Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkawinan, menjanda adalah hal yang biasa terjadi baik karena perceraian
maupun kematian. Didalam hukum adat kita mengenal garis keturunan keibuan,
kebapaan, dan keibu-bapaan yang mana mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
kedudukan janda.
Hal yang menarik dalam mempelajari kedudukan janda, karena dalam pandangan
hal perkawinan stelsel kebapaan dengan uang jujur dimana perempuan dipandang
sebagai barang belian. Berbeda dengan perkawinan stelsel kebapaan yang berlaku
dalam sebagain persekutuan hukum. Di Indonesia pihak laki laki tetap mempunyai
berlangsung.
3. Dalam hal ini perempuan /janda berhak menjadi waris dan dalan hal tertentu
hak suami istri dengan kedudukan yang seimbang. Akan tetapi dalam hal
5. Dari sisi lain yang mana sudut hukum Islam, yang di Indonesia merupakakn
agama yang paling besar penganutnya, kedudukan istri juga dianggap sebagai
untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kedudukan istri dalam hukum adat
serta hubungannya dengan istri yang telah ditinggalkan suami (janda). Penulisan ini
juga bertujuan untuk mempelajari lebih jauh tentang kedudukan istri/janda dan
D. Metode
1. Metode Penelitian
a. Observasi
pendengaran, peraba, dan pengecap. Semua kegiatan ini dinamakan observasi atau
pengamatan langsung. Observasi baru dapat dikatakan sebagai alat kumpul data,
- Observasi partisipasi
Dalam melakukan pengamatan, pengamat ikut terlibat dalam kegiatan yang sedang
- Observasi simulasi
yang sesuai dengan keinginan si pengamat. Selain alat mencatat atau format tertentu,
digunakan alat bantu lain, seperti kamera, slide, dan perekam suara. Dengan alat –
alat tersebut, banyak objek pengamatan yang dapat direkam sehingga pengumpulan
mencatat semua data – data yang kami peroleh. Selain itu dalam pengumpulan data
b. Wawancara
Untuk mendapatkan data melalui wawancara, perlu persiapan yang matang karena
bantu, seperti alat tulis dan perekam. Ditinjau dari pelaksanaannya, maka wawancara
- Wawancara bebas
Dalam wawancara jenis ini, pewawancara secara bebas bertanya apa saja tanpa harus
- Wawancara terpimpin
Pada wawancara jenis ini, pewawancara membawa sederetan pertanyaan lengkap dan
terperinci).
- Wawancara bebas terpimpin
Wawancara jenis ini merupakan kombinasi dari wawancara bebas dan wawancara
terpimpin.
Dalam pengumpulan data yang kami lakukan, kami menggunakan metode wawancara
terpimpin karena kami sudah terlebih dahulu membuat pertanyaan yang akan
diajukan pada saat wawancara. Alat bantu yang kami gunakan dalam metode ini
c. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi dari
berbagai sumber, seperti buku yang memuat berbagai ragam kajian teori yang sangat
dalamnya adalah rekaman berita dari radio, televisi, dan media elektronik lainnya.
1.Informasi yang ada mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan penelitian karena
3.Informasi sudah usang dan tidak relevan dengan situasi saat ini. Namun
BERPIKIR
A. Kerangka Teori
Hukum adat dengan kedudukannya sebagai hukum asli bangsa Indonesia yang
Sehingga hukum adat diletakkan sebagai pondasi dasar. Hukum adat adalah
sistem hukum asli Indonesia yang memiliki karakter yang berbeda dengan
sendiri. adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas
Indonesia
Menurut para sarjana hukum, perkawinan yang pertamam kali adalah hukum
keibuan.Ada beberapa alasan yang dikemukaan para sarjana antara lain oleh Wilken
dalam bukunya : opstelen overhet adat recht. Sebagaimana dikutip oleh datuk Usman,
1. Dari cara manusia kuno stelsel keibuan sangat mungkin muncul oleh karena pada
masa tersebut perkawinan belumlah teratur maka seseorang hanya mengenal ibunya
2. Dalam stelsel kebapaan ada beberapa istilah yang bila diartikan seolah-olah hukum
kebapaan lahir dari keibuaan misalnya : Sabutuha – satu perut ditanah batak Berasal
Dari satu perut di Minangkabau Senina-satu nenek di Tanah Karo.
