You are on page 1of 6

Teori Belajar Kognitivistik

Teori Belajar ini lebih menekankan proses belajar daripada hasil belajar. Bagi
penganut aliran kognitivistik belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun
dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan
lingkungan. Dan para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi
atau pengetahuan baru.

1. Robert M. Gagne

Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori
pemrosesan informasi (Information Processing Theory) yang dikemukakan
Gagne. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi
dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia sendiri dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1. Reseptor (alat-alat indera) menerima rangsangan dari lingkungan dan


mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan simbol-simbol
informasi yang diterimanya.

2. Sensory register (penampungan kesan-kesan sensoris) yang terdapat


pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan
mengadakan seleksi, sehingga terbentuk suatu kebulatan perseptual
(persepsi selektif).

3. Short-term memory (memory jangka pendek) menampung hasil


pengolahan perseptual dan menyimpannya. Memory jangka pendek
dikenal juga dengan memory kerja (working memory), kapasitasnya
sangat terbatas, waktu penyimpanannya juga pendek.

4. Long-term memory (memory jangka panjang) menampung hasil


pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi disimpan dalam
jangka panjang dan bertahan lama, siap untuk dipakai bila diperlukan.

5. Response generator (pecipta respon), menampung informasi yang


tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi
reaksi jawaban.

2. Jean Piaget
Menurut Piaget, Prose belajar sebenarnya terdiri dari 3 tahapan, yakni asimilasi,
akomodasi, dan equilibrasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi
baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah proses penyesuaian
struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan equilibrasi adalah
penyesuaian kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh,
seorang siswa yang sudah mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian
antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada di benak siswa) dengan prinsip
perkalian (sebagai informasi baru), inilah yang dimaksud dengan proses
asimilasi. Jika siswa diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut
akomodasi, dalam hal ini berarti penerapan prinsip perkalian dalam situasi baru
dan spesifik. Agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, tapi
sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses
penyeimbangan. Proses inilah yang disebut equilibrasi, penyeimbangan antara
dunia luar dan dalam.

3. Ausubel

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran (instructional
content) sebelumnya didefenisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik
dan tepat kepada siswa (advance organizers), dengan demikian akan
mempengaruhi pengaturan kemajuan belajar siswa (advance organizers).
Konkritnya pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik,
dengan demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak,
umum, dan inklusif yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus
memiliki logika berpikir yang baik, agar dapat memilah-milah materi
pembelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan pada serta
mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang logis dan mudah dipahami.

4. Bruner

Sementara Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning.


Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu aturan (termasuk konsep, teori, defenisi, dsb) melalui contoh-contoh yang
menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Misalnya siswa dibimbing
secara induktif untuk mengetahui kebenaran umum. Untuk memahami konsep
“kedisiplinan” misalnya, untuk pertama kalinya siswa tidak harus menghafal
defenisi kedisiplinan, tetapi mempelajari contoh-contoh konkrit tentang perilaku
yang menunjukan kedisiplinan dan yang tidak, dari contoh-contoh itulah siswa
dibimbing untuk mendefenisikan kata kedisiplinan. Kebalikan dari pendekatan ini
disebut “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Siswa diberi
suatu informasi umum dan diminta untuk mencari contoh-contoh khusus dan
konkrit yang dapat menggambarkan makna dari informasi tersebut, proses
belajar ini berjalan secara deduktif.

Keuntungan “belajar menemukan”

1. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa, dapat memotivasi untuk menemukan


jawaban-jawaban.

2. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalah secara mandiri dan


mengharuskan siswa untuk menganalisa dan memanipulasi informasi.

Teori Belajar Humanistik

Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia. Dari teori-teori belajar seperti behavioristik, kognitif, dan
konstruktivistik, teori inilah yang paling abstrak, yang paling mendekati dunia
filsafat daripada dunia pendidikan. Pada kenyataannya teori ini lebih banyak
berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling
ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada gagasan tentang belajara
dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa yang biasa
diamati dalam dunia keseharian.

Bloom dan Krathwohl

Bloom dan Krathwohl menunjukan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh
siswa tercakup dalam tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Teori Bloom telah banyak memberikan inspirasi kepada banyak
pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran.

Kolb

Sementara Kolb membagi tahapan belajar dalam empat tahap:

1. Pengalaman konkrit: pada saat dini seorang siswa hanya mampu sekedar
ikut mengalami suatu kejadian, ia belum mengerti bagaimana dan
mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada
tahap awal proses belajar.

