You are on page 1of 149

Anak Berbakat

Jumat, 19 Februari 2010 By: bhezt Jam 09.33

Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasikan


sebagai anak yang mampu mencapai prestasi tinggi karena memiliki kemampuanh yang
unggul. Kemampuan yang dimaksud tidak sebatas kemampuan melihat hubungan-
hubungan logis dan mengadaptasi prinsip-prinsip abstrak kepada situasi konkret, tetapi
juga memiliki kemampuan menggeneralisasikan, lebih dari orang lainnya.
Oleh karenanya, kita dapat mendefinisikan anak berbakat itu sebagai anak yang : (1)
memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata; (2) memiliki tanggung jawab
(komitmen) yang tinggi terhadap tugas; (3) memiliki kreativitas yang tinggi. Dengan
demikian, anak berbakat akan mampu mengembangkan sifat-sifat tersebut dan
menerapkannya dalam kehidupan di masyarakat.
Anak berbakat (gifted) harus dibedakan dengan anak genius. Karena anak genius adalah
anak berbakat tetapi dengan taraf sangat tinggi (highly gifted) jauh di atas anak berbakat
pada umumnya walaupun anak berbakat itu sendiri telah memiliki kemampuan di atas
rata-rata.
PENGERTIAN MURID CERDAS
Cerdas merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk
yang bernilai budaya. (Howard Gardner)
PENGERTIAN MURID CERDAS
Cerdas merupakan kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk
yang bernilai budaya. (Howard Gardner)
Murid / anak cerdas dalam istilah berbahasa Inggris disebut Bright Child. Ia berbeda
dengan anak-anak gifted (berbakat), karena Bright Children (anak cerdas) sekalipun ia
mempunyai IQ melebihi rata-rata, namun Bright Children mempunyai kreativitas
sebagaimana anak-anak pada umumnya.

PENGERTIAN ANAK BERBAKAT


Yaitu anak-anak yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata anak normal, dengan
batasan IQ di atas 130, dengan kreativitas, motivasi dan ketahanan kerja yang tinggi
(menurut Renzuli).
Selain itu juga dapat diartikan anak yang oleh orang-orang profesional diidentifikasikan
sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai
kemampuan-kemampuan yang unggul (Utami Munandar).

Faktor Pendukung Kecerdasan Anak Anak yang cerdas bukan hanya karena faktor
keturunan, banyak hal lain yang bisa medukung anak menjadi pintar. Faktor-faktor
pendukung kecerdasan anak itu antara lain dapat diasah dan dibentuk dari dalam diri anak
atau dari hasil didikan orang tua. Di bawah ini beberapa contoh yang mendukung
kecerdasan anak tersebut:

Motivasi
Motivasi adalah bagaimana cara orang tua untuk memberi semangat kepada anak agar
mereka mau belajar, karena tanpa hal tersebut maka anak akan menjadi pribadi mudah
menyerah dan putus asa sehingga anak menjadi malas untuk belajar.

IQ (intelectual Quotient)
Adalah kemampuan seorang anak untuk belajar menggunakan kepintaran otak kiri dan
kanannya. Setiap anak mempunyai IQ yang berbeda tergantung dari latihan-latihan dan
kemampuan otak nya untuk menyerap pelajaran yang masuk.

EQ (Emotional Quotient)
Adalah kemampuan seorang anak untuk mengusai dirinya dan dapat mengendalikan
emosi sehingga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dengan
orang lain dan lingkungannya.

Kecerdasan visual
Adalah kemampuan seorang anak untuk menuangkan apa yang ada dalam pikirannya
kedalam bentuk kreatifitas, misal: Menggambar, mewarnai

Faktor lingkungan
Karena lingkungan yang baik dan positif baik dirumah dan sekolah dapat memberikan
pengaruh terhadap kepribadian dan perilaku anak untuk membantu mereka
mengembangkan kecerdasannya.

Kecerdasan berkomunikasi
Melatih anak dalam berkomunikasi yang baik dapat membuat anak belajar dan berani
dalam menuangkan pikiran dan gagasanya dalam bentuk kata-kata sehingga dapat
melatih anak memiliki kepercayaan diri bila bicara di depan umum. Orangtua dapat
memberikan contoh dengan berbicara yang baik dan sopan kepada anak.

Makanan bergizi
Orang tua yang memberikan anak gizi yang baik dengan memenuhi makanan 4 sehat 5
sempurna tentu akan membuat anak memiliki tubuh yang kuat,sehat dan perkembangan
otak yang sempurna sehingga anak menjadi pintar.

Membaca
Memberikan anak buku-buku yang bermanfaat dapat menambah pengetahuan dan
wawasannya dan juga melatih anak senang membaca.

Kemampuan bersosialisasi
Jangan melarang anak untuk bermain, karena dengan bergaul dengan teman-temannya
anak melatih kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan orang sehingga medapat
mendukung keberhasilannya di masa depan.lain

Kecerdasan Perilaku
Seorang anak yang diajarkan untuk berperilaku yang baik dan sopan juga melatih anak
untuk menghormati dan menghargai orang lain sehingga anak menjadi pribadi yang
menyenangkan bagi orang-orang disekitarnya. Selain semua itu dukungan dan perhatian
dari orang tua adalah faktor yang sangat penting dalam membentuk kecerdasan anak,
kembangkan kecerdasan anak dari berbagai cara yang positif demi keberhasilan anak
dimasa depan.

Kecerdasan bahasa dapat menunjukkan logika berpikir seorang anak.


Kalau dia pandai berbahasa, maka logika berpikirnya bagus. Bagaimana
caranya?

KECERDASAN bahasa merupakan salah satu bagian dari teori kecerdasan


majemuk atau multiple intelligences. Di samping itu ada kecerdasan
gambar, musik, tubuh, logika dan matematika, kecerdasan sosial, diri,
alam dan kecerdasan spiritual. Menurut Dr Howard Gardner, peneliti
dari Universitas Harvard yang mencetuskan teori ini, cerdas bahasa
adalah kecerdasan anak dalam mengolah kata. Contohnya, keterampilan
yang dimiliki anak dalam menceritakan atau menggambarkan sesuatu
dengan kata-kata. Kecerdasan bahasa termasuk di dalamnya kemampuan
seorang anak dalam menggunakan bahasa-bahasa dengan banyak varias

Sumber: http://www.abhest.co.cc/2010/02/anak-berbakat.html

USAHA GURU DALAM MENGATASI ANAK YANG BERMASALAH


DALAM BELAJAR
August 5th, 2010 by staf1 | 1 Comment | Filed in metode pembelajaran

oleh Supratman Zakir, M. Pd., M. Kom

I. PENDAHULUAN

Mengajar itu memang rumit. Bukan saja guru harus tahu banyak tentang bahan pelajaran
dan menguasainya, tetapi juga harus faham tentang murid-muridnya dan proses belajar-
mengajar. Kecuali itu guru juga harus memiliki atau mengembangkan bakat untuk
mengajar – suatu aspek seni. Bukan saja guru harus mengajar di depan kelas, tetapi juga
menyiapkan dan mendesain bahan pelajaran, memberikan tugas-tugas, menilai proses dan
hasil belajar murid, merencanakan kegiatan-kegiatan lain dan menegakkan disiplin.
Disamping itu guru harus menyimpan dan memelihara catatan-catatan tentang muridnya,
mengatur dan mengelola kelas, mengembangkan kegiatan-kegiatan belajar, berbicara
kepada orang tua murid dan bahkan melakukan kegiatan bimbingan dan konselling bagi
murid-muridnya.

Mengajar ialah melatih keterampilan, menyampaikan pengetahuan, membentuk sikap dan


memindahkan nilai-nilai. Mengajar adalah membuat perubahan pada diri murid.
Mengajar dapat dilakukan dengan cara ceramah, persuasi, demonstrasi, membimbing dan
mengarahkan usaha dan aktifitas murid atau dengan kombinasi cara tersebut. Mengajar
dapat hanya melibatkan pengetahuan dan keterampilan guru sendiri atau dapat
memanfaatkan bahan-bahan yang telah disiapkan oleh pihak lain seperti film, perangkat
komputer, manusia sumber aau kombinasi antara bakat, keterampilan dan pengetahuan
yang telah dimiliki murid.

II. MENGAJAR

Mengajar dikatakan efektif apabila meliputi tiga langkah, yaitu langkah sebelum
mengajar, langkah pelaksanaan mengajar, dan langkah sesudah mengajar. Langkah
sebelum mengajar, meliputi, menentukan tujuan pengajaran, baik tujuan jangka panjang
maupun jangka pendek. Langkah pelaksanaan mengajar, langkah ini berupa
pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk membawa murid mencapai
tujuan pengajaran. Langkah ini meliputi komunikasi, kepemimpinan, motivasi dan
kontrol (pembinaan disiplin dan pengelolaan). Langkah sesudah mengajar langkah ini
berupa pengukuran dan penilaian hasil mengajar sehubungan dengan tujuan yang telah
ditetapkan guru sebelum mengajar. Dari proses penilaian ini dapat diketahui efektif
tidaknya proses mengajar, tepat tidaknya tujuan pengajaran, seberapa tinggi tingkat
kesiapan murid, tetap tidaknya strategi mengajar yang digunakan dan bahkan derajat
relevansi dan ketepatan prosedur penilaian yang ditempuh.

III. PERANAN GURU

Peranan guru yang dianggap penting adalah :

1) Guru sebagai Pembuat keputusan

Guru harus selalu membuat keputusan-keputusan bahan pelajaran dan metode mengajar.
Keputusan-keputusan ini didasarkan atas banyaknya factor seperti bahan inti yang harus
diajarkan, kemampuan murid dan apa yang diperlukan olehnya dan tujuan yang akan
dicapai.

2) Guru sebagai motivator

Murid tidak berhasil dengan sendirinya, melainkan dengan peran guru sebagai motivator.
Ada beberpa pelajaran yang di sampaikan guru tidak menarik minat dan perhatian murid.
Memulai memngajar dengan penuh semangatpun tidak merupakan jaminan bahwa minat
dan konsentrasi murid dapat berlangsung lama.

Banyak keputusan yang dibuat guru berpengaruh terhadap motivasi murid. Cara
memberikan nilai misalnya, dapat mendorong murid belajar lebih giat atau malah
menjadikannya putus asa. Bahkan pelajaran yang dipilih yang sejalan dengan minat dan
kemampuan murid dapat membantu mendorong mereka belajar. Maslahnya ialah
bagaimanakah guru dapat mempertahankan minat dan perhatian murid selama proses
belajar mengajar berlangsung.
3) Guru sebagai Manajer

Waktu yang di pergunakan guru untuk berinteraksi secara verbal dengan murid rata-rata
antara 20 sampai 30persen setiap harinya. Selebihnya di pergunakan untuk kegiatan
pengelolaan, seperti supervisi, organisasi pelajarn,menyiapkan ujian, memeriksa dan
menilai pekerjaan murid, menghadiri rapat, mengadakan pertemuan dengan orang tua
murid dan sebagainya.

4) Guru sebagai pemimpin

Meskipun guru harus menangani kebutuhan murid orang perorang, tetapi kenyataannya
jarang berbuat demikian. Mengajar nyatanya adalah memimpin sekelompok murid. Guru
yang efektif adalah pemimpin yang efektif, yaitu memanfaatkan potensi kelompok untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan individual. Dalam peranannya sebagai
pemimpin kelompok, guru diharapkan menjadi wasit, pelerai kecemasan, detektif,
pencegah timbulnya perasaan bermusuh dan frustasi, teman dan orang kepercayaan,
pengganti orang tua, sumber kasih saying dan pemberi semangat.

5) Guru sebagai konselor

Sebagai konselor, guru harus menjadi pengamat yang peka terhadap tingkah laku dan
gerak gerik murid. Guru harus berusaha memberikan tanggapan yang konstruktif apabila
murid mengalami kelesuan dalam belajar. Dia harus tahu apabila ada murid perlu
dikonsultasikan kepada ahli kesehatan mental misalnya. Disetiap kelas tidak jarang murid
mengadukan persoalan pribadinya kepada guru.

6) Guru sebagai insinyur atau perekayasa lingkungan

Guru diharapkan menjadi desainer yang dapat menata ruang kelas dengan baik sehingga
menimbulkan suasana belajar yang kondusif.. Bukankah penataan ruangan kelas dapat
membantu atau mengganggu proses belajar ? Perubahan tata ruang kelas itu mungkin
saja tidak menyolok, seperti menggantungkan gambar di depan kelas atau menyuruh
murid duduk dalam posisi lingkaran untuk keperluan diskusi dan sebagainya.

7) Guru sebagai Model

Guru juga berperan sebagai model atau contoh bagi muridnya. Gairah murid terhadap
suatu mata pelajaran timbul karena pelajaran itu diberikan oleh guru yang penuh gairah
dengan menggunakan metode demonstrasi. Sebaliknya gairah terhadap suatu mata
pelajaran memudar karena mata pelajaran itu diberikan dengan metode ceramah yang
gersang. Dengan demikian guru tersebut dengan sengaja berperan sebagai model.
Demonstrasi dalam mata pelajaran fisika, kimia dan kesejahteraan keluarga adalah contah
permodelan langsung (direct modeling). Tetapi dalam banyak hal yang lain, guru tidak
begitu menyadari peranannya sebagai model. Sebagai contoh, guru selalu berperan
sebagai model dalam mendemonstrasikan cara berfikir memecahkan masalah. Apabila
guru dapat melibatkan muridnya berfikir melalui berbagai macam alternatif pemecahan
masalah, besar kemungkinan muridnya menjadi sadar bahwa mereka mampu
memecahkan masalah dalam berbagai macam situasi.

IV. PROBLEM-PROBLEM YANG DIHADAPI GURU

Semakin meluasnya tujuan pendidikan, maka akan semakin menambah beban tanggung
jawab guru dan menimbulkan problem serius bagi pelaksanaan oekerjaannya. Adapun
factor penyebab timbulnya kesulitan yang dihadapi guru di dalam kelas dan pada situasi
lain di sekolah adalah sebagai beikut :

1) Kurang memadainya pengetahuan guru tentang murid

2) Kurang memadainya apresiasi guru terhadap tujuan asasi pendidikan.

3) Kurang terampil melakukan diagnosis

4) Tidak pandainya guru menggunakan metode mengajar yang baik dan cara yang
mengelola kelas.

Tetapi secara fundamental, problem yang dihadapi guru meruapakan akibat dari :

1) Sikap pribadi dan sikap social yang tidak konstruktif

2) Kurang percaya pada diri sendiri.

3) Emosi yang tidak stabil.

Kecakapan mengajar yang efektif dan sikap yang baik tidaklah diperoleh secara
kebetulan saja. Pengalaman kerja mungkin merupakan factor yang penting, tetapi
bertahun-tahun mengajar bisa saja malah menambah rumit kesulitan terdahulu keculi
apabila guru dipersiapkan dengan baik sebelumnya.

V. KESULITAN BELAJAR ANAK

Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar.
Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa
yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang
semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi.

Demikian antara lain kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap murid dalam proses
belajar mengajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan ini pulalah
yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar murid. Dalam keadaan murid tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut “kesulitan belajar”

Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan factor intelegensi yang rendah (kelainan
mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh factor non intelegensi. Dengan demikian,
IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Karena itu, dalam rangka
memberikan bimbingan yang tepat kepada murid, maka guru perlu memahami masalah
yang berhubungan dengan kesulitan belajar.

Faktor penyebab kesulitan belajar

1) Faktor Intern

2) Faktor External

Faktor intern, disebabkan oleh dua hal, Pertama sebab yang bersifat fisik, yaitu (1)
karena sakit (2) karena kurang sehat (3) karena cacat tubuh. Kedua sebab kesulitan
belajar karena rohani, yaitu (1) Intelegensi (2) Bakat (3) Minat (4) Motifasi (5) factor
kesehatan mental (6) tipe khusus seorang murid.

Faktor external, disebabkan oleh tiga hal, Pertama Faktor Keluarga, yaitu (1) factor
orang tua (2) Suasana rumah/keluarga (3) keadaan ekonomi keluarga. Kedua Faktor
Sekolah, yaitu (1) guru (2) factor alat (3) Kondisi gedung (4) kurikulum (5) waktu
sekolah dan disiplin kurang. Ketiga Faktor Mass Media dan lingkungan social, yaitu TV,
Surat Kabar Majalah, Buku Komik, teman bergaul, lingkungan tetangga, aktivitas dalam
masyarakat.

VI. ANAK BERMASALAH

Seorang murid dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila ia menunjukkan


gejala penyimpangan perilaku yang lazim di lakukan oleh anak-anak pada umumnya.
Penyimpangan perilaku ada yang sederhana ada juga yang ekstrim. Penyimpangan
perilaku yang sederhana, misalnya mengantuk, suka menyendiri, terlambat datang.
Sedangka ekstrim adalah sering membolos, memeras teman, tidak sopan.

VII. MENGENAL MURID YANG BERMASALAH BELAJAR

Beberapa gejala pertanda adanya kesulitan belajar antara lain :

1) Menunjukkan prestasi yang rendah/di Bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok
kelas

2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha
dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.

3) Lambat melaksanakan tuga-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-


kawannya dalam segala hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal latihan dsb.

4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, berpura-pura dusta,
dll.
5) Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, misalnya mudah tersinggung, murung,
pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.

VIII. USAHA MENGATASI ANAK BERMASALAH

Secara sistematis, langkah-langkah yang perlu diambil dalam usaha mengatasi anak
bermasalah adalah :

1) Memanggil dan menerima anak yang bermasalah dengan penuh kasih sayang

2) Dengan wawancara yang dialogis diusahakan dapat ditemukan sebab-sebab utama


yang menimbulkan masalah.

3) Memahami keberadaan anak dengan sedalam-dalamnya

4) Menunjukkan cara penyelasaian masalah yang tepat untuk di renungkan oleh anak
kemudian untuk dikerjakannya.

5) Menemukan segi-segi kelebihan anak agar kelebihan itu diaktualisisr guru


megatasi kekurangannya

6) Menanamkan nilai-nilai spritual yang benar.

DAFTAR BACAAN

Feinberg. R, Mortimer, dkk, Psikologi Manajemen, alih bahasa R. Turman Sirait, Mitra
Utama, Jakarta, 1994

Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.
ke-VIII, 1998

Prasetya, Falsafah Pendidikan, Pustaka Setia, Jakarta, 1997

Siagian. P, Sondang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 1993

Sugiarto, Endar, Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, PT. Gramedia Grafindo
Persada, Jakarta, 1990

Sudjana, Nana, Teori-teori Belajar untuk Pengajaran, Fakultas Ekonomi Uiversitas


Indonesia, Jakarta, 1991

Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet. ke-
IX, 1998

Sumber: http://semangatbelajar.com/tag/mengatasi-anak-yang-bermasalah/
PERLUNYA BASIC LIFE SKILL BAGI ANAK USIA DINI
Pendidikan anak usia dini berperan penting dalam membentuk kepribadian anak sebelum
ia memasuki jenjang pendidikan berikutnya. Keberadaan seseorang di masa yang akan
datang akan sangat ditentukan oleh pendidikan yang didapatnya pada saat ia berusia dini.
Karena bagaimana pun, anak yang berada pada rentang usia 0 – 7 tahun (usia dini)
memiliki kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa dibanding dengan usia di atasnya.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh beberapa ahli pendidikan anak bahwa usia dini
adalah masa golden age (masa keemasan). Karena itu, merupakan sebuah keharusan bagi
orang tua di manapun untuk mengoptimalkan masa usia dini putera-puterinya dengan
pembelajaran yang holistik (menyentuh berbagai aspek; fisik, sosio emosional, bahasa,
daya pikir, dan daya cipta). Sebagai contoh, orang tua secara rutin memberikan berbagai
stimulus (rangsangan) agar anak mau berjalan tanpa harus terus digendong (untuk anak
usia 1-2 tahun). Selain itu, orang tua juga tidak keberatan bila temboknya penuh coretan
oleh anak yang sedang masa-masanya ingin menulis dan menggambar. Dan yang perlu
diperhatikan oleh setiap orang tua adalah berusaha untuk selalu tanggap terhadap apa-apa
yang dikemukakan oleh anak, apakah itu keluhan, pertanyaan, dan lain sebagainya.

Terkait dengan keharusan pendidikan diterapkan sejak usia dini, bahkan jauh sebelumnya
yaitu sejak dalam kandungan (prenatal education), anak diharapkan memiliki pemahaman
terhadap apa yang dilihat, apa yang didengar, dan apa yang dialaminya. Sebagai contoh,
anak usia empat tahun diajari oleh orang tuanya untuk mampu menghafalkan do’a. Mulai
dari do’a bangun tidur sampai do’a setelah makan. Dengan masa keemasan yang
dimilikinya, maka anak akan secara mudah menghafalkan setiap do’a yang diberikan oleh
orang tuanya itu. Bahkan kemampuan menghafalnya jauh lebih cepat dibanding
kemampuan menghafal orang dewasa.

Orang tua akan sangat bangga jika anaknya menguasai hafalan do’a-do’a harian. Namun
tidak bisa dipungkiri, bila ternyata setelah beberapa tahun kemudian, hafalan do’a yang
telah dikuasainya itu tak ada satu pun yang menempel. Kasus semacam ini tidak jarang
terjadi di banyak keluarga.

Sebagai orang tua, baik di rumah maupun di sekolah, tentu saja kita harus tanggap
terhadap keadaan demikian. Karena bagaimanapun, baik orang tua maupun guru di
sekolah adalah cermin yang setiap saat diteladani oleh anak. Apa yang kita ucapkan, apa
yang kita perbuat, dan apa yang kita lakukan akan terekam kuat dalam memori anak-anak
kita sampai mereka berusia dewasa sekalipun.

Faktor yang menyebabkan terjadinya kasus yang dikemukakan di atas, salah satunya
adalah karena tidak adanya pembelajaran atau pembekalan life skill dari orang tua kepada
anaknya, atau dari guru kepada muridnya. Dengan adanya life skill (kecakapan hidup),
pembelajaran yang diperoleh anak tidak sekadar kegiatan mentransfer apa yang dikuasai
oleh orang tua. Namun lebih jauh, anak akan memahami esensi dari apa yang
dibelajarkan oleh orang tua kepada mereka. Contoh sederhana, ketika anak memahami
apa itu do’a dan mengapa mereka harus berdo’a, maka anak kita akan menganggap do’a
sebagai sebuah kebutuhan. Bukan suatu yang cukup hanya dihafalkan. Bahkan bukan
sebagai beban. Sehingga mereka tidak harus bersusah payah menghafalkan. Akan tetapi,
seiring dengan kebiasaan berdo’a yang dilakukannya, maka sampai kapan pun anak akan
tetap hafal dengan do’a-do’anya, bahkan lebih jauh lagi, mereka akan paham terhadap
apa yang dibacakannya itu.

Adapun beberapa contoh lain yang bisa kita optimalkan untuk membangun keterampilan
life slill pada anak-anak kita, misalnya : pada saat anak kita belajar matematika, yang ada
di pikiran kita biasanya bagaimana mengenalkan angka pada anak. Kemudian dengan
mudahnya kita membelajarkan mereka dengan penambahan dan pengurangan. Padahal,
bila kita mau menjadi orang tua kreatif hanya dengan menggunakan fasilitas yang ada,
kita bisa mengajak mereka bekerja di dapur bersama kita (untuk anak perempuan).
Bahkan ketika kita tengah memotong tempe sekalipun, ketika itulah pembelajaran life
skill berlangsung. Anak bisa mengetahui objek secara langsung dan bisa menghitungnya
satu demi satu setiap potongan tempe yang hendak kita goreng. Setelah itu, anak pun
paham dengan konsep bilangan yang telah dikuasainya.

Dalam kaitannya dengan perkembangan anak usia dini, life skill merupakan modal yang
akan menopang tumbuh kembang anak. Dengan adanya pembekalan life skill sejak anak
usia dini, maka dapat dipastikan bahwa ketika anak masuk ke jenjang yang lebih tinggi,
atau ketika anak sudah mencapai usia dewasa, maka life skill yang dimilikinya akan
senantiasa diberdayakan dan dioptimalkan. Hal ini sebagaimana diungkapkan
sebelumnya bahwa pendidikan anak usia dini merupakan ujung tombak keberhasilan
pendidikan pada masa berikutnya. Hal ini dapat diartikan bahwa jika orang sudah
dibiasakan life skillnya terasah sejak usia dini, sangat memungkinkan baginya untuk tetap
memiliki life skill yang terasah.

Selain itu, dengan diterapkannya pendidikan berbasis life skill, dengan sendirinya
pendidikan tersebut akan lebih substansif dan bermakna. Pendidikan benar-benar bukan
sekadar transformasi pengetahuan atau wawasan yang dimiliki oleh orang tua kepada
anaknya.

Dengan adanya pembelajaran life skill pula, maka anak akan terbiasa akan melalui
proses-proses pemikiran yang tinggi, termasuk didalamnya berpikir kreatif. Hal ini
sebagaimana terjadi di negara Barat, dimana Guilford (1950) dalam pidato pelantikannya
sebagai Presiden American Psychological Association, menyatakan bahwa :

Keluhan yang paling banyak saya dengar mengenai lulusan perguruan tinggi kita ialah
bahwa mereka cukup mampu melakukan tugas-tugas yang diberikan dengan menguasai
teknik-teknik yang diajarkan, namun mereka tidak berdaya jika dituntut memecahkan
masalah yang memerlukan cara-cara baru.

Dengan demikian, tidak salah bagi kita untuk memberi bekal life skill dalam pendidikan
anak usia dini, karena secara tidak langsung kita telah melatih anak kita untuk berpikir
secara kreatif.