Terlepas dari hal bentuk perkawinan mana yang pertama lahir,ketiga bentuk
Sifat perkawinan yang terpenting dalam stelsel kebapaan ini adalah pembayaran uang
jujurnya. Dengan perkawinan ini, pihak perempuan lepas dari ikatan kekeluargaanya
keseimbangan magisch ini, maka pihak laki-laki harus menyerahkan barang jujur
kepada pihak keluarga perempuan. Pada masa awalnya, barang jujur ini adalah
berupa benda yang sifatnya magisch akan tetapi lama kelamaan, barang jujur dapat
diganti dengan uang. Oleh karena barang jujur dapat diganti dengan uang maka
sebagai barang belian yang oleh sebab itu punya kedudukan yang rendah dalam
masyarakat. Akan tetapi bila kita lihat dari sejarah,uang jujur ini adalah merupakan
Di Indonesia sistem perkawinan dengan hukum keibuan ini dapat kita jumpai pada
Matrilineal dimana kedudukan wanita penting dan tinggi didalam rumah tanggapun
juga didlaam rapat-rapat clannya. Akan tetapi orang laki-laki juga diakui dan tinggi
didalam sistem perkawinan keibuan ini. Disisni kedudukan laki-laki adalah sebagai
Seorang laki-laki adalah berkuasa didalam kaumnya karena pihak laki-laki adalah
pengawas dari harta waris (mamak kepala waris) sedangkan dalam Clan isterinya,
pihak laki-laki termasuk orang yang dihormati karena meski pihak laki-laki tetap
berada dalam golongan sanak saudaranya namum ia berhak bergaul dengan kerabat
Dalam hal warisan hanya pihak perempuanlah yang berhak menjadi pewaris, tetapi
pada kejataannya pihak laki-laki seolah-olah berhak mewarisi karena mamak kepala
waris adlah kepala pengawas harta pusaka. Pengawasan dalam hal ini adalah
termasuk tentang cara-cara pemakaian harta pusaka tadi. Oleh karena mamak harus
tinggal dirumah isterinya sebagaimana semua suami tinggal dengan isterinya maka
tugas mamak kepala waris ini sehari-harinya dapat diberikan kepada laki-laki yang
tinggal dalam kaumnya ya g sudah barang tentu adalah : tungganai atau ipar
1. Sistim Endogami
2. Sistim Eksogami
3. Sistim Eleutherpgami
Yatu sistim perkawinan yang tidak mengenal larangan atau keharusan seperti
adat dan kebudayaan asal mereka. Begitu juga dengan hukum adatnya, termasuk
hukum adat perkawinan. Disetiap adat memiliki hukum perkawinan yang berbeda-
beda, adat perkawinan dari masing-masing darerah turun menurun dan mereka masih
Dalam hukum adat, mengenai perceraian ini tidak lazim diatur karena menurut
hukum adat perkawinan adalah suatu yang magish dan tabu untuk melakukan
perceraian. Dalm hal perceraian tidak dapat dihindari maka kedudukan janda/isteri
para pihak dalam perkawinan adalah sangat tergantung pada bentuk perkawinan
tersebut.
isteri/janda untuk meneruskan garis keturunan pada anak-anak yang lahir. Sedangkan
dalam harta gana-gini biasanya patuh pada pihak yang memelihara anak yaitu pihak
isteri/janda. Suami sebagai orang asing dalam clan isteri tidak mendapat harta gana-
gini karena perceraian kecuali harta benda asal dan pendapatan asal selama
perkawinan berlangsung.
Harta benda asal ini maksudnya adalah segala harta benda yang didapatnya dengan
halnya dengan stelsel kebapaan, dimana dengan perceraian juga tidak mengurangi
haknya atas garis keturunan anak-anak selama perkawinanpun dengan harta/barang
asal siisteri, berhak untuk diambil sendiri oleh si isteri dan atau kembali kepada
kerabat si isteri.
uang jujur, kedudukan isteri adalah kurang dihargai pada daerah tertentu. Hal ini
dapat dibuktikan dengan adanya kewajiban bagi janda untuk melakukan leviraat
huwelijk. Akan tetapi bila kita lihat lebih dekat dalam hal perkawinan stelsel kebapaa
Bagi orang Tapanuli misalnya kedudukan isteripun dengan janda yang ditinggalkan
mati suami dalam clan dan marga suami lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan
anak perempuan yang menjadi kakak atau adik dari suami. Hal ini kita lihat bahwa
dalam DALIHAN NATOLU, pihak boru harus hormat [ada pihak hula-hula].
