Professional Documents
Culture Documents
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian. Masing ± masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal
dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah
(goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu
GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor ±
sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah
dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini memiliki hubungan
interaksi masing ± masing dalam menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Krisis global saat ini jauh lebih parah dari perkiraan semula dan suasana
ketidakpastiannya sangat tinggi. Kepercayaan masyarakat dunia terhadap perekonomian
menurun tajam. Akibatnya, gambaran ekonomi dunia terlihat makin suram dari hari ke
hari walaupun semua bank sentral sudah menurunkan suku bunga sampai tingkat yang
terendah. Tingkat bunga yang sedemikian rendahnya itu justru menyebabkan ruang untuk
melakukan kebijakan moneter menjadi terbatas, sehingga pilihan yang tersedia hanya
pada kebijakan fiscal. Menurut Mohamad Ikhsan, O
negara-negara yang tergabung dalam G-20 dalam komunike bersamanya baru ini-ini
sepakat mendorong lebih cepat ekspansi kebijakan fiskal minimal 2 persen dari produk
domestik bruto untuk memulihkan perekonomian dunia. Meskipun secara teoretis
kebijakan fiskal dapat berfungsi sebagai stimulus perekonomian, dalam pelaksanaannya
sering kali terdapat hambatan. Hambatan ini dirasakan terutama di negara berkembang.
Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai
penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai
pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah
pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam
negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari
negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara. Di lain
sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi
pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik
negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak
termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dalam hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar
negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam
negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup
penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu
ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari pembiayaan defisit
dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat memainkan peranan yang
lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri
atau hutang dalam negeri tersebut masih dalam batas-batas kemampuan negara
(sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam
perekonomian . Dalam hal defisit APBN dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal
ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan
untuk membeli barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari
CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk
membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai
pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak,
pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah
uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya bank sentral menjual atau membeli
obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu
ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder,
sehingga uang beredar bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi
likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang
berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara di
bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga obligasi.
Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi
negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah
menerbitkan obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang
bermasalah, tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume
transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia
masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs.
Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga
SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan,
sehingga instrumen ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.
r
c
r
c
Sun, 13/01/2008 - 11:13pm ² godam64
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar
dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar
dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta
terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
:
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu
antara lain :
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,
namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh
pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat
dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan
menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.