You are on page 1of 16

METODE DRILL (LATIHAN)

Drill merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang telah
dipelajari siswa sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu. Kata latihan mengandung arti bahwa
sesuatu itu selalu diulang-ulang, akan tetapi bagaimanapun juga antara situasi belajar yang pertama
dengan situasi belajar yang realistis, ia akan berusaha melatih keterampilannya. Bila situasi belajar itu
diubah-ubah kondisinya sehingga menuntut respons yang berubah, maka keterampilan akan lebih
disempurnakan.
 
Ada keterampilan yang dapat disempurnakan dalam jangka waktu yang pendek dan ada yang
membutuhkan waktu cukup lama. Perlu diperhatikan latihan itu tidak diberikan begitu saja kepada siswa
tanpa pengertian, jadi latihan itu didahului dengan pengertian dasar.

Drill wajar digunakan untuk :


o Kecakapan motoris, misalnya : menggunakan alat-alat (musik, olahraga, menari, pertukangan
dan sebagainya).
o Kecakapan mental, misalnya: Menghafal, menjumlah, menggalikan, membagi dan sebagainya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
o Tujuan harus dijelaskan kepada siswa sehingga selesai latihan mereka diharapkan dapat
mengerjakan dengan tepat sesuai apa yang diharapkan.
o Tentukan dengan jelas kebiasaan yang dilatihkan sehingga siswa mengetahui apa yang harus
dikerjakan.
o Lama latthan harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.
o Selingilah latihan agar tidak membosankan.
o Perhatikan kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan siswa untuk perbaikan secara kiasikal
sedangkan kesalahan perorangan dibetulkan secara perorangan pula.
Kelebihan dan kelemahan :
 
Kelebihan :
o Pengertian siswa lebih luas melalui latihan berulang-ulang.
o Siswa siap menggunakan keterampilannya karena sudah dibiasakan.
Kelemahan :
o Siswa cenderung belajar secara mekanis.
o Dapat rnenyebabkan kebosanan.
o Mematikan kreasi siswa.
o Menimbulkan verbalisme (tahu kata-kata tetapi tak tahu arti).
o
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b12.html
1. Kegiatan di sekolah atau PT dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kegiatan pokok dan
kegiatan penunjang. Kegiatan pokok di PT meliputi Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat, sedangkan kegiatan penunjang adalah kegiatan administratif.

2. Kegiatan pendidikan di sekolah dibedakan menjadi: kegiatan pengajaran, kegiatan


bimbingan dan kegiatan latihan. Pengajaran berasal dari kata dasar pengajar; pengajaran
berarti yang berkaitan dengan kegiatan pengajar. Kegiatan pengajar terpusat pada
mempersiapkan pengajaran, mengajar dan menilai hasil pengajaran. Menurut English dan
English (Kamus, 1958) pengajaran adalah penyajian pengetahuan secara sistematik
kepada orang lain. Karena ada yang mengajar maka pasti ada yang belajar, maka
pengajaran juga disebut proses belajar - mengajar. Disebut proses karena kegiatan guru
dan siswa berlangsung secara teratur dalam serangkaian kegiatan. Menurut Vembriarto
dkk. (1994) mengajar berarti (1) menyampaikan, menjelaskan bahan ajar serta melatih
siswa untuk mencapai tujuan pengajaran (2) menciptakan situasi interaksi guru - siswa,
sehingga siswa belajar. Sedangkan pengertian belajar dalam lingkup pengajaran berarti
usaha atau kegiatan pelajar mengolah bahan ajar, sehingga memperoleh pengetahuan
baru, ketrampilan baru, sikap baru atau menyempurnakan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang sudah dimiliki sebelumnya (terjadi change in behavior). Dalam mengajar guru
harus berusaha mengaktifkan/membelajarkan siswa, karena itulah dewasa ini muncul
istilah pembelajaran. Selain itu guru juga harus memperhatikan prinsip-prinsip mengajar
yang lain.

