Professional Documents
Culture Documents
Pengantar
Terima Kasih
Endih Herawandih
3.1. Membangun Agribisnis Terpadu Melalui Pengelolaan
Sumberdaya, Penguatan Modal Masyarakat dan
Penguatan Kelembagaan
3.1.1.Ketersediaan Pangan
80
Indeks pembangunan manusia
71,3
66,4 67,2 67,4 68,6 68,0 merupakan indicator penting
70
59
untuk mengukur keberhasilan
60 56
53
55 54 56
sinergi pembangunan
50
40
multisektor yang telah
40 dilaksanakan suatu wilayah.
30
21 23
26
23
26 Dalam Bab 1 telah diuraikan
20 bahwa sektor pertanian
10
merupakan economic prime
mover di Provinsi Gorontalo.
-
Kab. Kab. Kab. Kab. Bone Kota Provinsi
Sebagai economic prime mover
Boalemo Gorontalo Pohuwato Bolango Gorontalo Gorontalo maka sektor pertanian menjadi
Rata-rataPengeluaran(xRp100000/Kapita/Tahun) dominan dalam mempengaruhi
IPM tingkat pendapatan masyarakat.
Indeks Pendapatan
Pendapatan masyarakat
menentukan indeks daya beli,
sehingga indeks daya beli sangat erat hubungannya dengan kondisi
petani sebagai pelaku utama. Dengan demikian, peningkatan IPM dari
sisi indeks daya beli akan sangat ditentukan oleh keberhasilan
peningkatan pendapatan petani. Dalam seksi ini akan diuraikan faktor-
faktor yang menentukan keberhasilan sektor pertanian dalam
hubungannya dengan peningkatan indeks daya beli sebagai dasar untuk
merencanakan pembangunan pertanian berbasis IPM.
Berdasarkan Gambar
3.4 diketahui bahwa
hampir seluruh
masyarakat di
seluruh kabupaten
menggantungkan
hidupnya pada sector
pertanian, dengan
kisaran antara 76 %
sampai dengan 87 %
kecuali di Kota
Gorontalo.
Persentase keluarga
yang bekerja pada sector pertanian di Kabupaten Gorontalo Utara
adalah yang tertinggi, yaitu sebesar 87 % sedangkan di Kota
Gorontalo hanya sebesar 24 %. Sumber pendapatan masyarakat Kota
Gorontalo berasal dari luar sector pertanian karena sebagai sebuah
wilayah bertipologi perkotaan dan sebagai ibukota provinsi lebih
banyak kesempatan berusaha dan bekerja di luar sektor pertanian.
Selain hal tersebut, kebijakan pemerintah Kota Gorontalo
mengarahkan kota tersebut sebagai pusat pelayanan perekonomian
yang bertitik tumpu pada sektor jasa, perdagangan, pendidikan dan
konstruksi di masa depan. Peran sektor pertanian yang akan semakin
dikurangi seiring dengan meningkatnya alokasi sumberdaya lahan
untuk sektor perdagangan, jasa, dan perumahan sehingga di masa
depan tidak ada kesempatan untuk mengembangkan sektor
pertanian di Kota Gorontalo. 2.
3. Industri
Fakta yang ditemukan 1. Pert
anian Pertam bangan
Pengolahan
dan Penggalian
bahwa sektor pertanian 5%
8%
1%
sangat kecil perannya di 9. J asa-J asa
Kota Gorontalo seperti 28% 4. Listrik, Gas
dan Air Bersih
terlihat pada Gambar 3.5. 3%
5.000.000
Gambar 3.6. Peningkatan
Signifikan PDRB per Kapita 4.500.000
3.500.000
PDRB Per Kapita
500.000
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Atas DasarHargaBerlaku
pertumbuhan ekonomi per kapita nampaknya sudah dapat direvisi
oleh Provinsi Gorontalo. Mengacu pada keadaan IPM di atas, mulai
dari sekarang harus dipikirkan pertumbuhan ekonomi yang dapat
dinikmati secara merata dengan menggunakan setiap sumberdaya
yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Reorientasi tersebut
diperlukan karena pertumbuhan per kapita yang tinggi, tidak akan
memberikan arti dan manfaat jika setiap penduduk tidak menikmati
dan memperoleh manfaat dari hasil pembangunan secara merata.
Dalam paradigma baru pembangunan ekonomi, orientasi
pembangunan adalah pertumbuhan dan distribusi nilai manfat
ekonomi bagi seluruh rakyat.
Transformasi sistem agribisnis yang pada saat ini masih difokuskan pada
produk pertanian primer menjadi produk olahan berdaya saing kuat
tentu saja harus menjadi perhatian pemerintah Provinsi Gorontalo.
Spektrum tersebut sebenarnya telah dikemas dalam bingkai reformasi
pertanian yang telah dibuat dengan judul agropolitan jagung sejak
beberapa waktu lalu, meski hingga kini masih terbatas pada komoditas
jagung. Diperlukan sejumlah perangkat kebijakan utama dan pendukung
yang mendasari berjalannya program dimaksud, antara lain reformasi
agraria, tersedianya teknologi, agroinputs, modal kerja, akses
pemasaran, dan pengembangan produk derivat secara terintegrasi.
Selain itu perlu juga dikembangkan sumber pendapatan alternatif bagi
petani, peternak dan nelayan yang tidak menguasai sumberdaya yang
cukup untuk melangsungkan proses income generating activities. Disisi
lain, kendala birokratis yang dibuat oleh pemerintah pusat harus
dinegosiasikan kembali untuk semakin mempermudah pembangunan
pertanian dengan berbagai terobosan yang berimplikasi pada perbedaan
penerapan peraturan dan perundang-undangan. Dalam jangka pendek,
kendala aturan dan birokratis yang harus segera dinegosiasikan adalah
mengenai tatanan investasi.
Dari uraian diatas, sangatlah jelas bahwa masih banyak yang harus
dilakukan oleh Provinsi Gorontalo untuk meningkatkan pendapatan
petani sebagai langkah untuk meningkatkan daya beli. Berbagai sisi
dalam sektor pertanian harus dibenahi melalui berbagai kebijakan,
program dan kegiatan yang difokuskan pada peningkatan
pendapatan petani sebagai tulangpunggung ekonomi wilayah. Untuk
melangkah pada upayan yang harus dilakukan lebih lanjut,
diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap permasalahan dan
issue pokok sektor pertanian yang secara signifikan berpengaruh
rendahnya pendapatan petani. Tabel 3.1 menyajikan beberapa issue
dan permasalahan pokok dalam sektor pertanian yang mendesak
untuk ditangani.
