Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon.
Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya
sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah
penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin
kemana-mana. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah
yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta
berkembangbiak di paru-paru.
Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan
penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat
menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit
ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan
adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat
badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.
Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya
adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar
tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan
dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan
perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para
pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan
tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif
diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari
pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan
sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh
TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan
wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular
penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.
II. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah memberikan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan TB
paru.
B. Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui Definisi dan Etiologi TB paru
o Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi saluran pernapasan
o Untuk mengetahui Patofisiologi
o Untuk mengetahui Penegakan Diagnosa TB paru
o Untuk mengetahui Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir
o Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita TB paru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah karena sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon, sedangkan batuk darah (hemoptisis) adalah salah satu manifestasi
yang diakibatkannya. Darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran
pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan
berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas, sehingga penutupan luka
dengan cepat terjadi.
II. Etiologi
System pernafasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, sampai dengan
alveoli dan paru-paru. (lihat gambar anatomi saluran pernafasan dibawah ini)
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama, mempunyai dua lubang/cavum
nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran
yang masuk dalam lubang hidung. Hidung dapat menghangatkan udara pernafasan
oleh mukosa.
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan,
faring terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar
dengan koana yaitu nasofaring, bagian tengah dengan istimus fausium disebut
orofaring, dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring.
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11
cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan
mukosa. trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan
kiri, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus
yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung-ujungnya terdapat gelembung paru
atau gelembung alveoli.
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung. Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-
paru kiri dua lobus. Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap
ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri
bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang
berasal dari atrium kiri. Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai
5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah
udara pasang surut. sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat
di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru
dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter.
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung
karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya
perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut
terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan
pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada
sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada
ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga
dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang
bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran
pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan
membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan
gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli
dan darah.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke
paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang
bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak
97% dan sisa 3% yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.
IV. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit.
Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan
droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan
dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak
dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin
kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang
kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta
berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul
yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau
pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan
menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ
tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di
inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang
mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas
lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya
leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut.
Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang
dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru
yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil
dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip
dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea
dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah
masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh
terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.
1. Anamnesis
Keluhan-keluhan seseorang penderita TB sangat bervariasi, mulai dari sama sekali
tidak ada keluhan sampai dengan adanya keluhan-keluhan yang serba lengkap. Pada
umumnya, keluhan-keluhan ini dapat di bagi menjadi :
• Keluhan umum
Malaise, anorexia, mengurus, cepat lelah.
• Keluhan karena infeksi kronik
Panas badan yang tak tinggi (subfebril) dan keringat malam (agar lebih tepat lebih baik
deisebut berkeringat pada waktu subuh, pada jam-jam 02.30 – 05.00, yaitu saat orang
sehat tak akan berkeringat). Khusus tentang keluhan keringat malam, walaupun di
semua textbook hal ini disebut, untuk Indonesia perlu diperhatikan bahwa keluhan ini
baru ada nilai diagnostik, bila pada saat yang sama orang normal pada lingkungan yang
sama tidak mengalaminya. Dengan lain perkataan, kalau penderita tinggal di
rumah/kamar yang sempit dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat, apalagi kalau
ada beberapa orang lain yang tidur di kamar tersebut, pastilah setiap malam semua
penghuni kamar itu akan berkeringat. Sebaliknya, kalau penderita tinggal di
rumah/kamar dengan ventilasi cukup, apalagi kalau kamar itu dilengkapi AC, tetapi
tetap saja berkeringat malam hari, barulah keluhan ini mempunyai nilai diagnostik yang
berarti.
• Keluhan karena ada proses patologik di paru dan/atau pleura
Batuk dengan atau tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada.
Keluhan-keluhan ini dapat berdiri sendiri ataupun didapatkan bersama-sama. Makin
banyak keluhan-keluhan ini didapatkan, makin besar kemungkinan TB.