3. Pada tahun 1977 diperkenalkan konsep baru dalam usaha meningkatkan partisipasi siswa
dalam pengajaran di sekolah. Konsep baru itu adalah Cara Belajar Siswa Aktif. CBSA
mengandung makna agar keterlibatan aspek intelektual, emosional ataupun aspek fisik
siswa dalam belajar dapat optimal. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan oleh
guru adalah pendekatan ketrampilan proses, yakni suatu pendekatan yang menekankan
pada "mengajar siswa belajar bagaimana belajar" (to learn how to learn). Ketrampilan
tersebut meliputi ketrampilan mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur,
menyimpulkan, mengkomunikasikan, mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data,
menyajikan data, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan
menganalisis data, menyusun hipotesis, dan sebagainya.
Adapun indikator adanya CBSA dalam pengajaran adalah:
a. Adanya prakarsa siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Adanya pengalaman langsung siswa.
c. Guru berperan sebagai fasilitator.
d. Adanya variasi bentuk dan media pengajaran.
e. Adanya kualitas interaksi intelektual - emosional - sosial antar siswa.
4. Kata strategi sama maknanya dengan siasat, kiat atau taktik. Dalam arti umum menurut
Gibbs "strategi adalah rencana untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dengan
biaya sekecil mungkin". Sedangkan menurut IVOR K. Davies "strategi berarti rencana
pokok mengenai pencapaian, beberapa tujuan yang lebih umum".
Strategi pengajaran adalah: siasat/taktik yang harus dipikirkan/direncanakan guru untuk
mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Strategi pengajaran ini akan
menampak pada dimensi perencanaan ataupun pelaksanaan pengajaran. Dengan demikian
cakupan strategi pengajaran sangat luas meliputi:
a. TIK
b. Bahan pelajaran
c. Kegiatan belajar - mengajar (metode/teknik)
d. Media
e. Pengelolaan kelas
f. Penilaian.

5. Dalam menyusun TIK harus memperhatikan syarat sebagai berikut:


a. Terdiri dari komponen ABCD
b. Menggunakan kata yang operasional/spesifik
c. Merupakan hasil belajar bukan proses belajar
d. Mendasarkan pada jenis belajar
e. Baik dalam redaksional rumusannya.

6. Menurut Kemp (1977) isi materi pelajaran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Sedangkan Merril (1977) membedakan menjadi 4
macam yakni: fakta, konsep, prosedur dan prinsip.

7. Mengajar itu untuk memperlancar usaha belajar siswa. Pusat proses mengajar terletak
pada metode mengajar yang digunakan, sebab metode mengajar menggambarkan cara
kerja atau interaksi guru - siswa dalam mengolah bahan pelajaran. Aktifitas guru- siswa
disebut bentuk pengajaran. Menurut Galperin bentuk pengajaran terdiri dari kegiatan
Orientasi, Latihan, Umpan balik dan Lanjutan. Guru memilih metode mengajar dengan
pertimbangan antara lain:
a. Tujuan pengajaran
b. Isi bahan pelajaran
c. Kemampuan pelajar
d. Fasilitas yang tersedia
e. Situasi yang ada
f. Waktu yang tersedia
g. Kekuatan dan kelemahan tiap-tiap metode

Macam metode mengajar:

h. Metode ceramah
i. Metode tanya - jawab
j. Metode drill
k. Metode pemberian tugas dan resitasi
l. Metode demontrasi
m. Metode diskusi
n. Metode eksperimen
o. Metode simulasi
p. Metode seminar, dsb.

Selain metode mengajar juga dikenal teknik mengajar, yaitu: gaya dan variasi di dalam
melaksanakan metode mengajar tertentu.

8. Media (medium) yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan.
Pengajaran merupakan proses komunikasi. Sebagai proses komunikasi maka ada sumber
pesan (guru), penerima pesan (murid) dan pesan yaitu materi pelajaran yang diambilkan
dari kurikulum. Sumber pesan harus melakukan encoding yaitu: menerjemahkan gagasan,
pikiran, perasaan atau pesannya ke dalam bentuk lambang tertentu. Lambang itu dapat
berupa bahasa, tanda-tanda atau gambar. Dalam melakukan encoding guru harus
memperhatikan latar belakang pengalaman penerima pesan, agar pesan tersebut mudah
diterima. Sedangkan penerima pesan harus melakukan decoding yaitu menafsirkan
lambang-lambang yang mengandung pesan. Kalau pesan/pengertian yang diterima oleh
penerima pesan (siswa) sama atau mendekati sama dengan pesan/pengertian yang
dimaksud oleh sumber pesan, maka komunikasi dinyatakan efektif. Media dapat
membantu guru dalam menyalurkan pesan. Semakin baik medianya, makin kecil
distorsi/gangguannya dan makin baik pesan itu diterima siswa. Media dapat digunakan
dalam pengajaran dengan dua cara, yaitu sebagai alat bantu (dependent media) dan
digunakan sendiri oleh siswa (independent media). Pertimbangan dalam memilih media:
a. Tujuan pengajaran yang akan dicapai
b. Karakteristik siswa
c. Karakteristik media
d. Alokasi waktu
e. Ketersediaan
f. Kompatibelitas (sesuai dengan norma)
g. Biaya
h. Mutu teknis
i. Artistik

Klasifikasi Media Pengajaran:


j. Media Audio
k. Media Visual
l. Media Audio Visual
m. Media Serbaneka
1. Papan tulis dan papan pajangan
2. Media tiga dimensi
3. Media teknik dramatisasi
4. Sumber belajar pada masyarakat
5. Belajar terprogram
6. Komputer.

