Professional Documents
Culture Documents
Dari sudut pandang manusia, yang ada adalah Allah Sang Pencipta dan alam
semesta yang diciptakan Allah. Sebelum Allah menciptakan Adam sebagai manusia
pertama, alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tatanan kerja yang teratur,
rapi, dan serasi. Keteraturan, kerapian, dan keserasian ini dapat dilihat dari dua
kenyataan: Pertama,berupa keteraturan, kerapian, dan keserasian dalam hubungan
alamiah antara bagian-bagian di dalamnya dengan pola saling melengkapi dan
mendukung; Kedua, keteraturan yang ditugaskan kepada malaikat untuk menjaga
dan melaksanakannya. Kedua hal itulah yang membuat berbagai keteraturan,
kerapian, dan keserasian yang kita yakini sebagai Sunnatullah yakni ketentuan dan
hukum yang ditetapkan Allah. Seperti pada matahari sebagai pusat dari sistem tata
surya, berputar pada sumbunya dan memancarkan energinya kepada alam
semesta secara teratur dan tetap.
Ada tiga sifat utama Sunnatullah yang disinggung dalam Al-Qur’an, yaitu: pasti,
tetap, dan obyektif. Sifat yang pertama, yaitu pasti, tentu menjamin dan memberi
kemudahan kepada manusia membuat rencana, sehingga dapat membuat
perhitungan yang tepat menurut Sunnatullah:
"… Dia telah menciptakan sesuatu, dan Dia (pula yang) memastikan (menentukan)
ukurannya dengan sangat rapi." (QS 25:2)
"… Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi tiap
sesuatu." (QS 65:3)
"… Tidak ada yang sanggup menggubah kalimat-kalimat Allah." (QS 6:115)
"… Dan engkau tidak akan menemui perubahan dalam Sunnah kami …" (QS 17:77)
"…, bahwasanya dunia ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh." (QS
21:105)
"Dia telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya …" (QS 2:31)
Dengan akal dan ilmu yang dikuasainya, manusia akan mampu mengelola dan
memanfaatkan alam semesta serta bumi ini untuk kepentingan manusia serta
makhluk lain. Atas pelaksanaan amanat tersebut manusia akan dimintai
pertanggungjawabannya di akherat apakah telah mengikuti dan mematuhi pola dan
garis besar yang diberikan melalui para nabi dan rasul yang termuat dalam ajaran
agama.
"… Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-
ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka
(manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah
(lagi) dari binatang." (QS 7:179)
Di dalam Al-Qur’an manusia disebut antara lain dengan al-insan (QS 76:1), an-nas
(QS 114:1), basyar (QS 18:110), bani adam (QS 17:70). Berdasarkan studi isi Al-
Qur’an dan Al-Hadits, manusia (al-insan) adalah makhluk ciptaan Allah yang
memiliki potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan mempergunakan akalnya
mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam,
mempunyai rsa tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (N.A.
Rasyid, 1983: 19). Berdasarkan rumusan tersebut, manusia mempunyai berbagai
ciri sebagai berikut:
1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan
Tuhan yang paling sempurna.
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku." (QS 51:56)
"Dan katakanlah: ‘kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir.’ …" (QS 18:29}
"… Setiap orang (manusia) terikat (bertanggung jawab) terhadap apa yang
dilakukannya." (QS 52:21)
Manusia menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi berupa
tubuh yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa roh yang berasal dari
alam gaib. Al-Qur’an mengungkapkan proses penciptaan manusia:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal
dari) tanah [12]. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim) [13]. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Suci-lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik [14]. Yang membuat segala sesuatu
yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari
tanah [7]. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air
mani) [8]. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya
roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi Kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur [9]." (QS 23:12-14, 32:7-9)
2. Manusia mempunyai persamaan antara pria dan wanita (sumber yang sama
yakni dari Tuhan).
4. Manusia memiliki fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan roh Tuhan, yang
terdapat kebebasan pada dirinya untuk memilih.
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam …" (QS 3:19)
Manusia sebagai makhluk Ilahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui lima tahap:
(1) alam gaib, (2) alam rahim, (3) alam dunia, (4) alam barzakh, dan (5) alam
akherat. Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu, tahap kehidupan di dunia
merupakan tahap yang menentukan tahap kehidupan selanjutnya, sehingga
manusia dikaruniai Allah dengan berbagai alat perlengkapan dan bekal agar dapat
menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi, serta pedoman agar selamat sejahtera
di dunia dalam perjalanannya menuju tempatnya yang kekal di akherat nanti.
Pedoman itu adalah agama.
Sesuai dengan asal muasal katanya (sansekerta: agama,igama, dan ugama) maka
makna agama dapat diutarakan sebagai berikut: agama artinya peraturan, tata
cara, upacara hubungan manusia dengan raja; igama artinya peraturan, tata cara,
upacara hubungan dengan dewa-dewa; ugama artinya peraturan, tata cara,
hubungan antar manusia; yang merupakan perubahan arti pergi menjadi jalan yang
juga terdapat dalam pengertian agama lainnya. Bagi orang Eropa, religion hanyalah
mengatur hubungan tetap (vertikal) anatar manusia dengan Tuhan saja. Menurut
ajaran Islam, istilah din yang tercantum dalam Al-Qur’an mengandung pengertian
hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan hubungan manusia dengan
manusia dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan
hidupnya (horisontal).
"… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama(din)
bagimu …" (QS 5:3)
"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia …" (QS
3:112)
Persamaan istilah agama tidak dapat dijadikan alasan untuk menyebutkan bahwa
semua agama adalah sama, karena adanya perbedaan makna atas istilah agama
tersebut, yang berbeda atas sistem, ruang lingkupnya, dan klasifikasinya.
Karena agama merupakan kepentingan mutlak setiap orang dan setiap orang
terlibat dengan agama yang dipeluknya maka tidaklah mudah untuk membuat
suatu defenisi yang mencakup semua agama, namun secara umum dapat
didefenisikan sebagai berikut: agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang
dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan-Nya melalui upacara,
penyembahan dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut
atau berdasarkan ajaran agama itu.
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta
alam semesta. Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk
beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan
benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya,
dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya
menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan
mereka. Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang
ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi
manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai
perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar
agama yang mengatur ibadah ritual belaka.
Sayangnya, pada saat ini, kebanyakan kaum muslim tidak memahami hal ini.