100%
Permasalahan pengelolaan
sumberdaya berbasis
masyarakat, kapasitas
PersentasePemanfaatan Pendapatan
80%
permodalan finansial dan
perubahan iklim global
merupakan permasalahan 60%
terbesar yang dihadapi oleh
sektor pertanian secara umum.
Kondisi pengelolaan 40%
sumberdaya (terutama
sumberdaya alam, sumberdaya 20%
3 Setiap tanda chek (ü) menunjukkan tingkat permasalahan. Semakin banyak
tanda tersebut semakin tinggi permasalahan yang dihadapi
0%
Tanaman
Perikanan
Peternakan
Kehutanan
Pangan
Perkebunan
10
Gambar 3.8. Langkah Penyusunan IPM Sebagai Dasar Perencanaan Pembangunan di Provinsi Gorontalo
3.1.4. Kondisi IPM Kecamatan Terpilih
66,9
66,8
66,6
66,6
Tolinggula, Anggrek,
65,9
65,8
65,7
65,2
65,1
64,0
63,4
60,0
62,3
55,0
57,0
51,3
51,0
50,8
50,4
50,0
49,3
49,3
45,0
PULUBALA
TIBAWA
MOOTILANGO
BOLIYOHUTO
TELAGA BIRU
BOTUMOITO
WONOSARI
TAPA
TALUDITI
PATILANGGIO
PAGUAT
KWANDANG
ANGGREK
TOLINGGULA
ATINGGOLA
hanya satu, yaitu Kecamatan Tapa. Seluruh kecamatan di Kota
Gorontalo sebagai Ibukota Provinsi berada pada tingkat yang lebih
tinggi sehingga tidak ada kecamatan yang termasuk dalam rencana
intervensi khusus. Gambar 3.9. memperlihatkan kecamatan terpilih
sebagai pilot project perencanaan pembangunan berbasis IPM.
4 Kondisi pada tahun 2006 Kecamatan Tapa belum dipecah kedalam beberapa kecamatan, sehingga jika
dilakukan evaluasi berdasarkan data pada tahun 2008 akan diperoleh nlai IPM yang lebih tinggi karena
pada tahun 2007 Kecamatan Tapa telah dipecah menjadi beberapa kecamatan. Kecamatan baru hasil
pemecahan merupakan kecamatan yang secara signifikan berpengaruh tehadap rendahnya nilai IPM di
Kecamatan Tapa.
Kondisi di atas menunjukkan bahwa factor yang menyebabkan
rendahnya nilai IPM Kecamatan Mootilango, Boliyohuto, dan Telaga
Biru bukan disebabkan oleh rendahnya pendapatan atau daya beli
masyarakat tetapi lebih disebabkan oleh factor lain, yaitu status
pendidikan dan atau status kesehatan. IPM terendah dicapai oleh
Kecamatan Patilanggio di Kabupaten Pohuwato, yaitu sebesar 58.
Seluruh factor (daya beli, kesehatan dan pendidikan) secara simultan
menjadi penyebab rendahnya IPM di Kecamatan Patilanggio.
Karena posisinya yang hanya sebatas pada faktor produksi maka nilai
tambah dan manfaat finansial usahatani yang dilakukan tidak dinikmati
oleh petani tetapi oleh pemilik modal besar terutama pedagang. Proses
historis menunjukkan bahwa pada akhirnya kelas petani pribumi hanya
menjadi buruh yang tidak menguasai sumberdaya, baik sumberdaya
lahan, sumberdaya finansial, sumberdaya informasi dan sumberdaya
institusi. Kelas buruh hanya akan memiliki sumberdaya manusia yang
tidak trampil dan tidak terdidik terlebih lagi jika dihubungkan dengan
rendahnya nilai rata-rata lama sekolah pada sektor pendidikan dalam IPM.
Hutan Produksi
Terbatas;
Hutan PPA;
342.477,00; 40%
197.584,00; 23%
Hutan Bakau;
20.173,00; 2%
jagung “pulo” yang artinya jagung pulut yang memiliki citarasa seperti
beras ketan. Cultivar jagung lokal tersebut sudah tidak dibudidayakan
secara massal untuk tujuan komersial karena memiliki produktivitas yang
rendah dan jangka waktu produksi yang relatif lebih lama dari jagung
hibrida atau jagung komposit. Meskipun demikian karena cita rasa spesifik
dan bentuknya yang menarik, dapat digunakan sebagai komoditas
andalan untuk tujuan wisata dan menuspesifik di rumah makan. Data dan
informasi mengenai cultivar jagung lokal tidak tersedia karena sudah tidak
menjadi andalan dalam sistem produksi jagung Provinsi Gorontalo.
Kebijakan dan program pelestarian plasma nutfah jagung cultivar lokal
diperlukan untuk menjamin keanekaragaman hayati species jagung yang
sudah didominasi oleh jagung hibrida dan jagung komposit.
dengan kerusakan
100.000
lingkungan
80.000 menuntut
60.000 pemerintah untuk
40.000 22.886 23.564 20.594
meninjau kembali
18.863
47.188 keberadaan HPH.
20.000
- 15.888 19.586
14.613
7.219
2002 2003 2004 2005 2006
Gambar 3.14, menunjukkan nilai produksi kayu logs dan kayu olahan
dalam bentuk sawn timber (kayu gergajian) dibandingkan dengan nilai
produksi rotan. Meskipun nilai produksi kayu logs dan sawn timber
cukup besar jika dibandingkan dengan nilai produksi rotan, dampak
positif dan manfaat ekonomi yang ditimbulkan akan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan proses ekstraksi sampai ke pemasaran untuk
komoditas rotan. Sperti diketahui, konsesi HPH hanya dimiliki oleh
beberapa perusahaan yang umumnya mempekerjakan karyawan
dengan jumlah terbatas sedangkan proses ekstraksi rotan beserta
proses hilirnya akan melibatkan banyak tenaga kerja. Disisi lain,
metode yang dilakukan untuk memungut hasil hutan rotan tidak akan
menimbulkan kerusakan lingkungan karena tidak pernah dilakukan
secara mekanik dan tidak merusak vegetasi hutan secara dramatis.