Edgar Dale dengan kerucut pengalamannya mencoba menunjukkan rentang derajat


kekonkretan dan keabstrakan dari berbagai pengalaman.

Simbol verbal
Simbol visual
Rekaman, radio, gambar diam
gambar bergerak
Televisi
Sajian atau pameran
Karya wisata
Demonstrasi
Pengalaman yang diperankan
Pengalaman terbatas
Pengalaman langsung

9. Macam Stategi Belajar Mengajar


a. Dari segi pengaturan guru dan siswa:
1. pengaturan guru: seorang guru dan tim guru
2. pengaturan siswa: kelompok kelas, kelompok kecil dan perorangan
3. pengaturan hubungan guru - siswa: tatap muka dan melalui media (cetak
atau audiovisual)
b. Dari segi struktur peristiwa belajar mengajar:
1. tertutup artinya relatif ketat mengikuti persiapan guru
2. terbuka artinya selama kegiatan guru - siswa berlangsung dikembangkan
tujuan, bahan dan prosedur kegiatan.
c. Dari segi peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan (bahan pelajaran)
1. bahan diolah tuntas oleh guru dan disajikan kepada siswa disebut
ekspositorik
2. bahan diolah sendiri oleh siswa dengan bantuan guru, disebut heuristik
atau hipotetik; ada dua substrategi:
a. penemuan (discovery) artinya siswa menemukan sendiri prinsip
atau hubungan yang sebelumnya tidak ia ketahui, sebagai akibat
dari pengalaman belajarnya yang diatur oleh guru secara saksama.
b. inkuiri (inquiry) artinya struktur peristiwa belajar sepenuhnya
bersifat terbuka, siswa dilepas untuk menemukan dan
mengakomodasikannya dengan apa yang sudah ia kuasai
sebelumnya.
d. Dari segi proses pengolahan pesan (bahan pelajaran):
Proses pengolahan pesan mengikuti pola-pola penalaran. Ada dua:
1. proses deduktif artinya pengolahan bahan pelajaran dengan menggunakan
prinsip/dalil/hukum yang sudah diketahui sebelumnya untuk menemukan
kasus
2. proses induktif artinya proses pengolahan pesan dengan mencermati
kasus-kasus khusus, menemukan hubungan dan menarik kesimpulan
umum (generalisasi).
e. Dari segi tujuan-tujuan belajar
Ada berbagai ketegori dengan mengikuti taksonomi, biasanya taksonomi dari
Gagne atau Bloom, dkk.

10. Kelas
a. Sekolah adalah tempat belajar bagi siswa. Maka tugas - pekerjaan guru di kelas
adalah "membantu siswa belajar", dengan mengatur Proses Belajar - Mengajar
serta menyediakan kondisi belajar yang optimal. Guru tidak hanya seorang
pengajar, tetapi juga seorang manajer kelas. Di kelas ada dua kegiatan yang
memang berhubungan erat satu sama lain, namun dapat dan harus dibedakan
karena tujuan dan sifat- sifatnya memang berlainan, yaitu:
1. Pengajaran: mencakup kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk
mencapai Tujuan Instruksional Khusus.
2. Pengelolaan kelas: menunjuk pada kegiatan menciptakan,
mempertahankan atau mengembalikan kondisi yang optimal agar
pengajaran dapat berlangsung dengan lancar.

Hubungannya:
bahwa pengelolaan kelas menyiapkan kondisi yang optimal agar proses belajar -
mengajar dapat berlangsung secara lancar.
Tujuan Pengelolaan Kelas: agar tujuan pendidikan kelas dapat tercapai secara
efisien.

Agar pengelolaan bidang garapan manajemen kelas (misal: ketatausahaan kelas,


sarana dan prasarana, kesiswaan, dll) dapat efisien dan efektif, maka perlu
mengikuti proses manajemen. Misalnya pendapat L. Gulick ada tujuh langkah:
Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Recording & Reporting,
Budgeting (POSDCORB).

b. Kelas adalah ruangan belajar (lingkungan fisik) dan rombongan belajar


(lingkungan sosio - emosional).
Lingkungan fisik meliputi:
1. Ruangan
2. Keindahan kelas
3. Pengaturan tempat duduk (berbaris berjajar, pengelompokan yang terdiri
atas 8 - 10 siswa, setengah lingkaran, berbentuk lingkaran, individual,
adanya ruang bebas)
4. Pengaturan sarana atau alat-alat lain (papan tulis, meja dan kursi guru,
almari dan rak buku, papan absen, dsb.)
5. Ventilasi dan pengaturan cahaya.