Mereka memahami ajaran Islam sebagaimana para penganut agama lain
memahami ajaran agama mereka masing-masing, yakni bahwa ajaran agama
hanya berlaku di tempat-tempat ibadah dan dilaksanakan secara ritual, tanpa ada
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut biasanya disebabkan karena dua
hal: Pertama, terjadinya gerakan pembaruan di Eropa yang fikenal sebagai
Renaissance dan Humanisme, sebagai reaksi masyarakat yang dikekang oleh kaum
gereja pada masa abad pertengahan atau Dark Ages, kaum gereja mendirikan
mahkamah inkuisisi yang digunakan untuk menghabisi para ilmuwan, cendikiawan,
serta pembaharu. Setelah itu, pada masa Renaissance, masyarakat menilai bahwa
Tuhan hanya berkuasa di gereja , sedangkan di luar itu masyarakat dan rajalah
yang berkuasa. Paham dikotomis ini kemudian dibawa ke Asia melalui penjajahan
yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa; Kedua, masih adanya ulama-ulama yang
jumud, kaku dalam menerapkan syariat-syariat Islam, tidak dapat atau tidak mau
mengikuti perkembangan jaman. Padahal selama tidak melanggar Al-Qur’an dan
Hadits, ajaran-ajaran Islam adalah luwes dan dapat selalu mengikuti perkembangan
zaman. Akibat kejumudan tersebut, banyak kalangan masyrakat yang merasa takut
atau kesulitan dalam menerapkan syariat-syariat Islam dan menilainya tidak
aplikatif. Ini membuat masyarakat semakin jauh dari syariat Islam.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai
pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini
adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk
mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang
terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-
Qur’an, menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan
manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna,
dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.
Referensi
Dalam konsepsi Aristotle (384-322 SM), Tuhan disebut sebagai "unmoved mover",
yaitu penggerak yang tidak bergerak. Tuhan Aristotle adalah Tuhan filsafat, Tuhan
yang ada dalam pikiran, karena ia harus ada secara logika sebagai penggerak alam
semesta yang senantiasa berada dalam keadaan bergerak dan berubah. Tuhan
dalam konsepsi Aristotle hanya tahu dirinya sendiri, dan tidak paham apa yang ada
diluar dirinya.
Tentunya Tuhan dalam konsepsi Islam tidaklah demikian. Tuhan menurut al-Qur'an,
adalah hakikat yang mutlak (al-Haqq), sementara semua bentuk ketuhanan yang
lain adalah salah (bathil), mereka hanyalah nama. Ia bukanlah suatu bentuk
proyeksi pikiran manusia, seperti diduga oleh Feurbach, juga Tuhan bukan produk
kebencian orang-orang yang kecewa, seperti kata Nietzsche. Bukan pula sebuah
ilusi orang-orang yang masih kekanak-kanakan, seperti pendapat Freud. Juga bukan
seperti dugaan Marx, suatu candu masyarakat, suatu hiburan yang dipersembahkan
demi keuntungan pribadi.
Tuhan menurut al-Qur'an adalah Dia yang selalu hidup (al-Hayy al-Qayyum), yang
melampaui batasan tata ruang dan waktu, Yang Pertama (al-Awwal) dan Yang Akhir
(al-Akhir), Yang Nyata (al-Zhahir) dan Tersembunyi (al-Bathin). Hakekat Tuhan yang
pasti adalah tidak dapat diketahui, karena Ia melampaui semua pengertian.
Berulang kali al-Qur'an menyebut bahwa Tuhan selalu hadir dan dekat, bahkan
dalam kenyataannya lebih dekat dari urat leher manusia. Apa maksudnya ? Tentu,
ini bukan berarti pengertian fisik Tuhan yang berada atau dekat, meskipun dalam
kenyataannya dekat dengan manusia. Ini mengimplikasikan, seperti ditunjukkan
oleh konteks itu, bahwa Tuhan selalu sadar dan memperhatikan gerak hati dan
tindakan-tindakan luar manusia, dengan harapan bahwa manusia akan menahan
diri dari tujuan-tujuan yang tidak disukai oleh Penciptanya.
Teolog kontroversial Jerman, Hans Kung dalam bukunya Does God Exist ?,
menceritakan kisah yang menunjukkan kesombongan hati sejumlah ilmuwan
sekular. Ketika ditanya apakah ia meyakini adanya Tuhan, seorang pujangga dan
tokoh filsafat besar mengatakan: "Tentu tidak, saya adalah seorang ilmuwan".
Sedangkan filsafat al-Qur'an tentang alam semesta akan mendorong seorang
ilmuwan menjawab, "Ya, tentu, justru karena saya seorang ilmuwan, maka saya
meyakini".
Bagi mereka yang menganut paham atheist, agama hanyalah dogma atau bahkan
seperti disebut oleh Karl Marx bahwa agama itu adalah candu masyarakat,
Nietszche pun mengkampanyekan slogan "Tuhan sudah mati". Memang, pada awal
abad kesembilanbelas, atheisme benar-benar telah menjadi agenda. Kemajuan
sains dan teknologi melahirkan semangat otonomi dan independensi baru yang
mendorong sebagian orang untuk mendeklarasikan kebebasan dari Tuhan. Inilah
abad ketika Ludwig Feurbach, Karl Marx, Charles Darwin, Friedrich Nietzsche, dan
Sigmund Freud menyusun tafsiran filosofis dan ilmiah tentang realitas tanpa
menyisakan tempat buat Tuhan.
Semua ciptaan di alam semesta ini semisal malaikat, langit, semut dan bahkan petir
adalah penting untuk secara spiritual, dalam arti bahwa ciptaan-ciptaan itu pun
menyerukan pujian kepada Tuhan dalam kondisi yang melampaui pengertian
manusia (QS 17:44). Walaupun begitu, semua alam semesta ini dijadikan untuk
dimanfaatkan oleh manusia.
Keberadaan manusia di dalam dunia ini dilengkapi dengan dua keadaan. Manusia
adalah mahluk yang terdiri dari jasad dan ruh; artinya, mahluk jasadiah dan
ruhaniah sekaligus. Manusia bukanlah mahluk ruh murni dan bukan pula jasad
murni, melainkan mahluk yang secara misterius terdiri dari kedua elemen ini. Allah
menciptakan manusia dengan segala kelebihan dibandingkan dengan mahluk
lainnya. Manusia yang diberi akal pikiran, perasaan, cinta, dan fisik yang lebih baik
agar bisa membedakan dan mengetahui mana yang lebih baik atau buruk dalam
kehidupan ini. Tetapi itu bukan berarti manusia adalah mahluk yang luput dari
segala kekurangan.
Oleh karena itu, sudah saatnya manusia, semakin memahami konsep Tuhan seperti
yang dijelaskan dalam al-Qur'an dan selalu melibatkan Tuhan dalam setiap ruas
kehidupan kita agar setiap manusia semakin mengerti akan tugasnya sebagai
hamba. Bukan untuk keuntungan Tuhan, tapi demi manusia itu
Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-
macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam
proses selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Akan tetapi hampir
sebagian besar para ilmuwan berpendapat membantah bahwa manusia berawal
dari sebuah evolusi dari seekor binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut
hanya berkaitan dengan bidang studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru
sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah
menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam
hal ini membuat kita para manusia kehilangan harkat dan martabat kita yang
diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia.