Adapun kelebihan lain dari pembekalan life skill yang dilakukan oleh orang tua kepada
anaknya atau oleh guru kepada muridnya, secara tidak langsung kecerdasan majemuk
yang dimiliki anak akan berkembang dengan baik. Kecerdasan yang berkembang pada
diri anak tidak terbatas pada kecerdasan yang bersifat matematis (Intellegence Quotions),
namun kecerdasan-kecerdasan selain kecerdasan matematis pun, seperti kecerdasan
emosional (emotional intelligence), kecerdasan musikal (music intellegence), kecerdasan
linguistik (lingistic intellegence), kecerdasan intrapersonal (self intellegence), kecerdasan
antarpersonal (people intellegence), dan kecerdasan naturalis (natuel intellegence), sangat
potensial untuk berkembang.

Sebagai contoh, ketika suatu saat anak dihadapkan pada suatu permasalahan, misalnya
kesulitan dalam memecahkan soal hiitungan. Dengan bekal life skill, dapat dipastikan
bahwa anak tersebut mampu memecahkan soal yang dihadapinya, karena ia tidak sekadar
memberdayakan kecerdasan logis matematisnya saja, namun kecerdasa intrapersonal pun
turut berkontribusi dalam bentuk penguasaan dan pengendalian emosi.
Selain itu, dengan bekal life skill, perkembangan kemampuan bahasa anak juga akan
berkembang dengan baik. Adapun salah satu tugas perkembangn bahasa yang dilalui
anak adalah kegiatan membaca. Dengan demikian, ketika kemampuan bahasanya
berkembang dengan baik, sangat potensial bagi anak untuk gemar membaca. Sementara
dengan kemampuan life skill yang dimilikinya, maka anak akan menganggap kegiatan
membaca sebagai suatu kebutuhan. Ia akan paham bahwa kegiatan membaca itu
bermanfaat.

Selanjutnya, bila kita telusuri kelebihan-kelebihan lain yang didapatkan dari penguasaan
life skilll, sebetulnya banyak sekali. Semua orang tua dan guru pasti akan membuktikan
seberapa besar kontribusi penguasaaan life skill terhadap tumbuh kembang anak. Oleh
karena itu, tidak ada kata terlambat bagi kita untuk mengupayakan anak-anak kita agar
terbiasa melakukan pembelajaran yang berbasis life skill. Karena bagaimanapun, masa
yang dimiliki oleh anak usia dini adalah masa yang fundamental dalam kehidupannya.
Apa yang diterapkan oleh orang tua pada masa anak berusia dini, akan membekas bagi
anak untuk dibawa sampai masa yang akan datang.
Diposkan oleh Vie di 04.17 0 komentar

HOME SCHOOLING BAGI ANAK USIA DINI


Pendidikan anak usia dini di negara kita berum tergarap maksimal. Dari 28 juta anak usia
0-6 tahun, 73 persen atau sekitar 20,4 juta anak di antaranya belum mendapatkan
pendidikan. Sedang sekitar 7,5 juta anak, sudah mengenyam pendidikan usia dini seperti
membaca dan berhitung yang dilakukan oleh lembaga-lembaga nonformal seperti
kelompok bermain dan tempat penitipan anak (TPA).
Beragam upaya telah dilakukan pemerintah. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Depdiknas, misalnya, menggandeng
berbagai organisasi kewanitaan seperti PKK, Muslimat NU, Aisiyah, dan Kowani untuk
meningkatkan jumlah anak usia dini untuk mendapatkan pendidikan. "Kami
menggandeng organisasi wanita karena anak cenderung dekat dengan ibunya," kata
Direktur PAUD Ditjen PLS, Gutama, Maret lalu.
Estimasinya, Diknas mentargetkan peningkatan pendidikan anak usia dini sebesar 12,5
persen atau menjadi 11 juta anak. Pada tahun 2009 ditargetkan menjadi 17,3 juta anak.
Saat ini, terdapat 9.668 pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), berupa 635 Tempat
Penitipan Anak (TPA), 7.784 kelompok bermain, dan 1.249 pos PAUD lainnya yang
berupa Posyandu, Bina Keluarga Balita (BKB), dan lembaga kewanitaan.
Sementara itu, dana yang dialokasikan Diknas untuk mengembangkan PAUD pada tahun
2006, kata Gutama, sebesar Rp 109 miliar. "Dana ini dipersiapkan agar anak punya
modal dasar sebelum masuk ke sekolah formal," jelasnya.
Cukupkah dana yang dianggarkan itu? Tentu tidak, bila melihat angka 20, 4 juta anak
yang harus ditangani. Padahal, pendidikan anak usia dini adalah hal yang vital. Menurut
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, pada usia yang sangat dini, sedang
terbentuk berbagai potensi anak. "Kecerdasan anak atau kemampuan belajar anak itu 50
persen sudah terbentuk pada empat tahun pertama," ujar Kak Seto, begitu ia kerap disapa.
Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?
Ibu sebagai madrasah
Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat
Pendidikan anak adalah hak yang harus ditunaikan orang tuanya, terutama ibu. "Al ummu
madrasatun, ibu itu ibarat sebuah sekolah," ujar pengamat pendidikan, Nibras OR Salim.
Ibu, kata Nibras, adalah guru dan pengayom atau pelindung, dan 'wakil' dari Allah Ar-
Rahim. "Saya temukan sebuah hadis, selama seorang perempuan hamil, Allah
memberikan pahala kepada ibu itu seolah-olah dia melakukan ibadah sunat sepanjang
kehamilan," ujarnya.
Konsep home schooling yang mulai dikenal di negara kita, tidak ada salahnya diadopsi
untuk menangani anak usia dini. Setiap ibu, kata dia, hendaknya menyiapkan diri menjadi
"guru" bagi anak-anaknya. Kalau itu dipersiapkan, maka ibu akan terampil bagaimana
menjadi guru yang baik bagi buah hatinya: mempunyai sifat kasih sayang, mengayomi,
memberikan rasa aman pada anak, dan mampu memberikan penghargaan pada anak.
Dalam teori ilmu jiwa perkembangan anak, kata dia, seorang anak tidak boleh dipukul,
dipaksa, diancam, atau dimarahi. "Walaupun dia salah, jangan dimarahi, tapi diarahkan
ke yang positif. Ini berlaku untuk anak usia nol sampai delapan tahun," tambahnya. Bila
hal ini dipegang, maka home schoolling batita akan "sukses" dilakukan.
Sedang menurut Kak Seto, pada usia ini anak harus diberi stimulasi mental yang kaya
namun tetap dalam suasana yang kondusif," ujarnya. Misalnya tetap dengan kasih sayang
dan suasana yang menyenangkan, anak diajari mengenai nilai-nilai hidup yang positif.
"Bukan agar dia mahir membaca atau menulis, ini keliru besar," ujarnya.
Kak Seto lalu mengutip pendapat seorang pakar pendidikan berkebangsaan Jepang,
Sinichi Suzuki. Menurut Suzuki, belajarlah seperti para ibu mengajarkan anak-anak
berbicara. "Mereka mengajarkan bahasa tidak dengan kekerasan tapi dengan peluk manja
dan kasih sayang," ujarnya.
Konsep ini pula yang mestinya diadopsi dalam home schoolling itu. ''Jadi, kalau kita
mengajarkan matematika, mengajarkan moral, budi pekerti itu juga dengan cara-cara
kasih sayang termasuk mengenalkan alam. Sekolah tidak harus di ruang, gedung,
menurut saya sangat kaku, anak dituntut berpikir abstrak, anak-anak itu berpikir dengan
gerakannya jadi dengan berlari, melempar, berteriak, itu sudah belajar banyak,'' ujarnya
menambahkan. Selamat ber-home schoolling dengan buah hati Anda! n dam
Begitu bunyi sebuah hadis. Islam mengedepankan pendidikan anak tak hanya di pada
usia sekolah saja, tapi sejak dari buaian, bahkan dalam kandungan.
Diposkan oleh Vie di 04.14 0 komentar
BERMUSIK AKTIF SEJAK USIA DINI
ANDA mungkin sudah sering mendengar, betapa besar manfaat musik bagi setiap orang,
apalagi janin dan anak-anak yang sedang masa pertumbuhan. Dari yang meningkatkan
kepekaan, menstabilkan emosi, meningkatkan kecerdasan, sampai meningkatkan
kemampuan logika.
Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan ahli saraf dari Universitas Harvard, Mark
Tramo, M.D. Ia mengatakan, di dalam otak kita yang terdiri dari jutaan neuron yang
menyebar di otak akan menjadi aktif saat mendengarkan musik. Rangsangan neuron
itulah yang meningkatkan kecerdasan.
Sementara Dr. Dee Joy Coulter, yang menjadi penulis buku "Early Childhood
Connections: The Journal of Music and Movement Vased Learning", menyebutkan
memang banyak manfaat yang bisa dirasakan anak dengan mendengarkan musik.
Lagu-lagunya pun akan memperkenalkan anak pada pola bicara, keterampilan sensor
motorik, dan berbagai gerakan penting yang bisa dipelajarinya.
Setelah para ibu menyadari hal itu, mereka pun mulai memperdengarkan musik pada
anak sejak dalam kandungan. Setelah lahir dan tumbuh, orang tua pun semakin
mendekatkan anak pada musik dengan berbagai cara yang salah satunya melalui les
musik.
Di Bandung, berbagai tempat dan alternatif pilihan memang tersebar dan cukup banyak
jumlahnya. Mungkin itu terkait juga dengan image Ban¬dung yang dikenal sering
melahirkan musisi-musisi kreatif.
Lembaga musik itu antara lain; Purwatjaraka Music Studio, Melodia, Nada, Elfa's Music
School, Stesa, Braga Music School, Leo Music, Vence Music Studio, Georama, Harmoni,
dan lain sebagainya. Yang privat, meski tanpa label nama, tetap bisa dikenal dan berperan
aktif mengajarkan musik melalui promosi dari mulut ke mulut.
Kebanyakan les musik itu, diikuti anak-anak sekolah bahkan prasekolah. Disebutkan
Deborah K, dari Wisma Musik Stesa, hampir 80 prosen anak didik yang menimba ilmu
musik di Stesa datang dari usia 4 hingga 15 tahun. "Dorongan orang tua, merupakan
faktor utama datangnya anak-anak menekuni dunia musik. Namun tak sedikit anak yang
pada akhirnya ketahuan, punya bakat kuat di dunia musik," ujar Deborah, guru musik
klasik yang akrab disapa Kak Deby.
Menurut pengajar di sekolah musik yang bernaung dibawah LCM (London College of
Music) ini, pembekalan musik bagi anak punyak banyak manfaat. Bahkan musik menjadi
terafi bagi penyembuhan anak-anak autis maupun hiperaktif. Namun demikian dalam
tahun pertama, menuntut kerja keras dari pengajarnya. Karena pada fase ini cukup sulit
membuat mereka diam dan menerima pelajaran.
Jika fase ini berhasil dilewati, secara teknis anak-anak autis maupun hiperaktif
memun¬culkan kemampuan yang luar biasa dibanding anak-anak normal, walau dalam
konteks penjiwaan mereka di bawah kemampuan anak normal.
Sedang Luana Marpanda, pengajar di Sekolah Musik Nada, usia anak-anak memberikan
kesempatan lebih lama untuk belajar dan gurunya pun lebih mudah untuk
membentuknya.
Namun, karakter anak-anak yang moody, juga memberikan kesulitan tersendiri bagi para
guru. "Karenanya guru harus cerdas membaca karakter anak. Terus men-support bila
mereka malas berlatih dan tidak boleh bosan. Seorang guru harus terus memu¬ji dan
mencari latihan-latihan yang membuat musik jadi asyik dan menarik," ucap Luana.
Hal itu juga yang dirasakan Stephen Michael Sulungan, pengajar privat piano klasik.
Menurutnya, anak-anak lebih mudah untuk dikembangkan bakatnya secara bertahap,
meskipun lebih baik dimulai pada usia 5 atau 6 tahun.
Menurut Stephen, saat usia itulah anak sudah mulai memahami benar abjad dan berhitung
serta cara berpikirnya pun mulai berkembang. "Kalau usia di bawah itu, kita jadi seperti
baby sitter, guru TK, dan guru musik sekaligus," ucapnya sambil tersenyum.
Keduanya pun sepakat tidak ada usia maksimal untuk belajar musik. Siapa pun bisa
menyalurkan bakat musiknya kapan saja. "Yang penting mereka punya motivasi untuk
belajar. Banyak yang sudah di usia lansia belajar musik untuk terapi agar mereka tidak
menjadi bertambah pikun dan bersosialisasi dengan lingkungan yang baru untuk lebih
bersemangat dalam hidup," tutur Luana.
**
PEMAHAMAN orang tua akan arti pentingnya musik, membuat les musik berkembang.
Tentunya itu pun didukung perkembangan industri musik di Indonesia yang semakin
membuka banyak kesempatan.
Pola pengajaran yang muncul pun akhirnya bermacam-macam dan mengakomodasi
berbagai aliran musik. Meskipun memang, kebanyakan les itu lebih mengutamakan
pembelajaran musik klasik yang dinyatakan bisa menjadi dasar yang baik untuk
pengembangan selanjutnya.
Seperti yang dituturkan Stephen, seseorang yang baru belajar musik lebih baik memiliki
dasar klasik. Bisa saja langsung mengarah ke musik-musik populer, tapi kata dia hal itu
akan menyebabkan minimnya kemampuan pendengaran dan hanya mengutamakan
kemampuan mencipatkan melodi yang enak.
"Musik klasik mengutamakan kualitas suara. Jadi, saat pindah ke aliran lain, telinga
sudah lebih peka," ujar laki-laki yang menjalani pendidikan musik di Belgia itu dan
mempelajarinya lebih dalam dengan berkeliling ke Prancis, Italia, dan Swiss selama
kurang lebih 12 tahun.
Namun, menurut Reza Noor, pengajar piano, organ, dan keyboard di Braga Music, Jln.
Purnawarman Bandung, metode yang juga berkembang telah memampukan seseorang
bisa bermain musik hanya dalam hitungan tidak lebih dari 5 tahun. Apalagi dengan
perkembangan teknologi yang memudahkan seseorang untuk bermain musik.
Orang tua mana yang tak ingin memiliki anak cerdas dari segi intelegensia dan mental?
Itulah yang bisa didukung dengan aktif bermusik terus-menerus. Berkembangnya industri
musik, membuat jalur profesi di bidang ini pun semakin terbuka lebar.
Seperti kata Stephen, seorang pengajar pun hanya ingin menggali potensi semaksimal
mungkin tanpa memaksa anak didiknya menjadi seorang musisi. (Vebertina
Manihuruk/"PR")***
Diposkan oleh Vie di 04.07 0 komentar

AUTISME
Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” yang berarti sendiri karena kalau kita
perhatikan maka kita akan mendapat kesan bahwa penyandang autisme itu seolah-olah
hidup di dunianya sendiri.Pemakaian istilah autis diperkenalkan pertama kali oleh Leo
Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective
Contact) pada tahun 1943 walaupun sebenarnya dari berbagai bukti yang ada diketahui
bahwa kelainan ini sudah ada sejak jauh sebelum itu namun hanya istilahnya saja yang
relatif msh baru. Autisme Masa Kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang
gejalanya sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun
Jumlah anak yang menderita autis semakin meningkat di berbagai belahan dunia dan
dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat baik kaya atau miskin, di desa atau
dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di
dunia. Penyebab autis sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, ada banyak
faktor penyebab (multi faktor) mengapa seorang anak menderita autis. Para ahli
menyimpulkan penyebab autis berdasarkan dasar keilmuannya masing2 namun secara
garis besar kita bagi menjadi dua faktor yaitu genetik dan lingkungan walaupun faktor
genetik itu sendiri masih diperdebatkan.
Faktor genetik: ditemukannya gen autis yang diturunkan dari orangtua pada beberapa
anak autis.
Faktor lingkungan: Lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun
Makanan yang mengandung zat2 pengawet dan pewarna
Kemungkinan yang disebabkan akibat vaksinasi namun hal tersebut msh dipertentangkan
Anak yang menderita autis akan mengalami gangguan dalam perkembangannya.
Perkembangan yang terganggu adalah dalam bidang :
1. Komunikasi : Perkembangan bicaranya terlambat, atau samasekali tidak berkembang.
• Tidak ada usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi
kekurangan dalam kemampuan bicara.
• Tidak mampu memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah
yang baik.
• Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.
• Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang variatif.
2. Interaksi sosial :
• Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi fasial, maupun postur dan gerak
tubuh, untuk berinteraksi secara layak.
• Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka bisa
berbagi emosi, aktivitas, dan interes bersama.
• Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain.
• Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan
melakukan sesuatu bersama-sama.
3. Perilaku : aktivitas, perilaku dan minatnya sangat terbatas, diulang-ulang dan
stereotipik seperti dibawah ini :
• Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak
normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang
bisa dilakukannya berjam-jam.
• Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau
mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki dikeset,
baru naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas yang terlewat atau terbalik urutannya, maka
ia akan sangat terganggu dan nangis teriak-teriak minta diulang.
• Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti misalnya mengepak-
ngepak lengan, menggerak-gerakan jari dengan cara tertentu dan mengetok-ngetokkan
sesuatu.
• Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna, seperti roda
sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba-
rabanya, suara-suara tertentu.
Episentrum.com
Diposkan oleh Vie di 04.03 1 komentar

MENANGANI ANAK BERBAKAT


Oleh
Sariman Aris Purnomo, S.Pd

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa yang membedakan antara manusia dengan
binatang adalah kemampuan intelektualnya. Dengan kemampuan ini manusia dapat
melakukan perubahan kebudayaan maupun pembaharuan teknologi di dalam masyarakat.
Oleh karenanya pendidikan yang antara lain berfungsi mengembangkan kemampuan ini,
tidak boleh hanya semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang sifatnya materi
hafalan belaka. Sekolah-sekolah sebagai institusi pendidikan seyogyanya dapat
mewujudkan lingkungan yang baru, penuh kekayaan pengalaman yang bersifat human,
fleksibel dan mengandung tantangan untuk dapat memenuhi kebutuhan setiap individu.
Bila diamati secara cermat, setiap manusia memiliki ciri, kecenderungan dan potensi
sendiri-sendiri sebagai anugerah Tuhan dan alam (a gift of God and nature). Di sini kita
akan menemukan anak manusia dengan kemampuan biasa (rata-rata) atau luar biasa (di
bawah atau di atas rata-rata). Anak dengan karakteristik yang beragam itu memerlukan
cara perlakuan dan penanganan yang berbeda-beda untuk dapat mencapai tumbuh
kembang yang optimal.
Khusus untuk anak-anak yang berkemampuan di atas rata-rata (dalam konteks ini
dikatakan sebagai anak berbakat) perlu ditemukenali lebih jauh agar para guru dan
orangtua dapat memahami kemampuan anak berbakat dibandingkan dengan kemampuan
anak lainnya, sehingga para guru dan orangtua akan lebih efektif dalam membina dan
membimbing anak. Sementara bagi sang anak sendiri, akan tercukupi kebutuhan-
kebutuhannya serta terpuaskan keinginannya untuk mengembangkan bakatnya.
Siapa sebenarnya anak berbakat itu? Anak berbakat adalah mereka yang oleh orang-
orang profesional diidentifikasikan sebagai anak yang mampu mencapai prestasi tinggi
karena memiliki kemampuanh yang unggul. Kemampuan yang dimaksud tidak sebatas
kemampuan melihat hubungan-hubungan logis dan mengadaptasi prinsip-prinsip abstrak
kepada situasi konkret, tetapi juga memiliki kemampuan menggeneralisasikan, lebih dari
orang lainnya. Oleh karenanya, kita dapat mendefinisikan anak berbakat itu sebagai anak
yang : (1) memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata; (2) memiliki tanggung jawab
(komitmen) yang tinggi terhadap tugas; (3) memiliki kreativitas yang tinggi. Dengan
demikian, anak berbakat akan mampu mengembangkan sifat-sifat tersebut dan
menerapkannya dalam kehidupan di masyarakat.
Anak berbakat (gifted) harus dibedakan dengan anak genius. Karena anak genius adalah
anak berbakat tetapi dengan taraf sangat tinggi (highly gifted) jauh di atas anak berbakat
pada umumnya walaupun anak berbakat itu sendiri telah memiliki kemampuan di atas
rata-rata.
Berdasarkan teori Triarchic, pada prinsipnya ada 3 macam keberbakatan: Pertama, bakat
analitik, yakni bakat dalam memilah masalah dan memahami bagian-bagian dari masalah
tersebut. Kedua, bakat sintetik, yakni bakat dalam kemampuan intuitif, kreatif dan cakap
dalam mengatasi situasi-situasi tertentu. Ketiga, bakat praktis, yakni bakat dalam analitik
maupun sintetik dalam kehidupan sehari-hari
Bagian terpenting dari teori di atas menurut Stenberg adalah kemampuan
mengkoordinasikan 3 aspek kemampuan dan bagaimana mengaplikasikannya untuk
memperoleh keberhasilan. Oleh karena itu menurut Stenberg, orang yang berbakat adalah
orang yang mampu mengelola sendiri cara berpikir yang baik.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian Terman, ada empat macam keberbakatan
dengan segala macam karakteristiknya:
Pertama, keberbakatan akademik dengan karakteristik antara lain : memiliki
perbendaharaan yang maju, meninat terhadap buku dan membaca lebih dini, menyukai
buku bacaan orang dewasa, cepat dalam belajar dan mudah mengingat, cepat memahami
hubungan sebab akibat, memiliki rasa ingin tahu yang besar dan sebagainya.
Kedua, keberbakatan kreatif dengan karakteristik antara lain: menyukai kerja sendiri
dengan cara sendiri, senang bereksperimen dan penuh imajinasi, mampu berpikir dengan
banyak cara, banyak menghasilkan ide-ide bagu dan sebagainya.
Ketiga, keberbakatan kepemimpinan dan sosial dengan karakteristik: menarik dan rapi
dalam penampilan, diterima oleh mayoritas, memberikan sumbangan yang positif dan
konstruktif, bersikap adil/netral, memiliki tenggang rasa, dan sebagainya.
Keempat, keberbakatan seni dengan karakteristik mampu menyusun nada-nada orisinal,
menyukai aktivitas musikal, mudah mengingat dan memproduksi melodi, memiliki titi
nada yang sempurna, dapat memainkan berbagai instrumen/alat musik, dan sebagainya.
Anak berbakat memerlukan berbagai kebutuhan khusus sesuai dengan ciri keunggulan
yang dimiliki oleh masing-masing anak. Kebutuhan khusus inilah yang memerlukan
layanan khusus dalam bentuk pendidikan luar biasa (special education) karena sifatnya
yang amat khusus.
Menurut Virgil Ward, pendidikan anak berbakat intelektual berbeda dengan anak yang
lain dan seyogyanya amat menekankan pada aspek aktivitas intelektualnya. Disamping
itu, pembelajaran anak berbakat harus diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas yang
lebih sesuai kemampuannya yang secara riil lebih tinggi dari anak biasa.
Sementara Kitano dan Kirby menambahkan bahwa individu berbakat memerlukan
pertimbangan khusus dalam pendidikannya, karena secara kualitatif berbeda dengan
individu lainnya. Program pendidikan yang dirancangpun harus berbeda dengan program
pendidikan untuk anak lainnya, dengan penekanan luar biasa pada perkembangan kreatif
dan proses berpikir tinggi. Sehubungan dengan itu, hafalan dalam pembelajaran bagi
anak berbakat harus sejauh mungkin dicegah. Tekanannya justru pada teknik yang
berorientasi pada penemuan (discovery oriented) dan pendekatan induktif.
Di sinilah dibutuhkan kurikulum yang berdiferensiasi bagi anak berbakat, terutama yang
mengacu pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan
menumbuhkan kreativitasnya serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual
tingkat tinggi, meskipun kurikulum nasional sepenuhnya juga diperlukan oleh anak
berbakat.
Agar materi belajar tidak terlalu sempit maka berbagai wahana luar sekolah seperti
kegiatan di masyarakat atau kegiatan ekstrakurikuler dengan pengkajian suatu obyek
perlu lebih digiatkan untuk mendukung kurikulum yang berdiferensiasi.
Sementara bagi orangtua, anak berbakat tetap harus dibimbing dan diasuh sebagai anak
lainnya, yakni dicukupi kebutuhan-kebutuhannya baik fisik (sandang, pangan, papan,
pendidikan, kesehatan, dll) maupun psikis (kenyamanan, ketenangan, kasih sayang dan
perlindungan maupun rekreasi) secara penuh.
Itu artinya, anak berbakat memerlukan perlakuan dan penanganan khusus agar anak
berbakat dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Tugas guru dan orangtua adalah mengkondisikan situasi lingkungan belajar anak agar
mampu mendukung tumbuh kembang keberbakatannya sesuai dengan spesifikasi yang
dimiliki.
Diposkan oleh Vie di 04.02 0 komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Sumber:
http://paudkita.blogspot.com/2010_01_01
_archive.html

Salah satu jenis tes kecerdasan adalah yang dikembangkan oleh Thurstone yang dikenal dengan
Primary Mental Abilities Test atau tes kemampuan mental dasar, yang meliputi kemampuan-kemampuan sebagai
berikut :

1)Verbal comprehention : kemampuan untuk memahami ide-ide yang


diekspresikan dengan kata-kata.
2)Number: kemampuan untuk menalar dan memanipulasi secara matematis.
3)Spatial: kemampuan untuk menvisualisasikan obyekobyek dalam bentuk ruang.
4)Reasoning: kemampuan untuk memecahkan masalah
5)Perceptual speed : kemampuan menemukan persamaan-persamaan dana
ketidaksamaan di antara obyek-obyek secara tepat.
Berdasarkan hasil tes kecerdasan, Till (1971) menggolongkan tingkatIQ seseorang
menjadi sebagai berikut :
1.Golongan anak dengan keterbelakangan mental yang berat, lemah pikiran atau cacat

mental/tunagrahita sedang Mereka memiliki 1Q 50 ke bawah. Mereka tidak mung kin dapat mengikuti
pendidikan biasa, mereka lebih banyak memerlukan latihan untuk mengurusi diri sendiri

2.Golongan anak dengan keterbatasan mental yang lebih ringan dengan IQ antara 50 -

70. Mereka sering juga disebut sebagai anakm o ro n atau tunagrahita ringan. Mereka dapat dididik dan belajar
membaca, menulis, berhitung sederhana serta dapat mengembangkan kecakapan bekerja secara terbatas. Untuk
melayani mereka diperlukan latihan khusus.