243
1.000
212
194
Jenis fauna yang dapat ditemui di sekitar kawasan Cagar Alam Panua
ini adalah Maleo (Macrocephalon maleo), Anoa (Buballus
depresicornis), Babi rusa (Babyrousa babirusa), Burung Rangkong
(Rhyticerox casidix), itik liar, Kakaktua Putih, Raja Udang, Rusa,
Biawak, Kus kus, Kera Hitam, Tarsius, Ular Sawah, Nuri Sulawesi,
Srindit, Kesturi, Sesap madu, Kum kum, ayam Hutan dan lain-lain.
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Gorontalo dan BPS Provinsi
Gorontalo, 2006
9 Seluruh data dan informasi mengenai sumberdaya air diperoleh dari BAPPEDA Provinsi Gorontalo
Indikasi kemajuan perencanaan suatu wilayah diperlihatkan dari
metode dan sistem pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Semakin
tinggi kemajuan suatu wilayah maka seluruh aspek perencanaan
sedapat mungkin akan mempertahankan kelestarian lingkungan di
sepanjang DAS karena jika DAS rusak maka dampak ekonomi negatif
yang ditimbulkannya akan jauh lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan untuk mengelolanya.
Pola aliran sungai DAS ini adalah dendritik dan pararel, air yang
dialirkan dengan cepat mencapai hilir. Akibatnya, wilayah hilir DAS
menjadi rentan banjir. Dan, kerusakan lahan dan erosi di wilayah hulu,
misalnya karena kegiatan penambangan atau pertanian, akan
menghasilkan tingkat sedirnentasi yang tinggi di wilayah hilir. Karena
itu, pengelolaan lahan dan kegiatan usaha di wilayah hulu perlu
dilakukan melalui program yang disusun berdasarkan perencanaan
yang tepat dan dilaksanakan dengan konsekuen.
Gambar 3.17. Pola Luas tanam Padi Sawah Provinsi Gorontalo 2006,
2007 dan target 200810
pada tahun 2008 diperkirakan 2006 1602 5984 9842 1926 1787 1025 7521 9358 975 2163 326 306
akan sama dengan tahun 2006. 2007 448 2735 5960 6481 4041 1268 975 8559 7429 2925 1744 465
Gambar 3.18 memperlihatkan Sasaran 2008 1103 4693 8505 4525 3137 1234 4573 9643 4523 2738 1114 415
pola sebaran musim panen pada tahun 2006,2007 dan target luas
panen tahun 2008.
10 Sumber data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2008
Gambar 3.18. Realisasi Luas Panen tahun 2006 dan 2007 dan Target
tahun 200811
3.3.3.2.Sumberdaya Lahan
Pen Raw
gge a- Sem
Pekar
mba raw Kola ent
angan
Teg Lad laan a m/ ara Hut Hut Perk
/Bang
Kecamata al/ ang/ / tida Tam Teb Tida an an e- lain- Juml
unan
n Keb Hu Pad k bak at/ k Rak Neg bun lain ah
&
un ma ang dita Emp diUs yat ara an
Halam
Ru nam ang aha
an
mpu i kan
t Padi
TAPA 1070 1127 271 0 0 0 0 0 0 4060 1309 302 8139
BOTUMOIT 4068
O 541 5495 2760 0 0 0 0 1782 35 2 1065 15 52375
KWANDANG 513 4852 0 94 1118 211 2 3946 645 0 3532 526 15439
1535
ANGGREK 270 4500 1400 31 0 83 0 3333 650 5 2093 2740 30455
TIBAWA 1389 6506 2883 0 0 0 0 0 0 0 3231 5524 19533
11 Sumber data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2008
TOLINGGUL 1301
A 482 786 2726 1605 793 2 2 1492 9508 5 1245 1929 33585
BOLIYOHUT
O 735 1365 0 0 0 0 0 153 0 0 1462 43 3758
6249
PAGUAT 309 715 2399 109 500 50 25 6511 1500 4 3911 1329 79852
TELAGA
BIRU 1448 1340 506 582 54 0 5 212 1420 2052 2412 31 10062
PULUBALA 2098 3995 0 0 25 0 2 6903 0 0 3075 4456 20554
MOOTILAN
GO 1191 2366 703 0 12 0 2 15 2677 5494 1383 1268 15111
1370 2725
WONOSARI 900 1075 0 0 0 0 0 3155 668 5 2675 15 49443
2927
TALUDITI 985 863 1630 300 268 0 0 8649 1115 7 595 450 44132
1155
ATINGGOLA 776 2340 892 1897 178 0 0 408 1301 9 3875 2128 25354
PATILANGGI 1129
O 150 8684 450 10 50 10 0 6191 1050 9 1272 508 29674
Sumber: BAPPEDA Provinsi Gorontalo, 2007
Luas Potensi
Gambar 3.19.
KWANDANG;
Potensi
PATILANGGIO; 1.973; 9% Pengembangan Lahan
BOTUMOITO;
3.096; 15% 891; 4% ANGGREK; Pertanian Tanaman
1.667; 8% Pangan di 15
Kecamatan
Pengembangan lahan
pertanian tanaman
pangan di masa
TOLINGGULAmendatang
; harus
746; 4%
TALUDITI; 4.325 dilaksanakan sebagai
; 20% PULUBALA; PAGUAT; 3.256 upaya untuk
WONOSARI;
1.578; 8%
3.452; 16% ; 16% menyediakan lahan
pertanian abadi dan tidak terpisah dengan petani sebagai owners and
managers. Oleh karena itu, untuk mengembangkan lahan pertanian
tanaman pangan sebagai primary resource reserve dan menciptakan
kondisi dimana lahan pertanian tidak dapat dengan mudah untuk
12 Angka tersebut diperoleh dari konversi lahan sementara tidak diusahakan dengan asumsi kapasitas daya
dukung dan kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman pangan sebesar 50%, penggunaan teknologi
mekanisasi dan ketersediaan petani.
dikonvesi menjadi lahan non pertanian diperlukan upaya yang
sungguh-sungguh dalam bentuk penetapan aturan yang dengan tegas
melarang konversi lahan. Disisi lain upaya mempertahankan status
lahan pertanian tanaman pangan harus diiringi dengan aturan yang
melarang konversi kepemilikan lahan dari petani ke bukan petani.
Kondisi tersebut sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
kemubaziran investasi yang seharusnya digunakan untuk mendukung
pembangunan pertanian menjadi tidak termanfaatkan karena lahan
dikonversi bukan untuk pertanian. Pelajaran yang sangat berharga
yang diperoleh dari kejadian di Pulau Jawa dimana sebagian besar
lahan pertanian dikonversi menjadi kawasan industri, perumahan dan
penggunaan lain adalah karena ketidaktegasan pemerintah untuk
mempertahankan status lahan pertanian. Akibatnya para investor
dengan mudah mengkonversi lahan pertanian tanaman pangan
(terutama lahan sawah terbaik) dan merusak seluruh sistem jaringan
irigasi dan prasarana pendukung lainnya yang telah dibangun dengan
biaya yang sangat mahal dan dalam waktu yang lama.