Walaupun manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di
dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan
yang sangat besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu
akal dan pemahaman. Itulah sebab dari adanya penundukkan semua yang ada di
alam ini untuk manusia, sebagai rahmat dan karunia dari Allah SWT. {“Allah telah
menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya.”}(Q.
S. Al-Jatsiyah: 13). {“Allah telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang
terus menerus beredar. Dia juga telah menundukkan bagi kalian malam dan
siang.”}(Q. S. Ibrahim: 33). {“Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar
dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya.”}(Q. S. Ibrahim: 32), dan ayat lainnya
yang menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa nikmat
akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang telah Allah
tundukkan bagi manusia itu sehingga mereka dapat memanfaatkannya sesuai
dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara yang mampu mereka lakukan.
Kedudukan akal dalam Islam adalah merupakan suatu kelebihan yang diberikan
Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain.
Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan
mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-
keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.
Dengan demikian, manusia adalah makhluk hidup. Di dalam diri manusia terdapat
apa-apa yang terdapat di dalam makhluk hidup lainnya yang bersifat khsusus. Dia
berkembang, bertambah besar, makan, istirahat, melahirkan dan berkembang biak,
menjaga dan dapat membela dirinya, merasakan kekurangan dan membutuhkan
yang lain sehingga berupaya untuk memenuhinya. Dia memiliki rasa kasih sayang
dan cinta,
rasa kebapaan dan sebagai anak, sebagaimana dia memiliki rasa takut dan aman,
menyukai harta, menyukai kekuasaan dan kepemilikan, rasa benci dan rasa suka,
merasa senang dan sedih dan sebagainya yang berupa perasaan-perasaan yang
melahirkan rasa cinta. Hal itu juga telah menciptakan dorongan dalam diri manusia
untuk melakukan pemuasan rasa cintanya itu dan memenuhi kebutuhannya
sebagai akibat dari adanya potensi kehidupan yang terdapat dalam dirinya. Oleh
karena itu manusia senantiasa berusaha mendapatkan apa yang sesuai dengan
kebutuhannya,hal ini juga dialami oleh para mahluk-mahluk hidup lainnya, hanya
saja, manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya dalam hal kesempurnaan
tata cara untuk memperoleh benda-benda pemuas kebutuhannya dan juga tata
cara untuk memuaskan kebutuhannya tersebut. Makhluk hidup lain melakukannya
hanya berdasarkan naluri yang telah Allah ciptakan untuknya sementara manusia
melakukannya berdasarkan akal dan pikiran yang telah Allah karuniakan
kepadanya.
Dewasa ini manusia, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah.
Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia
dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan
antara spermatozoa dengan ovum.
SIAPAKAH MANUSIA
Kehadiran manusia pertama tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam
semesta. Asal usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari
teori tentang spesies lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi.
Evolusi menurut para ahli paleontology dapat dibagi menjadi empat kelompok
berdasarkan tingkat evolusinya, yaitu :
Kedua, tingkat manusia kera yang fosilnya ditemukan di Solo pada tahun 1891 yang
disebut pithecanthropus erectus.
Ketiga, manusia purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern yang
sudah digolongkan genus yang sama, yaitu Homo walaupun spesiesnya dibedakan.
Fosil jenis ini di neander, karena itu disebut Homo Neanderthalesis dan kerabatnya
ditemukan di Solo (Homo Soloensis).
Keempat, manusia modern atau Homo sapiens yang telah pandai berpikir,
menggunakan otak dan nalarnya.
1. Manusia adalah makhluk utama, yaitu diantara semua makhluk natural dan
supranatural, manusia mempunyai jiwa bebas dan hakikat hakikat yg mulia.
2. Manusia adalah kemauan bebas. Inilah kekuatannya yg luar biasa dan tidak
dapat dijelaskan : kemauan dalam arti bahwa kemanusiaan telah masuk ke dalam
rantai kausalitas sebagai sumber utama yg bebas – kepadanya dunia alam –world of
nature–, sejarah dan masyarakat sepenuhnya bergantung, serta terus menerus
melakukan campur tangan pada dan bertindak atas rangkaian deterministis ini. Dua
determinasi eksistensial, kebebasan dan pilihan, telah memberinya suatu kualitas
seperti Tuhan
4. Manusia adalah makhluk yg sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-satuna
makhluk hidup yg mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri ; ia mampu
mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.
5. Manusia adalah makhluk kreatif. Aspek kreatif tingkah lakunya ini memisahkan
dirinya secara keseluruhan dari alam, dan menempatkannya di samping Tuhan. Hal
ini menyebabkan manusia memiliki kekuatan ajaib-semu –quasi-miracolous– yg
memberinya kemampuan untuk melewati parameter alami dari eksistensi dirinya,
memberinya perluasan dan kedalaman eksistensial yg tak terbatas, dan
menempatkannya pada suatu posisi untuk menikmati apa yg belum diberikan alam.
6. Manusia adalah makhluk idealis, pemuja yg ideal. Dengan ini berarti ia tidak
pernah puas dengan apa yg ada, tetapi berjuang untuk mengubahnya menjadi apa
yg seharusnya. Idealisme adalah faktor utama dalam pergerakan dan evolusi
manusia. Idealisme tidak memberikan kesempatan untuk puas di dalam pagar-
pagar kokoh realita yg ada. Kekuatan inilah yg selalu memaksa manusia untuk
merenung, menemukan, menyelidiki, mewujudkan, membuat dan mencipta dalam
alam jasmaniah dan ruhaniah.
Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada
saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia dapat dikelompokkan pada
dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah.
Potensi fisik manisia adalah sifat psikologis spiritual manusia sebagai makhluk yang
berfikir diberi ilmu dan memikul amanah.sedangkan potensi ruhaniah adalah akal,
gaib, dan nafsu. Akal dalam penertian bahasa Indonesia berarti pikiran atau rasio.
Dalam Al Qur’an akal diartikan dengan kebijaksanaan, intelegensia, dan pengertian.
Dengan demikian di dalam Al Qur’an akal bukan hanya pada ranah rasio, tetapi juga
rasa, bahkan lebih jauh dari itu akal diartikan dengan hikmah atau bijaksana.
Musa Asyari (1992) menyebutkan arti alqaib dengan dua pengertian, yang pertama
pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulatpanjang,
terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Sedangkan arti yang
kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan rohaniah, yaitu
hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan, dan
arif.