Lingkungan sosio - emosional meliputi:

6. Tipe kepemimpinan guru (otoriter, laize - faire, demokratik)


7. Sikap guru
8. Suara guru
9. Pembinaan hubungan baik, dsb.

c. Dalam kelas dapat muncul masalah pengajaran atau masalah pengelolaan. Karena
itu setiap masalah yang timbul di kelas perlu ditanggulangi sesuai dengan sifat
masalahnya. Masalah pengelolaan kelas terjadi bila ada kesenjangan antara
tingkat keterlibatan siswa yang seharusnya dalam proses belajar - mengajar
dengan keterlibatan yang nyata- nyata terjadi. Kesenjangan ini dapat terjadi
karena berbagai sebab, yaitu orang (siswa, guru), sarana (misalnya media
pengajaran dan fasilitas fisik) dan organisasi (misalnya: perubahan jadwal,
pergantian guru, dsb.). Pembahasan berikutnya akan dibatasi pada masalah
pengelolaan kelas yang timbul dari siswa.

Masalah pengelolaan kelas yang bersumber pada siswa dapat dikelompokkan


menjadi dua macam yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Menurut R.
Dreikurs dan P. Cassel masalah pengelolaan kelas individual dibedakan menjadi 4
macam/siasat yaitu:

1. Memancing perhatian, misalnya dengan membadut atau ramai di kelas.


2. Konfrontasi atau mencari kuasa, misalnya: membandel, membantah,
bertindak emosional.
3. Balas dendam dengan menyakiti/mengejek orang lain yang lebih
kecil/lemah.
4. Memboikot, berlagak menyerah atau tak berdaya, pasif, apatis, acuh tak
acuh, atau bahkan menolak sama sekali melakukan apapun.

L. V. Johnson dan M.A. Bany mengemukakan tujuh kategori masalah kelompok


dalam pengelolaan kelas yaitu:

5. Kelas kurang kompak, timbul klik-klik dalam kelas.


6. Kelas mbandel, sukar diatur, suka berontak.
7. Kelas bereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
8. Kelas membombong anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
9. Kelas mudah sekali dialihkan perhatiannya.
10. Semangat kerja rendah, lamban dan malas.
11. Kelas sukar menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya: perubahan
jadwal,pergantian guru.

d. Penyelenggaraan manajemen kelas dapat dilakukan dalam tiga tindakan yaitu:


1. Menciptakan iklim kelas yang baik (tindakan positif atau preventif).
Guru memberikan pelajaran dengan baik dan lancar, serta melibatkan
siswa dalam kegiatan belajar di kelas dan dengan demikian mencegah
timbulnya gangguan atau penyelewengan.
Unsur ketrampilan guru:
a. sikap tanggap
b. membagi perhatian
c. memusatkan perhatian kelompok/kelas
d. memberi petunjuk yang jelas
e. menghindari kesalahan dalam mengatur kelancaran proses belajar -
mengajar
f. menghindar kesalahan dalam mengatur kecepatan proses belajar -
mengajar.
2. Menanggapi permulaan gangguan untuk mempertahankan keterlibatan
siswa dalam kegiatan kelas (tindakan korektif) yang dapat dilaksanakan
dengan cara:
a. menegur siswa
b. memberi bombongan
c. menghindari kesalahan dalam mengatur kelancaran proses belajar -
mengajar.
d. menghindari kesalahan dalam mengatur kecepatan proses belajar -
mengajar.
e. menghindari kesalahan-kesalahan lain
f. sikap guru dalam berinteraksi.
3. Mengembalikan kondisi belajar yang baik dengan tindakan
remedial/kuratif/represif bila terjadi gangguan yang berlangsung lama atau
siswa tidak terlibat lagi dalam tugasnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan:
a. modifikasi perilaku siswa
b. menciptakan iklim sosio - emosional
c. pengelolaan proses kelompok
d. kombinasi dari pendekatan-pendekatan tersebut.
e. Pengelolaan kelas yang baik akan menciptakan disiplin kelas yang baik. Kelas
dinyatakan disiplin apabila setiap siswanya patuh pada aturan main/tata tertib
yang ada, sehingga dapat terlibat secara optimal dalam kegiatan belajar. Kelas
yang disiplin tidak sama dengan kelas yang tenang.