Dalam hal ini kedudukan isteripun dengan janda dalam perkawinan jujur stelsel
kebapaan tidaklah seperti pandangan sebagaian ahli hukum adat. Tentang leveraat
huwelijk dilakukan adalah untuk menjamin kebutuhan hidup dari si janda, disamping
untuk mempertahankan keturunan marga. Ini juga sebagai bukti bahwa kedudukan
isteri/janda adalah tinggi dimana seorang perempuan akan punya kebanggan yang
melebihi kebanggan lain apabila ia telah dapat melahirkan anak dan dalam stelsel
kebapaan anak laki-laki adalah terbaik. Yang lebih menarik adalah kedudukan jandfa
dalam keluarga dengan stelsel keibu-baan, dimana kedudukan suami-istri dan anak
laki-laki serta anak perempuan adalah sama. Dalam hal ini janda yang ditinggal
Vruchgenot rech, hal ini mengakibatkan bahwa kedudukan para ahli waristerhalangi
anak-anak dan harta peninggalan. Hak mana hanya sekedar pengurusan tanpa berhak
mengalihkannya, kecuali dalam hal-hal tertentu dengan izin dari ahli waris janda
boleh mengalihkannya. Namun untuk melindungi pihak ketiga yang dengan itikad
izin ahli waris tidaklah batal, melainkan tetap sah, sedangkan akibat lain yang timbul
diantara mereka (para waris dan janda) adalah masalah intern yang diselesaikan
Seperti telah diuraikan diatas bahwa dalam lapangan harta perkawinan,Janda karena
dimilikinya,sedangkan dalam hal harta gana-gini janda tidak punya hak. Berbeda
dengan janda karena kematian suami, dia punya kedudukan yang agak
istimewa,jikalau misalnya anak-anak telah mencar semua istri sebagai janda tinggal
sendiri didalam rumahtangga yang ditinggaslkan oleh almarhum suaminya berhak
tetap tinggal di rumah tangga itu dengan hak untuk menguasai harta bendayang di
Jakarta tanggal 26 Mei 1939 (T.151 hal 193)menetapkan janda tidak dianggap
sebagai waris almarhum suaminya, akan tetapi ia berhak menerima penghasilan dari
harta peninggalan si suami, jika ternyata harta gana-gini tidak mencukupi dan ia
berhak untuk terus hidup sedapat-dapatnya seperti keadaan pada waktu perkawinan.
Akan tetapi dalam hal-hal tertentu janda dapat dikecualikan dari ketentuan tersebut
diatas. Misalnya dalam susunan kasanak-saudaraan pada garis keturunan ibu. Seperti
suaminya.
Oleh karena kematian suaminya, seorang janda mempunyai hak antara lain :
a. Selama hidupnya atau selama dia belum kawin lagi, janda tadi berhak untuk
b. Janda dalam hal harta peninggalan (barang asal suami, barang asal isteri dan harta
gono-gini) dibolehkan membagi-bagikan antara semua anak. Dalam hal ini anak-anak
kepentingan rumah tangga. Dalam hal si janda kawin lagi dan atau meninggal dunia
Kedudukan janda yang tak punya anak adalah sangat perlu untuk ditelaah mengingat
dalam hukum adat janda bukanlah sebagai ahli waris dari suami. Hal yang lebih
penting dan erat hubungannya adalah bilamana suami punya anak dari isteri yang
lain.
Menurut Ter Haar bahwa pangkal pikiran hukum adat adalah isteri sebagai orang luar
tidak punya hak sebagai waris, akan tetapi sebagai isteri dia berhak mendapat napkah
isteri tidak membutuhkan napkah dari harta peninggalan suami. Dalam hal ini janda
mendapat bagian dari harta peninggalan suami bukanlah sebagai waris melainkan hak
hidupnya selama ia memerlukan untuk nafkahnya. Janda dapat pula diberi bagian
Adakalanya harta peninggalan dibiarkan tetap berada pada janda termasuk segala
barang asal dari suami, akan tetapai barang tersebut boleh pula dibagi-bagi para
waris, asal saja kehidupan sijanda tetap terpelihara. Dalam hal janda kawin lagi
dengan orang lain maka ia keluar dari rumah tangga bekas suaminya dan menjadi
anggota keluarga baru. Bial terjadi demikian barang gono-gini dapat dibagi antara
para waris disatu pihak dan janda dipihak lain sedangkan barang asal suami tetap
pewarisan akan tetapi hanya atas dasar pemukatan dari para ahli waris suami.
Pasal 39 mengatakan :
1. Setelah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
2. Salah satu pihak menunggalkan yang lain selama dua tahun berturut-
turuttanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal di luar
kemampuan.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hubungan yang
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan
6. terjadi perselisihan terus menerus antara suami istri an tidak ada harapan akan
hidup lagi dan tidak ada harapan akan hidup lagi dalam rumah tangga.
BAB IV
A. Kesimpulan
2. Dalam hal janda adalah sebagai ahli waris atau tidak, tergantung kepada keputusan
hakim yang menetapkannya karena dalam hukum adat tidak ditemukan suatu
3. Walaupun hukum adat memandang janda bukan sebagai ahli waris namun janda
berhak atas nafkah hidupnya sepanjang dan nyata-nyata dia membutuhkannya dan
berhak untuk menahan dan atau menguasai barang asal suaminya jika barang gono-
4. Pengecualian dalam hal persatuan rumah tangga lekas gugur dimana hak untuk
menahan harta asal suami dan nafkah untuk janda tidak berlaku tetapi ia hanya berhak
1. Kedudukan janda harus lebih diperhatikan mengingat tugas seseorang ibu adalah
mulia.
peraturan perundang-undangan
DAFTAR PUSTAKA
Soepomo, R. Prof, Dr, SH. Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramith,
Imam Sudyat, SH, Prof. Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty Yogyakarta, Cet 2,
1981
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
http://www.scribd.com/doc/9771640/Materi-Karya-Ilmiah-
http://id.wikipedia.org/wiki/Upacara_pernikahan#Adat_Sunda