Adapun nafsu adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai
keinginannya. Dorongan-dorongan ini sering disebut dorongan primitif, karena
sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering
disebut sebagai dorongan kehendak bebas.
Manusia pada hakekatnya sama saja dengan mahluk hidup lainnya, yaitu memiliki
hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh
pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi
pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan
mahluk lain.
Manusia sebagai salah satu mahluk yang hidup di muka bumi merupakan mahluk
yang memiliki karakter paling unik. Manusia secara fisik tidak begitu berbeda
dengan binatang, sehingga para pemikir menyamakan dengan binatang. Letak
perbedaan yang paling utama antara manusia dengan makhluk lainnya adalah
dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan hanya manusia saja
yang memlikinya, sedangkan binatang hanya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang
bersifat instinctif.
1. Aspek Kreasi
2. Aspek Ilmu
3. Aspek Kehendak
4. Pengarahan Akhlak
Perintah ataupun tugas yang diberikan oleh Allah kepada manusia dalam beribu-
ribu macam bentuk dimulai dari hal yang paling kecil menuju kepada hal yang
paling besar dengan berdasarkan dan berpegang kepada Al-qur’an dan hadist
didalam menjalankannya.Begitupun sebaliknya dengan larangan-larangannya yang
seakan terimajinasi sangat indah dalam pikiran manusia namun sebenarnya
balasan dari itu adalah neraka yang sangat menyeramkan,sangat disayangkan bagi
mereka yang terjerumus kedalamnya.Na’uudzubillaahi min dzalik
Dalam hadist shohih diungkapkan bahwa jalan menuju surga itu sangatlah susah
sedangkan menuju neraka itu sangatlah mudah.Dua itu adalah pilihan bagi setiap
manusia dari zaman dahulu hingga sekarang,semua memilih dan berharap akan
mendapatkan surga,namun masih banyak sekali orang-orang yang mengingkari
dengan perintah Allah bahkan mereka lebih tertarik dan terbuai untuk
mendekati,menjalankan larangan-larangannya.Sehingga mereka bertolak belakang
dari fitrahnya sebagai manusia hamba Allah yang ditugasi untuk beribadah.Oleh
karenanya,mereka tidak akan merasakan hidup bahagia di dunia dan bahagia di
akhirat.
Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran
Allah, seseorang dituntut memulai dari diridan keluarganya, baru setelah itu kepada
orang lain.
belajar yang dinyatakan pada ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu
Allah yaitu Al Qur’an.
Ilmu yang telah diketahui bukan hanya untuk disampaikan kepada orang lain
melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri dahulu agar membudaya. Seperti apa
yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Manusia terlahir bukan atas kehendak diri sendiri melainkan atas kehendak Tuhan.
Manusia mati bukan atas kehendak dirinya sendiri Tuhan yang menentukan saatnya
dan caranya. Seluruhnya berada ditangan Tuhan Hukum Tuhan adalah hukum
mutlak yang tak dapat dirubah oleh siapapun hukum yang penuh dengan rahasia
bagi manusia yang amat terbatas pikirannya.
Kuasa memberi juga kuasa mengambil Betapa piciknya kalau kita hanya tertawa
senang sewaktu diberi. Sebaliknya menangis duka dan penasaran Sewaktu Tuhan
mengambil sesuatu dari kita. Yang terpenting adalah menjaga sepak terjang kita
Melandasi sepak terjang hidup kita dengan kebenaran Kejujuran dan keadilan?
Cukuplah Yang lain tidak penting lagi.
Suka duka adalah permainan perasaan. Yang digerakan oleh nafsu iba diri Dan
mementingkan diri sendiri. Tuhanlah sutradaranya, Maka manusia manusia adalah
pemain sandiwaranya Yang berperan diatas panggung kehidupan Sutradara yang
menentukan permainannya Dan ingatlah bukan perannya yang penting Melainkan
cara manusia yang memainkan perannya itu.
Walaupun seseorang diberi peran sebagai seorang raja besar, Kalau tidak pandai
dan baik permainannya ia akan tercela. Sebaliknya biarpun sang sutradara
memberi peran kecil tak berarti Peran sebagai seorang pelayan atau rakyat jelata
Kalau pemegang peran itu memainkannya dengan sangat baik Tentu ia akan sangat
terpuji dimata Tuhan juga dimata manusia.
Apalah artinya seorang pembesar Yang dimuliakan rakyat Bila ia lalim rakus dan
melakukan hal hal yang hina. Maka ia akan hanya direndahkan dimata manusia Dan
juga dimata Tuhan. Sebaliknya betapa mengagumkan hati manusia Yang
menyenangkan Tuhan Bila seorang biasa yang bodoh miskin Dan dianggap rendah
namun mempunyai sepak terjang Dalam hidup ini penuh dengan kebajikan Yang
melandaskan kelakuannya pada jalan kebenaran. Maka mereka itulah yang paling
mulia dimata Tuhan.
“Wahai orang orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan, diatasnya terdapat malaikat
malaikat yang bengis dan sadis yang tidak mengabaikan apa yang diperintahkan
kepada mereka, dan mereka melakukan apa yang diperintahkan”
Itulah firman Allah yang diberikan kepada manusia dalam menjalankan peranannya
selama hidup di muka bumi.Peran terhadap diri sendiri dan keluarga.Bukan diawali
dari peran untuk keluarga atau pun negara tapi justru peran itu ditujukan untuk diri
sendiri sebelum berperan untuk orang lain.Peranan seseorang harus dibangun dari
dalam diri sendiri secara terus menerus untuk mendapatkan hasil yang
maksimal,ketika sebuah pribadi telah menguasai peranannya untuk diri sendiri,
barulah bisa berperan untuk orang lain,terutama keluarga.Ada sebuah kata kata
dari seorang teman yang pernah berbagi dengan saya tentang masalah berderma.
Dia berkata pada saya”kawan untuk kita bisa memberikan sesuatu kepada orang
lain tentunya kita harus dalam kondisi lebih terlebih dahulu, tidak mungkin kita
dalam kondisi kekurangan terus kita meberi untuk orng lain”.Jadi untuk bisa
membangun sebuah keluarga, kelompok, negara dan mungkin yang lebih besar lagi
maka haruslah menjadi kewajiban kita untuk bisa terlebih dahulu membangun diri
kita.