3.Golongan anak dengan lamban belajar (slow learner) atau sebutan kasarnya anak
'bodoh' (istilah ini tidak tepat dan tidak perlu digunakan). Mereka memiliki tingkat IQ antara 70 - 90. Golongan
ini dapat dibantu dengan pemanfaatan metode dan strategi serta membutuhkan waktu yang khusus, di samping
kesabaran guru, untuk mencapai hasil yang optimal.

2)Golongan anak rata-rata atau menengah dengan IQ 90110, merupakan bagian yang paling besar jumlahnya,
sekitar 45 - 60 persen. Mereka bisa belajar secara normal dan wajar dalam kelas reguler tanpa pelayanan khusus.

3)Golongan anak di atas rata-rata dengan IQ 110 - 130 sering disebut sebagai anak cerdas, superior atau anak
berbakat. Anak dengan kategori ini memerlukan leyanan individual untuk mengembangkan dan mewujudkan
potensinya secara opimal.

6)Golongan anak 'genius' yaitu mereka yang memiliki 10 140 ke atas. Mereka

mampu belajar jauh lebih cepat dari golongan lainnya. Jika mereka tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai
dengan potensinya, akan menimbulkan masalah pad a dirinya, bahkan juga Iingkungannya, dan di sekolah
mereka dapat menjadi anak yang 'under achiever'.

Dari gambaran tersebut diketahui bahwa, perbedaan kecerdasan menjadi salah satu faktor penyebab
anak akan mengalami problema belajar atau tidak jika mereka dimasukkan ke dalam kelas-kelas biasa atau
regular

b.Perbedaan Kreatifitas
Seperti halnya kecerdasan (IQ), kreativitas juga dapat diukur dengan menggunakan tes
tertentu, seperti tes kreativitas figural dan tes kreativitas verbal (Utami Munandar, 1995).

Perbedaan tingkat kreativitas juga dapat menjadi sumber penyebab anak mengalami problema dalam be/ajar.
Untuk mata pelajaran tertentu yang membutuhkan tingkat imajinasi dan kreativitas tinggi terutama yang
menyangkut pemecahan masalah yang sulit, seperti matematika, fisika, kimia, potensi kreativitas ini sangat
diperlukan. Untuk itu diperlukan guru yang mengerti bagaimana memupuk dan mengelola potensi kreativitas ini
sehingga tidak menjadi sumber kesulitan dalam belajar.

c. Perbedaan Kelainan/cacat Fisik

Perbedaan individu dalam hal kelainan/cacat fisik antara lain kelainan penglihatan (tunanetra),
kelainan pendengaran (tunarungu), kelainan wicara (tunawicara), kelainan anggota tubuh dan gangguan motorik
lainnya karena kerusakan otak (tunadaksa). Terhadap anak-anak yang mengalami hambatan-hambatan di atas,
diperkirakan akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan reguler, dan karenanya diperlukan sikap dan
layanan yang berbeda dalam rangka membantu perkembangan pribadi mereka.

Anak-anak seperti ini tidak harus dipisahkan dari sekolah reguler. Mereka bisa dilayani
pendidikannya di sekolah regular, tetapi denga n penanganan khusus atau penanganan individual. Mengasingkan
mereka dari sekolah-sekolah umum, akan menghilangkan hak mereka untuk mendapatkan kehidupan yang layak,
dan hanya akan mengasingkan anak dari dunia yang sesungguhnya.

Sehubungan dengan anak-anak yang mengalami hambatan fisik ini, Ornstein dan Levine
(1966) dalam Mulyasa (2003) menegaskan sebagai berikut :
1)Orang yang mengalami hambatan, bagaimanapun hebatnya ketidak mampuan mereka, harus
diberi kebebasan dan pendidikan yang sesuai.
2)Penilaian terhadap mereka harus adil dan menyeluruh.
3)Orangtua atau wali mereka harus adil, dan boleh memprotes keputusan yang dibuat oleh
pimpinan sekolah (jika merugikan anak-pen).
4)Rencana pendidikan individual yang meliputi pendidikan jangka panjang dan jangka apendek
harus diberikan. Harus pula diadakan tinjauan ulang terhadap tujuan dan metode yang di[pilih.

5)Layanan pendidikan diberikan dalam lingkungan yang akan terbatas, anak-anak dapat ditempatkan di kelas
khusus atau terpisah pada saat tertentu untuk memberikan layanan yang sesuai bagi mereka.

d.perbedaan kebutuhan khusus

Secara umum, manusia termasuk anak-anak memiliki kebutuhan dalam kehidupannya. Menurut
Maslow (1970) percaya bahwa setiap manusia memiliki lima kategori kebutuhan yang membentuk suatu hirarki
dari yang paling Pokok atau dasar hingga yang paling tinggi, ialah kebutuhan fisiologis, seperti oksigen, makan
dan minum, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan untuk
aktualisasi diri

Sementara itu Hurlocks (1962) mengemukakan bahwa ada duabelas kategori kebutuhan
manusia khususnya dari aspek psikologis, ialah kebutuhan
1. Penerimaan : kebutuhan untuk merasakan bahwa orang lain bersikap baik atau positif,

hormat, mendukung atau menyetujui, tidak menolak dirinya.


2. Prestasi kebutuhan untuk memperoleh, mencapai, menerima, menang, dan sebagainya.
3. Kasih sayang : kebutuhan untuk dicintai, dihargai.

4. Persetujuan atau rstu : kebutuhan untuk melihat orang lain menyenangkan, menghindari
kritik, kesalahan dan hukuman.
5. Menjadi bagian : kebutuhan untuk merasa sebagai bagian dari suatu kelompok atau
lingkungan.
6. Kesesuaian : kebutuhan untuk menjadi sebagaimana orang lain, menghindari perbedaan.
7. Ketergantungan : kebutuhan untuk mendapatkan dukungan emosional, perlindungan,
perhatian, dorongan dan bantuan dari orang lain.
8. Ketidak tergantungan :kebutuhan untuk bebas, mandiri, keputusan sendiri, kepercayaan.

9. Penguasaan - kekuasaan (menguasai - berkuasa) : kebutuhan untuk mengendalikan, berkuasa, memimpin,


mengelola, memerintah, mengatasi masalah, mengatasi hambatan, mempengaruhi orang lain.

10. Pengenalan atau pengakuan : kebutuhan untuk diketahui, dikenal, dianggap sebagai
pribadi yang unik, dibedakan dari yang lain, tidak dianggap sama.
11. Pernyataan diri : kebutuhan untuk berfungsi, belajar mengerti, berformasi

12. Dimengerti : kebutuhan untuk merasa dalam hubungan yang simpatik dengan orangtua, saudara, teman, merasa
bebas bergaul dan mengemukakan ikiran tanpa kehilangan kasih sayang.
Dengan memperhatikan kebutuhan individual setiap anak, maka kesulitan individu dapat dikurangi,
dan dengan mengabaikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka akan menjadi sumber utama
timbulnya problema dalam belajar pada diri anak.

e. Perbedaan perumbuhan dan perkembangan kognisi

Seperti diuraikan sebelumnya, prkembangan kognitif seseorang sesuai teori Piaget melaju dalam
empat tahap, ialah tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap preoperasional (2-7 tahun), tahap operasional kongkrit
(7-11 tahun), dan tahap operasi formal (11 tahun ke atas). Menurut teori trsebut, proses kematangan merupakan
kontinuitas berdasarkan pertumbuhan sebelumnya. Walaupun tahap-tahap tersebut dibatasi dalam suatu periode,
sebenarnya semuanya dapat tumpang tindih(overlap ) dan sesekali tidak terikat persis oleh usia tertentu.

Jika pada anak usia tertentu belum mencapai taraf perkembangan yang diharapkan, sesungguhnya
anak dalam kondisi tingkat kematangan yang berbeda dengan rata-rata anak pada umumnya. Atau sebaliknya,
pada usia tertentu anak telah mencapai tingkat perkembangan yang melampaui batas kelompok usianya, mung
kin ia memiliki tingkat kematangan yang jauh lebih cepat dari rata-rata anak usia sebayanya.

Dalam kondisi seperti inilah kemungkinan problema belajar pada diri anak akan muncul
jika idak mendapatkan perhatian dan pelayanan yang sesuai dari guru maupun orangtua.

Ada anak-anak yang karena faktor ekonomi dan kemiskinan, ia tidak mampu mengikuti pendidikan
secara wajar, sehingga berprestasi belajar yang rendah. Ada pula anak-anak yang lahir dan dibesarkan dalam
lingkungan budaya terasing, ad at terpencil Karena kondisi latar belakang budaya terse but mereka tidak mampu
mengikuti pendidikana reguler seperti yang lain sehingga prestasi belajarnya rendah. Baik karena faktor ekonomi
maupun budaya atau faktor keterpencilan, keduanya dapat menjadi sumber penyebab hasil belajar anak. Jika
anak tersebut sebenarnya memiliki IQ normal bahkan di atas normal, tetapi karena faktor ekonomi dan kultural
terse but sehingga prestasinya rendah, mereka disebut anak yang menga/ami hambata(l be/ajar

D.PREVALENSI ANAK DENGAN PROBLEMA BELAJAR

Memang belum ada studi secara khusus tentang angka prevalensi anak dengan problema belajar.
Namun, jika kita menggunakan prevalensi anak dengan berkesulitan belajar, menurut beberapa literatur berkisar
antara 1 %-3% (Lovit, 1989). Oi beberapa negara industri seperti Amerika dan Eropa Barat, jumlah anak
berkesulitan belajar diperkirakan mencapai 15% dari populasi anak sekolah tingkat dasar (Gaddes, 1985). Oi
negara-negara berkembang seperti Indonesia, prevalensi anak berkesulitan belajar diperkirakan lebih besar.
Penyebabnya adalah masih cukup tinggi angka kurang gizi pada ibu hamil, bayi dan anak, angka sakit diare,
angka penyakit persalinan serta infeksi susunan saraf pusat pada bayi. Gangguan atau kondisi di atas sering kali
mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar pada anak.

Oengan menggunakan instrumen khusus, Balitbang Oikbud dalam penelitian di empat propinsi pada
tahun 1996 dan dilaporkan pad a tahun 1997, menemukan bahwa sekitar 10% anak mengalami kesulitan belajar
menulis, 9% mengalami kesulitan belajar membaca, dan lebih dari

8% mengalami kesulitan berhitung. Oi samping itu, diketahui pula bahwa 22% anak berkesulitan
belajar mempunyai inteligensi taraf tinggi, 25% taraf sedang dan 52% taraf kurang.
Sejalan dengan temuan di atas, dari hasil diagnosis terhadap 659 pasien berkesulitan belajar di RS dr.
Karyadi Semarang dalam kurun waktu tahun 1991, ditemukan 26,3% mengalami gangguan pemusatan perhatian
plus Disfungsi Minimal Otak (OMO) lain, 18,6% mengalami disfasia (gangguan bahasa), disleksia (gangguan
membaca) dan diskalkulia (gangguan berhitung), 11 % gangguan tunggal disfasia, 10,9% disfasia dan dispraksia
(gangguan gerak), 9,4% ganggunan memori (ingatan) dan OMO lain, 8,7% gangguan pemusatan perhatian, '
6,5% hiperaktif, 3,2% gangguan memori auditorik, dan sisanya (4,6%) gangguan lain-lain (Bambang Hartono,
1991).

E. LAYANAN YANG DIPERLUKAN

Untuk membantu anak yang mengalami problema dalam belajar, maka diperlukan program layanan
secara terpadu, baik dari guru di sekolah, maupun orangtua di rumah. Beberapa bentuk layanan yang dapat
dilakukan oleh masing-masing pihak, dapat disebutkan antara

lain sebagai berikut :


1.Peran Guru di Sekolah:
a.Guru harus memahami perbedaan individual anak
b.Guru perlu melakukan identifikasi atas kekuatan dan kekurangan atau kelemahan dari
masing-masing anak didiknya.
c.Guru mencoba mengelompokkan anak didik di kelas dalam beberapa kelompok sesuai
dengan tingkat permasalahan yang perlu diatasi.
d.Guru bekerjasama dengan orangtua dan profesi lain untuk mendapatkan hasH
pembelajaran yang optimal.
e.Guru harus menyiapkan materi, strategi dan media pembelajaran yang sesuai dengan
tuntutan kebutuhan peserta didik.

f.Pad a anak-anak yang memiliki kecepatan belajar yang tinggi, guru dapat mengembangkan model pembelajaran
pengayaan dan/atau akselerasi. Pad a anak yang memiliki kecepatan belajar yang rendah, guru dapat memberikan
layanan remedial dan atau porsi waktu yang lebih dibandingkan dengan yang lain.

g.Dalam sistem evaluasi, guru sebaiknya tidak cukup hanya mengukur aspek akademik dari yang dicapai oleh
anak. Aspek-aspek lain di bidang kemampuan non akademik juga perlu diperhatikan.

h.Umpan balik atas keberhasilan atau kegagalan anak dalam perkembangannya di sekolah, harus selalu
disampaikan kepada orangtua. Catatan kualitatif kemajuan-kemajuan anak dalam belajar perlu dicatat untuk
bahan laporan guru dengan kepala sekolah dan orangtua.

2. Peran Orang Tua


Orangtua memiliki peranan yang penting bagi upaya membantu anak yang mengalami
problema dalam belajar.
Beberapa tindakan orangtua yang diperlukan antara lain:
1. Menerima adanya perbedaan pad a diri anak
2. Memberikan perhatian yang proporsional dan tidak membedabedakan dalam memberikan
perlakuan kepada anaknya sesuai dengan karakteristik khususnya.
3. Menyampaikan data dan informasi tentang perkembangan anak secara terbuka kepada sekolah
dan guru.
4. Menjalin kerjasama secara ikhlas dan jujur dengan guru untuk membantu anaknya yang
mengalami problema dalam belajar.
5. Tidak memaksakan kehendak kepada anak untuk pencapaian suatu keinginan dan harapan
dari orangtua.
sumber: http://www.scribd.com/doc/18120625/hakikat-anak-dengan-problema-belajar

Arti Penting Kecerdasan Emosional (EQ)


15 Desember 2009 Arya Utama Tinggalkan komentar Go to comments

Salah satu komponen penting untuk bisa hidup di tengah-tengah masyarakat adalah
kemampuan untuk mengarahkan emosi secara baik. Penelitian yang dilakukan oleh
Goleman (Ubaydillah, 2004:1) menunjukkan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan
seseorang hanya sekitar 20% sisanya 80% ditentukan oleh serumpun faktor yang disebut
kecerdasan emosional. Dalam kenyataannya sekarang ini dapat dilihat bahwa orang yang
ber-IQ tinggi belum tentu sukses dan belum tentu hidup bahagia. Orang yang ber-IQ
tinggi tetapi karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam
menentukan dan memecahkan persoalan hidup karena tidak dapat berkonsentrasi.
Emosinya yang tidak berkembang, tidak terkuasai, sering membuatnya berubah-ubah
dalam menghadapi persoalan dan bersikap terhadap orang lain sehingga banyak
menimbulkan konflik. Emosi yang kurang terolah juga dengan mudah menyebabkan
orang lain itu kadang sangat bersemangat menyetujui sesuatu, tetapi dalam waktu singkat
berubah menolaknya, sehingga mengacaukan kerja sama yang disepakati bersama orang
lain. Maka, orang itu mengalami kegagalan.

Di lain pihak beberapa orang yang IQ-nya tidak tinggi, karena ketekunan dan emosinya
yang seimbang, sukses dalam belajar dan bekerja. Orang yang memiliki kecerdasan
emosi tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan diri dan lingkungannya,
mengusahakan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri, dapat mengubah sesuatu yang
buruk menjadi lebih baik, serta mampu bekerja sama dengan orang lain yang mempunyai
latar belakang yang beragam. Ini berarti orang yang cerdas secara emosi akan dapat
menampilkan kemampuan sosialnya, dengan kata lain kecerdasan emosi seseorang
terlihat dari tingkah laku yang ditunjukkannya. Asumsi ini diperkuat oleh pendapat
Suparno (2004:21) yang menjelaskan jika kecerdasan seseorang tidak hanya bersifat
teoritik saja, akan tetapi harus dibuktikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kecerdasan emosi merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki oleh seseorang dan
sangat berguna untuk menghadapi, memperkuat diri, atau mengubah kondisi kehidupan
yang tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.

Masih menurut Goleman, biasanya pada orang-orang yang murni hanya memiliki
kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak
beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung
sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan
rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi
sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf
kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras
kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka
dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi
sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi. Demikianlah betapa pentingnya kecerdasan
emosional bagi kita.

Sumber: http://ilmupsikologi.wordpress.com/2009/12/15/arti-penting-kecerdasan-emosi-
eq/

pengertian anak berbakat bagi special needs


Bakat merupakan talenta untuk membangun kekuatan pribadi anak di masa mendatang.
Kesadaran akan sisi kekuatan seorang anak perlu digali dengan bantuan orang tua.
Kesadaran akan pentingnya mengembangkan sisi kekuatan anak-anak ini tampaknya
sangat disadari oleh orang tua dan pendidik yang membimbing siswa-siswa berkebutuhan
khusus dalam mengolah pengetahuan dan ketrampilan mereka dalam bidang seni dan
bidang olahraga.
Beberapa pakar psikologi memberikan pengertian tentang anak berbakat:

1. Tannenbaum memandang keberbakatan dari empat klasifikasi yaitu kelangkaan,


keunggulan (mengacu pada sensibilitas serta sensitivitas yang lebih tinggi), kuota
(keterbatasan jumlah individu yang memiliki keterampilan) dan anomaly

2. Renzulli berpendapat bahwa seseorang bisa dikatakan berbakat jika ia menunjukkan


kemampuan diatas rata-rata, melakukan hal-hal yang kreatif dan memiliki tekad dalam
melaksanakan tugasnya.

3. Damon berpendapat bahwa bakat sangat dibutuhkan untuk berprestasi tinggi. Namun
untuk berprestasi tinggi, bakat harus dikembangkan dengan kerja keras, keuletan serta
latihan.

Menurut pendekatan yang lebih inklusif, yang dimaksud anak berbakat adalah mereka
yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tinggi, tetapi juga memiliki
kemampuan kreativitas, sosial-emosional dan motivasi (gifted) dan memiliki keunggulan
dalam satu atau lebih bidang tertentu dalam musik, sastra, olahraga dsb (talented)
sehingga mereka memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.

Sumber: http://ekky-psikologi08.blogspot.com/2010/05/pengertian-anak-berbakat-bagi-
special.html

Deteksi Dini dan Penanganan Anak


Berbakat
Agnes | July 10, 2005 2:14 am | Print

Pikiran Rakyat, 10 Juli 2005


Klik di sini

Ini Versi aslinya, di PR banyak yang di edit tampaknya karena terlalu panjang.

Setiap anak adalah unik. Namun, apakah setiap anak pada dasarnya cerdas, jenius atau
berbakat seperti yang sering digembar gemborkan belakangan ini? Apa Sebetulnya yang
dimaksud dengan anak berbakat? Bagaimana ciri-cirinya, dan bagaimana pula
mendeteksi serta menanganinya? Dalam Seminar Online We R Mommies Indonesia yang
ke-3 pertengahan Juni lalu, permasalahan anak berbakat ini dikupas secara mendalam.
Selama 6 hari, peserta menyimak uraian dari nara sumber, melakukan tanya jawab, dan
saling berdiskusi diantara sesama peserta secara online dari komputer masing-masing.
Tiga orang nara sumber yang terdiri dari ibu Ike R. Sugianto Psi., dr. Waldi Nurhamzah
SpA., dan juga ibu Dr.drg. Julia VanTiel, Ms, mendapatkan �banjir� pertanyaan dari
para peserta.We R Mommies Indonesia sendiri merupakan sebuah mailing list yang
didirikan untuk berbagi informasi, pengetahuan dan ketrampilan seputar kehidupan ibu,
calon ibu dan wanita umumnya. Kali ini, WRM menyelenggarakan seminar online
dengan topik �Deteksi Dini dan Penanganan Anak Berbakat�. Topik ini tampaknya
begitu diminati masyarakat, terbukti dengan jumlah peserta seminar online yang
mencapai 509 orang. Sebagian besar peserta berasal dari Jakarta. Sisanya adalah
masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru dunia seperti Amerika Serikat,
Belanda, Hongkong, Singapura, Jepang, Jerman, Myanmar, Malaysia dan Australia.

Dalam tulisannya yang berjudul �Repotnya Ilmu Keberbakatan�, ibu Julia Van
Tiel�yang juga memiliki anak berbakat dengan disinkroni perkembangan�
menegaskan bahwa keberbakatan adalah suatu potensi bawaan (genetik/nature). Sesuai
dengan teori nature dan nuture yang kini menjadi pegangan para ahli anak berbakat
diseluruh dunia, potensi bawaan ini memerlukan pengasuhan yang sesuai dengan
kebutuhan dan personalitas yang dipunyai setiap anak berbakat (nurture). Jadi setiap anak
memang terlahir unik. Tapi apakah setiap anak terlahir cerdas? Belum tentu jawabnya.

Dalam makalahnya, lebih lanjut ibu Julia mengatakan bahwa keberbakatan mempunyai
pengertian yang sangat kompleks dan bukan merupakan faktor tunggal. Dalam bahasa
Inggris digunakan istilah giftedness dan untuk anak berbakat digunakan istilah gifted
children. Lantaran anak-anak balita belum bisa dikatakan sebagai anak berbakat (gifted
children) �karena belum dapat dilakukan tes IQ padanya�maka di Belanda anak-
anak ini disebut anak yang mengalami loncatan perkembangan (kinderen met
ontwikkeling voorsprong).

Konsep anak berbakat yang sering dipakai adalah milik Renzulli, yang
mengidentifikasikan bahwa seorang anak dapat dikatakan sebagai anak berbakat jika ia
mempunyai: inteligensia yang tinggi di atas rata-rata (IQ lebih dari 130) ; kreativitas yang
tinggi; serta motivasi dan ketahanan kerja yang tinggi pula. Namun M�nks
menambahkan potensi itu tidak akan terwujud jika tidak ada dukungan dari keluarga,
sekolah, dan lingkungan. Dari kedua ahli ini maka dilengkapilah pengertian keberbakatan
dengan ringkasan yang disebut Triadik Renzulli-M�nks.

Deteksi Dini

Lalu bagaimanakah cara dokter mendeteksi secara dini keberbakatan seorang anak?
Dokter Waldi Nurhamzah SpA. yang juga staf pengajar di FKUI ini menjelaskan bahwa
dalam pendidikan bidang kedokteran anak (pediatri, S2) para siswa-didik tidak
mendapatkan pendidikan kemampuan untuk melakukaan penilaian (assesment) terhadap
anak-berbakat. Materi pembelajaran di bidang pediatri yg ditempuh selama 4 tahun di
Indonesia mencakup persoalan pediatri yg masih mengemuka di Indonesia (“must
know”)�seperti penyakit infeksi yang masih merupakan penyakit mayoritas. Alhasil
persoalan dengan insidens kecil lazimnya merupakan pembelajaran yg “nice to know”
saja.

�Konsekuensinya, para dokter anak (sebagai produknya) juga tidak mengetahui


masalah anak-berbakat. Hanya dokter yang tertarik saja mungkin yang mendalaminya
sendiri. Jadi bila dalam asesment pediatri timbul gangguan perkembangan yang
mengarah ke lingkup psikologi, maka kasus tersebut dirujuk ke psikolog atau
psikiater.� Tutur dokter Waldi menjelaskan.

Melanjutkan pendapat dokter Waldi, ibu Julia yang kini aktif mengasuh mailing list anak
berbakat ini menekankan tentang pentingnya masalah deteksi dini anak berbakat.
�Deteksi dini tentu saja memerlukan berbagai pendekatan dari beragam keilmuan
terutama psikolog, dokter, pedagog, juga bantuan guru dan orang tua dalam
pengamatannya. Deteksi dini sangat penting, karena akhir-akhir ini di berbagai belahan
dunia termasuk Indonesia, banyak diantara anak-anak ini terjerat diagnosa berbagai
gangguan baik gangguan perilaku bermasalah, maupun gangguan mental. Mereka
kemudian mendapatkan terapi yang sesungguhnya tidak sesuai dengan kondisi
sebenarnya. Pada akhirnya terapi tersebut malah akan menyebabkan potensi keberbakatan
yang dimilikinya tidak terpupuk dengan baik. Kondisi tersebut bahkan bisa menyebabkan
anak menjadi frustasi, marah, tidak percaya diri, memiliki rasa takut yang hebat,
mengalamai psikosomatis dan berbagai problem lainnya .� Paparnya dalam
makalahnya.

Lantas, apa yang dilakukan oleh seorang psikolog dalam mendeteksi anak berbakat? Ibu
Ike R.Sugianto Psi. yang saat ini bekerja di klinik Anakku Greenville mengemukakan
tentang metode pengukuran dalam ilmu psikologi. Biasanya akan dilakukan observasi,
wawancara dan tes untuk seorang anak. Namun tes hanya bisa dilakukan oleh ahlinya.
Observasi sebetulnya bisa dilakukan oleh orang tua dengan cara membandingkan
perilaku anak dengan ciri-ciri anak berbakat. Tapi tentu saja, kondisi ideal adalah dengan
melakukan ketiga metoda tersebut.