Departemen Kesehatan dalam pemberantasan TB di Indonesia menentukan anamnesis
‘resmi’ lima keluhan utama, yaitu batuk-batuk lama (lebih dari 2 minggu), batuk darah,
sesak, panas badan, dan nyeri dada. Mengingat bahwa TB adalah penyakit menahun,
keluhan-keluhan ini akan sudah dirasakan selama beberapa waktu dengan
kecendrungan progresif walau agak lambat. Secara khusus, barangkali ada baiknya
meninjau sedikit dalam keluhan-keluhan yang berasal dari paru-paru yang sakit.
Batuk-batuk pada TB dapat kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih
sedikit, tapi biasanya tak lama kemudian sudah menjadi produktif. Batuk adalah refleks
paru untuk mengeluarkan sekret-sekret dan produk-produk proses destruksi paru.
Berhubung saat ini begitu banyak obat-obat batuk bebas dengan dextro-metorphan HBr
atau derivat codein, mungkin keluhan-keluhan ini tak begitu ditonjolkan penderita,
apalagi kalau penderita tersebut merokok, sehingga batuknya dianggap sebagai batuk
biasa para perokok. (Khususnya, kalau proses TB hanya menyerang mukosa bronkus
saja secara terbatas, y.i. endobronkitis TB, tak jarang batuknya tetap batuk kering saja).
Berbeda sekali dengan batuk darah. Sejak dahulu batuk darah dianggap identik dengan
penyakit paru yang memaksa penderita datang ke dokter/mantri/dukun untuk berobat.
Darah yang dibatukkan keluar sangat bervariasi, dapat berupa coretan merah
(‘bloodstreep/bloodstreak’) pada sputum atau dapat pula profus sampai bergelas-gelas
sehingga dapat berakibat fatal karena shock ataupun karena aspirasi dan asfiksi.
Sesak pada penderita TB disebabkan oleh kurangnya jaringan paru yang berfungsi
dengan baik (bisa karena destruksi, bisa juga karena atelektasis). Dengan lain
perkataan, sesak ini disebabkan oleh gangguan restriksi, sementara lumen bronkeolus
tetap terbuka normal. Dengan demikian, tak akan terdengar ‘wheezing’ (yang lazim
ditemukan pada penderita asthma dan bronkitis kronis).
Walaupun keluhan-keluhan ini bersifat progresif, lajunya perlahan-lahan dan dapat
mencapai bertahun-tahun. Hal ini berbeda sekali dengan karsinoma paru, yang dalam
beberapa minggu saja sudah akan tampak kemunduran yang nyata dan progresif.
2. Pemeriksaan Fisik
Di sini juga tidak satu pun gejala yang patognomonis untuk TB. Variabilitas gejala-
gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini sangat besar. Bahkan tidak jarang pada
stadium permulaan belum dapat ditemukan hal-hal yang patologis sementara gambaran
radiologis dan pemeriksaan sputum sudah menunjukkan adanya penyakit TB.
Pada orang dewasa, biasanya penyakit ini dimulai di daerah paru atas, kanan atau kiri,
yang disebut ‘fruh infiltrat’. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus
sebagai satu-satunya kelainan pemeriksaan jasmani. Bila proses infiltratif ini makin
meluas dan menebal, juga akan didapatkan fremitus yang menguat, dengan redup
pada perkusi, suara nafas bronkeal, serta bronkopi yang menguat.
Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa timpani pada
perkusi yang disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya
pada ‘destroyed lung’, suara napas setempat akan melemah sampai hilang sama
sekali.
Ronki basah pada umumnya selalu akan didapatkan, mengingat bahwa selalu pula
akan terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret itu berada, makin
kasarlah ronki yang didengar.
Melihat ini semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan yang dapat ditemukan pada
TB sangat variabel, baik jenis, intensitas, jumlah, maupun tempat ditemukannya
(pleiomorfi).
3. Tes Tuberkulin
Sebetulnya tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan potensi sistem imunitas selular
seseorang, khususnya terhadap basil TB. Pada seseorang yang belum terinfeksi basil
TB, tentunya sistem imunitas selulernya belum terangsang untuk melawan basil TB.