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di
muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan , wakil Allah di
muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Tuhan untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada
manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa
yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah dimuka bumi. Barang siapa yang
kafir, maka (akibat) kekafiranorang-orang kafir itu tidak lain hanyalah akan
menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu
tidak lainhanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
Kedudukan manusia di muka bumi sebagai khalifah dan juga sebagai hamba allah,
bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan suatu kesatuan yang padu dan tak
terpisahkan. Kekhalifan adalah realisasi dari pengabdian kepada allah yang
menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian
rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang
menyebabkan derajad manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah,
seperti fiman-Nya dalam QS (at-tiin: 4) yang artinya
KESIMPULAN
Manusia adalah mahluk Allah yang paling mulia,di dalam Al-qur’an banyak sekali
ayat-ayat Allah yang memulyakan manusia dibandingkan dengan mahluk yang
lainnya.Dan dengan adanya ciri-ciri dan sifat-sifat utama yang diberikan oleh Allah
SWT kepada manusia menjadikannya makhluk yang terpilih diantara lainnya
memegang gelar sebagai khalifah di muka bumi untuk dapat
meneruskan,melestarikan,dan memanfaatkan segala apa yang telah Allah ciptakan
di alam ini dengan sebaik-baiknya.
Tugas utama manusia adalah beribadah kepada Allah SWT.Semua ibadah yang kita
lakukan dengan bentuk beraneka ragam itu akan kembali kepada kita dan bukan
untuk siapa-siapa.Patuh kepada Allah SWT,menjadi khalifah,melaksanakan
ibadah,dan hal-hal lainnya dari hal besar sampai hal kecil yang termasuk ibadah
adalah bukan sesuatu yang ringan yang bisa dikerjakan dengan cara bermain-main
terlebih apabila seseorang sampai mengingkarinya.Perlu usaha yang keras,dan
semangat yang kuat ketika keimanan dalam hati melemah,dan
pertanggungjawaban yang besar dari diri kita kelak di hari Pembalasan nanti atas
segala apa yang telah kita lakukan di dunia
ِ ل ِلَيْعُبُدْو
ن ّ س ِإ
َ لْن
ِ ن َوْا
ّجِ ت اْل
ُ خَلْق
َ َوَما
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.”
Dari ayat tersebut jelaslah bahwa kita diciptakan utk suatu tujuan yg besar dan
sangat mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin memuliakan hamba-hamba-Nya yg
mewujudkan tujuan penciptaan diri yaitu beribadah hanya kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala tdk membutuhkan hal itu sedikitpun dari
hamba-hamba-Nya. Akan tetapi ibadah yg Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan
kepada kita adl utk kebaikan diri kita sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
حِمْيٌد
َ ي
ّ ل َلَغِن
َ نا
ّ جِمْيًعا َفِإ
َ ض
ِ لْر
َ ن ِفي ْا
ْ ن َتْكُفُرْوا َأْنُتْم َوَم
ْ ِإ
“Jika kalian dan orang2 yg ada di muka bumi ini seluruh kufur kepada Allah mk
sesungguh Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.”
ً خًذا َوِبْي
ل ْ ل َفأَخَْذَناُه َأ
َ سْو
ُ ن الّر
ُ عْو َ َفَع.ل
َ صى ِفْر ً سْو
ُ ن َر
َ عْو
َ سْلَنا ِإَلى ِفْر
َ عَلْيُكْم َكَما َأْر
َ شاِهًدا
َ ل
ً سْو
ُ سْلَنا ِإَلْيُكْم َر
َ ِإّنا َأْر
“Sesungguh Kami telah mengutus kepada kalian seorang Rasul yg menjadi saksi
terhadapmu sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul kepada Fir’aun. mk
Fir’aun mendurhakai Rasul itu lalu Kami siksa dia dgn siksaan yg berat.”
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di dlm Tafsir- menyebutkan: “Allah Subhanahu wa
Ta’ala berkata: ‘Memujilah kalian kepada Rabb kalian atas diutus Nabi yg ummi ini
yg berasal dari kalangan Arab yg memberi kabar gembira dan peringatan serta
menjadi saksi atas amalan yg dilakukan oleh umat ini. Bersyukurlah kalian kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan syukurilah ni’mat yg besar ini dgn menaati utusan-
Nya dan janganlah sekali-kali kalian mengkufuri ni’mat ini dgn tdk mau menaati
Rasul yg diutus kepada kalian sehingga kalian seperti Fir’aun. Ketika Musa bin
‘Imran diutus kepada Fir’aun dan mengajak kepada agama Allah Subhanahu wa
Ta’ala serta memerintahkan utk beribadah hanya kepada-Nya dia tdk mau beriman
kepada Musa bahkan bermaksiat kepadanya. mk Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengadzab dgn adzab yg sangat pedih.”
“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya Allah akan memasukkan ke
dlm surga yg mengalir di dlm sungai-sungai sedangkan mereka kekal di dalamnya;
dan itulah kemenangan yg besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-
Nya serta melanggar ketentuan-ketentuan-Nya niscaya Allah memasukkan ke dlm
api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan bagi siksa yg menghinakan.”
Dengan demikian jelaslah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan
sebab kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat adl dgn menaati Allah dan
Rasul-Nya. Sebalik Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kecelakan serta
kebinasaan seseorang di dunia dan di akhirat adl krn bermaksiat terhadap Allah dan
Rasul-Nya.
Oleh krn itu marilah kita berusaha utk meraih janji Allah utk mendapatkan berbagai
keni’matan di surga-Nya dan dijauhkan dari siksa neraka yaitu dgn mengisi
kesempatan hidup di dunia ini dgn beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan mengikuti petunjuk Rasul- Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ل اْلَغُرْوُر
ِ ل َيُغّرّنُكْم ِبا
َ حَياُة الّدْنَيا َو
َ ل َتُغَرّنُكُم اْل
َ ق َف
ّحَ ِعَد ال
ْ ن َو
ّ س ِإ
ُ َيا َأّيَها الّنا
“Hai manusia sesungguh janji Allah adl benar mk sekali-kali janganlah kehidupan
dunia memperdayakan kalian dan sekali-kali janganlah setan yg pandai menipu
memperdayakan kalian tentang Allah.”
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yg telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ‘Wahai
Rabbku mengapa Engkau tdk menangguhkan ku sampai waktu yg dekat sehingga
aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang2 yg shalih?’ Dan Allah sekali-kali tdk
akan menangguhkan seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yg kamu kerjakan.”