13 Upaya yang harus dicegah dalam jangka pendek terutama konversi kepemilikan lahan dari petani
kepada pemilik modal karena akan terjadi akumulasi konsentrasi asset lahan pertanian oleh sejumlah kecil
pemilik modal terutama oleh etnis tertentu.
komoditas padi sawah. Dengan adanya jaringan irigasi maka
produktivitas padi sawah yang dihasilkan dapat lebih mudah diatur
untuk mencapai tujuan produksi. Sebagai wilayah sentra produksi padi
yang berada pada kondisi surplus dalam jangka panjang Provinsi
Gorontalo hanya memilki areal sawah berpengairan teknis seluas
11.645 ha (41%) dari 28.251 ha sawah yang ada. Sawah yang
dilengkapi irigasi setengah teknis mencakup 21 %, irigasi sederhana
2%, irigasi desa/non PU 5%, sisanya merupakan sawah tadah hujan
seluas 7935 ha (28%) dan lebak/folder seluas 433 ha. Tabel 3.2.
memperlihatkan luas areal sawah menurut jenis pengairan pada 15
kecamatan.
Iriga
Irigas Lebak/
Irigas si
Seten Irigasi i Folder
i Tada
Kecamatan gah Sederh Desa/ / Jumlah
tekni h
Teknis ana Non Lainny
s Huja
PU a
n
54 54
TAPA - - - - -
7 7
5
BOTUMOITO - - - - - 50
0
25 67
KWANDANG - 425 - - -
4 9
19 44
ANGGREK - 180 - 75 -
0 5
18 1.03
TIBAWA - 699 - 146 -
8 3
1.26 48 2.36
TOLINGGULA - 75 286 250
9 8 8
1.12 6 1.25
BOLIYOHUTO - - 60 -
3 7 0
1 48
PAGUAT - 255 102 113 -
0 0
28 4 33
TELAGA BIRU - - - -
8 4 2
5 20 29
PULUBALA 15 3 30 -
0 0 8
1.23 32 1.56
MOOTILANGO - - - -
9 8 7
2.60 2.60
WONOSARI - - - - -
7 7
78 85
TALUDITI - - - 70 -
0 0
16 64
ATINGGOLA - - 480 - -
2 2
6 20
PATILANGGIO - - - 92 50
6 8
Jumlah 15 5.38 13.32
4.537 1.574 660 872 300
Kecamatan 4 7
Jumlah Luas
Sawah 11.6 1.53 7.93 28.25
6.040 660 433
Provinsi 45 8 5 1
Gorontalo
Persentase
Terhadap
Luas Sawah 39% 26% 100% 57% 68% 69% 47%
Di Provinsi
Gorontalo
Sumber: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi dan masing-masing
Kabupaten, BAPPEDA Provinsi dan Kabupaten, dan BPS.
Jumlah areal sawah tadah hujan di 15 Kecamatan lebih luas dari sawah
berpengairan teknis dan berada di 13 Kecamatan. Kecamatan
Wonosari sebagai daerah pemukiman transmigrasi sekaligus sebagai
lumbung padi Kabupaten Boalemo tidak memiliki sawah beririgasi
teknis. Seluruh areal persawahan di Kecamatan Wonosari (2607 ha)
merupakan sawah tadah hujan. Meskipun demikian, pada tahun 2007
dan 2008 dibangun sistem pengairan yang ditujukan untuk mengairi
areal sawah seluas 800 ha sehingga masih ada 1407 ha sawah di
Kecamatan Wonosari belum memiliki prasarana pengairan teknis.
Pembangunan jaringan irigasi di Kecamatan Wonosari dirasakan
sangat mendesak karena petani padi sawah umumnya mengharapkan
frekuens penanaman padi lebih dari satu kali dalam setahun.
Ka
pa
sit
P as
ot Da Ra
Pr
en ya sio
o
si Du Pr
d
Ind Pr ku od
u
eks od ng Pot uk
Lua kt
Max uk Riil ensi si
s iv
imu ti Ta Pro Te
Bak Lua Lua it
m vi np duk ori
u s s a
CI Cro ta a si tis
Selu Are Are s Pro
Kecamatan Ri ppi s Int Lah Te
ruh al al (t dusi
il ng Te erv an rh
Jeni Tan Pan o
Inte or en Teo ad
s am en n/
nsit iti si ritis ap
Saw h
y s Ta (ha/ Pr
ah a/
Teo (h mb th) od
ta
ritis a/ ah uk
h
ta an si
u
h Jari Rii
n)
u ng l
n) an
Iri
ga
si
1.48 1.08 7.05 13, 14.2
TAPA 547 6,5 2,7 2,0 0,7 2,0
2 5 3 0 30
11 17 89 10, 1.0
BOTUMOITO 50 5,2 2,3 2,0 1,5 1,2
7 0 2 5 49
1.11 97 5.18 9.5
KWANDANG 679 5,3 1,6 1,6 8,6 0,9 1,8
4 8 4 15
21 20 1.17 4.9
ANGGREK 445 5,6 0,5 1,4 7,9 1,0 4,2
7 9 4 31
1.13 1.12 7.77 12, 23.5
TIBAWA 1033 6,9 1,1 1,8 1,0 3,0
8 7 6 6 82
3.13 3.37 13.65 25.6
TOLINGGULA 2368 4,0 1,3 1,6 6,6 1,1 1,9
4 3 6 46
1.24 1.65 7.58 22.8
BOLIYOHUTO 1250 4,6 1,0 2,0 9,2 1,3 3,0
7 7 6 91
55 82 4.18 8.2
PAGUAT 480 5,1 1,2 1,8 9,4 1,5 2,0
8 4 3 70
74 65 4.83 14, 9.7
TELAGA BIRU 332 7,3 2,2 2,0 0,9 2,0
6 8 5 7 57
9 11 42 1.3
PULUBALA 298 3,8 0,3 1,1 4,2 1,2 3,2
6 2 2 58
MOOTILANG 1.88 1.83 8.80 28.8
1567 4,8 1,2 2,0 9,4 1,0 3,3
O 1 4 1 91
1.73 3.80 18.64 46.9
WONOSARI 2607 4,9 0,7 1,9 9,4 2,2 2,5
3 6 9 88
46 80 3.90 9.2
TALUDITI 850 4,8 0,5 1,5 7,2 1,7 2,4
7 9 0 47
96 1.19 4.50 9.6
ATINGGOLA 642 3,8 1,5 2,0 7,5 1,2 2,1
6 5 0 70
PATILANGGI 17 25 1.26 2.1
208 5,1 0,8 1,4 7,3 1,4 1,7
O 5 0 3 85
Jumlah 15 1335 15.0 18. 89.8 218.