Dengan demikian tes tuberkulin akan negatif. Sebaliknya bila seseorang pernah
terinfeksi basil TB, dalam keadaan normal sistem ini sudah akan terangsang secara
efektif 3-8 minggu setelah infeksi primer dan tes tuberkulin akan positif (yaitu bila
didapatkan diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau keempat dengan dosis
PPD 5 TU intrakutan).
Kalau seseorang penderita sedang menderita TB aktif, tes tuberkulinnya dapat kelewat
positif (artinya diameter indurasi yang ditimbulkannya dapat melebihi 14 mm). Tetapi
kalau proses TB-nya hiperaktif, misalnya TB miliaris, seolah-olah seluruh kemampuan
potensi imunitas seluler sudah terkuras habis dan tes akan menjadi negatif.
Selama TB masih endemik di Indonesia, yakni infeksi pada umumnya sudah akan
terjadi pada usia yang masih muda sekali, tes tuberkulin sebagai tes diagnostik menjadi
kurang berarti. Vaksinasi BCG secara masal juga akan lebih menghilangkan arti tes
tuberkulin sebagai sarana diagnostik. Mengingat juga ada begitu banyak faktor bukan
TB yang dapat mempengaruhi hasil tes tuberkulin, khususnya di negara-negara seperti
Indonesia, tes ini makin kehilangan arti sebagai tes diagnostik.
Faktor-faktor ini adalah penyimpanan bahan tes yang tak memenuhi syarat; gizi yang
rendah dengan semua etiologinya, seperti misalnya cacingan, memang kekurangan
gizi, dan lain-lain; pemakaian kortikosteroid yang lama; baru sembuh dari penyakit
infeksi berat, seperti morbili, dan sebagainya; AIDS; dan lain-lain. Semuanya dapat
memberikan hasil negatif palsu.
4. Pemeriksaan Serologik
Tes ini disebut TBPAP (uji Peroksidase-Anti Peroksidase untuk TB paru). Berbeda
dengan tes tuberkulin, yang dinilai adalah sistem imunitas humoral (SIH), khususnya
kemampuan untuk memproduksi suatu antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah antigen
dalam basil TB. Tentunya bila seorang belum pernah terinfeksi basil TB, SIH-nya belum
diaktifkan. Dengan demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya bila sudah pernah
terinfeksi, SIH-nya sudah akan membentuk IgG tertentu tadi sehingga hasil tes akan
menjadi positif. Handoyo (1998) mengemukakan bahwa sensitivitas tes ini adalah 98%
dan spesifitasnya 94%, namun sampai sekarang di luar negeri tes ini tetap dianggap
sebagai pemeriksaan pelengkap belaka, a.l. karena tak dapat menunjukkan
penyebabnya di satu pihak dan di pihak lain sensitivitas dan spesifisitasnya dianggap
belum baku (ada yang mengatakan hanya 85%.
5. Foto Rontgen Paru
Pertama-tama perlu dikemukakan bahwa fluoroskopi saat ini sudah harus ditinggalkan
karena tidak objektif dan selalu tersirat faktor terburu-buru (mengingat bahaya sinar-X).
Di samping itu, pemeriksaan ini juga tidak akan meninggalkan dokumen otentik.
Pada stadium permulaan, seperti telah diungkapkan di depan, TB mungkin akan lolos
pada pemeriksaan jasmani, tetapi pada pemeriksaan foto paru semua ‘fruh infiltrat’
pasti akan diketahui. Disinilah letaknya kepentingan pemeriksaan foto paru untuk
diagnosis dini TB.
Dalam rangka diagnosis diferensial, foto paru dapat memegang peranan yang sangat
penting, karena berdasarkan letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan, dapat diduga
adanya lesi TB. Juga hanya foto paru yang dapat menggambarkan secara objektif
kelainan anatomik paru dan luasnya kelainan. Pemeriksaan ini juga meninggalkan
dokumen otentik, yang sangat menentukan untuk evaluasi penyembuhan.