KHUTBAH KEDUA
ِك َلُه ِفي ُرُبْوِبّيِتِه َوِإَلِهّيِته َ شِرْي َ ل َ حَدُه ْ ل َو ُ لا ّ ل ِإَلَه ِإ
َ ْشَهُد َأنْ َوَأ.عِتِهَ طاَ حْيِدِه َو
ِ ق ِلِعَباَدِتِه َوَأَمَرُهْم ِبَتْو
َ خْل
َ ق اْلَ خَلَ ،ن َ ب ْالَعاَلِمْي
ّ ل َر ِّ حمُْد َ اْل
جِه ِ عَلى َنْه َ ساُرْوا َ نَ حاِبِه اّلِذْي
َص ْ عَلى آِلِه َوَأ َ عَلْيِه َو َ ل ُ صّلى ا َ سَلُه ِإَلى َبِرّيِتِهَ َأْر،سْوُلُه ُ عْبُدُه َوَر
َ حّمدًا َ ن ُمّ شَهُد َأْ َوَأ،صَفاِتِه ِ سَماِءِه َو ْ َوَأ
َأّما َبْعُد.سِلْيمًا َكِثْيًرا
ْ سّلَم َتَ َو،سّنِتِه ُ سُكْوا ِبّ َوَتَم:
َخ
ل َ َفِإَذا َد،ل َمَع الطَّهاَرِة ّ لًة ِإَص َ ن ُ ل َتُكْوَ لَة َص ّ ن ال ّ حْيِد َكَما َأ
ِ ل َمَع الّتْوّ عَباَدًة ِإ
ِ ن ُ ل َتُكْو
َ ن اْلِعَباَدَة ّ عَلُمْوا َأ
ْ ل َتَعاَلى َوا َ س اّتُقوا ا
ُ َيا َأّيَها الّنا
لمُر َ َوِلَهَذا َكِثْيًرا َما َيْأِتي ْا.عَباَدٌة ِ ل َمَعُه ُ ل ُتْقَبَ ل َو ٌ عَم
َ ح َمَعُه ّص ِ ل َيَ ك ُ شْر ّ َفال.طَهاَرِة ّ ل ِفي ال َخ َ ث ِإَذا َد ِ حَدَ ت َكاْلْ سَد َ ك ِفي ْالِعَباَدِة َف ُ شْر ّ ال
َكَقْوِلِه َتَعاَلى،ك ِ شْر
ّ ن ال ِع َ ي ِ ِباْلِعَباَدِة َمْقُرْونًا ِبالّنْه:
َ سِرْي
ن ِ خا
َ ن اْل
َ ن ِم
ّ ك َوَلَتُكْوَن
َ عَمُل
َ ن
ّطَ حَب
ْ ت َلَي
َ شَرْك
ْ ن َأ
ْ ك َلِئ
َ ن َقْبِل
ْ ن ِم
َ ك َوِإَلى اّلِذْي
َ ي ِإَلْي
َحِ َوَلَقْد ُأْو
Sumber: www.asysyariah.com
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Hasil usaha jiwa dan qolbu (hati)
yang terbaik dan penyebab seorang hamba mendapatkan ketinggian di dunia dan
akherat adalah ilmu dan iman. Oleh karena itu Allah Ta’ala menggabung keduanya
dalam firmanNya,
ُ ذي
ِ ْب الل ّهِ إ َِلى ي َوْم ِ ال ْب َع
ث ْ ُ قد ْ ل َب ِث ْت
ِ م ِفي ك َِتا َ َن ل
َ ما ِ ْ م َوا
َ لي َ ْ ن أوُتوا ال ْعِل
َ ِ ّ ل ال
َ وََقا
“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada
orang-orang yang kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur)
menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit.” (QS ar-Ruum: 56)
Mereka inilah inti dan pilihan dari yang ada dan mereka adalah orang yang berhak
mendapatkan martabat tinggi. Namun kebanyakan manusia keliru dalam
(memahami) hakekat ilmu dan iman ini, sehingga setiap kelompok menganggap
ilmu dan iman yang dimilikinyalah satu-satunya yang dapat mengantarkannya
kepada kebahagiaan, padahal tidak demikian. Kebanyakan mereka tidak memiliki
iman yang menyelamatkan dan ilmu yang mengangkat (kepada ketinggian derajat),
bahkan mereka telah menutup untuk diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadi dakwah beliau
kepada umat. Sedangkan yang berada di atas iman dan ilmu (yang benar) adalah
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya setelah beliau serta orang-
orang yang mengikuti mereka di atas manhaj dan petunjuk mereka….”.[1]
Demikian bila kita melihat kepada pemahaman kaum muslimin saja tentang iman
didapatkan banyak kekeliruan dan penyimpangan. Sebagai contoh banyak
dikalangan kaum muslimin ketika berbuat dosa masih mengatakan, “Yang penting
kan hatinya”. Ini semua tentunya membutuhkan pelurusan dan pencerahan
bagaimana sesungguhnya konsep iman yang benar tersebut.
Makna Iman
Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman dengan “tashdîq”
(membenarkan); thuma’nînah (ketentraman); dan iqrâr (pengakuan). Makna ketiga
inilah yang paling tepat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Telah
diketahui bahwa iman adalah iqrâr (pengakuan), tidak semata-mata tashdîq
(membenarkan). Dan iqrâr (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdîq
(membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyâd (ketundukan hati)”.[2]
Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan terhadap semua
yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala .
Adapun secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan)
dan amal (perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di
antara prinsip Ahlus sunnah wal jamâ’ah, ad-dîn (agama/amalan) dan al-imân
adalah perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan
anggota badan”.[3]
Dari perkataan Syaikhul Islam di atas, nampak bahwa iman menurut Ahlus sunnah
wal jamâ’ah mencakup lima perkara, yaitu [1] perkataan hati, [2] perkataan lisan,
[3] perbuatan hati, [4] perbuatan lisan dan [5] perbuatan anggota badan.
Banyak dalil yang menunjukkan masuknya lima perkara di atas dalam kategori
iman, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Perkataan hati, yaitu pembenaran dan keyakinan hati. Allah Ta’ala
berfirman,
“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi
bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, dan sampai mereka menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka
telah melakukan itu, maka mereka telah mencegah darah dan harta mereka dariku
kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada tanggungan Allah.”[4]
ُ ّ ه إ ِل ّ الل
ه َ َ وا ل َ إ ِل
ْ ُ قول
ُ َ حّتى ي
َ س َ ِ ن أ َُقات
َ ل الّنا
َ
ْ تأ ِ ُ… أ
ُ مْر
“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan
“Lâ ilâha illallâh”….[5]
Ketiga: Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti ikhlas, tawakal,
mencintai Allah Ta’ala , mencintai apa yang dicintai oleh Allah Ta’ala , rajâ’
(berharap rahmat/ampunan Allah Ta’ala), takut kepada siksa Allah Ta’ala ,
ketundukan hati kepada Allah Ta’ala, dan lain-lain yang mengikutinya. Allah Ta’ala
berfirman,
َ م ي َت َوَك ُّلو َ ذين إَذا ذ ُك ِر الل ّه وجل َت قُُلوب ُهم وإَذا ت ُل ِي َت عَل َي ْه
ن ْ ِماًنا وَعََلى َرب ّه
َ م ِإي
ْ ُه َزاد َت ْه
ُ ُ م آَيات
ْ ِ ْ َِ ْ ُ ْ ِ َ ُ َ ِ َ ِ ّ ن ال
َ مُنو ُ ْ ما ال
ِ ْ مؤ َ ّ إ ِن
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah, hati mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-
ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnya mereka
bertawakkal” (QS al-Anfâl: 2). Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-
amalan hati termasuk iman.
