanyak:

Qy = = 4 unit

Jika anggaran digunakan untuk membeli jasa X, maka akan diperoleh jasa X
sebanyak:

Qy = = 10 unit

Dari data tersebut, maka garis anggaran yang relevan dapat ditulis sebagai berikut:

B = 250 Y + 100 X

Berikut ini disajikan jumlah produk dan jasa yang dapat diperoleh dengan setiap
jumlah anggaran.

Anggaran Rp 1.000 Anggaran Rp 1.500 Anggaran Rp 2.000


Produk Jasa Produk Jasa Produk Jasa
4 0 6 0 8 0
0 10 0 15 0 20

12 U1=100

10 U2=118
Kuantitas Produk

0
0 5 10 15 20 25
Kuantitas Jasa

Anggaran Rp 1.000 tidak cukup untuk membeli keranjang belanja yang terletak pada
U1=100 atau U2 =118

Pengeluaran minimum sebesar Rp 1.500 diperlukan untuk mencapai tingkat utiliti U1 =


100 dan pengeluaran minimum diperlukan untuk mencapai tingkat utiliti U2 = 118.

Pengaruh kenaikan anggaran adalah perubahan garis anggaran kekanan atas dan
sebaliknya penurunan anggaran berpengaruh terhadap garis anggaran ke kiri bawah.
Selama harga produk dan jasa tidak berubah, maka garis anggaran akan tetap paralel
dan slop anggaran ini akan tetap konstan.

Pengaruh perubahan harga dapat ditunjukkan pada contoh berikut ini. Misalnya
harga produk y turun dari Rp 250 menjadi Rp 150 dan menjadi Rp 75, sedangkan
harga jasa tidak berubah dengan anggaran Rp 1.500. Semakin turun harga suatu
produk atau jasa, maka semakin banyak produk atau jasa yang diperoleh dengan
anggaran yang tertentu.

Anggaran Rp 1.500
Produk Jasa Produk Jasa Produk Jasa
Rp 250 Rp 100 Rp 150 Rp 100 Rp 75 Rp 100
4 0 12 0 24 0
0 15 0 15 0 15

30
U2=100
25
Kuantitas Produk

U2=118
20
15
10
5
0
0 5 10 15 20
Kuantitas Jasa

Jadi maksimum produk yang dapat diperoleh dengan harga produk Rp 250 per unit
adalah 6 unit, dengan harga Rp 150 per unit adalah 12 unit, dan dengan harga Rp 75
per unit adalah 24 unit.

4. Pengaruh Pendapatan dan Substitusi

Pada saat harga produk berubah, konsumen terpengaruh dalam dua hal:

a). Pengaruh pendapatan (Income Effect) yakni peningkatan (penurunan) seluruh


konsumsi yang dilakukan sebagai akibat dari penurunan (kenaikan) harga. Pengaruh
pendapatan ini menghasilkan perubahan pada kurva indiferen yang lebih tinggi
mengikuti penurunan harga dan sebaliknya.
b). Pengaruh substitusi (Substitution Effect) yakni perubahan konsumsi secara
relatif yang terjadi pada saat konsumen mengganti produk yang lebih mahal dengan
produk yang berharga lebih murah. Pengaruh substitusi ini menghasilkan pergerakan
menaik (menurun) sepanjang kurva indiferen tertentu.

Jika diketahui PY = Rp 250 per unit dan PX = Rp 100 per unit dengan U1 = 100
merupakan tingkat kepuasan yang tertinggi yang dapat dicapai dengan anggaran
sebesar Rp 1.500. Hal ini menjadikan konsumsi jasa sebanyak 10 unit dan produk
sebanyak 2 unit.
U2=100
12
U2=118
Kuantitas Produk 10
8
C
6
4
2 B

0 A

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kuantitas Jasa

Pada saat harga produk turun menjadi Rp 140 per unit, konsumen mempunyai
kemungkinan untuk konsumsi untuk jasa sebanyak 8 unit dan produk sebanyak 5 unit
dengan tingkat kepuasan/utiliti meningkat dari U 1 = 100 menjadi U2 = 118. Perubahan
dalam konsumsi ini melibatkan 2 komponen:

a). Pengaruh substitusi yakni pergerakan kekiri sepanjang kurva indiferen pada U 1 =
100 ke titik B yang bersinggungan dengan garis anggaran hipotetis putus-putus yang
mencerminkan harga baru untuk produk dan jasa, tapi bukan keuntungan pendapatan.
b). Pengaruh pendapatan yakni pergerakan dari titik b pada U 1 = 100 ke titik C pada
U2 = 118.

You might also like