2. Pengalaman aktif dan reflektif: siswa lambat laun mampu mangadakan


pengamatan aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan
dan memahaminya.

3. Konseptualisasi: siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang


hal yang pernah diamatinya.

4. Eksperimentasi aktif: pada tahap ini siswa sudah mampu mengaplikasi


aturan umum ke situasi yang baru. Misalnya siswa tidak hanya memahami
asal-usul sebuah rumus, tetapi ia juga mampu memakai rumus tersebut
untuk memecahkan suatu masalah yang belum ia temui sebelumnya.

Honey dan Munford

Berdasarkan teori Kolb, Honey dan Munford menggolongkan siswa atas empat
tipe, yakni:

1. Siswa tipe aktivis: mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-
pengalaman baru, cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak
berdialog.

2. Siswa tipe reflektor: cenderung sangat berhati-hati mengambil langkah.


Dalam proses pengambilan keputusan cenderung konservatif, dalam arti
suka menimbang-nimbang secara cermat baik-buruknya suatu keputusan.

3. Siswa tipe teoris: biasanya sangat kritis, senang menganalisis dan tidak
menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subyektif. Bagi mereka
berpikir rasional adalah sesuatu yang sangat penting. Mereka juga sangat
skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.

4. Siswa tipe pragmatis: Menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis


dalam segala hal. Mereka tidak suka bertele-tele membahas aspek
teoritis-filosofis dari sesuatu. Bagi mereka, sesuatu dikatakan ada
gunanya dan baik hanya jika bisa dipraktekan.
Habermas

Pada perspektif yang lain, seperti dalam pandangan Habermas, belajar sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama
manusia. Habermas membagi tiga macam tipe belajar:

1. Technical learning (belajar teknis): siswa belajar berinteraksi dengan alam


sekelilingnya, mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan
mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.

2. Practical learning (belajar praktis): pada tahap ini siswa berinteraksi


dengan orang-orang di sekelilingnya. Pemahaman siswa terhadap alam
tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas
kaitannya dengan manusia, pemahamannya justru relevan jika berkaitan
dengan kepentingan manusia.

3. Emancipatory Learning (belajar emansipatoris): siswa berusaha mencapai


pemahaman dan kesadaran sebaik mungkin tentang perubahan
(transformasi) kultural dari suatu lingkungan. Pemahaman ini dianggap
sebagai tahap belajar yang paling tinggi, karena dianggap sebagai tujuan
pendidikan yang paling tinggi.

Carl Rogers

Sementara Carl Rogers mengemukakan, bahwa siswa belajar hendaknya tidak


dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas, siswa diharapkan dapat mengambil
keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan
yang diambil sendiri. Dalam konteks tersebut Rogers mengemukakan lima hal
penting dalam belajar humanistik:

1. Hasrat untuk belajar

2. Belajar bermakna

3. Belajar tanpa hukuman

4. Belajar dengan inisiatif

5. Belajar dan perubahan

Abraham Maslow
Teori Maslow yang sangat terkenal adalah teori kebutuhan. Kebutuhan pada diri
manusia selalu menuntut pemenuhan, dimulai dari tahapan yang palin dasar
secara hirarkis menuju kepada kebutuhan yang paling tinggi:

1. Physiological needs: Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan akan makan


dan minum, pakaian dan tempat tinggal termasuk juga kebutuhan
biologis. Disebut sebagai kebutuhan paling dasar karena dibutuhkan
semua makhluk hidup, termasuk manusia.

2. Safety / security needs: Kebutuhan akan rasa aman secara fisik dan psikis.
Aman secara fisik seperti terhindar dari gangguan kriminalitas, teror,
binatang buas, orang lain, tempat yang tidak aman dan sebagainya.

3. Social needs: Kebutuhan sosial dibutuhkan manusia agar ia dianggap


sebagai warga komunitas sosialnya. Bagi siswa agar dapat belajar dengan
baik, ia harus merasa diterima dengan baik oleh teman-temannya.

4. Esteem needs: Kebutuhan ego termasuk keinginan untuk berprestasi dan


memiliki prestise. Seseorang membutuhkan kepercayaan dan tanggung
jawab dari orang lain. Dalam pembelajaran, dengan diberikan tugas-tugas
yang menantang, maka siswa akan terpenuhi kebutuhan egonya.

5. Self-actualization needs: Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan untuk


membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini
seseorang mengembangkan semaksimal mungkin potensi yang
dimilikinya. Untuk dapat mengaktualisasikan dirinya, siswa perlu suasana
dan lingkungan yang kondusif.

You might also like