Keempat: Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan
lidah. Seperti membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah Ta’ala, doa, istighfâr, dan
lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’ân).
Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (QS al-Kahfi:
27). Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan lisan termasuk iman.
Kelima: Perbuatan anggota badan, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali
dengan anggota badan. Seperti: berdiri shalat, rukû’, sujud, haji, puasa, jihad,
membuang barang mengganggu dari jalan, dan lain-lain. Allah Ta’ala berfirman,
َ ذي َ
ن
َ حو ْ ُ خي َْر ل َعَل ّك
ُ ِ م ت ُفْل َ ْ م َوافْعَُلوا ال
ْ ُ دوا َرب ّك
ُ ُ دوا َواعْب
ُ ج ْ مُنوا اْرك َُعوا َوا
ُ س َ نآَ ِ ّ َيا أي َّها ال
Rukun-Rukun Iman
Sesungguhnya iman memiliki bagian-bagian yang harus ada, yang disebut dengan
rukun-rukun (tiang; tonggak) iman. Ahlus sunnah wal jamâ’ah meyakini bahwa
rukun iman ada enam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pada
permulaan kitab beliau, ‘Aqîdah al-Wâsithiyah’, “Ini adalah aqîdah Firqah an-Nâjiyah
al-Manshûrah (golongan yang selamat, yang ditolong) sampai hari kiamat, Ahlus
Sunnah wal Jama’ah. Yaitu: beriman kepada Allah Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan setelah kematian, dan beriman
kepada qadar, yang baik dan yang buruk”.[6]
Dalil rukun iman yang enam ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada malaikat Jibrîl ‘alaihis salam, ketika menjelaskan tentang iman,
Rukun iman ini wajib diyakini oleh setiap Mukmin. Barangsiapa mengingkari salah
satunya, maka dia kafir.
Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs berkata, “Enam perkara ini adalah rukun-rukun
iman. Iman seseorang tidak sempurna kecuali jika dia beriman kepada semuanya
dengan bentuk yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh al-Kitab dan Sunnah.
Barangsiapa mengingkari sesuatu darinya, atau beriman kepadanya dengan bentuk
yang tidak benar, maka dia telah kafir.” [8]
Bukti dari Al Qur’an dan As Sunnah Bahwa Iman Bisa Bertambah dan
Berkurang
Pertama: Firman Allah Ta’ala ,
“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada
orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka
Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah
Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung“.” (QS
Alimron: 173).
Para ulama Ahlus Sunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan
dan pengurangan iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan
bin ‘Uyainah rahimahullah, “Apakah iman itu bertambah atau berkurang?” Beliau
rahimahullah menjawab, “Tidakkah kalian mendengar firman Allah Ta’ala,
َفَزاَدُهْم ِإيَماًنا
“Maka perkataan itu menambah keimanan mereka”. (QS Alimron: 173) dan firman
Allah Ta’ala,
دى
ً ُم ه
ْ ُوَزِد َْناه
“Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk”.(QS al-Kahfi: 13) dan beberapa
ayat lainnya”. Ada yang bertanya, “Bagaimana iman bisa dikatakan berkurang?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Jika sesuatu bisa bertambah, pasti ia juga bisa
berkurang”.[11]
مَرّدا
َ خي ٌْر َ ّ عن ْد َ َرب
َ َك ث
َ َواًبا و ِ خي ٌْر
َ ت
ُ حا
َ ِ صال ُ دى َوال َْباقَِيا
ّ ت ال ً ُن اهْت َد َْوا ه ِ ّ ه ال
َ ذي ُ ّ زيد ُ الل
ِ َ وَي
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat
petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu
dan lebih baik kesudahannya.” (QS Maryam: 76).
“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS al-Mudatstsir: 31) dan
firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah
iman mereka (karenanya).” (QS al-Anfaal:8/2)
Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan qolbu (hati)
dan lisan, amalan qolbu, lisan dan anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat
bertingkat-tingkat dalam hal ini.[12]
و
َ ُسرِقُ وَه
ْ َن ي
َ حي ْ َ ن وََل ي
ِ ُسرِق ِ ْ مؤ
ٌ م ُ َب وَهُو ْ َن ي
ُ شَر َ حي
ِ مَر َ ْ ب ال
ْ خ ْ َ ن وََل ي
ُ شَر ِ ْ مؤ
ٌ م ُ َن ي َْزِني وَهُو ِ َل ي َْزِني الّزاِني
َ حي
ن
ٌ مِ ْ مؤ
ُ
“Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum
minuman keras ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri
ketika mencuri dalam keadaan mukmin”.[13]
Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata, “Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah
ditanya tentang iman dan berkurangnya iman. Beliau rahimahullah menjawab,
“Dalil mengenai berkurangnya iman terdapat pada sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan
tidaklah mencuri dalam keadaan mukmin.” [14]
“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama
adalah perkataan: “Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan
gangguan dari jalanan dan rasa malu adalah satu cabang dari iman.”[15]
Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang
tertinggi dan ada yang terendah . Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan
tidak berada dalam satu derajat dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih
utama dari lainnya. Oleh karena itu Imam At-Tirmidzi memuat bab dalam sunannya:
“Bab Kesempurnaan, bertambah dan berkurangnya iman”.
Satu ketika Kholifah ar-Rsyid Umar bin al-Khathaab rahimahullah pernah berkata
kepada para sahabatnya,
ماًنا
َ ْ وا ن َْزَداد ُ إ ِي ّ ُ هَل
ْ م
ص
ُ ُن ي َْزَداد ُ وَ ي َن ْق
ُ ما
ِ ْ ال ِي
Abu al-Hajjaaj Mujaahid bin Jabr al-Makki (wafat tahun 104 H) menyatakan,
ص ٌ م
ُ ُل ي َزِي ْد ُ وَ ي َن ْق ْ َن ق
َ َول وَ ع ُ ما
ِ ْ ال ِي
Abu Syibl ‘Alqamah bin Qais an-Nakhaa’i (wafat setelah tahun 60 H) berkata kepada
para sahabatnya,
ماًنا
َ ْ وا ب َِنا ن َْزد َد ُ إ ِي ُ م
ْ ش ْ ا
“Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang. Siapa yang
meyakini iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang maka berhati-hatilah
terhadapnya karena ia adalah seorang ahli bid’ah.”[21]
Beliau juga ditanya tentang iman, “Apakah bisa bertambah?” Beliau menjawab,
“Iya, hingga menjadi seperti gunung.” Beliau ditanya lagi, “Apakah bisa
berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Iya, hingga tidak tersisa sedikitpun
darinya”.[22]
ص ٌ م
ُ ُل ي َزِي ْد ُ وَ ي َن ْق ْ َن ق
َ َول وَ ع ُ ما
ِ ْ ال ِي
Ahmad bin Hambal rahimahullah menyatakan, “Iman itu sebagiannya lebih unggul
dari yang lainnya, bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman adalah dengan
beramal. Sedangkan berkurangnya iman dengan tidak beramal. Dan perkataan
adalah yang mengakuinya.”[24]
Artikel www.muslim.or.id
[3] Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm. 231, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs,
takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
[4] HR. al-Bukhâri, no: 25, dari `Abdullâh bin Umar radhiyallahu ‘anhuma.