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan seputar cara untuk mengetahui bakat anak,
ibu Ike menegaskan bahwa tidak ada tes yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi
bakat anak. Tes IQ tidak digunakan untuk melihat minat dan bakat anak. Sesuai dengan
namanya, tes ini lebih diarahkan kepada pengukuran intelektual (intelligency Quotient).
Sedangkan tes minat dan bakat yang dilakukan dengan battery psikologi, lebih tepat
dikenakan pada anak-anak diatas tingkat SMP untuk penjurusan atau memantapkan
pemilihan studi di perguruan tinggi. Jadi yang perlu dilakukan oleh orangtua bukanlah
mengidentifikasi bakat apa, tetapi memperhatikan minat anak dengan memperkenalkan
secara bertahap pada anak.
Mengenai bakat serta minat anak ini, ibu Julia menekankan, jika anak secara intens
melakukan kegiatan dengan dorongan internalnya (motivasi) dan dilakukannya dengan
enjoy, maka kemungkinan besar itulah minat dan bakatnya. Selain itu untuk membedakan
mana anak berbakat dan bukan dapat diketahui dari kemampuan anak untuk secara
mandiri mengembangkan minatnya tersebut. Anak berbakat (gifted) selain mempunyai
tempo yang cepat dalam belajar, juga bisa dilepas (mandiri) dan mampu menggubah lagi
dengan motivasi dari dalam diri yang kuat.
Penanganan

�Bila anak saya (usia 3,5 tahun) mempunyai tanda-tanda anak berbakat, apa yang
harus saya lakukan?� Tanya salah seorang peserta seminar. Ternyata anak usia 3,5
tahun belum bisa dikatakan anak berbakat, karena seringkali hasil testnya belum bisa
dipercaya karena ia masih berkembang. Anak tersebut dikatakan mengalami loncatan
perkembangan. Sebaiknya orangtua dengan anak seperti ini mencari sumber-sumber
bacaan tentang perkembangan anak berbakat dan mempelajari betul bagaimana
perkembangan kognitif serta otak anak-anak. Hal ini penting guna mengetahui lebih
dalam tentang personalitasnya, agar bisa lebih luwes mengasuhnya. Tentu saja literatur
yang dibaca pun tidak bisa sembarangan. Sumber bacaan harus dipilih dari berbagai
literatur yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah.
Lebih lanjut tentang penanganan anak berbakat ini, ibu Julia menjelaskan �Begitu kita
tahu bahwa anak kita mempunyai loncatan perkembangan intelektualitas, maka ia
memerlukan pengasuhan dan pendidikan yang terstruktur yang tidak mencegat
perkembangannya. Karena anak-anak ini mempunyai dorongan internal untuk
mengembangkan intelektualitas sangat besar, keras kepala, dan sangat perfeksionis, serta
mempunyai cara berfikir (cognitive style) yang berbeda dengan anak-anak pada
umumnya. Latihan program akselerasi umumnya digunakan dalam proyek
pengembangan anak berbakat, namun sebetulnya akselerasi dimaksudkan sebagai upaya
percepatan. Disamping akselarasi juga perlu diadakan pengkayaan (enrichment), dan
pendalaman.
Bagaimana penanganan untuk anak berbakat yang juga penyandang masalah seperti
ketertinggalan perkembangan kemampuan bahasa, atau learning disabilities (misalnya
disleksia) ? Bagi anak seperti ini, kondisinya memang cukup membingungkan, apalagi di
Indonesia. Orangtua perlu memeriksakan anaknya lebih lanjut kepada psikolog
perkembangan. Di Amerika, anak-anak seperti ini umumnya tidak bisa dimasukkan
program gifted children (karena punya masalah), juga tidak bisa masuk sekolah reguler
(karena punya masalah). Jadi harus masuk dahulu ke sekolah luar biasa. Inilah yang
menyebabkan kebingungan para orang tua, karena di sekolah itu tidak mendapatkan
perhatian sebagai anak berbakat.
Penanganan anak berbakat memang cukup rumit, apalagi di Indonesia. Tetapi dengan
memahami keunikannya, menambah sumber-sumber bacaan yang memadai, selalu
berusaha dan tentu saja berdoa, semoga dapat menjadikan orangtua sebagai fasilitator
yang baik sehingga anak-anak tersebut kelak dapat berkembang optimal sesuai potensi
yang dimilikinya.(Agnes Tri Harjaningrum, Dokter, ibu 2 orang anak, tinggal di Belanda)

Sumber: http://agnes.ismailfahmi.org/wp/archives/425

mampuan gerak ( cerebral palsy ).

Pada dasarnya cerebral palsy merupakan gangguan koordinasi otot. Ototnya sendiri sebenarnya
normal, tetapi otak mengalami gangguan dalam mengirimkan sinyal-sinyal yang penting untuk memerintah
otot-otot untuk memendek atau memanjang atau harus meregang ( Puseschel ,1988 ) Anak-anak semacam
ini masih dapat belajar dengan menggunakan semua inderanya. Tingkat intelektualnya umumnya normal
bahkan ada yang sedikit diatas kesulitan jika harus melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan
koordinasi motorik dan/atau keterampilan fisik, seperti olahraga, bermain, menulis, malakukan mobilitas,
dan sebagainya.

Ciri-ciri gangguan gerakan karena kerusakan otak ( cerebral palsy ) antara


lain sebagai berikut :
a. otot keras dan kadang-kadang kaku serta tidak dapat menggerakkan anggota
tubuh dengan baik, gerakannya sering tersentak-sentak.
b. Sukar mengontrol kaki dan tangan dalam melakukan aktivitas, wajah seram
dan kadang dengan mengulurkan lidah;
c. Kekakuan dalam gerakan yang memerlukan keseimbangan, orientasi ruang,
posisi tubuh mudah jatuh;
d. Kakakuan yang ekstrem pada anggota tubuh dan sendi-sendi dan sukar
bergerak untuk waktu yang lama.

Anak yang mengalami gangguan gerakan pada taraf sedang dan berat, umumnya dimasukkan ke
sekolah luar biasa ( SLB ). Yang mengalami gangguan ringan mungkin banyak juga ditemukan di sekolah-
sekolah umum. Jika mereka tidak mendapatkan bantuan pelayanan khusus dapat menyebab anak kebutuhan
khusus terjadinya kesulitan belajar yang serius.

Gejala-gejala gangguan gerakan ringan pada anak seperti berikut: ini


mungkin perlu di cermati dan diberi perhatian yang lebih serius
a. Salah satu/kedua tangan atau kaki cacat,
b. Salah satu/kedua tangan atau kaki tidak berfungsi,
c. Sikap/keseimbangan tubuh saat duduk/berdiri, berjalan tidak normal,
d. Koordinasi gerakan kaki, tangan, mata tidak normal,

e. Banyak gerakan yang tidak terkontrol, menunjukkan tidak terkontrol,


menunjukkan ketidaknormalan.
4. ANAK DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN

Dengan menggunakan ukuran ketajaman penglihatan, seseorang disebut buta apabila ia memiliki
tingkat efisiensi penglihatan 20,0 % atau lebih kecil. Yang tingkat efisiensinya lebih besar dari 20,0 %
belum diktegorikan sebagai buta. Tunanetra mengandung arti ketunaan penglihatan mulai dari yang ringan
sampai yang buta total. Menurut ukuran Snellen ketajaman penglihatan seseorang dihubungkan dengan
tingkat efisiensi yang tersisa, dilukiskan sebagai berikut :

No
Tingkat Ketajaman
Tingkat efisiensi

1.
2.
345..

20/20 f
20/35 f
20/70 f
20/100 f
20/200 f

Efisiensi = 100 %
Efisiensi = 87,5 %
Efisiensi = 64,5 %
Efisiensi = 48,9 %
Efisiensi = 20,0 %

Untuk mengenal apakah anak mengalami gangguan penglihatan, dapat dilihat


dari ciri-ciri fisik,perilaku maupun keluhan.

a. Ciri fisik, seperti : mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi,gerakan
mata takberaturan (goyang), mata selalu beair;

b. Ciri perilaku, seperti : membaca terlalu dekat, membaca banyak yang


10
terlewati,cepat lelah ketika membaca/menulis, sering menggerakan kepala ketika membaca,
mengeryitkan kepala ketika melihat papan tulis, seing mengusap mata, mendongakkan kepala, berjalan
sering menabrak benda di depannya, salah menyalin dalamjarak dekat, dsb.

c. Ciri keluhan, seperti : merasa sakit kepala, sulit melihat dengan jelas dari jarak jauh, penglihatan terasa kabur
ketika membaca/menulis, benda terlihat seperti dua buah, mata sering terasa gatal.

Dampak gangguan penglihatan bermacam-macam. Jika gangguan cukup ringan, mungkin dengan
alat Bantu khusus (seperti kaca mata, loop, atau memperbesar huruf, penempatan tempat duduk) dapat
sedikit membantu mengatasi masalah belajar anak. Tetapi, untuk gangguan yang sangat serius (sudah
samapai tarap buta tentu mereka tidak dapat mengikuti pendidikan biasa tanpa bantuan layanan khusus.
Mereka tidak lagi menggunakan huruf biasa di dalam belajar. Mereka sudah harus menggunakan huruf
Braille.

Guru perlu mengenal mereka agar sejak dini anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat
terlayani secara optimal, baik secara medis, sosial, psikologis, maupun pendidikan, sehingga tidak
menimbulkan kesulitan belajar pada diri anak dikemudian hari. Dalam hal ini guru perlu kerjasama yang
baik dengan orang tua atau ahli lain yang relevan, seperti doketer mata.

1. ANAK
DENGAN
GANGGUAN
PENDENGANRAN

Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebutuhan khusus oleh kerusakan fungsi dari sebagian atau
seluruh alat atau organ-organ pendengaran, dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur tertentu
(audiometer). Organisasi Standar Dunia menetapkan bahwa gangguan pendengaran dapat dikelompokan
sebagai berikut :

b) Sangat ringan = 27-40 db,


c) Ringan
= 41-55 db,
d) Sedang
= 56-70 db,
e) Berat
= 71-90 db,
f) Berat sekali = 91 db ke atas.

Dengan menggungakan ciri fisik dan prilaku anak, seorang anak dideteksi apakah mengalami
gangguan pendengaran gangguan atau tidak. Ciri-ciri tersebut, antara lain : sering keluar cairan dari liang
telinga, bentuk daun telinga tidak normal, sering mengeluh atau gatal di lubang telinga, kalau berbicara
selalu melihat gerakan bibir lawan bicara, sering tidak bereaksi jika diajak bicara kurang keras selalu minta
diulang dalam pembicaraan, dan sebagainya.

a) ANAK DENGAN KELAINAN AUTISTIK


Perlunya penanganan khusus bagi anak autis termasuk perkembangan baru dalam bidang
pendidikan luar biasa. Mereka umumnya dikatagorikan sebagai anak dengan gangguan tunagrahita dan
karenanya penanganannya sering dijadikan satu dengan anak tunagrahita. Namun dalam perkembangan
ternyata penyandang autis tidak selalu mengalami anagrahita. Oleh karena itu dipandang perlu untuk
dijadikan katagori tersendiri sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar.

Ciri-ciri umum anak dengan kelainan autistik antara lain adalah :


2) Sering berkata tanpa arti.
3) Sering menirukan perkataan orang lain secara spontan.
4) Tanpa mengerti apa yang dibaca.
5) Gerakan/aktivitas kaku, menonton dan berulang.
6) Sering memutar, membanting dan membariskan benda.
7) Lebih tertarik pada benda mati daripada orang.
8) Mempunyai gerakan serba cepat (hiperaktif)

9) Sering berprilaku stereotipik (diulang-ulang), aneh tanpa


11
tujuan.
10) Minat terhadap objek tertentu secara luar biasa dan tidak

lazim misal detik jam, kipas angin.


11) Kadangkala agresif (menyerang, merusak).
12) Sulit konsentrasi pada aktivitas/objek tertentu.
13) Sering sulit tidur, ngompol atau ngebrok.

14) Tidak senang/mudah marah pada perubahan (letak barang di


kamar, urutan kegiatan).
15) Sering berubah emosi mendadak tanpa sebab (dari sedih
kegembira, atau sebaliknya).
16) Sering terjadi ledakan tawa atau tangis tanpa sebab.
Rangkuman
1. Anak
berkebutuhan
khusus
tidak

selamanya mengalami problema dalam belajar,


tetapi karena kondisinya tersebut, jika tidak mendapatkan layanan yang sesuai dapat menjadikan yang
bersangkutan mengalami problema dalam belajar, sekurang- kurangnya hasil belajar yang dicapai tidak
akan optimal.

2. Ada beberapa jenis anak berkebutuhan khusus yang perlu difahami oleh guru, khususnya guru-guru di
sekolah reguler agar mereka dapat memberikan perhatian dan perlakuan yang sesuai. Beberapa jenis anak
berkebutuhan khusus adalah :

a) Anak dengan gangguan penglihatan.


b) Anak dengan gangguan pendengaran.
c) Anak dengan gangguan komunikasi dan
wicara.
d) Anak dengan gangguan fisik.
e) Anak dengan kemampuan intelektual
rendah.
f) Anak berkesulitan belajar.
g) Anak dengan kecerdasan dan bakat
istimewa.
h) Anak dengan gangguan emosi dan social.
i) Anak autistik
Sumber: http://www.scribd.com/doc/18120753/mengenal-anak-berkebutuhan-khusus

Pertemuan ke 1

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI

Banyak pengertian psikologi yang dikemukan para ahli yang masing-masing


menekankan pada susdut pandangan sendiri-sendiri mana yang dianggap penting.
Perbedaan ini mungkin disebabkan metode yang digunakan maupun pendekatan
permasalahannya.
A.Pengertian psikologi Menurut para ahli
1. Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas
psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak
mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi
psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni
berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
2, Crow & Crow

Pschycology is the study of human behavior and human relationship.


(Psikologi ialah tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya,
baik berupa manusia lain (human relationship) maupun bukan manusia: hewan, iklim,
kebudayaan, dan sebagainya
Sartain
Psychology is the scientific study of the behavior of living organism, with especial
attention given to human behavior. (Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku
organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia)
Bruno (1987)
Pengertian Psikologi dibagi dalam tiga bagian, yaitu: Pertama, psikologi adalah studi
(penyelidikan) mengenai “ruh”. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai
“kehidup mental”. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai “tingkah laku”
organisme.

Chaplin (1972) dalam Dictionary of psychology

Psikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan


Ensiklopedia Pendidikan, Poerbakawatja dan Harahap (1981)
Psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala-
gejala dan kegiatan – kegiatan jiwa
Richard Mayer (1981)
Psikologi merupakan analisi mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk
memahami perilaku manusia
James,W. (dlm Harriman,P.L.,1963 ,Handbook of Psychological Terms): “the science of
mental life, both of its phenomena, and of their condition”

Crooks,R.L., Stein,J. , 1988,(dlm Psychology. Science,Behavior and Life) : “the scientific


study of the behavior and mental processes of humans and other animals”.
Wortman,C.,Loftus,E.,Weaver,Ch.,2004 (dlm Psychology. 5th.ed) : “the scientific study
of behavior, both external observable action and internal thought”.

Westen, Drew, 1959 (dalam buku Psychology : mind, brain & culture) : ”The scientific
investigation of mental processes and behavior.
Ruang lingkup psikologi pendidikan menurut Good & Broopy ( 1997 )

1. Psikologi perkembangan

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-
faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia. Psikologi
perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar
perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat
dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk
kepribadian khas dari individu tersebut

2. Psikologi sosial

Bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu :

• studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya :


studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat)
• studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa,
sikap sosial, perilaku meniru dan lain-lain
• studi tentang interaksi kelompok, misalnya kepemimpinan,
komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, dan
persaingan.

3. Psikologi kepribadian

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan erat dengan
psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian adalah hasil dari
perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam
berinteraksi sosial dengan lingkungannya.

4. Psikologi kognitif
Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognisi, seperti: Persepsi,
proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa dan emosi.

Wilayah terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat


diterapkan. walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia dengan
spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang ahli psikologi
pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.

1. Psikologi sekolah

Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam
mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk
membentuk mind set anak

2. Psikologi industri dan organisasi

Psikologi industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi


kinerja suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh individu, sedangkan psikologi organisasi
mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan berinteraksi dengan anggota-
anggotanya

3. Psikologi kerekayasaan

Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk
meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin (human error)

4. Psikologi klinis

Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam memahami, mencegah
dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal.

Adapun menurut Sumadi Suryobroto ( 1984 ) juga mengatakan bahwa yang menjadi
ruang lingkup psikologi pendidikan meliputi :
• Pengetahuan tentang psikologi pendidikan : pengertian ruang lingkup, tujuan
mempelajari dan sejarah munculnya psikologi pendidikan
• Pembawaaan
• Lingkungan fisik dan psikologis
• Perkembangan siswa
• Proses – proses tingkah laku
• Hakekat dan ruang lingkup belajar
• Faktor yang mempengaruhi belajar
• Hukum dan teori belajar
• Pengukuran pendidikan
• Aspek praktis pengukuran pendidikan
• Transfer belajar
• Ilmu statistik dasar
• Kesehatan mental
• Pendidikan membentuk watak / kepribadian
• Kurikulum pendidikan sekolah dasar

Kurikulum pendidikan sekolah menengah

Pertemuan ke 2
1. Definisi Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan berkesinambungan dan progresif dalam


organisme, dari lahir sampai mati (Chaplin C.P.,1989:134). Sedangakan Hurlock E.B.
(1978:23) menyatakan bahwa “Perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretanm
progresif dari perubahan yang teratur dan koheren “.”Progresif “ menandai bahwa
perubahannya terarah, membimbing mereka maju, dan bukan mundur. “Teratur” dan “
koheren” menunjukan hubungan yang nyata antara perubahan yang terjadi dan telah
mendahului atau mengikutinya.
Ini berarti bahwa perkembangan juga berhubungan dengan proses belajar terutama
mengenai isinya yaitu tentang apa yang akan berkembang berkaitan dengan perbuatan
belajar. Disamping nitu juga bagaimana suatu hal itu dipelajari, apakah melalui
memorisasi (menghafal) atau melalui peniruan dan atau dengan menangkap hubungan-
hubungan, hal-hal ini semuaikut menentukan proses perkermbangan.
Dapat pula dapat dikatakan bahwa perkembangan sebagai suatu proses yang kekal dan
tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi terjadi
berdasarkan proses pertumbuhan, kemasakan, dan belajar.

2. Prinsip-prinsip Perkembangan

Carol Getswicki( 1995) mengemukakan beberapa prinsip dasar perkembangan.


1. Dalam perkembangan terdapat urutan yanng diramalkan pemahaman tentang perilaku
yag seharusnya terjadi berikutnya, akan membantu para praktis untuk mengenal
perkembangan yang khusus dan menantang fase berikutya yang semestinya.
2. Perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan berikutnya.
Suatu perkembangan tidak akan mungkin terjadi berkesinambungan dengan baik bila
anank didorong untuk melampaui atau secara tergesa-gesa menjalani tahap-tahap awal.
Anak harus diberi waktu yang sesuai dengan yang mereks butuhkan sebelum berlanjut
pada tahap berikutnya.

3. Dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal . waktu-waktu yang


menunjukan kesiapan harus dikenai melalui pengamatan yang cermat . proses belajar
akan terjadi dengan sangat mudah pada saat yang optimal. Setiap pengajaran tidak akan
menjadikan proses belajar dengan mudah sebelum mencapai kepuasan.
4. Perkembangan merupakan hasil interaksi faktor-faktor biologis (kematangan) dan
faktor-faktor lingkungan (belajsr). Kematangan merupakan prasyarat munculnya
kesiapan untuk belajar . lingkungan menentukan arah perkembangan.
5. Perkembangan maju berkelanjutan merupakan kesatuan yang saling emosional , sosial
berhubungan , dengan semua aspek-aspek(fisik,kognitif, emosional,sosial) yang saling
mempengaruhi.
atau
1. Perkembangan Melibatkan Perubahan
Tujuan perubahan perkembangan, menurut Maslow adalah “aktualisasi diri” , yaitu upaya
untuk menjadi orang terbaik secara fisik dan mental. Agar merasa bahagia dan puas orang
harus diberi kesempatan untuk memenuhi dorongan tersebut.
2. Perkembangan Awal Lebih Kritis daripada Perkembangan Selanjutnya, Karena dasar
awal sangat dipenaruhi oleh proses belajar dan pengalaman.
3. Perkembangan Merupakan Hasil Proses Kematangan dan Belajar
Berbagaoi bukti menunjukkan, bahwa ciri perkembangan fisik dan mental sebagian
berasal dari proses kematangan intrinsik dan sebagian berasal dari latihan dan usaha
individu.
4. Pola Perkembangan Dapat Diramalkan, walaupun pola yang dapat diramalkan ini
dapat diperlambat atau dipercepat oleh kondisi awal pada masa pralahir dan pasca lahir.
5. Pola Perkembangan Mempunyai Karakteristik yang Dapat Diramalkan
Yang penting di antaranya adalah adanya persamaan pola perkembangan bagi
semuaanak: perkembangan berlangsung dari tanggapan yang umum ke tanggapan yang
spesifik; perkembangan terjadi secara berkesinambung; berbagai bidang berkembang
dengan kecepatan yang berbeda;dan terdapat korelasidalam berkembang.
6. Terdapat Perbedaan Individ Dalam Berkembang, yang sebagian karena pengaruh
bawaan dan sebagian karena kondisi lingkungan. Ini berlaku bagi perkembangan fisik
maupun psikologi.
7. Terdapat periode perkembangan, yang disebut periode pralahir, masas noenatus, masa
bayi, masa kanak-kanak awal, akhir masa kanak-kanak, dan masa puber.
8. Adanpan Harapan Sosial Untuk Setiap Periode Perkembangan. Harapan sosial ini
berbentuk tugas perkembangan yanmg memungkinan para orang tua dan guru
mengetahui pada usia berapa usia anak-anak mampu menguasai berbagai pola perilaku
yang diperlukan bagi penyesuaian yang baik.
9. Setiap Bidang Perkembangan Mengandung Bahaya yang Potensial, baik fisik maupun
psikologi yang dapat mengubah pola perkembangan.
10. Kebahagian Bervariasi pada Berbagai Periode dalam Pola Perkembangan. Tahun
pertama kehidupan biasasnya yang paling bahagia dan masa puber biasanya yang palingn
tidak bahagia.
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN MANUSIA

Masa bayi dan awal masa kanak-kanak

1. Belajar memakan makanan padat


2. Belajar berjalan
3. Belajar berbicara
4. Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
5. Mempelajari perbedaan seks dan tata caranya
6. Mempersiapkan diri untuk membaca
7. Belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani
Akhir masa kanak-kanak
1. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan
umum.
2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang
sedang tumbuh
3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
5. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis,
berhitung
6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari
7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai.
8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga
9. Mencapai kebebasan pribadi

2. Masa Remaja
1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita
2. Mencapai peran sosial pria, dan wanita
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
5. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa
lainnya
6. Mempersiapkan karir ekonomi
7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku-mengembangkan ideologi

Awal Masa Dewasa


1. Mulai bekrja
2. Memilih pasangan
3. Belajar hidup dengan tunangan
4. Mulai membina keluarga
5. Mengasuh anak
6. Mengelola rumah tangga
7. Mengambil tanggung jawab sebagai waga negara
8. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan
Masa Usia Pertengahan
1. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara
2. Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang beranggung
jawab dan bahagia
3. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang dewasa
4. Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu
5. Menerima dan menyesuaikan diri dengan -perubahan fisiologis terjadi pada tahap ini
6. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier pekerjaan
7. Menyesuaikan diri dengan orangtua yang semakin tua

Masa Tua
1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan menurunnya penghasilan keluarga
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia
5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes

Dengan mengetahui secara garis besar tugas-tugas perkembangan di atas, kita dapat
menyusun program-program pembelajaran non formal untuk membantu mengasah
ketrampilan dan bakat individu sehingga tugas-tugas perkembangannya dapat dikuasai
dan diselesaikan tepat waktu.
Sejak tahap perkembangan masa bayi, individu dapat diberikan pendidikan non formal
sesuai dengan kebutuhannya untuk membantu menguasai tugas-tugas perkembangan.
Penting juga diketahui bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk
menguasai dan menyelesaikannya. Faktor-faktor tersebut:
Faktor Penghalang
1. Tingkat Perkembangan yang mundur
2. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan atau tidak ada
bimbingan untuk dapat menguasainya
3. Tidak ada motivasi
4. Kesehatan yang buruk
5. Cacat tubuh
6. Tingkat keerdasan yang rendah
Faktor yang membantu
1. Tingkat perkembangan yang normal
2. Kesematan-kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas dalam perkembangan dan
bimbingan untuk menguasainya
3. Motivasi
4. Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh
5. Tingkat kecerdasan yang tinggi
6. Kreativitas
Terlepas dari berapa panjang rentang kehidupan seseorang, ukuran kronologis atau usia
adalah kriteria pokok untuk menentukan tahap-tahap perkembangan individu. Pembagian
ukuran kronologis ini:
1. Periode Pranatal; masa sebelum kelahiran
2. Bayi; kelahiran sampai minggu kedua
3. Masa bayi; akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua
4. Awal masa kanak-kanak; dua sampai enam tahun
5. Akhir masa kanak-kanak; enam sampai sepuluh atau dua belas tahun
6. Masa pubertas; sepuluh atau dua belas sampai tiga belas atau empat belas tahun
7. Masa remaja; tiga belas atau empat belas sampai delapan belas tahun
8. Awal masa dewasa; delapan belas sampai empat puluh tahun
9. Usia pertengahan; empat puluh sampai enam puluh tahun
10. Masa tua atau usia lanjut; enam puluh tahun sampai meninggal

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan non formal dapat diberikan
kepada seseorang sepanjang rentang kehidupannya. Banyak yang bisa diberikan kepada
individu untuk membantunya menguasai dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan,
sesuai dengan kebutuhannya pada suatu tahap perkembangan. Misalnya pada akhir masa
kanak-kanak, memberikan ketrampilan dasar untuk mengembangkan peran sosial pria
atau wanita dengan tepat dapat kita lakukan dengan memberikan pelatihan kecerdasan
emosi untuk mengasah rasa empati atau kepekaan sosial.