Kecamatan 6 70 086 73 211
Rata-rata 15 5, 1, 9,
1,7 1,2 2,4
Kecamatan 2 3 2
Sumber: Diolah dari berbagai sumber, basis data tahun 2006
(050) PAGUAT
-1000000
(041) TALUDITI
(061) ANGGREK
(031) PULUBALA
(042) BOTUMOITO
(051) WONOSARI
(060) KWANDANG
(090) ATINGGOLA
(040) BOLIYOHUTO
(041) MOOTILANGO
(031) PATILANGGIO
(081) TELAGA BIRU
(051) TOLINGGULA
Setelah pinjaman diperoleh dari bank atau lembaga keuangan lain, petani
tidak boleh dilepas sendiri sehingga tidak melakukan kesalahan dalam
mengelola dan menggunakan uang pinjaman. Diperlukan program
pendampingan berkelanjutan untuk melatih dan membentuk kemampuan
petani sampai seluruh petani memiliki kemampuan nyata dalam
membentuk permodalan. Diharapkan setelah kemampuan membentuk
modal secara mandiri, setiap petani akan mampu membiayai seluruh
biaya usahatani tanpa harus tergantung pada tengkulak dengan sistem
hedgingnya dan demikian pula hanlnya tidak perlu lagi bantuan
pemerintah yang bersifat cuma-cuma.
67
50,0
66,6
65,9
65,7
65,2
65,1
Capacity for Capital Formation)14 yang lebih rendah dari 100% seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.21.
20,0
Gambar 3.22. Resiko dan
-
BOLIYOHUTO
TOLINGGULA
TELAGA BIRU
Ketidakpastian Usahatani di 15
ANGGREK
MOOTILANGO
PATILANGGIO
KWANDANG
ATINGGOLA
BOTUMOITO
WONOSARI
PULUBALA
TALUDITI
PAGUAT
TIBAWA
TAPA
Kecamatan
Perlunya peningkatan
kapasitan pembentukan modal IPM Indeks Pendapatan
Highest ICCF Lowest ICCF
selain ditujukan untuk
membangun peningkatan kapasitas petani, juga sangat diperlukan untuk
menghindari resiko dan ketidakpastian finansial pada rumahtangga
usahatani. Resiko dan ketidakpastian finansial merupakan indikator
keberlanjutan usahatani yang merupakan dampak akhir dari terjadinya
ketidakmampuan petani untuk melakukan pembentukan modal. Artinya
jika rumahtangga usahatani tidak mampu melakukan pemupukan modal
untuk proses produksi pada musim tanam berikutnya disertai adanya
resiko yang tinggi maka sudah dapat dipastikan rumahtangga tersebut
tidak akan mampu melestarikan kegiatan usahataninya dalam jangka
panjang. Permasalahan yang disebabkan oleh terjadinya kelangkaan dan
mahalnya faktor produksi, ketidaktersediaan tenaga penyuluh,
aksesibilitas terhadap pasar dan pusat perekonomian, prasarana produksi
dan prasarana jalan berakumulasi untuk menimbulkan resiko dan
ketidakpastian yang semakin tinggi. Gambar 3.22 menunjukkan tingkat
resiko dan ketidakpastian usahatani pada 15 kecamatan.
14 Konsep Individual Capacity for Capital Formation merupakan konsep premature yang dikembangkan
oleh penulis dengan tujuan untuk mengembangkan kapasitas permodalan pada kelompok masyarakat yang
tidak memiliki sumberdaya finansial yang mencukupi untuk membangun usahanya. Selain untuk tujuan
tersebut, konsep ini juga pernah diterapkan oleh Penulis untuk membangun kekuatan pembentukan modal
mandiri pada lembaga keuangan masyarakat pantai di beberapa propinsi sebagai cikal bakal bagi
terbentuknya lembaga keuangan berbasis masyarakat seperti yang banyak berkembang sekarang ini.
kecamatan Telaga Biru, Kwandang, Anggrek dan Atinggola yang
ditunjukkan oleh angka resiko di atas 100%.
3.3.4. Penyuluhan
7.842
10.984
mengalami peningkatan rata-
30.000 11.121 rata 4,53%, yaitu dari
11.792
14.920 2.467
10.502 4.276.720 ton pada tahun
20.000
3.774
7.184
2001 menjadi 4.881.810 ton
4.245
- 6.853 pada tahun 2003. Dalam
4.153 10.574
8.811 8.974
periode 2001-2003 tersebut,
10.000 7.167 7.769 produksi penangkapan di laut
10.308 meningkat rata-rata sebesar
8.440 7.427
5.810 5.479 4,87%/tahun yaitu dari
-
2002 2003 2004 2005 2006
3.966.480 ton pada tahun
2001 menjadi 4.383.103 ton
Boalemo Kab. Gorontalo pada tahun 2003, sedangkan
Pohuwato Bone Bolango produksi penangkapan di
Kota Gorontalo Jumlah Provinsi perairan umum hanya
mengalami peningkatan 0,01% yaitu dari 310.240 ton pada tahun
2001 menjadi 308.093 ton pada tahun 2003 (Renstra DJPT, 2003-
2009).
Saat ini, perikanan tangkap skala kecil masih merupakan ciri dominan
perikanan tangkap Provinsi
Gorontalo. Berdasarkan
8 000
data statistik perikanan,
6 979
dalam kurun waktu enam
7 000
tahun terakhir, jumlah
6 039 6 067
armada perikanan tangkap 5 821 5 929
6 000 5 555
di Provinsi Gorontalo
mengalami peningkatan
sekitar 4,8% per tahun dan 5 000
4 419
pada tahun 2006 mencapai 2 728 3 006 3 122 3 204 3 359
jumlah lebih dari 6679 unit 4 000
motor.
Kapal Motor Perahu Tanpa Motor
Perahu Motor Tempel Jumlah
Gambar 3.24.