Penanggulangan pelanggaran disiplin dapat dilakukan dengan:


1. Pengenalan siswa
2. Tindakan korektif yang meliputi:
a. lakukan tindakan dan bukan ceramah
b. do not bargain
c. gunakan kontrol kerja
d. menyatakan peraturan dan konsekuensinya dengan jelas.
3. Tindakan penyembuhan

Membahas tentang disiplin maka tidak dapat lepas dengan hukuman. Pada
pokoknya segala hukuman diberikan karena ada kesalahan dan bertujuan agar
siswa jangan berbuat salah lagi, dengan demikian mengandung nilai positip.
Menghukum tidak sama dengan balas dendam atau bertindak sewenang- wenang.

Macam hukuman:

4. Hukuman badan
5. Penahanan di kelas
6. Menulis sekian kali
7. Menghilangkan hak tertentu (tidak boleh ikut ulangan, pelajaran)
8. Lain-lain seperti tatapan mata, teguran, ancaman, dsb.

Perlu diingat bahwa berdasarkan penelitian, pengaruh ganjaran atau reinforcement


lebih kuat dari pada hukuman, karena itu sebaiknya guru lebih banyak memberi
ganjaran atau reinforcement kepada siswa dari pada menghukumnya.

Akhirnya dapatlah diakhiri bahwa guru lebih banyak berperan sebagai manajer
(pengelola) kelas, agar kegiatan belajar siswa dapat berlangsung dengan efisien
dan efektif. Hal ini sejalan dengan tuntutan perkembangan, bahwa guru harus
lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, dinamisator, dan bukan lagi sebagai
penyampai informasi (orator).

11. Dalam penilaian ada 3 norma yang kita kenal yaitu Penilaian Acuan Patokan (PAP),
Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Kombinasi (PAK).

12. Profesi Guru


a. Profesi: pekerjaan yang pelaksanaannya
1. memerlukan keahlian tertentu; maka pelaksananya perlu mendapat
pendidikan dan pelatihan khusus yang biasanya makan waktu cukup lama;
2. terikat oleh standar-standar etis tertentu (yang lazim disebut Kode Etik)
3. dijaga mutunya oleh suatu Organisasi Profesi.

Profesional:
4. dengan/secara berkeahlian (tidak amatiran).
5. orang yang mampu mengerjakan sesuatu (tertentu) secara berkeahlian;
untuk keahliannya itu ia menerima bayaran.

Profesionalisasi:
Upaya untuk meningkatkan status suatu pekerjaan agar menjadi dan dikenal
sebagai profesi.
Profesionalitas:
Profesionalisme: penyikapan positif/kecintaan/devosi kepada ke-profesional-an.

b. Apakah pekerjaan sebagai guru layak disebut profesi?


Ya. Buktinya antara lain:
1. Ada kode etiknya, yaitu Kode Etik Guru Indonesia (1973).
2. Ada organisasi profesinya, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) yang dibentuk pada tahun 1945.
3. Para calon pejabatnya harus menjalani pendidikan pra- jabatan di LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan); dan sebagai tanda/simbol
resmi bahwa mereka telah menamatkan pendidikan tersebut, mereka
menerima yang disebut Akta, di samping Ijazah.

c. Kode Etik Guru Indonesia (dirumuskan oleh PGRI dalam Kongresnya yang ke-13
di Jakarta pada bulan November 1973):
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk
manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai
dengan kebutuhan anak didik masing- masing.
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi,
tentang anak didik tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orangtua murid dengan sebaik- baiknya bagi kepentingan anak
didik.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya

7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik


berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan
organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan
Pemerintah dalam bidang pendidikan.

d. Jabatan guru disebut jabatan fungsional karena secara esensial dilihat dari sudut
fungsinya sangat dibutuhkan oleh masyarakat/negara dan orientasi
pengembangannya bersifat kualitatif bukan terutama berdasar pada masa kerja.

e. Sebagai seorang profesional, guru harus memiliki kompetensi keguruan yang


memadai. Seorang guru dinyatakan kompeten bila: mampu menerapkan sejumlah
konsep, asas kerja, dan teknik dalam situasi kerjanya; mampu mendemonstrasikan
ketrampilannya yang dapat menghandle lingkungan kerjanya dan dapat menata
seluruh pengalamannya untuk meningkatkan efisiensi kerjanya. Tuntutan
kompetensi seorang guru dapat dirunut dalam penguasaan segi konseptual,
penguasaan berbagai ketrampilan, dan dalam keseluruhan sikap profesionalnya.
Secara singkat dapatlah dikemukakan bahwa seorang guru dinyatakan kompeten
jika secara nyata ia mampu menjalankan tugas keguruannya secara berkeahlian
sesuai dengan tuntutan jabatan keguruannya yaitu mampu membelajarkan siswa
yang dibimbingnya secara efisien efektif dan terpadu. Kompetensi keguruan tidak
sekedar menunjuk kuantitas kerja, tetapi lebih-lebih menunjuk/menuntut kualitas
kerja keguruan.