Bagaimanapun besar manfaat pemeriksaan foto paru dalam diagnostik TB, selalu harus
diingat adanya faktor-faktor yang membatasi makna diagnostiknya, sebagai berikut :
• ‘The human factor’, yaitu adanya variasi individual dokter yang
menginterpretasikannya.
• Adanya organ-organ lain dalam rongga dada, sehingga 20-25% paru akan
terlindung oleh organ lain dan tak akan tampak pada foto PA biasa.
• Gambaran penyakit TB yang begitu pleiomorfik, sehingga diagnosis diferensialnya
meliputi puluhan penyakit paru lain.
• Adanya kasus-kasus TB dengan sputum BTA positif tetapi dengan foto paru yang
normal atau dengan gambaran penyakit paru lain yang bukan TB.
Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat dijumpai pada foto paru seorang
penderita TB akan bervariasi mulai dari suatu bintik kapur, garis fibrotik, bercak infiltrat,
penarikan trakea atau mediastinum ke sisi yang sakit, kavitas, sampai ke gambaran
atau atelektasis. Kelainan-kelainan ini dapat berdiri sendiri, tetapi dapat pula ditemukan
bersama-sama. ‘Destroyed lung’ merupakan contoh khas dalam hal ini. Pada keadaan
ini, ditemukan sekaligus atelektasis, kavitas, dan fibrosis dengan penarikan-penarikan
mediastinum ke sisi yang sakit (DOUMA, 1980). Yang diartikan dengan ‘vanishing lung’
ialah adanya suatu kavitas teramat besar dalam suatu paru sehingga boleh dikatakan
seluruh paru tersebut telah berubah menjadi suatu kavitas.
Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dan pleiomorfi ini, bilamana dihadapkan
pada keraguan-keraguan, hendaknya kita secepatnya melaksanakan pemeriksaan
tambahan, misalnya foto dari samping, toplordotik, sampai CT scan, bronkoskopi, serta
ulangan foto setelah beberapa saat.
6. Pemeriksaan Sputum (sekret bronkus, bahan aspirasi cairan pleura, dsb.)
Tentang pemeriksaan mutakhir dengan Polymerase Chain Reaction, pada kesempatan
ini tidak akan dikupas karena mengingat sangat mahalnya dalam waktu dekat akan
mustahil dikerjakan di Indonesia. Teknik pemeriksaan sputum sekarang ini bermacam-
macam, tetapi pada dasarnya hanya berkisar pada pemeriksaan mikroskopis,
pembenihan, dan tes resistensi. Selain sputum, spesimen lain yang harus diperiksa
ialah sekret bronkus yang dikeluarkan dengan bronkoskop, bahan aspirasi cairan
pleura, dan getah lambung (sebelum makan pagi).
Dengan demikian pada hakekatnya ada kemungkinan sebagai berikut :
• Mikroskopik akan menghasilkan BTA (Basil Tahan Asam) (+) atau (-)
• Perbenihan akan menunjukkan hasil hasil (+) atau (-)
Walaupun secara teoritis, BTA (+) masih mungkin bukan Mycobacterium TB, melainkan
dapat juga Mycobacterium atipik, karena kemungkinan ini sangat kecil, dalam
prakteknya dapat diabaikan, sehingga BTA (+) dapat dianggap sebagai Mycobacterium
TB (+).
Tentunya nilai tertinggi pemeriksaan sputum adalah hasil pembenihan yang positif,
artinya yang tumbuh ialah basil TB yang sesungguhnya. Namun sayang sekali
pembenihan ini tidak dapat dikerjakan di semua laboratorium di Indonesia. Di samping
itu, pemeriksaan ini cukup mahal dan memakan waktu 3 minggu.
Oleh karena itu, diambil praktisnya, sekali sputum BTA (+) sudah dianggap cukup untuk
menentukan dianosis TB dan sudah dapat dibenarkan pemberian pengobatan spesifik
dalam rangka penyembuhan penderita yang bersangkutan.
ASUHAN KEPERAWATAN