Perkembangan Armada Perikanan Tangkap di Provinsi Gorontalo
Dari 2% kapal motor yang ada, sebagian besar merupakan kapal motor
berukuran kecil, yaitu kurang dari 10 GT. Proporsi armada berukuran
kurang dari 10 GT tersebut memberikan gambaran bahwa perikanan
skala kecil berperan besar dalam perikanan nasional. Armada perahu
tanpa motor dan perahu motor tempel merupakan armada perikanan
tangkap yang menggantungkan kegiatan penangkapan pada daerah
pesisir. Semakin banyaknya jumlah armada tangkap pada ukuran
tersebut sangat membahayakan kelestarian lingkungan karena
semakin tingginya tekanan terhadap sumberdaya pesisir yang
diakibatkan oleh jarak operasi penangkapan yang hanya sejauh kurang
dari 12 mil laut. Disisi lain upaya peningkatan pendapatan nelayan
akan sia-sia jika fokus perhatian hanya dilakukan pada peningkatan
jumlah armada skala kecil karena semakin meningkatnya armada
skala kecil akan semakin meningkatkan frekuensi penangkapan pada
daerah yang sama sehingga ukuran ikan yang diperoleh dan
produktivitas per tripnya akan menurun. Di masa mendatang, Provinsi
Gorontalo harus menjadi pelopor usaha perikanan tangkap yang
dilakukan pada daerah tangkapan yang lebih jauh, terutama pada
kawasan lepas pantai lebih dari 12 mil laut sampai dengan batas ZEE.
Kawasan pesisir akan dikonsentrasikan untuk kawasan konservasi,
tempat pemijahan ikan, dan kawasan budidaya yang ramah
lingkungan. Dengan demikian diharapkan akan terjadi peningkatan
sumberdaya secara signifikan yang selanjutnya akan meningkatkan
cadangan sumberdaya ikan pelagis dan demersal karena terjaminnya
kualitas sumberdaya perairan pesisir. Pergeseran daerah tangkapan ke
arah yang semakin jauh sudah mulai terjadi karena, meningkatnya
produktivitas yang disebabkan oleh peningkatan jumlah sarana
tangkap kapal motor, meningkatnya jumlah nelayan dan
meningkatnya penggunaan alat tangkap yang lebih produktif dan disisi
lain, karena keterpaksaan akibat penurunan sumberdaya pesisir.
Kebijakan pemerintah provinsi yang mendukung terjadinya
peningkatan produksi telah berhasil mendorong peningkatan jumlah
armada tangkap kapal motor. Dengan meningkatnya sarana tangkap
kapal motor diharapkan akan terjadi peningkatan produktivitas pada
daerah tangkapan di luar
8 000 kawasan pesisir, tentunya
7 098
kebijakan tersebut harus
7 000
6 218 6 319 6 333 6 357
diiringi dengan kebijakan
5 715
6 000 yang mendorong terjadinya
pergeseran wilayah
5 000
2 526
2 950 3 056 3 209 3 314
4 349
tangkapan ke daerah yang
4 000 lebih jauh.
3 000
Gambar 3.25.
2 000 2 659 2 692 2 677 2 560 2 527
Perkembangan RTP Nelayan
2 291
Menurut Sarana Tangkap
1 000
17
513
74
502
96
490
155
409
169
347
129
329
Dari sisi sumber daya
-
manusia yang terjun ke
2001 2002 2003 2004 2005 2006
bidang ini pada periode 2001-
Tanpa Pe rahu Kapal M otor 2006, jumlah RTP18 perikanan
18 RTP = Rumah
Pe rahu Tangga Perikanan
tanpa m otor Perahu M otor Tem pe l
Jum lah RTP
tangkap di Provinsi Gorontalo mengalami peningkatan. Jika pada tahun
2001 jumlah RTP sebanyak 5175 RTP, maka pada 2006 menjadi 7098
RTP. Dengan demikian, terjadi kenaikan jumlah RTP rata-rata
4,05%/tahun dalam kurun waktu tersebut. Telah terjadi peningkatan
yang cukup berarti pada RTP yang mengoperasikan motor tempel dan
penurunan pada RTP yang menggunakan perahu tanpa motor dan RTP
tanpa perahu.
Fakta yang disampaikan pada uraian di atas menunjukkan bahwa
usaha perikanan tangkap memegang peranan cukup penting. Secara
sosial dan ekonomi, kegiatan perikanan tangkap melibatkan lebih dari
17.538 penduduk Provinsi Gorontalo yang bekerja pada kegiatan usaha
perikanan tangkap, meskpiun 40 % diantaranya merupakan nelayan
musiman. Namun demikian kontribusi usaha perikanan tangkap telah
memberikan harapan dan menjadi tempat bergantung secara langsung
maupun tidak langsung melalui usaha ikutan, serta telah memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi Provinsi
Gorontalo yang dibuktikan dengan nilai produksi pada tahun sebesar
Rp 327 milyar dan tempat bergantung lebih dari 74 ribu penduduk
Provinsi Gorontalo.
Provinsi Gorontalo yang memiliki potensi perikanan tangkap di dua
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yaitu WPP Teluk Tominii dan
WPP Laut Sulawesi. Potensi lestari Perikanan Tangkap berdasarkan di
WPP Teluk Tomini sampai dengan Laut Seram dan WPP Laut Sulawesi
sampai dengan Samudra Pasifik, berdasarkan data Komisi Nasional
Stock Assesement Tahun 2002 sebesar 1.226.090 ton/tahun19 dengan
tingkat pemanfaatan pada tahun 2006 mencapai 50.219 ton atau
sebesar 4,85% %. Sedangkan di perairan Umum mencapai 821,6 ton
dari potensi sebesar 90 % dengan luas perairan Umum sebesar 3.000
ha.
Keadaan di Provinsi Gorontalo sedikit lebih baik karena lebih tinggi dari
rata-rata produktivitas nelayan tingkat nasional pada tahun yang
sama. Pada tahun 2003 produktivitas nelayan Provonsi Gorontalo 2,3
ton per tahun atau setara dengan 23,25 kg per hari. dan terus
meningkat sehingga pada tahun 2006 produktivitasnya menjadi 3,3
ton per tahun atau setara dengan 32,59 per nelayan per hari.
Meskipun cukup lebih bai dari kondisi nelayan secara nasional,
produktivitas nelayan Provinsi Gorontalo masih tergolong rendah yang
antara lain disebabkan sebagian besar usaha perikanan tangkap
merupakan skala kecil dengan tingkat produktivitas dan efisiensi
usaha yang relatif rendah . Sementara itu, seperti halnya di Provinsi
Gorontalo, keadaan di WPP lain masih terdapat potensi sumberdaya
ikan yang belum dimanfaatkan secara optimal karena: (1)
keterbatasan sarana dan prasarana perikanan yang tersedia, (2)
keterbatasan jumlah sumberdaya manusia, dan (3) kegiatan usaha
perikanan tangkap dilakukan oleh nelayan kecil yang terbatas
modalnya sehingga sulit mencapai daerah tangkapan yang jauh.