Kompetensi keguruan meliputi: Kompetensi personal, kompetensi sosial dan


kompetensi "profesional". Kompetensi personal berkaitan dengan kematangan
kepribadian guru yang bersangkutan. Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Adapun kompetensi "profesional" erat
kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas/sekolah. Ketiga
kemampuan dasar tersebut menyatu dan tampak dalam pelaksanaan tugas guru
dalam mengampu kegiatan pendidikan/pengajaran. Dalam banyak analisis tentang
kompetensi keguruan, kompetensi personal dan kompetensi sosial umumnya
disatukan. Hal ini wajar karena sosialitas manusia (termasuk guru) merupakan
pengejawantahan pribadinya. Dengan diilhami pendapat A.S. Lardizabal, 1978
sebagaimana dikutip oleh A. Samana, 1994, macam (ciri) kompetensi personal -
sosial yang perlu dikuasai serta diamalkan oleh guru, adalah:
1. Guru menghayati serta mengamalkan nilai hidup yang luhur (termasuk
nilai moral dan iman). Pengalaman nilai luhur tersebut dalam situasi tahu,
mau, dan berbuat nyata. Pendidikan selalu bersifat normatif
(memperjuangkan nilai luhur) yang bersifat mendasar serta universal.
Tindakan pendidikan hendaknya bertolak pada keyakinan nilai tertentu
dan yang perlu direflesikan terus- menerus.
2. Guru hendaknya bertindak jujur dan bertanggungjawab. Kejujuran dan
kesediaan bertanggungjawab atas segala tindak keguruan tersebut
merupakan realisasi kesusilaan hidup seorang guru, dan sekaligus
merupakan pengakuan atas berbagai keterbatasan-nya yang perlu
dibenahi/diperbaiki terus-menerus.
3. Guru mampu berperan sebagai pemimpin, baik di dalam sekolah maupun
di luar sekolah. Secara nyata guru dituntut mampu menciptakan situasi
belajar yang kondusif dan mampu mengorganisir seluruh upaya
pembelajaran siswanya secara efektif-efisien. Kepemimpinan guru di luar
sekolah hendaknya menggejala pada kualitas guru yang mampu menjadi
pemilik, penyimpan, dan sekaligus penyebar kiat
pembaharuan/pembangunan masyarakatnya.
4. Guru bersikap bersahabat dan mampu berkomunikasi - bekerjasama
dengan siapa pun demi tujuan yang baik. Modal dasar agar sukses
berkomunikasi serta bekerjasama dengan sesama adalah: menghargai
partner, bersikap terbuka, mampu berempati, dan menguasai teknik
berkomunikasi.
5. Guru mampu berperan serta aktif dalam pelestarian dan pengembangan
budaya masyarakatnya. Budaya masyarakat selalu digerakkan oleh sistem
nilai tertentu. Pendidikan nilai adalah klarifikasi nilai hidup yang dijalani
oleh siswa, yang jika berhasil maka siswa semakin mampu mengamalkan
nilai yang diyakininya secara mandiri (berdasar keputusan serta
kemauannya sendiri). Pendidikan adalah pembudayaan manusia muda. (N.
Driyarkara, S.J. 1980:78).
6. Dalam persahabatan dan bekerjasama dengan siapa pun, guru hendaknya
tidak kehilangan prinsip serta nilai hidup luhur yang diyakininya. Tentu
saja guru juga dituntut mampu menghargai pribadi lain secara tulus yang
berbeda dengan dirinya.
7. Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial, baik
dalam lingkup kesejawatannya maupun di luar kesejawatannya. Guru
bersedia menyumbangkan kemampuannya bagi sesama tanpa
memperhitungkan keuntungan diri sendiri secara berlebihan.
8. Guru hendaknya bermental sehat dan stabil. Ciri orang yang bermental
sehat serta stabil antara lain: realistis, mengenali diri serta potensinya,
sadar akan kelebihan dan kelemahannya, dan ulet mendayagunakan
seluruh kemampuannya untuk kebaikan diri serta karirnya.
9. Guru tampil secara pantas dan neces (dalam tatacara bertindak, bertutur,
berpakaian, dan kebiasaan- kebiasaan lainnya).
10. Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan. Tugas keguruan
tidak dapat dipolakan secara mekanik, eksak, dan dengan resep tunggal.
Tindak keguruan yang meliputi: pendekatan pribadi, perencanaan, metode
pengajaran, strategi, dan teknik pembelajaran menuntut kreativitas serta
kemampuan berpikir alternatif.
11. Dalam keseluruhan relasi sosial dan profesionalnya guru hendaknya
mampu bertindak tepat waktu dalam janji serta penyelesaian tugas-
tugasnya. Guru dituntut mampu mengelola waktunya secara rasional dan
berdisiplin.
12. Guru diharap mampu menggunakan waktu luangnya secara bijaksana dan
produktif (misal: aktif dalam kepengurusan warga di lingkungannya,
pengembangan hobi, membina kehangatan hidup dalam keluarganya,
kegiatan rekreatif, dan mencari tambahan penghasilan yang halal sejauh
tidak mengganggu tugas pokoknya.)