Soal Pembawaan dan lingkungan merupakan soal yang sangat penting dalam
psikologi dan erathubungannya dengan ilmu mendidik.Bertahun-tahun lamanya para ahli
didik, ahli biologi, ahli psikologi dan lain-lain memikirkan dan berusahamencari jawaban
atas pertanyaan: perkembangan manusia itu kepada pembawaan ataukah
kepadalingkungan? Atau dengan kata lain: dalam perkembangan anak muda hingga
menjadi dewasa faktor-faktoryang menentukan itu, faktor yang dibawa dari keturunan
(pembawaan) ataukah pengaruh-pengaruhlingkungan?
Dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dikemukakaadanya
bebarapa pendapat:
a. Airan Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah
ditentukan oleh faktor-faktoryang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah
terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menetukan hasil
perkembangannya. Menurut Nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-
sifat pembawaan. (Purwanto, M.Ngalim, 1990: 14)
b. Aliran Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat yang beralawanan dengan kaum
nativisme. Meraka berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi
manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau sejak
pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat
didik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut
kehendak lingkungan atau empiris ibi didiknya. Dalam pendidikan, terdapat kaum
empiris ini terkenal dengan nama Optimisme paedagogis. Kaum behavioris pun
sependapat dengan kaum empiris itu. Watson seorang behaviouris (Amerika):
“Berikan saya sejumlah anak-anak yang keadaan badannya dan situasi-situasi
yang saya butuhkan: dari setiap orang anak, entah yang mana, dapat saya jadikan
dokter, seorang padagang, seorang ahli hukum, atau memang jika dikehendaki
seorang pengemis atau seorang pencuri”. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 14)
c. Aliran Konvergensi
Aliran ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William
Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya
menentukan perkembangan manusia. Terdapat dua aliran yang menganut
konvergensi, yaitu aliran konvergensi yang lebih menekankan kepada pengaruh
pembawaan daripada lingkungan, dan yang sebaliknya. (Purwanto, M. Ngalim,
1990: 15)
Perkembangan manusia bukan hasil belaka dari pembawaannya dan
lingkungannya. Manusia tidak hanya diperkembangkan tetapi
memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah mahluk yang dapat dan
sanggup memilih dan menentukan sesuatu yang mengenai dirinya dengan bebas.
Karena itu ia bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya; ia dapat juga
mengambil keputusan yang berlainan daripada apa yang pernah diambilnya.
Proses perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor
pembawaan yang ada pada orang itu dan faktor lingkungannya yang
mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangannya
turut menentukan atau memainkan peranan juga.
Sebagai kesimpulan dapat dikatankan: Jalan perkembangan manusia sedikit
banyak ditentukan oleh pembawaan yang turun-menurun yang oleh aktivitas dan
pemilihan atau penentuan manusia sendiri yang dilakukan dengan bebas di
bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang tertentu berkembang menjadi
sifat-sifat. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 16)

A. HEREDITAS

Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan karakteristik


biologis individu dari pihak kedua orang tua ke anak atau karakteristik biologis individu
yang dibawa sejak lahir yang tidak diturunkan dari pihak kedua orang tua.
a. Keturunan
Kita dapat mengatakan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri pada seorang anak adalah
keturunan, jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel
kelamin dari generasi yang lain. Meskipun kita melihat suatu sifat atau ciri-ciri yang
sama antara orang tua dan anaknya, kita belum dapat mengambil kesimpulan bahwa sifat-
sifat atau ciri-ciri pada anak itu merupakan keturunan. Umpamanya: Bapak malas dan
anaknya juga malas, ini belum berarti bahwa kemalasan anak itu adalah keturunan.
Mungkin sifat malas pada anak itu disebabkan karena dengan tiada sadar anak itu
“meniru” dari orang tuanya, jadi mungkin adalah pengaruh lingkungan.
Memang benar bahwa anak-anak kembar yang berasal dari satu telur
menunjukkan persamaan-persamaan yang banyak sekali, baik mengenai sifat-sifat
kejasmanian maupun mengenai kerohaniannya, jadi merupakan sifat-sifat yang
menurun. Tapi dari penyelidikan, ternyata jika anak kembar yang berasal dari satu
telur masing-masing dididik dalam lingkungan yang berlain-lainan akan terlihat
pula perbedaannya. Nyatalah di sini bahwa lingkungan berpengaruh besar pula,
sehingga sulit penentuan bahwa suatu sifat itu keturunan atau bukan.
Sifat ataupun ciri-ciri jasmaniah yang tertentu yang diperoleh karena
keturunan, seperti seorang anak yang berambut pirang atau ikal, bermata lebar
atau sipit, berbada tinggi atau pendek, periang, lincah atau pendiam.
Sifat-sifat kejiwaan lebih sulit ditentukan, apakah diperoleh dari keturunan
atau bukan, hal ini dikarenakan sifat-sifat kejiwaan lebih mudah berubah atau
terpengaruh oleh keadaan-keadaan lingkungan selama perkembangannya.
Banyak para ahli yang berusa menyelidiki sifat-sifat kejiwaan manusia
yang berkenaan dengan keturunan, tetapi sampai sekarang penyelidikan itu masih
belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini dikarenakan faktor-faktor
berikut:
1. Pada manusia tidak dapat dilakukan persilangan (kruising) menurut rencana
tertentu umpamanya persilangan antara dua ras yang sangat berlainan asalnya.
2. Masa perkembangan manusia begitu lama, sehingga mengakibatkan sifat-sifat
yang ada terjadi karena keturunan dapat tersembunyi dengan lamanya,
sebelum sifat-sifat itu muncul pada individu.
3. Adanya jumlah anak manusia yang relatif.
b. Pembawaan

Pembawaan ialah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan


(potensi) yang terdapat pada seorang individu dan yang selama masa perkembangannya
benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan). Misalnya: sejak dilahirkan anak
mempunyai kesanggupan untuk dapat berjalan, potensi berkata-kata, potensi untuk
belajar ilmu pasti, pembawaan untuk bahasa, untuk menggambar, intelegensi yang baik
dan lain-lain.
Potensi-potensi yang bermacam-macam itu tentu saja tidak dapat direalisasikan atau
dapat dinyatakan begitu saja, malainkan harus mengalami perkembangan serta
membutuhkan latihan-latihan. Potensi dapat diketahui dengan memperhatikan prestasi-
prestasi (actual ability), bentuk wataknya dan tingkah laku seorang individu.
Semua yang dibawa oleh si anak sejak dilahirkan dan diterima karena kelahirannnya
adalah pembawaan. Tetapi pembawaan itu tidaklah semuanya diperoleh karena
keturunan. Sebaliknya, semua yang diperoleh karena keutunan adalah dapat dikatakan
pembawaan (pembawaan keturunan. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 24)
Beberapa macam pembawaan:
1. Pembawaan jenis
Tiap-tiap manusia biasa di waktu lahirnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis
manusia. Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya, intelegensinya, inggatannya dan
sebagainya semua itu menunjukkan ciri-ciri yang khas dan berbeda dengan jenis-jenis
mahluk lain.
2. Pembawaan ras
Dalam jenis manusia pada umumnya masih terdapat lagi bermacam-macam perbedaan
yang termasuk pembawaan keturunan, yaitu pembawaan keturunan mengenai ras. Seperti
ras Indo Jerman, ras Mongolia, ras Negro dan lain-lain. Masing-masing ras itu dapat
terlihat perbedaannya satu sama lain.
3. Pembawaan jenis kelamin
Setiap manusia yang normal sejak lahir telah membawa pembawaan jenis kelamin
masing-masing: laki-laki atau perempuan. Pada kedua jenis kelamin itu terdapat pula
perbedaan sikap dan sifatnya terhadap dunia luar.
4. Pembawaan perseorangan
Tiap-tiap orang sendiri-sendiri (individu) memiliki pembawaan yang bersifat individual
(pembawaan perseorangan) yang tipikal. Tiap-tiap individu meskipun bersamaan ras atau
jenis kelaminnya, masing-masing mempybai pembawaan watak, intelegnsi, sifat-sifat dan
sebagainya yang berbeda-beda.
Pembawaan ras, pembawaan jenis, dan pembawaan kelamin sedikit sekali dipengaruhi
oleh lingkungan, akan tetapi pembawaan perorangan dalam pertumbuhannya lebih
ditentukan oleh lingkungan, antara lain ialah:
a. Konstitusi tubuh: termasuk dalamnya: motorik, seperti sikap badan, sikap berjalan, air
muka, gerakan bicara.
b. Cara bekerja alat-alat indera: ada orang yang lebih menyukai beberapa jenis stimulus
tertentu yang mirip dengan kesukaan yang dimiliki oleh ayah atau ibunya.
c. Sifat-sifat ingatan dan kesanggupan belajar.
d. Tipe-tipe perhatian, intelegensi kosien (IQ) serta tipe-tipe intelegensi.
e. Cara-cara berlangsungnya emosi-emosi yang khas: cepat atau lambatnya bereaksi
terhadap sesuatu: dengan keras atau tenang; cara timbulnya perasaan atau pikiran dan
sebagainya (temperamen).
f. Tempo dan ritme perkembangan.

B. LINGKUNGAN

Lingkungan ialah faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-
pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Pengaruh pendidikan dan
pengaruh lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh
lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan
kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-
kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan
yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu bersangkutan. Tidak
demikian halnya dengan pendidikan. Pendidikan dijalankan dengan penuh kesadaran dan
dengan secara sistematis untuk mengembangkan potensi-potensi ataupun bakat-bakat
yang ada pada individu sesuai dengan cita-cita atau tujuan pendidikan. Dengan demikian
pendidikan bersifat aktif, penuh tanggung jawab dan ingin mengarahkan perkembangan
individu ke suatu tujuan tertentu.
Lingkungan secara garis besar dapat dibedakan:
a. Lingkungan fisik, Yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah,
keadaan musim, dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan
memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu. Misalnya: daerah
pegungungan akan memberikan pengaruh yang lain bila dibandingkan dengan
daerah pantai. Daerah yang mempunyai musin dingin akan memberikan pengeruh
yang berbeda dengan daerah yang penuh dengan musim panas.
b. Ligkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan mayarakat, di mana dalam
lingkungan masyarakat ini adanya interaksi individu satu dengan individu lain.
Keadaan masyarakatpun akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan
individu.
Lingkungan sosial dibedakan:
1. Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial di mana terdapat hubungan
yang erat antara anggota satu dengan anggota lain, anggota satu saling kenal
mengenal dengan baik dengan anggota lain. Oleh karena di antara anggota
telah ada hubungan yang erat, maka sudah tentu pengaruh dari lingkungan
sosial ini akan lebih mendalam bila dibandingkan dengan lingkungan sosial
yang hubungannya tidak erat.
2. Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang hubungan anggota
satu dengan anggota lain agak longgar. Pada umumnya anggota satu dengan
anggota lain kurang atau tidak saling kenal mengenal. Karena itu pengaruh
lingkungan sosial sekunder akan kurang mendalam bila dibandingkan dengan
pengaruh lingkungan sosial primer.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan
sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh
terhadap individu, Hubungan antara individu dengan lingkungan terdapat
hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi
individu, tetapi sebaliknya individu juga dapat mempengaruhi lingkungan.
(Walgito, Bimo, 1980: 50)
Sikap individu terhadap lingkungan dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Individu menolak atau menentang lingkungan
Dalam keadaan ini lingkungan tidak sesuai dengan yang ada dalam diri
individu. Dalam keadaan yang tidak sesuai ini individu dapat memberikan
bentuk atau perubahan lingkungan seperti yang dikehendaki oleh individu
yang bersangkutan. Misalnya akibat banjir sebagian jalan terputus. Untuk
mengatasi ini dibuat tanggul untuk melawan pengaruh dari lingkungan,
sehingga orang tidak menerima begitu saja pengaruh lingkungan tetapi orang
menolak atau mengatasi pengaruh lingkungan demikian itu.
b. Individu menerima lingkungan
Dalam hal ini keadaan lingkungan sesuai atau sejalan dengan yang ada
dalam diri manusia. Dengan demikian individu akan menerima lingkungan
itu.
c. Individu bersikap netral
Dalam hal ini individu tidak menerima tetapi tidak menolak. Individu
dalam keadaan status quo terhadap lingkungan.

Pertemuan ke 3
1.B Pengertian belajar menurut beberapa ahli :

1. Menurut james O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka


Cipta; 1999) Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman.

2. Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.

3. Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar
adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.

4. Howard L. Kingskey (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau
latihan.

5. Drs. Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
di dalam interaksi dengan lingkungannya.

6. (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)


Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

7. R. Gagne (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) hal 22.
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan,
kebiasaan dan tingkah laku

8. Herbart (swiss) Belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan
pengalamn yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafaln

9. Robert M. Gagne dalam buku: the conditioning of learning mengemukakan bahwa:


Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time,
and which is not simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang
terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya
disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar
dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling
berinteraksi.

10. Lester D. Crow and Alice Crow (WWW. Google.com) Belajar adalah acuquisition of
habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.

11. Ngalim Purwanto (1992) (WWW. Google.com) Belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau
pengalaman.

I.2 CIRI-CIRI BELAJAR

Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :

1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat


pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).

2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan
terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.

4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak


karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

Berikut beberapa faktor pendorong mengapa manusia memiliki keinginan untuk belajar:

1. Adanya dorongan rasa ingin tahu

2. Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntutan
zaman dan lingkungan sekitarnya.

3. Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari atas
kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi diri.

4. Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.

5. Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.

6. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.

7. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.

8. Untuk mengisi waktu luang.

I.3 JENIS-JENIS BELAJAR

I.3.A Menurut Robert M. Gagne

Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu
banyak tipre-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe
belajar :

1. Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi sepontan
manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon.dalam konteks inilah
signal learning terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada
muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.

2. Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap
stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga
terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu
bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh
muridnya. Guru member pertanyaan kemudian murid menjawab.

3. Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-
gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.
Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses
dan tahapan untuk mencapai tujuannya.

4. Belajar asosiasi verbal (verbal Association). Tipe ini merupakan belajar


menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian
dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yaitu Membuat
langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu. Membuat
prosedur dari praktek kayu.

5. Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang


berbeda–beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru
memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa kata-kata atau benda yang
mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam satu bagian
dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada
yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.

6. Belajar konsep (concept learning). Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau


menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep.
(konsep : satuan arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah
prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur praktek uji bahan
sebelum praktek, atau konsep dalam kuliah mekanika teknik.
7. Belajar dalil (rule learning). Tipe ini meruoakan tipe belajar untuk menghasilkan
aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara
konsep biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru
memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan
kewajiban siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi
kesalahannya.

8. Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang
menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk
kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan
kasus atau permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari
jawaban atau penyelesaian dari masalah tersebut.

Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar.
Menurutnya sistematika tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang mempunyai
ciri-ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal tersebut adalah :

1. keterampilan intelektual : kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan


lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka, kata atau gambar.

2. informasi verbal : seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau
suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.

3. strategi kognitif : kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri,


mengingat dan berfikir.

4. keterampilan motorik : seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam


urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan
berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.

5. sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan


dalam bertindak.

I.3.B Menurut Bloom


Benyamin S. Bloom (1956) adalah ahli pendidikan yang terkenal sebagai pencetus
konseptaksonomi belajar. Taksonomi belajar adalah pengelompokkan tujuan berdasarkan
domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga dmain belajar yaitu :

1. Cognitive Domain (Kawasan Kognitif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-
aspek intelektual atau secara logis yang bias diukur dengan pikiran atau nalar. Kawasan
ini tediri dari:
Pengetahuan (Knowledge).
Pemahaman (Comprehension).
Penerapan (Aplication)
Penguraian (Analysis).
Memadukan (Synthesis).
Penilaian (Evaluation).
2. Affective Domain (Kawasan afektif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-
aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan
sebagainya. Kawasan ini terdiri dari:
Penerimaan (receiving/attending).
Sambutan (responding).
Penilaian (valuing).
Pengorganisasian (organization).
Karakterisasi (characterization)
3. Psychomotor Domain (Kawasan psikomotorik). Adalah kawasan yang berkaitan
dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari:
Kesiapan (set)
Meniru (imitation)
Membiasakan (habitual)
Adaptasi (adaption)
I.3.C Penggabungan Dari Tiga Ahli (A. De Block, Robert M. Gagne, C. Van
Parreren)
1. Belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap
arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.

2. Belajar Kognitif. Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan
masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui
tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.

3. Belajar Menghafal. Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal
dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah,
sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu
bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.

4. Belajar Teoritis. Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
{pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan
digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah.

5. Belajar Konsep. Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah
objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu
mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu.

6. Belajar Kaidah. Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual
{intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep
atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan
suatu keteraturan.

7. Belajar Berpikir. Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus
dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam
pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan
konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai
berikut:
Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.

Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian


hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.

Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai


pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.

Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

Kesadaran akan adanya masalah.

Merumuskan masalah.

Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.

Menguji hipotesis-hipotesis itu.

Menerima hipotesis yang benar.

1.3.D Menurut UNESCO

UNESCO telah mengeluarkan kategori jenis belajar yang dikenal sebagai empat pilar
dalam kegiatan belajar ( A. Suhaenah Suparno, 2000 ) :

1. Learning to know. Pada Learning to know ini terkandung makna bagaimana belajar,
dalam hal ini ada tiga aspek : apa yang dipelajari, bagaimana caranya dan siapa yang
belajar.
2. Learning to do. Hal ini dikaitkan dengan dunia kerja, membantu seseorang mampu
mempersiapkan diri untuk bekerja atau mencari nafkah. Jadi dalam hal ini menekankan
perkembangan ketrampilan untuk yang berhubungan dengan dunia kerja.

3. Learning to live together. Belajar ini ditekankan seseorang/pihak yang belajar mampu
hidup bersama, dengan memahami orang lain, sejarahnya, budayanya, dan mampu
berinteraksi dengan orang lain secara harmonis.

4. Learning to be. Belajar ini ditekankan pada pengembangan potensi insani secara
maksimal. Setiap individu didorong untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri.
Dengan learning to be seseorang akan mengenal jati diri, memahami kemampuan dan
kelemahanya dengan kompetensi-kompetensinya akan membangun pribadi secara utuh.

I.4 PENGERTIAN PEMBELAJARAN

Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar,
mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau
tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi
segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.

1.4.A Pengertian pembelajaran menurut kamus bahasa Indonesia :

Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

1.4.B Pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :

1. Duffy dan Roehler (1989). Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan
dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan
kurikulum.

2. Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
I.5 CIRI-CIRI PEMBELAJARAN

Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :

1. merupakan upaya sadar dan disengaja

2. pembelajaran harus membuat siswa belajar

3. tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan

4. pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya

1.6 PEMBELAJARAN, PENGAJARAN, PEMELAJAR, DAN PEMBELAJAR

Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses


belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadia-kejadian ekstrim yang berperan terhadap
rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel,1991)

Pengajaran adalah proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan perihal mengajar,
segala sesuatu mengenai mengajar, peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang
dialami atau dilihatnya). (Dariyanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia, 1997). Pengajaran
adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa.
Pengajaran juga diartikan sebagi interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung
sebagai suatu proses yang saling mempengaruhi antara guru dan siswa.

Pemelajar adalah orang yang melakukan pengajaran.

Pembelajar adalah orang yang melakukan pembelajaran.

Perbedaan antara pengajaran dan pembelajaran:

NO Pengajaran Pembelajaran

1 Dilaksanakan oleh mereka yangDilaksanakan oleh mereka yang dapat


berprofesi sebagai pengajar membuat orang belajar
2 Tujuannya menyampaikan informasiTujuannya agar terjadi belajar pada diri
kepada si belajar siswa

3 Merupakan salah satu penerapanMerupakan cara untuk mengembangkan


strategi pembelajaran rencana yang terorganisasi untuk
keperluan belajar.

4 Kegiatan belajar berlangsung bilaKegiatan belajar dapat berlangsung


ada guru atau pengajar dengan atau tanpa hadirnya guru

1.7 PRINSIP PEMBELAJARAN MENURUT GAGNE DAN ATWI SUPARMAN

Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan


mengadaptasi pemikiran Fillbeck (1974), sebagai berikut :

1. Respon-respon baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respon yang
terjadi sebelumnya.

2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah
pengaruh kondisi atau tanda-tanda dilingkungan siswa.

3. Perilaku yang timbul oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang
frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.

4. Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang terbatas akan


ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.

5. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar


sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.

6. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi


perhatian dan ketekunan siswa selama proses siswa belajar.
7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan
balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.

8. Kebutuhan memecah materi kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat


dikurangi dengan mewujudkan dalam suatu model.

9. Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang


lebih sederhana.

10. Belajar akan lebih cepat, efisien, dan menyenangkan bila siswa diberi
informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.

11. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju
dengan cepat ada yang lebih lambat.

12. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan


mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik
bagi dirinya untuk membuat respon yang benar.

Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan sembilan


prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai
berikut:

1. Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa


dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) :


memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai
mengikuti pelajaran.

3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior


learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari
yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan
materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.

5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan


pertanyaan-pertanyaan yamng membimbing proses/alur berpikir siswa agar
memiliki pemahaman yang lebih baik.

6. memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) ; siswa diminta


untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap
materi.

7. memberikan balikan (providing feedback) : memberitahu seberapa jauh


ketepatan performance siswa.

8. Menilai hasil belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas


untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.

9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer):


merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan
memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang
telah dipelajari.

FAKTOR YANG MEPENGARUHI BELAJAR


Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor tersebut saling
memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

A, factor internal

Factor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis
dan factor psikologiss.

1. Factor fisiologis
Factor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi
fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.

Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya,
kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar
yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi
proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :

a. menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang


masuk kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan
mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak
ada gairah untuk belajar,
b. rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat;
c. istirahat yang cukup dan sehat.

Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran


fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca
indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar
dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk bagi segala informasi
yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia
luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan
telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan
baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan
sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan
telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.

2. Factor psikologis
Factor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi
proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah
kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

– kecerdasan /intelegensia siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan


rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan
dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-
organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan
organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ
pengendali tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar
siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang
individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu
mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain,
seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting
dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang
kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat
memahami tingakat kecerdasannya.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan
tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill
sebagai berikut ((Fudyartanto 2002).
Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
Tingkat kecerdasan (IQ) Klasifikasi

140 – 169 Amat superior

120 – 139 Superior

110 – 119 Rata-rata tinggi

90 – 109 Rata-rata
80 – 89 Rata-rata rendah

70 – 79 Batas lemah mental

20 — 69 Lemah mental

Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia,
yaitu:

A. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140


—IQ 169;
B. Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
C. Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
D. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;
E. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
F. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ
79;
G. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—
IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.

Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru
atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf
kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi
kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik
akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada
siswa.

Pertemuan ke 4
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi
mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan
arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi
ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu
dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi
intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic
untuk belajar anatara lain adalah:

a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju;
c. Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari
orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan
lain sebaginya.
d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain.

Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan
guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif
akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat
Secara sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat
bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap
berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi,
dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan
motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat
atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang
guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap
materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin
dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang
membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar
siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi
guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam
hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai
dengan minatnya.

- Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses


belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang,
peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada
performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi
munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi
guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya;
berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan
tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan
baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan
tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat
bagi ddiri siswa.
- Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan
dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan
seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang.
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu
akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan
sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung
upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih
mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya,
siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang
lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para
pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh
anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan,
dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

b. Factor-faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga
dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa
faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.

1) Lingkungan social

a. Lingkungan social sekolah, seperti ggggggguru, administrasi, dan


teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa.
Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa
untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat
menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong
bagi siswa untuk belajar.
b. Lingkungan social massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat
tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang
kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi
aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan
teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
belum dimilkinya.
c. Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi
kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi
keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota
keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu
siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2) Lingkungan non social.

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;


a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak
dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,
suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan
factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila
kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan
terlambat.
b. Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua
macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas
belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain
sebagainya.
c. Factor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode
mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu,
agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr
siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode
mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.

TEORI-TEORI BELAJAR

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu
dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-


hukum belajar, diantaranya
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,
maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi
antara Stimulus- Respons.

• Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit),
dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
• Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-
hukum belajar, diantaranya :

• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika


dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

• Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
• Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi
yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu
sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama
dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan
perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar


behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard
dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget


Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi
empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan
(4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi
pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005)
menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material
into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their
senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or
concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne


Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi
dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi;
(7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan
Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap
bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar
belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan
sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat
samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang
berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau
bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan;
dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu
pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku


“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot
atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam
keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain
sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai
makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah
lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada
sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah
sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan
suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa.
Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces,
gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan
awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses
pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting


dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki
kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam
suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur
yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang
dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya
dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal
yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis
dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar
terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam
situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain
dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah
dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik
untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Pertemuan ke 5

Intelegensi dan IQ

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara


terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara


terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan
mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu,
inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari
berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional
itu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah

Faktor bawaan atau keturunan

Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar
0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar
0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 -
0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu
angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ
mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling
kenal
Faktor lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata
lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi
tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi
yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional
dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting

Inteligensi dan IQ

Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini
mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di
depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang
diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan
sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental


Age) dengan umur kronologik (Chronological Age)

Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam


tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada
pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1.
Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi
kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi
perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan

Pengukuran Inteligensi

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal
Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-
siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu
dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911 Tahun 1916,
Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes
Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang
menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan
chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini
sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William
Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet
ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu
umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa
inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga
terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor
Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah
WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler
Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih
spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat. Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum
individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang
umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-
kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang
memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah
melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes
inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka
bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau
aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang
tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah
Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test
adalah Tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE).
Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah
Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.

Inteligensi dan Kreativitas

Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga
merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara
kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau
ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal
itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula.
Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula.
Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih
tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat
kreativitas.

Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan
bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan
untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan.
Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat
konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang
logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan
tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen
walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai
oleh ilmu pengetahuan.
Left and Right Brain Functions

Although the cerebrum is symmetrical in structure, with two lobes emerging from the
brain stem and matching motor and sensory areas in each, certain intellectual functions
are restricted to one hemisphere. A person’s dominant hemisphere is usually occupied
with language and logical operations, while the other hemisphere controls emotion and
artistic and spatial skills. In nearly all right-handed and many left-handed people, the left
hemisphere is dominant.
© Microsoft Corporation. All Rights Reserved.

Microsoft ® Encarta ® 2006. © 1993-2005 Microsoft Corporation. All rights reserved.


Fungsi Otak kanan dan kiri

Walaupun keliatannya simetris secara struktur, tapi keduanya mempunyai fugsi


yang berbeda, bila Otak kiri bertanggung jawab terhadap proses berfikir logis, berdasar
realitas, mampu melakukan penafsiran secara abstrak, dan simbolis, cara berfikirnya
sesuai untuk tugas tugas verbal, menulis, membaca, menempatkan detail, fakta.
Sedangkan cara berfkir otak kanan lebih bersifat acak, tidak teratus,intuitif, holistik,
bersifat non verbal, kearah perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan
perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang), pengenalan bentuk, pola, musik,
kepekaan warna, kreativitas, visualisasi. (Bobbi De Potter,1999, 37 – 38)
Kedua belahan otak penting artinya , orang yang memanfaatkan kedua belah otak
ini cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupannya, Belajar dapat dengan mudah
bagi mereka karena mereka mempunyai pilihan untuk menggunakan bagian otak yang
diperlukan dalam setiap pekerjaan yang mereka hadapi. Emosi yang positif akan
mendorong kearah kekuatan otak kearah yang lebih berhasil (Bobbi De Potter, 1999,
38)Kedua belahan otak penting artinya , orang yang memanfaatkan kedua belah otak ini
cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupannya, Belajar dapat dengan mudah bagi
mereka karena mereka mempunyai pilihan untuk menggunakan bagian otak yang
diperlukan dalam setiap pekerjaan yang mereka hadapi. Emosi yang positif akan
mendorong kearah kekuatan otak kearah yang lebih berhasil (Bobbi De Potter, 1999, 38)

Pertemuan ke 6
MEMORI

Memori adalah kemampuan jiwa untukmemasukan (learning), menyimpan


(retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Dengan
adanya kemampuan untuk mengingat, manusia mampumenyimpan dan menimbulkan
kembali apa yang telah pernah dialaminya.
Memori mempunyai tiga fungsi/proses, yaitu: memberi kode/sandi, menyimpan
dan menimbulkan kembali. Pada proses penyimpanan, informasi yang telah diberi kode
tersebut diletakkan dalam struktur memori. Pada proses penimbulan kembali informasi
yang tersimpan berusaha diakses kembali pada saat dibutuhkan. Proses memunculkan
kembali memori (record) yang tersimpan dalam memori permanent meliputi tiga cara,
yaitu: recall, recognition dan rekonstruksi inferensial.
Sistem memori manusia tersusun dari tiga komponen storage (penyimpanan).
Informasi (yaitu stimulus dari lingkungan) terlebih dahulu melalui sensory storage, lalu
melawati short-term memory dan pada akhirnya berakhir dalam long term memory.
Stimuli beragam yang akan mengaktifkan seorang pembelajar dalam memproses
suatu memori dapat berupa data atau elemen psikologi, persepsi, fisiologi, lingkungan,
emosi dan sosial. Dengan bimbingan seorang guru maka seorang pembelajar atau pelajar
akan mampu menyimpan memori yang di-encoded dengan baik. Memori yang disimpan
dalam encoding yang baik akan lebih mudah diakses kembali dan lebih mudah digunakan
untuk membuat suatu konsep atau memecahkan suatu masalah.
Peningkatan memori dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya:
Mempelajari sesuatu berulang-ulang, menyediakan waktu lebih banyak untuk rehearsing
atau mengulang encoding data tertentu, membuat bahan/materi yang memiliki arti atau
kesan spesifik/tertentu, menggunakan mnemonic devices seperti cerita, akronim,
mengaktifkan retrieval cues- rekreasi mental, me-recall peristiwa ketika masih segar
(fresh) kemudian menuliskan sebelum terjadi gangguan (interference), meminimalisir
interference dan melakukan ujian (test) terhadap diri sendiri tentang apa yang mungkin
membuat kita lupa.
Pembentukan memori secara biologi, merupakan hal yang sangat kompleks yang
terutama diperankan oleh sistem saraf yang berpusat di otak. Pusat dari proses mengingat
di otak terletak pada area hippocampus. Secara sederhana, proses pembentukan memori
atau proses terbentuknya ingatan dimulai dari adanya stimuli berupa audio, visual dan
taktil (sentuhan) yang akan ditangkap oleh indra kita. Sebagian dari stimuli tersebut akan
di-encoded dan sebagian tidak. Stimuli atau data yang di-encoded akan disimpan dalam
bentuk short term memory atau immediate memory atau serupa pada RAM komputer.
Selanjuitnya data akan di-encoded untuk kedua kalinya dan kemungkinan diperkaya
dengan pengalaman atau memori yang telah ada sebelumnya atau nilai/kepercayaan yang
telah ada untuk disimpan dalam bentuk long term memory atau setara disimpan dalam
hard disc komputer. Proses pengayaan dengan nilai tertentu tersebut setara dengan
penamaan atau notasi file pada komputer.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori
Faktor-faktor yang mempengaruhi memori antara lain kondisi fisik dan usia.
Kondisi yang sangat berpengaruh dalam mengingat adalah kelelahan, kurang tidur dan
sakit. Seseorang yang dalam kondisi lelah, kurang tidur dan sakit akan mengalami
kesulitan untuk mengingat sesuatu. Hal ini disebabkan karena pada kondisi seperti itu
individu mengalami kemunduran kemampuan metal yang disebabkan oleh gangguan fisik
tadi. Ingatan yang paling kuat terjadi pada masa anak-anak, yaitu pada usia 10-14 tahun.
Orang yang sudah lanjut usia akan mengalami kesulitan jika diminta untuk mengingat
kembali apa yang sudah dipelajari ataupun dialaminya, karenanya gejala yang paling
umum ditemui pada masa ini adalah pikun.

Lupa
Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau memunculkan
kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Tidak berarti apa yang sudah kita
pelajari akan hilang, hanya saja informasi tersebut terlalu lemah untuk ditimbulkan
kembali.
Perkembangan Memori
Kemampuan memori manusia berkembang sejalan dengan pertambahan usia.
Pada bayi yang baru lahir baru dimiliki kemampuan rekognisi, sedangkan kemampuan
recall baru dicapai pada usia satu tahun. Anak-anak yang masih kecil dan bayi memiliki
kapasitas memori, tetapi masih diragukan bahwa memori yang dibentuk dapat dipercaya
atau dapat diakses kembali sebelum berusia dua tahun. Orang dewasa lebih bersandar
pada representasi semantik, sementara anak-anak lebih bersandar pada representasi
berbasis persepsi (yaitu imagery). Dalam hal menggunakan strategi memori seiring
bertambah usia maka strategi memori seseorang semakin meningkat. Anak-anak yang
sudah cukup besar dan orang dewasa lebih cepat mengingat informasi dibandingkan
dengan anak-anak yang masih kecil.
Hubungan Memori dan Belajar
Terdapat hubungan yang berat antara memori dan belajar. Dalam proses belajar
akan melibatkan pengolahan dan penyimpanan informasi. Hasil belajar bisa diketahui
melalui proses pengungkapan kembali apa yang telah diketahui siswa. Jadi, dalam
belajar dibutuhkan pemanfaatan kemampuan memori oleh siswa guna menyerap
informasi yang diterima, menyimpannya dan memunculkannya kembali pada saat
menjawab soal ulangan atau ujian.
Pertemuan ke 7

EMOSI

Emosi adalah suatu kondisi biologi, psikologi dan fisiologi dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi seringkali disamakan dengan perasaan, namun
keduanya dapat dibedakan. Emosi bersifat lebih intens dibanding dengan perasaan,
sehingga perubahan jasmaniah yang ditimbulkan oleh emosi lebih jelas dibandingkan
perasaan. Perasaan menunjukan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup ibarat riak
air atau hembusan angin sepoy-sepoy. Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis
mengandung ciri- ciri sebagai berikut: Pengalaman emosional bersifat pribadi, adanya
perubahan aspek jasmaniah, emosi diekspresikan prilaku dan emosi sebagai motif.

Fungsi Emosi.
Emosi tidak hanya berfungsi untuk survival, atau sekedar untuk mempertahankan
hidup, Akan tetapi emosi juga berfungsi sebagai energizer atau pembangkit energy yang
memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan
messenger atau pembawa pesan.
Jenis dan Pengelompokan Emosi
Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaitu, emosi yang
menyenangkan atau emosi positif, dan emosi yang tidak menyenangkan atau emosi
negative. Emosi yang menyenangkan adalah emosi yang menimbulkan perasaan positif
pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah cinta, sayang, gembira, kagum dan
sebagainya. Sedang emosi yang tidak menyenangkan adalah emosi yang menimbulkan
perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah,benci,
takut dan sebagainya. Manusia mempunyai empat jenis emosi dasar yang telah dibawa
sejak lahir dan akan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan yaitu emosi takut,
marah, sedih dan senang. Semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin
bertambah jumlah/jenis emosi. Ekspresi emosi akan ditampakan dalamperilaku.
Misalnya: Emosi sedih akan diekspresikan dalam bentuk menangis. Perkembangan
emosi ditandai dengan perkembangan ekspresi. Jika ekspresi emosi berkembang maka
akan semakin baik.
Teori-teori Emosi
Walgito mengemukakan tga teori emosi yaitu: Teori sentral, teori periferal dan
teori kepribadian.
1. Teori sentral ,
Menurut teori ini, gajala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami
oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami
perubahan- perubahan dalam kejasmanian. Teori ini dikemukakan oleh Cannon.
2. Teori Periferal
Menurut teori ini, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari
emosi yang dialami oleh individu, tetapi emosi yang dialami oleh individu merupakan
akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Teori ini dikemukakan oleh William James(1842-
1910) dari amerika Serikat, yang bersamaan waktunya juga dikemukan oleh Carl Lange
yang barasal dari Denmark.
3. Teori Kepribadian
Menurut teori ini, emosi merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi tidak
dapat dipisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena
itu maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian masalnya apa yang
dikemukakan oleh J.Linchoten.

Memelihara Emosi yang Konstruktif


Beberapa usaha untuk memelihara emosi-emosi yang konstruktif adalah:
1. Bangkitkan rasa humor
2. Periharalah selalu emosi-emosi yang positif, jauhkanlah emosi negative.
3. Berorientasi kepada kenyataan.
4. Kurangi dan hilangkan emosi yang negative.
Beberapa cara menekan emosi negatif dalam kegiatan belajar mengajar adalah
guru memberikan perhatian kepada siswa. Jangan menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan, mengalihkan emosi negatif siswa menjadi emosi positif.
Emosi marah (emosi negative) sebaiknya dikeluarkan jangan ditahan dengan jalan
marah yang sehat. Beberapa cara marah yang sehat yaitu: marah pada orang yang tepat,
marah pada waktu yang tepat, marah dengan kadar yang tepat (disesuaikan) dan dengan
kesalahan yang tepat.

Pengaruh Emosi pada Belajar


Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Emosi yang positif
dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya
emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama
sekali. Pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif
pada diri pembelajar. Jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat menggunakan
neokorteks untuk tugas-tugas belajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik mencakup penataan ruang kelas dan
penggunaan alat bantu belajar, sedangkan lingkungan psikologis mencakup penggunaan
music untuk meningkatkan hasil belajar.

Kecerdasan Emosi

kecerdasan emosi (emotional intelligence) adalah kemampuan untuk mengenali


perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik, pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi
saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu
kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Meskipun IQ tinggi,
tetapi bila kecerdasan emosi rendah tidak banyak membantu. Banyak orang cerdas dalam
arti terpelajar tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, ternyata bekerja menjadi
bawahan orang yang IQ nya blebih rendah, tetapi unggul dalam kecerdasan emosi.
Kecerdasan umum semata-mata hanya dapat memprediksi kesuksesan hidup
sesorang sebanyak 20 % saja, sedangkan 80 % lainnya adalah apa yang disebut
Emotional Intelligence. Bila tidak ditunjang dengan pengolahan emosi yang sehat,
kecerdasan saja tidak akan menghasilkan seorang yang sukses hidupnya dimasa yang
akan datang . Kecerdasan emosi jelas mempengaruhi kesuksesan hidup tetapi dalam
konteks belajar disekolah kecerdasan intelektual (intelegensi) adalah modal utama dalam
keberhasilan belajar. Kecerdasan emosi perlu ditumbuhkan semenjak anak masih kecil
melalui naskah emosi yang sehat.

Pertemuan ke 8
BERFIKIR
Menurut Khodijah ( 2006:117 ) mengatakan bahwa berpikir adalah sebuah
representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item. Sedangkan menurut Drever dalam
Khodijah (2006:117) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama
yang dimulai dengan adanya masalah. Jadi berpikir adalah satu keatipan pribadi manusia
yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk
menemukan pemahaman / pengertian yang kita kehendaki.
Beberapa pendapat aliran psikologi tentang berfikir, yaitu :
a. Psikologi asosiasi, mengemukakan bahwa berfikir merupakan jalannya atau
bekerjanya tenggapan – tanggapan.

b. Aliran Behaviorisme, berpendapat berfikir bahwa berfikir adalah gerakan –


gerakan reaksi yang dilakukakan oleh urat syaraf dan otot – otot bicara seperti
halnya bila kita mengucapkan ”buah pikiran”.

c. Psikologi Gestalt, berfikir merupakan keaktifan psikis yang absrak, yang


prosesnya tidak dapat kita amati dengan alat indera kita.

Jenis Berpikir
Menurut Floyd L. Ruch, berpikir ada tiga macam yaitu:
1. Berpikir deduktif adalah berpikir dari yang umum menuju yang umum.
2. Berpikir induktif adalah berpikir menarik kesimpulan dari berbagai kejadian
dengan observasi.
3. Berpikir Evaluatif adalah berpikir kritis.
Menurut Khodijah (2006), pikiran sendiri ada dua macam yaitu pikiran sadar dan bawah
sadar. Sedang manusia hanya memanfaatkan 12% kekuatan pikiranya, sementara 88%
ada pada kekuatan bawah sadar, yg semacam "perasaan". Diantara pikiran sadar dan
bawah sadar ada Reticular Activating System (RAS) atau filter, yang untuk membuka,
pintu otak kita mesti berada pada gelombang Alfa. Pikiran bawah sadar (yang 88% tadi)
menyimpan: Memori, Self-image, Personality & Habits (kebiasaan).

Proses Berpikir
Menurut Suryabrata (2004), proses atau jalannya berpikir itu pada pokonya ada
tiga langkah yaitu :
a. Pembentukan pengertian
pengertian dibentuk melalui tiga tingkatan, sebagai berikut :
1. Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis.
2. Membandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama,
mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada.
3. Mengabstrasikan.
b. Pembentukan pendapat
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian
atau lebih. Pendapat dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu
1. Pendapat afirmatif atau positif adalah pendapat yang menyatakan keadaan
sesuatu.
2. Pendapat negatif adalah pendapat yang menidakkan, yang secara tegas
menerangkan tentang adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal.
3. Pendapat modalitas atau kebarangkalian adalah pendapat yang
menerangkan keberangkalian, kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal.
c. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru
berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan adalah
sebagai berikut :
1. Keputusan induktif
Adalah keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju kesatu
pendapat yang umum.
2. Keputusan deduktif
Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, jadi
berlawanan dengan keputusan induktif.
3. Keputusan analogis
Adalah keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau
menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada.

REVIEW
Dalam melakukan proses pembelajaran dikelas maupun membimbing anak-anak
dan siswa guru harus memperhatikan segala aspek psikologi ,perkembangan ,ingatan,
memori dan pola berpikir anak .Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan dan
mengembangkan potensi yang ada pada siswa atau anak agar anak dan siswa mampu
tumbuh dan perkembang sesuai dengan harapan orang tua,guru dan masyarakat
Permasalahan yang ada pada anak hendaknya penyelesaiannya melibatkan komponen
orang tua, guru , masyarakat dan konsuler.
Orang tua,guru dan masyarakat harusnya memahami bahwa hanya kesuksesan
anak itu bukan hanya mampu mendapatkan nilai yang tinggi tetapi juga mampu
mengembangan nilai spritual (kecerdasan spritual) dan kecerdasan emosian yang
terkadang kecerdasan emosian dan spiritual yang mampu membawa kesuksesan terhadap
anak dalam kehidupan di masyarakat.
Dalam belajar haruslah diperhatikan faktor yang mempebaruhi sisiwa dalam
memperoleh dan mengingat pengetahuan . Oleh sebab itu guru haruslah memperhatikan
hal tersebut dalam memlakukan pembelajaran dikelas dengan memperhatikan hal tersebut
pengetahuan yang diberikan oleh guru akan menjadi ingatan yang setia dalam memori
siswa.

Pertemuan ke 1

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI


Banyak pengertian psikologi yang dikemukan para ahli yang masing-masing
menekankan pada susdut pandangan sendiri-sendiri mana yang dianggap penting.
Perbedaan ini mungkin disebabkan metode yang digunakan maupun pendekatan
permasalahannya.
A.Pengertian psikologi Menurut para ahli
1. Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas
psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak
mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi
psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni
berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
2, Crow & Crow

Pschycology is the study of human behavior and human relationship.


(Psikologi ialah tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya,
baik berupa manusia lain (human relationship) maupun bukan manusia: hewan, iklim,
kebudayaan, dan sebagainya
Sartain
Psychology is the scientific study of the behavior of living organism, with especial
attention given to human behavior. (Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku
organisme yang hidup, terutama tingkah laku manusia)
Bruno (1987)
Pengertian Psikologi dibagi dalam tiga bagian, yaitu: Pertama, psikologi adalah studi
(penyelidikan) mengenai “ruh”. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai
“kehidup mental”. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai “tingkah laku”
organisme.

Chaplin (1972) dalam Dictionary of psychology


Psikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan
Ensiklopedia Pendidikan, Poerbakawatja dan Harahap (1981)
Psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala-
gejala dan kegiatan – kegiatan jiwa
Richard Mayer (1981)
Psikologi merupakan analisi mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk
memahami perilaku manusia
James,W. (dlm Harriman,P.L.,1963 ,Handbook of Psychological Terms): “the science of
mental life, both of its phenomena, and of their condition”

Crooks,R.L., Stein,J. , 1988,(dlm Psychology. Science,Behavior and Life) : “the scientific


study of the behavior and mental processes of humans and other animals”.
Wortman,C.,Loftus,E.,Weaver,Ch.,2004 (dlm Psychology. 5th.ed) : “the scientific study
of behavior, both external observable action and internal thought”.

Westen, Drew, 1959 (dalam buku Psychology : mind, brain & culture) : ”The scientific
investigation of mental processes and behavior.

Ruang lingkup psikologi pendidikan menurut Good & Broopy ( 1997 )

1. Psikologi perkembangan

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-
faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia. Psikologi
perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar
perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat
dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk
kepribadian khas dari individu tersebut

2. Psikologi sosial
Bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu :

• studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya :


studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat)
• studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa,
sikap sosial, perilaku meniru dan lain-lain
• studi tentang interaksi kelompok, misalnya kepemimpinan,
komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, dan
persaingan.

3. Psikologi kepribadian

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan erat dengan
psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian adalah hasil dari
perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam
berinteraksi sosial dengan lingkungannya.

4. Psikologi kognitif

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognisi, seperti: Persepsi,
proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa dan emosi.

Wilayah terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat


diterapkan. walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia dengan
spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang ahli psikologi
pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.

1. Psikologi sekolah

Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam
mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk
membentuk mind set anak
2. Psikologi industri dan organisasi

Psikologi industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi


kinerja suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh individu, sedangkan psikologi organisasi
mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan berinteraksi dengan anggota-
anggotanya

3. Psikologi kerekayasaan

Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk
meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin (human error)

4. Psikologi klinis

Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam memahami, mencegah
dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal.

Adapun menurut Sumadi Suryobroto ( 1984 ) juga mengatakan bahwa yang menjadi
ruang lingkup psikologi pendidikan meliputi :

• Pengetahuan tentang psikologi pendidikan : pengertian ruang lingkup, tujuan


mempelajari dan sejarah munculnya psikologi pendidikan
• Pembawaaan
• Lingkungan fisik dan psikologis
• Perkembangan siswa
• Proses – proses tingkah laku
• Hakekat dan ruang lingkup belajar
• Faktor yang mempengaruhi belajar
• Hukum dan teori belajar
• Pengukuran pendidikan
• Aspek praktis pengukuran pendidikan
• Transfer belajar
• Ilmu statistik dasar
• Kesehatan mental
• Pendidikan membentuk watak / kepribadian
• Kurikulum pendidikan sekolah dasar

Kurikulum pendidikan sekolah menengah

Pertemuan ke 2
2. Definisi Perkembangan

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan berkesinambungan dan progresif dalam


organisme, dari lahir sampai mati (Chaplin C.P.,1989:134). Sedangakan Hurlock E.B.
(1978:23) menyatakan bahwa “Perkembangan dapat didefinisikan sebagai deretanm
progresif dari perubahan yang teratur dan koheren “.”Progresif “ menandai bahwa
perubahannya terarah, membimbing mereka maju, dan bukan mundur. “Teratur” dan “
koheren” menunjukan hubungan yang nyata antara perubahan yang terjadi dan telah
mendahului atau mengikutinya.
Ini berarti bahwa perkembangan juga berhubungan dengan proses belajar terutama
mengenai isinya yaitu tentang apa yang akan berkembang berkaitan dengan perbuatan
belajar. Disamping nitu juga bagaimana suatu hal itu dipelajari, apakah melalui
memorisasi (menghafal) atau melalui peniruan dan atau dengan menangkap hubungan-
hubungan, hal-hal ini semuaikut menentukan proses perkermbangan.
Dapat pula dapat dikatakan bahwa perkembangan sebagai suatu proses yang kekal dan
tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi terjadi
berdasarkan proses pertumbuhan, kemasakan, dan belajar.

2. Prinsip-prinsip Perkembangan

Carol Getswicki( 1995) mengemukakan beberapa prinsip dasar perkembangan.


1. Dalam perkembangan terdapat urutan yanng diramalkan pemahaman tentang perilaku
yag seharusnya terjadi berikutnya, akan membantu para praktis untuk mengenal
perkembangan yang khusus dan menantang fase berikutya yang semestinya.
2. Perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan berikutnya.
Suatu perkembangan tidak akan mungkin terjadi berkesinambungan dengan baik bila
anank didorong untuk melampaui atau secara tergesa-gesa menjalani tahap-tahap awal.
Anak harus diberi waktu yang sesuai dengan yang mereks butuhkan sebelum berlanjut
pada tahap berikutnya.

3. Dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal . waktu-waktu yang


menunjukan kesiapan harus dikenai melalui pengamatan yang cermat . proses belajar
akan terjadi dengan sangat mudah pada saat yang optimal. Setiap pengajaran tidak akan
menjadikan proses belajar dengan mudah sebelum mencapai kepuasan.
4. Perkembangan merupakan hasil interaksi faktor-faktor biologis (kematangan) dan
faktor-faktor lingkungan (belajsr). Kematangan merupakan prasyarat munculnya
kesiapan untuk belajar . lingkungan menentukan arah perkembangan.
5. Perkembangan maju berkelanjutan merupakan kesatuan yang saling emosional , sosial
berhubungan , dengan semua aspek-aspek(fisik,kognitif, emosional,sosial) yang saling
mempengaruhi.
atau
1. Perkembangan Melibatkan Perubahan

Tujuan perubahan perkembangan, menurut Maslow adalah “aktualisasi diri” , yaitu upaya
untuk menjadi orang terbaik secara fisik dan mental. Agar merasa bahagia dan puas orang
harus diberi kesempatan untuk memenuhi dorongan tersebut.
2. Perkembangan Awal Lebih Kritis daripada Perkembangan Selanjutnya, Karena dasar
awal sangat dipenaruhi oleh proses belajar dan pengalaman.
3. Perkembangan Merupakan Hasil Proses Kematangan dan Belajar
Berbagaoi bukti menunjukkan, bahwa ciri perkembangan fisik dan mental sebagian
berasal dari proses kematangan intrinsik dan sebagian berasal dari latihan dan usaha
individu.
4. Pola Perkembangan Dapat Diramalkan, walaupun pola yang dapat diramalkan ini
dapat diperlambat atau dipercepat oleh kondisi awal pada masa pralahir dan pasca lahir.
5. Pola Perkembangan Mempunyai Karakteristik yang Dapat Diramalkan
Yang penting di antaranya adalah adanya persamaan pola perkembangan bagi
semuaanak: perkembangan berlangsung dari tanggapan yang umum ke tanggapan yang
spesifik; perkembangan terjadi secara berkesinambung; berbagai bidang berkembang
dengan kecepatan yang berbeda;dan terdapat korelasidalam berkembang.
6. Terdapat Perbedaan Individ Dalam Berkembang, yang sebagian karena pengaruh
bawaan dan sebagian karena kondisi lingkungan. Ini berlaku bagi perkembangan fisik
maupun psikologi.
7. Terdapat periode perkembangan, yang disebut periode pralahir, masas noenatus, masa
bayi, masa kanak-kanak awal, akhir masa kanak-kanak, dan masa puber.
8. Adanpan Harapan Sosial Untuk Setiap Periode Perkembangan. Harapan sosial ini
berbentuk tugas perkembangan yanmg memungkinan para orang tua dan guru
mengetahui pada usia berapa usia anak-anak mampu menguasai berbagai pola perilaku
yang diperlukan bagi penyesuaian yang baik.
9. Setiap Bidang Perkembangan Mengandung Bahaya yang Potensial, baik fisik maupun
psikologi yang dapat mengubah pola perkembangan.
10. Kebahagian Bervariasi pada Berbagai Periode dalam Pola Perkembangan. Tahun
pertama kehidupan biasasnya yang paling bahagia dan masa puber biasanya yang palingn
tidak bahagia.

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN MANUSIA

Masa bayi dan awal masa kanak-kanak

3. Belajar memakan makanan padat


2. Belajar berjalan
3. Belajar berbicara
4. Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
5. Mempelajari perbedaan seks dan tata caranya
6. Mempersiapkan diri untuk membaca
7. Belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani
Akhir masa kanak-kanak
1. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan
umum.
2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang
sedang tumbuh
3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
5. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis,
berhitung
6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari
7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai.
8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga
9. Mencapai kebebasan pribadi

4. Masa Remaja
1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik
pria maupun wanita
2. Mencapai peran sosial pria, dan wanita
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
5. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa
lainnya
6. Mempersiapkan karir ekonomi
7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku-mengembangkan ideologi

Awal Masa Dewasa


1. Mulai bekrja
2. Memilih pasangan
3. Belajar hidup dengan tunangan
4. Mulai membina keluarga
5. Mengasuh anak
6. Mengelola rumah tangga
7. Mengambil tanggung jawab sebagai waga negara
8. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan
Masa Usia Pertengahan
1. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga negara
2. Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang beranggung
jawab dan bahagia
3. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang untuk orang dewasa
4. Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu
5. Menerima dan menyesuaikan diri dengan -perubahan fisiologis terjadi pada tahap ini
6. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier pekerjaan
7. Menyesuaikan diri dengan orangtua yang semakin tua

Masa Tua
1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan menurunnya penghasilan keluarga
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia
5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes

Dengan mengetahui secara garis besar tugas-tugas perkembangan di atas, kita dapat
menyusun program-program pembelajaran non formal untuk membantu mengasah
ketrampilan dan bakat individu sehingga tugas-tugas perkembangannya dapat dikuasai
dan diselesaikan tepat waktu.
Sejak tahap perkembangan masa bayi, individu dapat diberikan pendidikan non formal
sesuai dengan kebutuhannya untuk membantu menguasai tugas-tugas perkembangan.
Penting juga diketahui bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk
menguasai dan menyelesaikannya. Faktor-faktor tersebut:
Faktor Penghalang
1. Tingkat Perkembangan yang mundur
2. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan atau tidak ada
bimbingan untuk dapat menguasainya
3. Tidak ada motivasi
4. Kesehatan yang buruk
5. Cacat tubuh
6. Tingkat keerdasan yang rendah
Faktor yang membantu
1. Tingkat perkembangan yang normal
2. Kesematan-kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas dalam perkembangan dan
bimbingan untuk menguasainya
3. Motivasi
4. Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh
5. Tingkat kecerdasan yang tinggi
6. Kreativitas
Terlepas dari berapa panjang rentang kehidupan seseorang, ukuran kronologis atau usia
adalah kriteria pokok untuk menentukan tahap-tahap perkembangan individu. Pembagian
ukuran kronologis ini:
1. Periode Pranatal; masa sebelum kelahiran
2. Bayi; kelahiran sampai minggu kedua
3. Masa bayi; akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua
4. Awal masa kanak-kanak; dua sampai enam tahun
5. Akhir masa kanak-kanak; enam sampai sepuluh atau dua belas tahun
6. Masa pubertas; sepuluh atau dua belas sampai tiga belas atau empat belas tahun
7. Masa remaja; tiga belas atau empat belas sampai delapan belas tahun
8. Awal masa dewasa; delapan belas sampai empat puluh tahun
9. Usia pertengahan; empat puluh sampai enam puluh tahun
10. Masa tua atau usia lanjut; enam puluh tahun sampai meninggal
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan non formal dapat diberikan
kepada seseorang sepanjang rentang kehidupannya. Banyak yang bisa diberikan kepada
individu untuk membantunya menguasai dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan,
sesuai dengan kebutuhannya pada suatu tahap perkembangan. Misalnya pada akhir masa
kanak-kanak, memberikan ketrampilan dasar untuk mengembangkan peran sosial pria
atau wanita dengan tepat dapat kita lakukan dengan memberikan pelatihan kecerdasan
emosi untuk mengasah rasa empati atau kepekaan sosial.

Soal Pembawaan dan lingkungan merupakan soal yang sangat penting dalam
psikologi dan erathubungannya dengan ilmu mendidik.Bertahun-tahun lamanya para ahli
didik, ahli biologi, ahli psikologi dan lain-lain memikirkan dan berusahamencari jawaban
atas pertanyaan: perkembangan manusia itu kepada pembawaan ataukah
kepadalingkungan? Atau dengan kata lain: dalam perkembangan anak muda hingga
menjadi dewasa faktor-faktoryang menentukan itu, faktor yang dibawa dari keturunan
(pembawaan) ataukah pengaruh-pengaruhlingkungan?
Dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dikemukakaadanya
bebarapa pendapat:

a. Airan Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah
ditentukan oleh faktor-faktoryang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah
terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menetukan hasil
perkembangannya. Menurut Nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-
sifat pembawaan. (Purwanto, M.Ngalim, 1990: 14)
b. Aliran Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat yang beralawanan dengan kaum
nativisme. Meraka berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi
manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau sejak
pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat
didik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut
kehendak lingkungan atau empiris ibi didiknya. Dalam pendidikan, terdapat kaum
empiris ini terkenal dengan nama Optimisme paedagogis. Kaum behavioris pun
sependapat dengan kaum empiris itu. Watson seorang behaviouris (Amerika):
“Berikan saya sejumlah anak-anak yang keadaan badannya dan situasi-situasi
yang saya butuhkan: dari setiap orang anak, entah yang mana, dapat saya jadikan
dokter, seorang padagang, seorang ahli hukum, atau memang jika dikehendaki
seorang pengemis atau seorang pencuri”. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 14)
c. Aliran Konvergensi
Aliran ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William
Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya
menentukan perkembangan manusia. Terdapat dua aliran yang menganut
konvergensi, yaitu aliran konvergensi yang lebih menekankan kepada pengaruh
pembawaan daripada lingkungan, dan yang sebaliknya. (Purwanto, M. Ngalim,
1990: 15)
Perkembangan manusia bukan hasil belaka dari pembawaannya dan
lingkungannya. Manusia tidak hanya diperkembangkan tetapi
memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah mahluk yang dapat dan
sanggup memilih dan menentukan sesuatu yang mengenai dirinya dengan bebas.
Karena itu ia bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya; ia dapat juga
mengambil keputusan yang berlainan daripada apa yang pernah diambilnya.
Proses perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor
pembawaan yang ada pada orang itu dan faktor lingkungannya yang
mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangannya
turut menentukan atau memainkan peranan juga.
Sebagai kesimpulan dapat dikatankan: Jalan perkembangan manusia sedikit
banyak ditentukan oleh pembawaan yang turun-menurun yang oleh aktivitas dan
pemilihan atau penentuan manusia sendiri yang dilakukan dengan bebas di
bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang tertentu berkembang menjadi
sifat-sifat. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 16)
A. HEREDITAS

Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan karakteristik


biologis individu dari pihak kedua orang tua ke anak atau karakteristik biologis individu
yang dibawa sejak lahir yang tidak diturunkan dari pihak kedua orang tua.
a. Keturunan
Kita dapat mengatakan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri pada seorang anak adalah
keturunan, jika sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel
kelamin dari generasi yang lain. Meskipun kita melihat suatu sifat atau ciri-ciri yang
sama antara orang tua dan anaknya, kita belum dapat mengambil kesimpulan bahwa sifat-
sifat atau ciri-ciri pada anak itu merupakan keturunan. Umpamanya: Bapak malas dan
anaknya juga malas, ini belum berarti bahwa kemalasan anak itu adalah keturunan.
Mungkin sifat malas pada anak itu disebabkan karena dengan tiada sadar anak itu
“meniru” dari orang tuanya, jadi mungkin adalah pengaruh lingkungan.
Memang benar bahwa anak-anak kembar yang berasal dari satu telur
menunjukkan persamaan-persamaan yang banyak sekali, baik mengenai sifat-sifat
kejasmanian maupun mengenai kerohaniannya, jadi merupakan sifat-sifat yang
menurun. Tapi dari penyelidikan, ternyata jika anak kembar yang berasal dari satu
telur masing-masing dididik dalam lingkungan yang berlain-lainan akan terlihat
pula perbedaannya. Nyatalah di sini bahwa lingkungan berpengaruh besar pula,
sehingga sulit penentuan bahwa suatu sifat itu keturunan atau bukan.
Sifat ataupun ciri-ciri jasmaniah yang tertentu yang diperoleh karena
keturunan, seperti seorang anak yang berambut pirang atau ikal, bermata lebar
atau sipit, berbada tinggi atau pendek, periang, lincah atau pendiam.
Sifat-sifat kejiwaan lebih sulit ditentukan, apakah diperoleh dari keturunan
atau bukan, hal ini dikarenakan sifat-sifat kejiwaan lebih mudah berubah atau
terpengaruh oleh keadaan-keadaan lingkungan selama perkembangannya.
Banyak para ahli yang berusa menyelidiki sifat-sifat kejiwaan manusia
yang berkenaan dengan keturunan, tetapi sampai sekarang penyelidikan itu masih
belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini dikarenakan faktor-faktor
berikut:
1. Pada manusia tidak dapat dilakukan persilangan (kruising) menurut rencana
tertentu umpamanya persilangan antara dua ras yang sangat berlainan asalnya.
2. Masa perkembangan manusia begitu lama, sehingga mengakibatkan sifat-sifat
yang ada terjadi karena keturunan dapat tersembunyi dengan lamanya,
sebelum sifat-sifat itu muncul pada individu.
3. Adanya jumlah anak manusia yang relatif.
b. Pembawaan

Pembawaan ialah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan


(potensi) yang terdapat pada seorang individu dan yang selama masa perkembangannya
benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan). Misalnya: sejak dilahirkan anak
mempunyai kesanggupan untuk dapat berjalan, potensi berkata-kata, potensi untuk
belajar ilmu pasti, pembawaan untuk bahasa, untuk menggambar, intelegensi yang baik
dan lain-lain.
Potensi-potensi yang bermacam-macam itu tentu saja tidak dapat direalisasikan atau
dapat dinyatakan begitu saja, malainkan harus mengalami perkembangan serta
membutuhkan latihan-latihan. Potensi dapat diketahui dengan memperhatikan prestasi-
prestasi (actual ability), bentuk wataknya dan tingkah laku seorang individu.
Semua yang dibawa oleh si anak sejak dilahirkan dan diterima karena kelahirannnya
adalah pembawaan. Tetapi pembawaan itu tidaklah semuanya diperoleh karena
keturunan. Sebaliknya, semua yang diperoleh karena keutunan adalah dapat dikatakan
pembawaan (pembawaan keturunan. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 24)
Beberapa macam pembawaan:
1. Pembawaan jenis
Tiap-tiap manusia biasa di waktu lahirnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis
manusia. Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya, intelegensinya, inggatannya dan
sebagainya semua itu menunjukkan ciri-ciri yang khas dan berbeda dengan jenis-jenis
mahluk lain.
2. Pembawaan ras
Dalam jenis manusia pada umumnya masih terdapat lagi bermacam-macam perbedaan
yang termasuk pembawaan keturunan, yaitu pembawaan keturunan mengenai ras. Seperti
ras Indo Jerman, ras Mongolia, ras Negro dan lain-lain. Masing-masing ras itu dapat
terlihat perbedaannya satu sama lain.
3. Pembawaan jenis kelamin
Setiap manusia yang normal sejak lahir telah membawa pembawaan jenis kelamin
masing-masing: laki-laki atau perempuan. Pada kedua jenis kelamin itu terdapat pula
perbedaan sikap dan sifatnya terhadap dunia luar.
4. Pembawaan perseorangan
Tiap-tiap orang sendiri-sendiri (individu) memiliki pembawaan yang bersifat individual
(pembawaan perseorangan) yang tipikal. Tiap-tiap individu meskipun bersamaan ras atau
jenis kelaminnya, masing-masing mempybai pembawaan watak, intelegnsi, sifat-sifat dan
sebagainya yang berbeda-beda.
Pembawaan ras, pembawaan jenis, dan pembawaan kelamin sedikit sekali dipengaruhi
oleh lingkungan, akan tetapi pembawaan perorangan dalam pertumbuhannya lebih
ditentukan oleh lingkungan, antara lain ialah:
a. Konstitusi tubuh: termasuk dalamnya: motorik, seperti sikap badan, sikap berjalan, air
muka, gerakan bicara.
b. Cara bekerja alat-alat indera: ada orang yang lebih menyukai beberapa jenis stimulus
tertentu yang mirip dengan kesukaan yang dimiliki oleh ayah atau ibunya.
c. Sifat-sifat ingatan dan kesanggupan belajar.
d. Tipe-tipe perhatian, intelegensi kosien (IQ) serta tipe-tipe intelegensi.
e. Cara-cara berlangsungnya emosi-emosi yang khas: cepat atau lambatnya bereaksi
terhadap sesuatu: dengan keras atau tenang; cara timbulnya perasaan atau pikiran dan
sebagainya (temperamen).
f. Tempo dan ritme perkembangan.

B. LINGKUNGAN

Lingkungan ialah faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-
pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Pengaruh pendidikan dan
pengaruh lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh
lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan
kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-
kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan
yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu bersangkutan. Tidak
demikian halnya dengan pendidikan. Pendidikan dijalankan dengan penuh kesadaran dan
dengan secara sistematis untuk mengembangkan potensi-potensi ataupun bakat-bakat
yang ada pada individu sesuai dengan cita-cita atau tujuan pendidikan. Dengan demikian
pendidikan bersifat aktif, penuh tanggung jawab dan ingin mengarahkan perkembangan
individu ke suatu tujuan tertentu.
Lingkungan secara garis besar dapat dibedakan:
a. Lingkungan fisik, Yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan tanah,
keadaan musim, dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan
memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu. Misalnya: daerah
pegungungan akan memberikan pengaruh yang lain bila dibandingkan dengan
daerah pantai. Daerah yang mempunyai musin dingin akan memberikan pengeruh
yang berbeda dengan daerah yang penuh dengan musim panas.
b. Ligkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan mayarakat, di mana dalam
lingkungan masyarakat ini adanya interaksi individu satu dengan individu lain.
Keadaan masyarakatpun akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan
individu.
Lingkungan sosial dibedakan:
1. Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial di mana terdapat hubungan
yang erat antara anggota satu dengan anggota lain, anggota satu saling kenal
mengenal dengan baik dengan anggota lain. Oleh karena di antara anggota
telah ada hubungan yang erat, maka sudah tentu pengaruh dari lingkungan
sosial ini akan lebih mendalam bila dibandingkan dengan lingkungan sosial
yang hubungannya tidak erat.
2. Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang hubungan anggota
satu dengan anggota lain agak longgar. Pada umumnya anggota satu dengan
anggota lain kurang atau tidak saling kenal mengenal. Karena itu pengaruh
lingkungan sosial sekunder akan kurang mendalam bila dibandingkan dengan
pengaruh lingkungan sosial primer.
Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata tidak hanya berjalan
sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh
terhadap individu, Hubungan antara individu dengan lingkungan terdapat
hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi
individu, tetapi sebaliknya individu juga dapat mempengaruhi lingkungan.
(Walgito, Bimo, 1980: 50)
Sikap individu terhadap lingkungan dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Individu menolak atau menentang lingkungan
Dalam keadaan ini lingkungan tidak sesuai dengan yang ada dalam diri
individu. Dalam keadaan yang tidak sesuai ini individu dapat memberikan
bentuk atau perubahan lingkungan seperti yang dikehendaki oleh individu
yang bersangkutan. Misalnya akibat banjir sebagian jalan terputus. Untuk
mengatasi ini dibuat tanggul untuk melawan pengaruh dari lingkungan,
sehingga orang tidak menerima begitu saja pengaruh lingkungan tetapi orang
menolak atau mengatasi pengaruh lingkungan demikian itu.
b. Individu menerima lingkungan
Dalam hal ini keadaan lingkungan sesuai atau sejalan dengan yang ada
dalam diri manusia. Dengan demikian individu akan menerima lingkungan
itu.
c. Individu bersikap netral
Dalam hal ini individu tidak menerima tetapi tidak menolak. Individu
dalam keadaan status quo terhadap lingkungan.

Pertemuan ke 3
1.B Pengertian belajar menurut beberapa ahli :

1. Menurut james O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka


Cipta; 1999) Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui
latihan atau pengalaman.
2. Winkel, belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.

3. Cronchbach (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar
adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.

4. Howard L. Kingskey (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)
Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau
latihan.

5. Drs. Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
di dalam interaksi dengan lingkungannya.

6. (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999)


Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

7. R. Gagne (Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar; Rineka Cipta; 1999) hal 22.
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan,
kebiasaan dan tingkah laku

8. Herbart (swiss) Belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan
pengalamn yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafaln

9. Robert M. Gagne dalam buku: the conditioning of learning mengemukakan bahwa:


Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time,
and which is not simply ascribable to process a groeth. Belajar adalah perubahan yang
terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya
disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar
dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalm diri dan keduanya saling
berinteraksi.

10. Lester D. Crow and Alice Crow (WWW. Google.com) Belajar adalah acuquisition of
habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya-upaya untuk memperoleh
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap.

11. Ngalim Purwanto (1992) (WWW. Google.com) Belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau
pengalaman.

I.2 CIRI-CIRI BELAJAR

Ciri-ciri belajar adalah sebagai berikut :

1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku bersifat


pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).

2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja melainkan menetap atau dapat disimpan.

3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja melainkan harus dengan usaha. Perubahan
terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.

4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik/ kedewasaan, tidak


karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

Berikut beberapa faktor pendorong mengapa manusia memiliki keinginan untuk belajar:

1. Adanya dorongan rasa ingin tahu

2. Adanya keinginan untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai tuntutan
zaman dan lingkungan sekitarnya.
3. Mengutip dari istilah Abraham Maslow bahwa segala aktivitas manusia didasari atas
kebutuhan yang harus dipenuhi dari kebutuhan biologis sampai aktualisasi diri.

4. Untuk melakukan penyempurnaan dari apa yang telah diketahuinya.

5. Agar mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.

6. Untuk meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan potensi diri.

7. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.

8. Untuk mengisi waktu luang.

I.3 JENIS-JENIS BELAJAR

I.3.A Menurut Robert M. Gagne

Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu
banyak tipre-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe
belajar :

1. Belajar isyarat (signal learning). Menurut Gagne, ternyata tidak semua reaksi sepontan
manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respon.dalam konteks inilah
signal learning terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada
muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.

2. Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap
stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga
terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu
bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh
muridnya. Guru member pertanyaan kemudian murid menjawab.

3. Belajar merantaikan (chaining). Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-
gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu.
Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses
dan tahapan untuk mencapai tujuannya.

4. Belajar asosiasi verbal (verbal Association). Tipe ini merupakan belajar


menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian
dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yaitu Membuat
langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu. Membuat
prosedur dari praktek kayu.

5. Belajar membedakan (discrimination). Tipe belajar ini memberikan reaksi yang


berbeda–beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru
memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa kata-kata atau benda yang
mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam satu bagian
dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada
yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.

6. Belajar konsep (concept learning). Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau


menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep.
(konsep : satuan arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah
prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur praktek uji bahan
sebelum praktek, atau konsep dalam kuliah mekanika teknik.

7. Belajar dalil (rule learning). Tipe ini meruoakan tipe belajar untuk menghasilkan
aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara
konsep biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru
memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan
kewajiban siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi
kesalahannya.

8. Belajar memecahkan masalah (problem solving). Tipe ini merupakan tipe belajar yang
menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk
kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan
kasus atau permasalahan kepada siswa-siswanya untuk memancing otak mereka mencari
jawaban atau penyelesaian dari masalah tersebut.

Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar.
Menurutnya sistematika tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang mempunyai
ciri-ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal tersebut adalah :

1. keterampilan intelektual : kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan


lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka, kata atau gambar.

2. informasi verbal : seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau
suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.

3. strategi kognitif : kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri,


mengingat dan berfikir.

4. keterampilan motorik : seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam


urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan
berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.

5. sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan


dalam bertindak.

I.3.B Menurut Bloom

Benyamin S. Bloom (1956) adalah ahli pendidikan yang terkenal sebagai pencetus
konseptaksonomi belajar. Taksonomi belajar adalah pengelompokkan tujuan berdasarkan
domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga dmain belajar yaitu :

1. Cognitive Domain (Kawasan Kognitif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-
aspek intelektual atau secara logis yang bias diukur dengan pikiran atau nalar. Kawasan
ini tediri dari:
Pengetahuan (Knowledge).
Pemahaman (Comprehension).
Penerapan (Aplication)
Penguraian (Analysis).
Memadukan (Synthesis).
Penilaian (Evaluation).
2. Affective Domain (Kawasan afektif). Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-
aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan
sebagainya. Kawasan ini terdiri dari:
Penerimaan (receiving/attending).
Sambutan (responding).
Penilaian (valuing).
Pengorganisasian (organization).
Karakterisasi (characterization)
3. Psychomotor Domain (Kawasan psikomotorik). Adalah kawasan yang berkaitan
dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari:
Kesiapan (set)
Meniru (imitation)
Membiasakan (habitual)
Adaptasi (adaption)
I.3.C Penggabungan Dari Tiga Ahli (A. De Block, Robert M. Gagne, C. Van
Parreren)

1. Belajar arti kata-kata. Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap
arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan.

2. Belajar Kognitif. Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan
masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui
tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.

3. Belajar Menghafal. Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal
dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah,
sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu
bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.

4. Belajar Teoritis. Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
{pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan
digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah.

5. Belajar Konsep. Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah
objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu
mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu.

6. Belajar Kaidah. Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual
{intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep
atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan
suatu keteraturan.

7. Belajar Berpikir. Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus
dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam
pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan
konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai
berikut:

Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.

Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian


hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai
pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.

Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

Kesadaran akan adanya masalah.

Merumuskan masalah.

Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.

Menguji hipotesis-hipotesis itu.

Menerima hipotesis yang benar.

1.3.D Menurut UNESCO

UNESCO telah mengeluarkan kategori jenis belajar yang dikenal sebagai empat pilar
dalam kegiatan belajar ( A. Suhaenah Suparno, 2000 ) :

1. Learning to know. Pada Learning to know ini terkandung makna bagaimana belajar,
dalam hal ini ada tiga aspek : apa yang dipelajari, bagaimana caranya dan siapa yang
belajar.

2. Learning to do. Hal ini dikaitkan dengan dunia kerja, membantu seseorang mampu
mempersiapkan diri untuk bekerja atau mencari nafkah. Jadi dalam hal ini menekankan
perkembangan ketrampilan untuk yang berhubungan dengan dunia kerja.

3. Learning to live together. Belajar ini ditekankan seseorang/pihak yang belajar mampu
hidup bersama, dengan memahami orang lain, sejarahnya, budayanya, dan mampu
berinteraksi dengan orang lain secara harmonis.

4. Learning to be. Belajar ini ditekankan pada pengembangan potensi insani secara
maksimal. Setiap individu didorong untuk berkembang dan mengaktualisasikan diri.
Dengan learning to be seseorang akan mengenal jati diri, memahami kemampuan dan
kelemahanya dengan kompetensi-kompetensinya akan membangun pribadi secara utuh.

I.4 PENGERTIAN PEMBELAJARAN

Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar,
mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau
tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi
segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.

1.4.A Pengertian pembelajaran menurut kamus bahasa Indonesia :

Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

1.4.B Pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :

1. Duffy dan Roehler (1989). Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan
dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan
kurikulum.

2. Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

I.5 CIRI-CIRI PEMBELAJARAN

Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :

1. merupakan upaya sadar dan disengaja

2. pembelajaran harus membuat siswa belajar

3. tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan


4. pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya

1.6 PEMBELAJARAN, PENGAJARAN, PEMELAJAR, DAN PEMBELAJAR

Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses


belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadia-kejadian ekstrim yang berperan terhadap
rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel,1991)

Pengajaran adalah proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan perihal mengajar,
segala sesuatu mengenai mengajar, peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang
dialami atau dilihatnya). (Dariyanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia, 1997). Pengajaran
adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa.
Pengajaran juga diartikan sebagi interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung
sebagai suatu proses yang saling mempengaruhi antara guru dan siswa.

Pemelajar adalah orang yang melakukan pengajaran.

Pembelajar adalah orang yang melakukan pembelajaran.

Perbedaan antara pengajaran dan pembelajaran:

NO Pengajaran Pembelajaran

1 Dilaksanakan oleh mereka yangDilaksanakan oleh mereka yang dapat


berprofesi sebagai pengajar membuat orang belajar

2 Tujuannya menyampaikan informasiTujuannya agar terjadi belajar pada diri


kepada si belajar siswa

3 Merupakan salah satu penerapanMerupakan cara untuk mengembangkan


strategi pembelajaran rencana yang terorganisasi untuk
keperluan belajar.

4 Kegiatan belajar berlangsung bilaKegiatan belajar dapat berlangsung


ada guru atau pengajar dengan atau tanpa hadirnya guru
1.7 PRINSIP PEMBELAJARAN MENURUT GAGNE DAN ATWI SUPARMAN

Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan


mengadaptasi pemikiran Fillbeck (1974), sebagai berikut :

1. Respon-respon baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respon yang
terjadi sebelumnya.

2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah
pengaruh kondisi atau tanda-tanda dilingkungan siswa.

3. Perilaku yang timbul oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang
frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.

4. Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang terbatas akan


ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.

5. Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar


sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.

6. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi


perhatian dan ketekunan siswa selama proses siswa belajar.

7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan
balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.

8. Kebutuhan memecah materi kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat


dikurangi dengan mewujudkan dalam suatu model.

9. Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang


lebih sederhana.
10. Belajar akan lebih cepat, efisien, dan menyenangkan bila siswa diberi
informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.

11. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju
dengan cepat ada yang lebih lambat.

12. Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan


mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik
bagi dirinya untuk membuat respon yang benar.

Dalam buku Condition of Learning, Gagne (1997) mengemukakan sembilan


prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai
berikut:

1. Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa


dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi, atau kompleks.

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) :


memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai
mengikuti pelajaran.

3. Mengingatkan konsep/prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior


learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari
yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.

4. Menyampaikan materi pelajaran (presenting the stimulus) : menyampaikan


materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.

5. Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan


pertanyaan-pertanyaan yamng membimbing proses/alur berpikir siswa agar
memiliki pemahaman yang lebih baik.
6. memperoleh kinerja/penampilan siswa (eliciting performance) ; siswa diminta
untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap
materi.

7. memberikan balikan (providing feedback) : memberitahu seberapa jauh


ketepatan performance siswa.

8. Menilai hasil belajar (assessing performance) :memberiytahukan tes/tugas


untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.

9. Memperkuat retensi dan transfer belajar (enhancing retention and transfer):


merangsang kamampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan
memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktekkan apa yang
telah dipelajari.

FAKTOR YANG MEPENGARUHI BELAJAR


Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor tersebut saling
memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

A, factor internal

Factor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis
dan factor psikologiss.

1. Factor fisiologis

Factor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi


fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.

Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya,
kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar
yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi
proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.

Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :

a. menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang


masuk kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan
mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak
ada gairah untuk belajar,
b. rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat;
c. istirahat yang cukup dan sehat.

Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran


fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca
indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar
dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk bagi segala informasi
yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia
luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan
telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan
baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan
sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan
telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.

2. Factor psikologis

Factor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi
proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah
kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

– kecerdasan /intelegensia siswa


Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan
rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan
dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-
organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan
organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ
pengendali tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar
siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang
individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu
mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain,
seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting
dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang
kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat
memahami tingakat kecerdasannya.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan
tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill
sebagai berikut ((Fudyartanto 2002).
Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
Tingkat kecerdasan (IQ) Klasifikasi

140 – 169 Amat superior

120 – 139 Superior

110 – 119 Rata-rata tinggi

90 – 109 Rata-rata

80 – 89 Rata-rata rendah

70 – 79 Batas lemah mental

20 — 69 Lemah mental
Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia,
yaitu:

A. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140


—IQ 169;
B. Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
C. Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
D. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;
E. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
F. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ
79;
G. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—
IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.

Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru
atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf
kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi
kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik
akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada
siswa.

Pertemuan ke 4

- Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi
mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan
arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi
ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu
dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi
intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsic
untuk belajar anatara lain adalah:

a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju;
c. Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari
orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan
lain sebaginya.
d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain.

Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan
guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif
akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat

Secara sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang


tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat
bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap
berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi,
dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan
motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat
atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang
guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap
materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin
dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang
membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar
siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi
guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam
hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai
dengan minatnya.

- Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses


belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang,
peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada
performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi
munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi
guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya;
berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan
tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan
baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan
tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat
bagi ddiri siswa.
- Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan
dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan
seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang.
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu
akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan
sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung
upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih
mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya,
siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang
lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para
pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh
anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan,
dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

b. Factor-faktor eksogen/eksternal

Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga


dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa
faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan social

a. Lingkungan social sekolah, seperti ggggggguru, administrasi, dan


teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa.
Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa
untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat
menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong
bagi siswa untuk belajar.
b. Lingkungan social massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat
tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang
kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi
aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan
teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
belum dimilkinya.
c. Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi
kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi
keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota
keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu
siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2) Lingkungan non social.

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;


a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak
dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,
suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan
factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila
kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan
terlambat.
b. Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua
macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas
belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain
sebagainya.
c. Factor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode
mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu,
agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr
siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode
mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.

TEORI-TEORI BELAJAR

A. Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu
dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-


hukum belajar, diantaranya

Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,
maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi
antara Stimulus- Respons.
• Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit),
dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
• Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-
hukum belajar, diantaranya :

• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika


dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi
sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika
refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan
kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

• Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
• Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi
yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu
sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama
dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh
perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan
perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar


behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard
dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi
empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan
(4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi
pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005)
menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material
into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their
senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or
concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

6. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
7. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
8. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
9. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
10. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri
individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi
dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi;
(7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan
Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

7. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap
bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar
belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan
sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat
samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
8. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.
9. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan
dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
10. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang
berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau
bentuk tertentu.
11. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan;
dan
12. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu
pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

5. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku


“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot
atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam
keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain
sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai
makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
6. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah
lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada
sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah
sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan
suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
7. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa.
Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces,
gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan
awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
8. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu
proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses
pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran
terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

6. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting


dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki
kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam
suatu obyek atau peristiwa.
7. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur
yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang
dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya
dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal
yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis
dengan proses kehidupannya.
8. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran
akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya.
Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
9. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik.
10. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar
terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam
situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain
dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan
prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila
peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah
dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik
untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Pertemuan ke 5

Intelegensi dan IQ

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara


terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara


terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan
mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu,
inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari
berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional
itu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah

Faktor bawaan atau keturunan

Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar
0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar
0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 -
0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu
angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ
mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling
kenal

Faktor lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata
lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi
tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi
yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional
dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting

Inteligensi dan IQ

Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini
mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di
depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang
diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan
sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental


Age) dengan umur kronologik (Chronological Age)

Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam


tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada
pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1.
Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi
kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi
perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan

Pengukuran Inteligensi

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal
Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-
siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu
dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911 Tahun 1916,
Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes
Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang
menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan
chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini
sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William
Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet
ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu
umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa
inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga
terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor
Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah
WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler
Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih
spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat. Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum
individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang
umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-
kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang
memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah
melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes
inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka
bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau
aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang
tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah
Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test
adalah Tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE).
Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah
Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.

Inteligensi dan Kreativitas


Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga
merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara
kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau
ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan
inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal
itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula.
Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula.
Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih
tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat
kreativitas.

Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan
bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan
untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan.
Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat
konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang
logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan
tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen
walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai
oleh ilmu pengetahuan.
Left and Right Brain Functions

Although the cerebrum is symmetrical in structure, with two lobes emerging from the
brain stem and matching motor and sensory areas in each, certain intellectual functions
are restricted to one hemisphere. A person’s dominant hemisphere is usually occupied
with language and logical operations, while the other hemisphere controls emotion and
artistic and spatial skills. In nearly all right-handed and many left-handed people, the left
hemisphere is dominant.
© Microsoft Corporation. All Rights Reserved.

Microsoft ® Encarta ® 2006. © 1993-2005 Microsoft Corporation. All rights reserved.


Fungsi Otak kanan dan kiri

Walaupun keliatannya simetris secara struktur, tapi keduanya mempunyai fugsi


yang berbeda, bila Otak kiri bertanggung jawab terhadap proses berfikir logis, berdasar
realitas, mampu melakukan penafsiran secara abstrak, dan simbolis, cara berfikirnya
sesuai untuk tugas tugas verbal, menulis, membaca, menempatkan detail, fakta.
Sedangkan cara berfkir otak kanan lebih bersifat acak, tidak teratus,intuitif, holistik,
bersifat non verbal, kearah perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan
perasaan (merasakan kehadiran suatu benda atau orang), pengenalan bentuk, pola, musik,
kepekaan warna, kreativitas, visualisasi. (Bobbi De Potter,1999, 37 – 38)
Kedua belahan otak penting artinya , orang yang memanfaatkan kedua belah otak
ini cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupannya, Belajar dapat dengan mudah
bagi mereka karena mereka mempunyai pilihan untuk menggunakan bagian otak yang
diperlukan dalam setiap pekerjaan yang mereka hadapi. Emosi yang positif akan
mendorong kearah kekuatan otak kearah yang lebih berhasil (Bobbi De Potter, 1999,
38)Kedua belahan otak penting artinya , orang yang memanfaatkan kedua belah otak ini
cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupannya, Belajar dapat dengan mudah bagi
mereka karena mereka mempunyai pilihan untuk menggunakan bagian otak yang
diperlukan dalam setiap pekerjaan yang mereka hadapi. Emosi yang positif akan
mendorong kearah kekuatan otak kearah yang lebih berhasil (Bobbi De Potter, 1999, 38)

Pertemuan ke 6
MEMORI

Memori adalah kemampuan jiwa untukmemasukan (learning), menyimpan


(retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Dengan
adanya kemampuan untuk mengingat, manusia mampumenyimpan dan menimbulkan
kembali apa yang telah pernah dialaminya.
Memori mempunyai tiga fungsi/proses, yaitu: memberi kode/sandi, menyimpan
dan menimbulkan kembali. Pada proses penyimpanan, informasi yang telah diberi kode
tersebut diletakkan dalam struktur memori. Pada proses penimbulan kembali informasi
yang tersimpan berusaha diakses kembali pada saat dibutuhkan. Proses memunculkan
kembali memori (record) yang tersimpan dalam memori permanent meliputi tiga cara,
yaitu: recall, recognition dan rekonstruksi inferensial.
Sistem memori manusia tersusun dari tiga komponen storage (penyimpanan).
Informasi (yaitu stimulus dari lingkungan) terlebih dahulu melalui sensory storage, lalu
melawati short-term memory dan pada akhirnya berakhir dalam long term memory.
Stimuli beragam yang akan mengaktifkan seorang pembelajar dalam memproses
suatu memori dapat berupa data atau elemen psikologi, persepsi, fisiologi, lingkungan,
emosi dan sosial. Dengan bimbingan seorang guru maka seorang pembelajar atau pelajar
akan mampu menyimpan memori yang di-encoded dengan baik. Memori yang disimpan
dalam encoding yang baik akan lebih mudah diakses kembali dan lebih mudah digunakan
untuk membuat suatu konsep atau memecahkan suatu masalah.
Peningkatan memori dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya:
Mempelajari sesuatu berulang-ulang, menyediakan waktu lebih banyak untuk rehearsing
atau mengulang encoding data tertentu, membuat bahan/materi yang memiliki arti atau
kesan spesifik/tertentu, menggunakan mnemonic devices seperti cerita, akronim,
mengaktifkan retrieval cues- rekreasi mental, me-recall peristiwa ketika masih segar
(fresh) kemudian menuliskan sebelum terjadi gangguan (interference), meminimalisir
interference dan melakukan ujian (test) terhadap diri sendiri tentang apa yang mungkin
membuat kita lupa.
Pembentukan memori secara biologi, merupakan hal yang sangat kompleks yang
terutama diperankan oleh sistem saraf yang berpusat di otak. Pusat dari proses mengingat
di otak terletak pada area hippocampus. Secara sederhana, proses pembentukan memori
atau proses terbentuknya ingatan dimulai dari adanya stimuli berupa audio, visual dan
taktil (sentuhan) yang akan ditangkap oleh indra kita. Sebagian dari stimuli tersebut akan
di-encoded dan sebagian tidak. Stimuli atau data yang di-encoded akan disimpan dalam
bentuk short term memory atau immediate memory atau serupa pada RAM komputer.
Selanjuitnya data akan di-encoded untuk kedua kalinya dan kemungkinan diperkaya
dengan pengalaman atau memori yang telah ada sebelumnya atau nilai/kepercayaan yang
telah ada untuk disimpan dalam bentuk long term memory atau setara disimpan dalam
hard disc komputer. Proses pengayaan dengan nilai tertentu tersebut setara dengan
penamaan atau notasi file pada komputer.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori
Faktor-faktor yang mempengaruhi memori antara lain kondisi fisik dan usia.
Kondisi yang sangat berpengaruh dalam mengingat adalah kelelahan, kurang tidur dan
sakit. Seseorang yang dalam kondisi lelah, kurang tidur dan sakit akan mengalami
kesulitan untuk mengingat sesuatu. Hal ini disebabkan karena pada kondisi seperti itu
individu mengalami kemunduran kemampuan metal yang disebabkan oleh gangguan fisik
tadi. Ingatan yang paling kuat terjadi pada masa anak-anak, yaitu pada usia 10-14 tahun.
Orang yang sudah lanjut usia akan mengalami kesulitan jika diminta untuk mengingat
kembali apa yang sudah dipelajari ataupun dialaminya, karenanya gejala yang paling
umum ditemui pada masa ini adalah pikun.

Lupa
Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau memunculkan
kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Tidak berarti apa yang sudah kita
pelajari akan hilang, hanya saja informasi tersebut terlalu lemah untuk ditimbulkan
kembali.
Perkembangan Memori
Kemampuan memori manusia berkembang sejalan dengan pertambahan usia.
Pada bayi yang baru lahir baru dimiliki kemampuan rekognisi, sedangkan kemampuan
recall baru dicapai pada usia satu tahun. Anak-anak yang masih kecil dan bayi memiliki
kapasitas memori, tetapi masih diragukan bahwa memori yang dibentuk dapat dipercaya
atau dapat diakses kembali sebelum berusia dua tahun. Orang dewasa lebih bersandar
pada representasi semantik, sementara anak-anak lebih bersandar pada representasi
berbasis persepsi (yaitu imagery). Dalam hal menggunakan strategi memori seiring
bertambah usia maka strategi memori seseorang semakin meningkat. Anak-anak yang
sudah cukup besar dan orang dewasa lebih cepat mengingat informasi dibandingkan
dengan anak-anak yang masih kecil.
Hubungan Memori dan Belajar
Terdapat hubungan yang berat antara memori dan belajar. Dalam proses belajar
akan melibatkan pengolahan dan penyimpanan informasi. Hasil belajar bisa diketahui
melalui proses pengungkapan kembali apa yang telah diketahui siswa. Jadi, dalam
belajar dibutuhkan pemanfaatan kemampuan memori oleh siswa guna menyerap
informasi yang diterima, menyimpannya dan memunculkannya kembali pada saat
menjawab soal ulangan atau ujian.

Pertemuan ke 7

EMOSI
Emosi adalah suatu kondisi biologi, psikologi dan fisiologi dan serangkaian
kecenderungan untuk bertindak. Emosi seringkali disamakan dengan perasaan, namun
keduanya dapat dibedakan. Emosi bersifat lebih intens dibanding dengan perasaan,
sehingga perubahan jasmaniah yang ditimbulkan oleh emosi lebih jelas dibandingkan
perasaan. Perasaan menunjukan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup ibarat riak
air atau hembusan angin sepoy-sepoy. Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis
mengandung ciri- ciri sebagai berikut: Pengalaman emosional bersifat pribadi, adanya
perubahan aspek jasmaniah, emosi diekspresikan prilaku dan emosi sebagai motif.

Fungsi Emosi.
Emosi tidak hanya berfungsi untuk survival, atau sekedar untuk mempertahankan
hidup, Akan tetapi emosi juga berfungsi sebagai energizer atau pembangkit energy yang
memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan
messenger atau pembawa pesan.
Jenis dan Pengelompokan Emosi
Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaitu, emosi yang
menyenangkan atau emosi positif, dan emosi yang tidak menyenangkan atau emosi
negative. Emosi yang menyenangkan adalah emosi yang menimbulkan perasaan positif
pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah cinta, sayang, gembira, kagum dan
sebagainya. Sedang emosi yang tidak menyenangkan adalah emosi yang menimbulkan
perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah,benci,
takut dan sebagainya. Manusia mempunyai empat jenis emosi dasar yang telah dibawa
sejak lahir dan akan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan yaitu emosi takut,
marah, sedih dan senang. Semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin
bertambah jumlah/jenis emosi. Ekspresi emosi akan ditampakan dalamperilaku.
Misalnya: Emosi sedih akan diekspresikan dalam bentuk menangis. Perkembangan
emosi ditandai dengan perkembangan ekspresi. Jika ekspresi emosi berkembang maka
akan semakin baik.
Teori-teori Emosi
Walgito mengemukakan tga teori emosi yaitu: Teori sentral, teori periferal dan
teori kepribadian.
1. Teori sentral ,
Menurut teori ini, gajala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami
oleh individu; jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami
perubahan- perubahan dalam kejasmanian. Teori ini dikemukakan oleh Cannon.
2. Teori Periferal
Menurut teori ini, gejala-gejala kejasmanian bukanlah merupakan akibat dari
emosi yang dialami oleh individu, tetapi emosi yang dialami oleh individu merupakan
akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Teori ini dikemukakan oleh William James(1842-
1910) dari amerika Serikat, yang bersamaan waktunya juga dikemukan oleh Carl Lange
yang barasal dari Denmark.
3. Teori Kepribadian
Menurut teori ini, emosi merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi tidak
dapat dipisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena
itu maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian masalnya apa yang
dikemukakan oleh J.Linchoten.

Memelihara Emosi yang Konstruktif


Beberapa usaha untuk memelihara emosi-emosi yang konstruktif adalah:
5. Bangkitkan rasa humor
6. Periharalah selalu emosi-emosi yang positif, jauhkanlah emosi negative.
7. Berorientasi kepada kenyataan.
8. Kurangi dan hilangkan emosi yang negative.
Beberapa cara menekan emosi negatif dalam kegiatan belajar mengajar adalah
guru memberikan perhatian kepada siswa. Jangan menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan, mengalihkan emosi negatif siswa menjadi emosi positif.
Emosi marah (emosi negative) sebaiknya dikeluarkan jangan ditahan dengan jalan
marah yang sehat. Beberapa cara marah yang sehat yaitu: marah pada orang yang tepat,
marah pada waktu yang tepat, marah dengan kadar yang tepat (disesuaikan) dan dengan
kesalahan yang tepat.

Pengaruh Emosi pada Belajar


Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Emosi yang positif
dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya
emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama
sekali. Pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif
pada diri pembelajar. Jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat menggunakan
neokorteks untuk tugas-tugas belajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan
fisik dan lingkungan psikologis. Lingkungan fisik mencakup penataan ruang kelas dan
penggunaan alat bantu belajar, sedangkan lingkungan psikologis mencakup penggunaan
music untuk meningkatkan hasil belajar.

Kecerdasan Emosi

kecerdasan emosi (emotional intelligence) adalah kemampuan untuk mengenali


perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik, pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda tetapi
saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu
kemampuan-kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Meskipun IQ tinggi,
tetapi bila kecerdasan emosi rendah tidak banyak membantu. Banyak orang cerdas dalam
arti terpelajar tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, ternyata bekerja menjadi
bawahan orang yang IQ nya blebih rendah, tetapi unggul dalam kecerdasan emosi.
Kecerdasan umum semata-mata hanya dapat memprediksi kesuksesan hidup
sesorang sebanyak 20 % saja, sedangkan 80 % lainnya adalah apa yang disebut
Emotional Intelligence. Bila tidak ditunjang dengan pengolahan emosi yang sehat,
kecerdasan saja tidak akan menghasilkan seorang yang sukses hidupnya dimasa yang
akan datang . Kecerdasan emosi jelas mempengaruhi kesuksesan hidup tetapi dalam
konteks belajar disekolah kecerdasan intelektual (intelegensi) adalah modal utama dalam
keberhasilan belajar. Kecerdasan emosi perlu ditumbuhkan semenjak anak masih kecil
melalui naskah emosi yang sehat.
Pertemuan ke 8
BERFIKIR
Menurut Khodijah ( 2006:117 ) mengatakan bahwa berpikir adalah sebuah
representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item. Sedangkan menurut Drever dalam
Khodijah (2006:117) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama
yang dimulai dengan adanya masalah. Jadi berpikir adalah satu keatipan pribadi manusia
yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk
menemukan pemahaman / pengertian yang kita kehendaki.
Beberapa pendapat aliran psikologi tentang berfikir, yaitu :
d. Psikologi asosiasi, mengemukakan bahwa berfikir merupakan jalannya atau
bekerjanya tenggapan – tanggapan.

e. Aliran Behaviorisme, berpendapat berfikir bahwa berfikir adalah gerakan –


gerakan reaksi yang dilakukakan oleh urat syaraf dan otot – otot bicara seperti
halnya bila kita mengucapkan ”buah pikiran”.

f. Psikologi Gestalt, berfikir merupakan keaktifan psikis yang absrak, yang


prosesnya tidak dapat kita amati dengan alat indera kita.

Jenis Berpikir
Menurut Floyd L. Ruch, berpikir ada tiga macam yaitu:
4. Berpikir deduktif adalah berpikir dari yang umum menuju yang umum.
5. Berpikir induktif adalah berpikir menarik kesimpulan dari berbagai kejadian
dengan observasi.
6. Berpikir Evaluatif adalah berpikir kritis.
Menurut Khodijah (2006), pikiran sendiri ada dua macam yaitu pikiran sadar dan bawah
sadar. Sedang manusia hanya memanfaatkan 12% kekuatan pikiranya, sementara 88%
ada pada kekuatan bawah sadar, yg semacam "perasaan". Diantara pikiran sadar dan
bawah sadar ada Reticular Activating System (RAS) atau filter, yang untuk membuka,
pintu otak kita mesti berada pada gelombang Alfa. Pikiran bawah sadar (yang 88% tadi)
menyimpan: Memori, Self-image, Personality & Habits (kebiasaan).
Proses Berpikir
Menurut Suryabrata (2004), proses atau jalannya berpikir itu pada pokonya ada
tiga langkah yaitu :
b. Pembentukan pengertian
pengertian dibentuk melalui tiga tingkatan, sebagai berikut :
1. Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis.
2. Membandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri mana yang sama,
mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada.
3. Mengabstrasikan.
b. Pembentukan pendapat
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian
atau lebih. Pendapat dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu
4. Pendapat afirmatif atau positif adalah pendapat yang menyatakan keadaan
sesuatu.
5. Pendapat negatif adalah pendapat yang menidakkan, yang secara tegas
menerangkan tentang adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal.
6. Pendapat modalitas atau kebarangkalian adalah pendapat yang
menerangkan keberangkalian, kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal.
c. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru
berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan adalah
sebagai berikut :
4. Keputusan induktif
Adalah keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju kesatu
pendapat yang umum.
5. Keputusan deduktif
Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus, jadi
berlawanan dengan keputusan induktif.
6. Keputusan analogis
Adalah keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau
menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada.
REVIEW
Dalam melakukan proses pembelajaran dikelas maupun membimbing anak-anak
dan siswa guru harus memperhatikan segala aspek psikologi ,perkembangan ,ingatan,
memori dan pola berpikir anak .Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan dan
mengembangkan potensi yang ada pada siswa atau anak agar anak dan siswa mampu
tumbuh dan perkembang sesuai dengan harapan orang tua,guru dan masyarakat
Permasalahan yang ada pada anak hendaknya penyelesaiannya melibatkan komponen
orang tua, guru , masyarakat dan konsuler.
Orang tua,guru dan masyarakat harusnya memahami bahwa hanya kesuksesan
anak itu bukan hanya mampu mendapatkan nilai yang tinggi tetapi juga mampu
mengembangan nilai spritual (kecerdasan spritual) dan kecerdasan emosian yang
terkadang kecerdasan emosian dan spiritual yang mampu membawa kesuksesan terhadap
anak dalam kehidupan di masyarakat.
Dalam belajar haruslah diperhatikan faktor yang mempebaruhi sisiwa dalam
memperoleh dan mengingat pengetahuan . Oleh sebab itu guru haruslah memperhatikan
hal tersebut dalam memlakukan pembelajaran dikelas dengan memperhatikan hal tersebut
pengetahuan yang diberikan oleh guru akan menjadi ingatan yang setia dalam memori
siswa.

You might also like