Sumberdaya ikan yang cukup melimpah di WPP Teluk Tomini dan WPP
Laut Sulwesi tidak mempunyai arti dari sisi ekonomi apabila tidak ada
upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis untuk
mendayagunakannya sehingga mampu memberikan manfaat secara
berkelanjutan. Salah satu sarana penting dalam rangka
memanfaatkan sumberdaya ikan di laut adalah armada penangkapan
ikan berupa kapal dan alat penangkap ikan. Selanjutnya untuk
meningkatkan produktivitas usaha penangkapan ikan, perlu
diperhatikan sejumlah faktor, antara lain (1) kelimpahan sumberdaya
ikan, (2) tingkat persaingan dalam menangkap ikan, dan (3)
kemampuan sumberdaya dalam memanfaatkan teknologi
penangkapan ikan yang digunakan.
4.000,0
3.148,0 4.407,5 6.124,0
menggembirakan karena ditinjau
3.000,0
3.210,0
3.025,4 3.267,1 dari segi permintaan pasar,
2.000,0 2.366,8
dampak ekonomi yang dihasilkan
dan kesesuaiannya dengan prinsip
1.000,0 537,7 532,5 583,2 kelestarian lingkungan. Tercatat
350,0
429,2 531,6
433,0 669,8 418,7 324,3
312,3 106,2
-
2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 2 006
2 506
tepat bagi pemerintah untuk 2 259 666 785
membantu mendorong 2 500 1 997 354 654
berkembangnya budidaya laut. 2 000 350 92 568 438
315 29 555 143
Perkembangan keluarga 29 469 261 261
pembudidaya selalu meingkat 1 500 469 681
dari tahun ke tahun dengan 756 756 756 691
1 000
706
tingkat pertumbuhan rata-rata 1 141
500 741 785 795
selama periode 2001-2006 472 647
sebesar 13,85 %. Jumlah -
rumah tangga pembudidaya 2 001 2 002 2 003 2 004 2 005 2 006
Gambar 3.29.
6 000 5 398
Peningkatan Jumlah Petani
5 000 4 335
Pembudidaya
4 132 999
3 844
3 519 Potensi produksi budidaya
4 000 999
3 110
Number of Fish Farmer
10.309
Permasalahan umum Mutiara
yang ditemukan dalam 20.622
Provinsi Gorontalo memiliki wilayah perairan laut yang luas dan sangat
potensial untuk kegiatan budidaya laut. Luas perairan yang potensial
untuk budidaya laut menurut Departemen Kelautan dan Perikanan
adalah 20.622 hektar. Namun demikian, tidak berarti seluruh luasan
lahan tersebut potensial dan sesuai untuk budidaya laut, karena masih
banyak kriteria-kriteria dan parameter lainnya yang harus dipenuhi
oleh suatu lokasi perairan agar dapat dimanfaatkan untuk budidaya
laut.
3.1.2.3.Teknologi Produksi
Gambar 3.33.
18.000
Perkembangan Jumlah
16.000
16.792 Pemotongan dan
14.000 15.843 Perdagangan Antar Pulau
14.293
12.000 13.304
Sejak berdiri menjadi
10.000 11.592
10.305
Provinsi, perdagangan antar
9.948 9.803
8.000 pulau dan ekspor tumbuh
6.000 semakin pesat yang ditandai
4.000
dengan meningkatnya
5.400 5.138
3.960
4.680 permintaan sapi bali
2.000
sehingga berkonsekuensi
- terhadap tingginya harga
2.001 2.002 2.003 2.004 2.005 2.006 sapi pada tingkat peternak.
Daya tarik pengembangan
Jumlah Pemotongan Per tahun Pengiriman Antar Pulau (Ekspor)
sapi untuk tujuan ekspor
rupanya meningkatkan minat peternak skala kecil dengan
mengembangkan sapi secara tradisional tanpa menggunakan
perencanaan teknis budidaya ternak
dan pemeliharaan yang efisien
1.200.000
sehingga produk daging sapi dalam
1.000.000 1.124.268 bentuk karkas yang dihasilkan per
983.069 satuan ekor ternak relatif lebih rendah
800.000
dibandingkan dengan rata-rata di
Populasi (Ekor)
873.074
771.644 803.319 792.482 daerah sentra produksi di Provinsi Lain.
600.000
2.918
2.500
Produksi (ton)
2.841
Rumput atau pohon jagung dapat digunakan untuk pakan ternak sapi
dan sebagian kecil untuk ternak kambing dan domba. Gambaran
tersebut mengindikasikan bahwa penyediaan pakan dalam memelihara
ternak ruminansia tidaklah mudah dan biaya yang harus dikeluarkan
tidak sedikit. Luasan pemilikan tanah oleh umumnya para peternak
tidak memadai, sehingga penyediaan pakan melalui budidaya
tanaman pakan hampir tidak mungkin dilakukan. Pada akhirnya
peternak mengandalkan rumput dari areal pertapakan rumah yang
belum digunakan di sekitar pemukiman, pinggaran jalan dan pinggiran
kebun serta dengan pemanfaatan limbah pertanian. Pada musim
penghujan pertumbuhan rumput sangat cepat, tetapi hujan sekaligus
menjadi kendala yang menyebabkan tenaga kerja pemotong rumput
tidak mampu melakukan tugasnya dengan optimal. Sedangkan pada
musim kemarau pertumbuhan rumput menjadi lambat bahkan sampai
sebagian rumput mati pada waktu kemarau yang sangat kering dan
menyebabkan sukar untuk memperoleh jumlah sesuai kebutuhan,
belum lagi mutunyapun rendah. Sebagai akibatnya peternakan rakyat
yang umumnya berskala usaha ternak secara kecil-kecilan sukar untuk
memperbesar skala usaha.