Kompetensi profesional terdiri:

13. Guru dituntut menguasai bahan ajar.


Bahan ajar adalah media pencapaian tujuan pengajaran, pendalaman bahan
ajar memiliki kemungkinan banyak dalam pembentukan diri siswa. Guru
hendaknya menguasai bahan ajar wajib (pokok), bahan ajar penunjang,
dan bahan ajar pengayaan secara mendalam, berpola (berstruktur), dan
fungsional. Dalam menjabarkan serta mengorganisir bahan ajar (dalam
tahap perencanaan dan pelaksanaan pengajaran), guru hendaknya
memperhatikan asas-asas sebagai berikut: relevan dengan tujuan (misal:
TIK), selaras dengan taraf perkembangan mental siswa, selaras dengan
tuntutan perkembangan IP-TEK, selaras dengan kondisi- situasi
lingkungan siswa, dan guru mampu menggunakan aneka sumber secara
terpadu. Ideal jika setiap guru memiliki perpustakaan pribadi yang
mendukung penguasaan keilmuan ini.
14. Guru mampu mengelola program belajar-mengajar. Guru hendaknya
menguasai secara fungsional tentang pendekatan sistem dalam
perencanaan-pelaksanaan pengajaran, menguasai asas-asas pengajaran,
menguasai prosedur-metode-strategi-teknik pengajaran, menguasai bahan
ajar, mampu merancang-mendayagunakan fasilitas- media-sumber
pengajaran; secara akumulatif guru diharap mampu menyusun rencana
pengajaran (SP) yang berbobot (dalam pengembangan unsurnya dan
sistematiknya).
15. Guru mampu mengelola kelas yang kondusif untuk belajar siswa.
Pengelolaan fisik (tata ruang kelas dan pengaturan tempat duduk dengan
memperhatikan sifat- sifat perorangan siswa, relatif mudah), yang lebih
sulit adalah upaya membina motivasi belajar (perorangan atau kelompok),
kerjasama kelas, kompetisi yang sehat, tertib-disiplin kelas, dan
penanganan siswa yang bersifat khusus (bandel, pengacau kelas, badut
kelas, minder, dan kenakalan yang menjurus kriminal atau asusila). Inti
pengelolaan kelas adalah menciptakan situasi sosial kelas yang kondusif
untuk belajar secara efektif-efisien.
16. Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran. Media
pengajaran adalah alat penyalur pesan pengajaran baik secara langsung
maupun secara tidak langsung (melalui rekaman). Sumber pengajaran
adalah acuan dalam menjabarkan serta mengorganisasikan bahan ajar yang
dilakukan oleh guru. Sumber pengajaran dapat berupa orang, rekaman,
lingkungan, alat, strategi serta teknik pengajaran dan berbagai
pesan/informasi. Guru masa kini hendaknya selalu siap untuk belajar
keilmuan secara berkesinambungan dan juga harus menyadari bahwa guru
bukanlah satu-satunya sumber pengajaran bagi siswanya. Guru diharap
mampu mendayagunakan serta mengorganisasikan aneka sumber
pengajaran secara kreatif serta terpadu.
17. Guru menguasai landasan-landasan kependidikan. Yang tergolong kajian
landasan kependidikan adalah: Ilmu Pendidikan, Psikologi Pendidikan,
Administrasi Pendidikan, Bimbingan Konseling, dan Filsafat Pendidikan.
Penguasaan rumpun ilmu kependidikan tersebut menjadi perangkat
analisis-sintesis dalam mengorganisasikan pengajaran (baik tahap
perencanaan maupun pelaksanaannya), guru yang menguasai dasar
keilmuan dengan mantap akan dapat memberi jaminan bahwa siswanya
belajar sesuatu yang bermakna dari guru yang bersangkutan.
18. Guru mampu mengelola interaksi belajar-mengajar. Pengajaran dapat
disebut pembelajaran siswa. Di antara siswanya, guru hendaknya mampu
berperan sebagai motivator, inspirator, organisator, fasilitator, dapat
berperan serta dalam pelayanan bimbingan konseling, dan secara teknis
mampu mengajar/membelajarkan siswa secara efektif-efisien. Guru
menguasai bahan dan cakap melaksanakan asas-asas pengajaran secara
tepat dan produktif.
19. Guru mampu mengelola penilaian hasil belajar siswa demi kepentingan
pembelajaran siswa. Penilaian hasil belajar adalah bagian integral dari
sistem pengajaran. Hasil penilaian ini merupakan umpan balik dan
promosi keberhasilan belajar siswa. Penyusunan butir tes,
penyelenggaraan tes, koreksi hasil kerja siswa, pengolahan serta
penentuan hasil, pengadministrasian nilai, dan penggunaan data nilai
untuk bimbingan belajar lebih lanjut hendaknya ditangani oleh guru secara
berkeahlian. Dalam hal ini guru juga dituntut belajar keras serta
berkesinambungan.
20. Guru mengenai fungsi bimbingan dan konseling, serta mampu berperan
serta di dalamnya. Fungsi utama dari program/pelayanan BK membantu
siswa untuk mengenali serta menerima diri beserta potensinya, membantu
siswa untuk membuat pilihan/keputusan yang tepat bagi dirinya membantu
siswa agar berani serta mampu menghadapi masalah hidupnya secara
bertanggungjawab, membantu siswa agar mampu belajar secara efisien,
dan akhirnya secara keseluruhan membantu siswa untuk menemukan
kebahagiaan hidupnya. Sukses pengembangan diri siswa yang terkait
dengan jasa layanan BK adalah optimalisasi perkembangan diri, integritas
diri, sosialisasi diri yang lancar serta normatis, dan siswa penuh percaya
diri untuk menyongsong masa depannya.
21. Guru mengenal dan mampu berperan aktif dalam penyelenggaraan
administrasi sekolah. Peran serta guru dalam kegiatan adminitrasi sekolah
hendaknya mencakup pengertian adminitrasi secara luas (yaitu:
pengelolaan) dan pengertian adminitrasi secara sempit (yaitu:
ketatausahaan). (Lihat: PP., No.30/1980, bab II, ps. 2 dan 3). Perlu juga
diingat oleh para guru bahwa jabatan adminitrator-supervisor pendidikan
sekolah akan dibibit dari guru yang berkeahlian/cakap dalam tugasnya.
(Lihat: PP No. 38/1992, bab VI, ps 20).
22. Guru memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu
melaksanakan/mentafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk
kepentingan pengajaran. Kondisi guru di masyarakat kita sekarang ini
cenderung belum siap untuk mengemban tuntutan kompetensi ini, tetapi
kompetensi ini tetap merupakan tantangan kualitatif bagi semua guru di
masa depan. Persoalannya adalah apakah guru dilatih selama
prajabatannya, apakah guru mendapat bimbingan selama telah berdinas,
dan apakah guru memiliki fasilitas untuk melibatkan diri dalam
kompetensi ini secara berkeahlian?