[5] HR. al-Bukhâri, no: 392, dari Anas bin Mâlik radhiyallahu ‘anhu.
[6] Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 60-61, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs,
takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
[8] Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 61-62, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs,
takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
[9] As saabiq bil khoiraat adalah yang mengerjakan amalan wajib dan melengkapi
dengan amalan sunnah, menjauhi yang haram dan juga yang makruh. Lihat
keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitan Al Furqon. (ed)
[10] Al Muqtashid adalah yang hanya mencukupkan diri dengan mengerjakan yang
wajib dan menjauhi yang haram. (ed)
[11] Diriwayatkan kisah ini oleh al-Aajuriy dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
[17] Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al- Mushannaf 11/26 dengan sanad
shahih
[20] Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 11/25 dan dinilai hasan
oleh al-Albani dalam komentar beliau terhadap kitab al-Iman karya ibnu Abi
Syaibah.
by tafany in PAI I
Al-qur’an itu merupakan himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang dapat dibaca.
Firman allah SWT yang menjadi mu’jizat abadi kepada rasulullah yg tidak mungkin
bisa ditandingi oleh manusia, diturunkan kedalam hati rasulullah SAW, diturunkan
ke generasi berikutnya secara mutwatir, ketika dibaca bernilai ibadah dan
berpahala besar.
¨ Nama-Nama al-Qur’an :
Al-Qur’an, Al-kitab , Al-huda , Rahmah , Nur, Ruh, Syifa’, Al-haq, Bayan, Maiuzhoh,
Dzikr , Naba’
¨ Fungsi al-Qur’an :
Kitab berita , Kitab hukum dan aturan , Kitab berjuang , Kitab pendidikan , Kitab
ilmu pengetahuan
¨ Pengertian Hadits
Segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari nabi
Muhammad SAW yg dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama islam.
¨ Macam-Macam Hadits
IJTIHAD
¨ Tujuan ijtihad
Untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah
kepada allah SWT disuatu tempat tertentu atau pad suatu waktu tertentu
¨ Fungsi Ijtihad
Meski al-quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua
hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh al-quran maupun al-hadits.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat islam disuatu tampat tertentu atau
disuatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yg
dipersoalkan itu sudahh ada dalam al-quran atau al-hadist.
Tulisan ini adalah pemahaman penulis tentang alquran, tafsir, hadits. jika ada
koreksi, silahkan dikomentari.
Q: maksudnya?
A: yah, jika memeluk agama tertentu, maka pastilah ada aturan2 dalam agama
tersebut kan? nah di dalam agama islam, sumber aturannya berasal dari alquran
dan hadists ini.
Q: apa itu alquran? seperti apa isinya? apakah sudah pernah direvisi
seperti UUD? apakah semua isi alquran harus diikuti? kenapa?
A: alquran adalah kumpulan wahyu dari Allah SWT (tuhannya orang islam).
Alquran ditulis dalam bentuk buku, dan bentuk ayat-ayat dan surat, dengan
menggunakan bahasa aslinya (arab). isi alquran kebanyakan berupa cerita
(kisah adam & eve, faraoh, musa, isa, surga, neraka, dll), nasihat, larangan, serta
lainnya. karena merupakan perkataan Allah, maka dilarang untuk dimodifikasi
sedikitpun. pada jaman dimana belum ada teknologi buku seperti sekarang, isi
alquran kudu dihafal. tradisi ini masih berlanjut sampai sekarang. sehingga alquran
adalah kitab suci yang orisinalitasnya sangat terjaga. Semua aturan alquran
wajib diikuti karena merupakan perintah langsung dari Allah SWT.
• Sahih Bukhari
• Sahih Muslim
• Sunan al-Tirmidhi
• Sunan al-Sughra (al-Nasa’i)
• haram, perbuatan yang tidak boleh dilakukan, jika dilakukan mendapat dosa.
misal: berjudi
Q: lalu apa itu mazhab? fiqh? dan apa hubungannya dengan hadits?
A: mazhab definisinya adalah paham/aliran yang merupakan hasil pemikiran dari
seseorang. kebetulan orang2 ini adalah ahli hadits dan banyak orang yang bertanya
ke mereka tentang sebuah kasus/perkara/situasi, kemudian didokumentasikan. fiqh
adalah ilmu & proses untuk menentukan status hukum sebuah
kasus/perkara/situasi. nama mazhab (disebut juga mazhab fiqh) diambil dari nama
ulama tersebut. beberapa mazhab besar yang menjadi rujukan:
Q: saya punya temen yang belajar fiqh, dan dia sering menyalahkan orang
karena perbuatan tersebut tidak sesuai dengan dalil xyz…?
A: saya harus mengakui bahwa saya dahulu adalah salah satu orang yang
seperti ini, hanya melihat sesuatu dari perspektif golongan saya saja. ternyata
saya salah besar. dunia tidak sebesar golongan saya saja. Islam itu universal,
fleksible, ada toleransi. sehingga kita perlu berhati2 belajar fiqh agar tidak terjebak
dalam situasi “saya selalu benar dan kmu salah“. belajar fiqh tanpa belajar
fundamental fiqh seperti toleransi, kerukunan umat, sopan santun, ramah tamah,
hanya menjadikan radikalisme.
Q: wah kalo berbeda nanti ngak bisa masuk surga / dapat pahala dong?
A: nabi berpesan, silahkan ikuti alquran dan hadits, insya allah akan selamat
(masuk surga). so intinya belajar itu alquran, dan hadits, dan amalkan. terkait
dengan perbedaan mazhab adalah manusiawi. namun sebagai manusia, perlu
menjaga hubungan baik dengan tidak perlu memaksakan kehendak. Allah tidak
pernah tidur, selalu ada dan melihat kita, kita juga dapat berdoa dengan bahasa
lokal karena Allah tidak bodoh. Jika sudah berusaha yang terbaik, maka pasti akan
diganjar dengan ganjaran yang baik pula.