Ayam kampung (ayam buras), merupakan salah satu jenis ternak yang
sangat dekat dengan masyarakat dan para petani-peternak di
pedesaan. Meskipun produktivitasnya rendah sebagai penghasil daging
dan telur, namun ayam kampung memiliki berbagai keunggulan,
antara lain telah menyebar dan populer di tengah kehidupan
masyarakat sampai di berbagai pelosok Indonesia, bahkan disebagian
suku di Indonesia peran ayam kampung menjadi teramat penting
sebagai salah satu persyaratan keabsahan berbagai penyelenggaraan
adat istiadat. Daya adaptasinya cukup tinggi, sekalipun terhadap
lingkungan yang jelek serta pengembangannya tidak menuntut biaya
tinggi dan areal/ lahan luas. Dagingnya tidak amis, bercitarasa sedap
dan telurnya diyakini mengandung hormon untuk vitalitas sehingga
sangat diminati oleh konsumen, tidak mengherankan jika harganya
relatif lebih mahal dibanding dengan daging dan telur dari jenis unggas
lainnya termasuk ayam ras dan itik. Pada saat ini harga ayam
kampung Rp. 25.000, per kg sementara ayam ras Rp. 14.000 per kg.
Telur ayam kampung Rp 2.000, per butir sementara telur ayam ras Rp.
800 per butir
1.200.000
Gambar 3.36.
Perkembangan Populasi
1.000.000
Ayam Kampung di Provinsi
Gorontalo
Populasi (ekor)
800.000
600.000
Populasi ayam kampung
400.000
dari tahun ketahun
200.000 mengalami peningkatan,
0 dari hanya sebesar
2001 2002 2003 2004 2005 2006
771644 ekor pada tahun
AyamKampung 771.644 803.319 760.040 873.074 983.069 1.124.268 2001 menjadi 1,1 juta
Ayamras Petelur 35.798 53.775 197.974 438.468 379.497 384.219 ekor pada tahun 2006
AyamRas Pedaging 137.933 156.954 178.594 123.646 112.127 120.826 (Gambar 3.36). Telah
Itik 69.361 80.646 46.814 55.821 40.307 58.711 terjadi peningkatan
populasi peningkatan
Ayam Kam pung Ayam ras Petelur
rata-rata tahunan sebesar
Ayam Ras Pedaging Itik
8,1 %. Pertumbuhan
populasi yang cukup signifikan tersebut pada mampu diimbangi oleh
laju populasi ayam ras petelur, namun demikian, sejak tahun 2004 laju
populasi ayam ras peterlur tidak mengalami peningkatan. Keunggulan
ternak unggas di Provinsi Gorontalo adalah masih terisolasi dari wabah
penyakit flu burung sehingga hal tersebut menjadi keunggulan
komparatif, baik sebagai provinsi produsen maupun sebagai
konsumen. Populasi ayam kampung diProvisni Gorontalo masih lebih
banyak dibandingkan dengan populasi ternak unggas lainnya.
Dilokasi penyebaran
ternak proyek
PUTKATI, misalnya di Kecamatan Wonosari masih banyak ditemui
kebun-kebun kelapa yang (sebagian diantaranya) dibawahnya hanya
ditumbuhi oleh semak-semak belukar yang tidak bernilai ekonomis.
Faktor tersebut mendorong petani peserta proyek yang menerima
paket ternak, untuk melakukan tindakan pengembangan tanaman
hijauan pakan pada lahan usahataninya misalnya dengan cara
menanam di bawah pohon kelapa. Faktor-faktor penting yang
berpengaruh dan perlu diperhatikan untuk keberhasilan
pengembangan ternak ruminansia sapi dibawah pohon kelapa, antara
lain :
3.1.1.2.Pengembangan Pasar
3.1.1.11.Pembangunan Prasarana
Subprorgam2:
Subprogram
PROGRAM 1:3.3:
3:1.1:
1.2:
1.3:
2.1:
2.3:
2.4:
3.1:
3.2:
3.4:
2.2:Pembentukan
Perencanaan
Peningkatan
Memperbaiki
Pengorganisasian
Revitalisasi
Membangun
Penguatan
Meningkatkan
Koordinasi
dan
Kapasitas
Kembali
Pengelolaan
Kondisi
dan
Kapasitas
Membangun
Peresmian
dan&
Sumberdaya
Seluruh
Penciptaan
Menguatkan
Sistem
Kembali
Sistem
Dinas/Kapasitas
Agribisnis
Masyarakat
Alam
Penyiapan
Permodalan
Pendapatan
Perkebunan
Instansi
Lembaga/Instansi
Informasi
Pelayanan
untuk
Pemerintah
AMB
PEMBANGUNAN
REFORMASI Penyuluhan
Masyarakat
Terpadu
PEMBERDAYAANAgribisnis
meningkatkan
Bagi
Rakyat
Masyarakat
Masyarakatproduktivitas dan Box 1
Pemerintah
INSTITUSI
kesejahteraan dalam jangka panjang
SISTEM
DAN
MASYARAKAT
CAPACITY
PENGELOLAAN
MELALUIImplementasi Agenda Reformasi Pertanian
AGRIBISNIS TERPADU
BUILDING
KEWIRAUSAHAAN
Kegiatan pokok (1) diuraikan menjadi empat kegiatan yang terdiri dari
(1.a) Sosialisasi program kepada kelompok tani terpadu yang sudah
terbentuk; (1.b) Menyediakan faktor produksi pertanian tanaman
pangan untuk wilayah yang tidak terlayani dengan baik dalam
penyediaan faktor produksi oleh swasta dan daerah yang pengadaan
faktor produksinya dikuasai oleh tengkulak; (1.c). Pendidikan
manajemen keuangan keluarga bagi petani; dan (1.d) Pengadan
dukungan logistik bagi kegiatan 1.b dan 1.c./Provision of Logistical
Support (e.g., office equipment/computers). Sedangkan kegiatan
kedua yaitu Penguatan Perencanaan, koordinasi dan penegakan
sistem Pengelolaan Agribisnis Terpadu Berbasis
Masyarakat/Strengthening Community Planning, Coordination and
Enforcement of Community-based integrated agribusiness
development diuraikan menjadi empat kegiatan yang terdiri dari; (2.a)
Pelatihan jangka pendek mengenai inovasi teknologi budidaya tepat
guna yang lebih maju bagi inovator terpilih pada tingkat
kecamatan/Short-term Training on advanced production technology
innovation for sub-district level selected innovator; (2.b). Penerapan
teknologi budidaya dengan menggunakan teknologi tepat guna yang
lebih maju/Application of advanced agricultural production technology;
(2.c). Bantuan operasional bagi inovator teknologi tingkat kecamatan;
dan (2.d) Karyawisata Bagi petani yang berhasil meningkatkan
produktivitas ke daerah yang melakukan pemanfaatan sumberdaya
lahan secara optimal/Exchange Visits/Tours