f. Bagaimana kiat mengembangkan kompetensi guru?


Ada dua cara yaitu:
1. Melalui pendidikan prajabatan, konkretnya: melalui kegiatan kurikuler
(intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstra-kurikuler) dan melalui "the hidden
curriculum", serta.
2. Melalui pendidikan dalam jabatan yang dapat berupa:
a. Supervisi (=bantuan/pembinaan) secara teratur dari Kepala
Sekolah, dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas guru
sehingga mutu situasi belajar- mengajar dapat ditingkatkan.
b. Menjadi anggota aktif organisasi profesi.

Cara tersebut hanya akan efektif jika guru bersedia untuk terus menerus secara
aktif belajar. Dengan demikian dapat diungkapkan bahwa yang bertanggungjawab
terhadap pengembangan kompetensi guru adalah calon guru/guru yang
bersangkutan, LPTK yang mendidik calon guru, lembaga pemakai lulusan guru,
organisasi profesi guru dan masyarakat.

Guru adalah salah satu faktor penting dalam proses pendidikan di sekolah. Maka
meningkatkan mutu pendidikan harus berarti juga meningkatkan mutu guru;
bukan hanya kesejahteraannya, melainkan juga profesionalitasnya. Peningkatan
mutu guru akan berkaitan erat dengan administrasi/manajemen sekolah yang
bersangkutan.

Sumber:
Judul Makalah: STRATEGI PENGAJARAN
(Disampaikan dalam rangka Seminar - Lokakarya
Dosen Sekolah Tinggi Theologia "INTHEOS"
Surakarta di Tawangmangu
Pengarang : Drs. P. Purnomo, M.Si.
Penerbit : UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA, 12 Juli 1996
Halaman : 1 - 10

http://www.sabda.org/pepak/pustaka/030214/

You might also like