You are on page 1of 3

Anton A Setyawan-Artikel Ekonomi& Bisnis

ANCAMAN HUTANG LUAR NEGERI

Anton A. Setyawan, SE, MSi


Dosen Fak. Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Surakarta 57102
Hp 08156718444
e-mail: agussetyawan-a@mailcity.com dan rmb_anton@yahoo.com

Dalam pidato serah terimanya Menteri Keuangan Kabinet Indonesia


Bersatu, Yusuf Anwar, MA menyatakan bahwa prioritas utama dalam masa
jabatannya adalah mengatasi masalah hutang luar negeri pemerintah. Saat ini
pemerintah hanya mempunyai alternatif terbatas untuk menyelesaikan
masalah hutang luar negeri. Pilihan yang memungkinkan hanyalah
menambah penerimaan pajak dan privatisasi serta disiplin fiscal. Pemerintah
dalam RAPBN 2005 menargetkan penerimaan pajak 13,6 persen dari PDB
dan penerimaan privatisasi Rp 3,5 triliun. Disiplin fiscal yang ketat akan
mengakibatkan APBN di masa mendatang tidak bisa diharapkan
memberikan stimulus pada perekonomian nasional. Kondisi yang ada saat
ini, pemerintah sudah mampu mengurangi hutang luar negeri sampai dengan
60 persen dari PDB. Akan tetapi ada potensi ancaman lain yang akan
memberikan tekanan fiscal yaitu hutang dalam negeri.

Krisis ekonomi mengakibatkan hutang luar negeri berarti penting bagi


perekonomian nasional. Akan tetapi, hutang luar negeri yang terlalu besar
tersebut juga menyebabkan Indonesia semakin terperosok dalam jurang
krisis berkepanjangan. Menurut teori Harrod Domar, hutang luar negeri di
negara berkembang disebabkan oleh ketidakcukupan tabungan domestik
untuk membiayai pembangunan (Williamson, 1985). Penjelasannya sebagai
berikut, angka pertumbuhan (growth), diperoleh dengan membagi tabungan
domestik (saving), dengan rasio output kapital. Apabila tabungan domestik
tidak mencukupi, untuk mengejar proyeksi angka pertumbuhan tinggi,
diperlukan hutang luar negeri.

Fenomena besarnya hutang luar negeri Indonesia disebabkan oleh dua


hal, pertama, faktor internal. Pemerintah Orde Baru pada awal tahun 60-an
mengesahkan UU Penanaman Modal pada tahun 1967. UU tersebut
berimplikasi terhadap arus modal asing di Indonesia. Pada awal 70-an
pemerintah Indonesia seolah-olah mengumumkan kepada dunia bahwa
Indonesia mulai memasuki era market economy sehingga modal asing

1
Fak. Ekonomi UMS-Oktober 2004
Anton A Setyawan-Artikel Ekonomi& Bisnis

(termasuk pinjaman luar negeri) sangat diharapkan. Akan tetapi, kebiasaan


mengharapkan pinjaman luar negeri ini mengakibatkan ketergantungan
kronis terhadap hutang luar negeri dan sedikit banyak membunuh kreativitas
para ekonom pemerintah untuk mencari sumber-sumber pendanaan dalam
negeri. Kedua, faktor eksternal. Lembaga donor asing memandang Indonesia
pada akhir 60-an mengalami masa transisi baik secara ekonomi maupun
politik, sehingga membutuhkan bantuan. Dalam perkembangannya, ketika
Indonesia mengalami booming ekonomi pada awal dekade 90-an, para
kreditor dengan senang hati memberi pinjaman kepada Indonesia. Hal ini
dikarenakan, selain Indonesia termasuk good boy dalam soal pembayaran
hutang, prospek ekonomi Indonesia yang demikian cerah (waktu itu)
menambah optimisme para kreditor bahwa pinjaman mereka akan
memberikan penghasilan berupa bunga dalam jumlah besar.

Manajemen Hutang Luar Negeri

Paket deregulasi Oktober 1988, juga mempunyai kontribusi besar


dalam membengkaknya hutang luar negeri swasta. Paket deregulasi
perbankan di ahir dekade 80-an tersebut mempermudah pendirian bank
swasta. Di satu sisi paket ini mempunyai tujuan mengubah pola tabungan
domestik Indonesia dalam arti meningkatkan jumlah tabungan domestik.
Namun, paket ini mempunyai implikasi negatif berkaitan dengan pola
manajemen hutang swasta. Bank-bank nasional yang waktu itu dikuasai oleh
grup-grup usaha milik konglomerat selalu melanggar mekanisme pemberian
kredit (Legal Lending Limit). Pemberian kredit kepada grup usahanya
sendiri selalu melanggar ketentuan. Pada akhirnya pelanggaran tersebut
mengakibatkan kredit macet yang memperburuk kondisi perekonomian
nasional. Selain itu, swasta terlalu berani melakukan ekspansi jangka
panjang dengan dibiayai hutang jangka pendek.

Dari sisi pemerintah, mismanajemen hutang luar negeri tersebut


terjadi karena saratnya KKN dalam pengelolaannya. Kebocoran hutang luar
negeri Indonesia mencapai 30 persen (Djoyohadikusumo, 1995). Praktek
KKN terjadi dalam proyek-proyek pembangunan yang dibiayai hutang luar
negeri. Sukses tidaknya manajemen hutang luar negeri sangat tergantung
pada mental debitur (Wiranta, 2000). Sebagai contoh pulihnya
perekonomian Eropa pasca PD II adalah karena hutang luar negeri.
Pemulihan ekonomi Eropa waktu itu tidak terlepas dari bantuan luar negeri
AS di dalam paket Marshall Plan. Paket senilai triliunan dollar tersebut
membangkitkan perekonomian Eropa yang mengalami kehancuran baik dari
2
Fak. Ekonomi UMS-Oktober 2004
Anton A Setyawan-Artikel Ekonomi& Bisnis

sisi infrastruktur maupun suprastrukturnya (Sadli, 2001). Dalam kurun


waktu kurang dari 20 tahun Eropa berhasil bangkit dan menjadi salah satu
sentra perekonomian dunia. Hal ini seharusnya menjadi cermin bagi
pemerintah Indonesia dalam mengelola hutang luar negeri.

Odious Debt, Mungkinkah ?

Hutang luar negeri Indonesia adalah warisan dari orde KKN Orde
Baru, jadi adalah tidak adil jika membebankan pembayarannya kepada 200
juta jiwa rakyat Indonesia yang sebagian besar tidak merasakan “nikmatnya”
hutang luar negeri tersebut. Untuk itu, ada baiknya pemerintah Indonesia
mencoba bernegosiasi dengan para kreditur untuk menerapkan odious debt.
Odious debt adalah hutang yang diperoleh pemerintah lalim dan penindas,
namun bukan untuk kepentingan negara tetapi untuk memperkuat
kekuasaan, dikorup dan disalahgunakan (Sack, 1923). Konsep hutang seperti
ini pernah diterapkan di Kosta Rika tahun 1923 dan Afrika Selatan tahun
1982. Dengan penerapan jenis hutang tersebut maka pemerintah bisa
menghapus hutang luar negeri yang tidak dikelola dengan baik atau
mengalami kebocoran.

Hutang luar negeri sulit untuk dihilangkan dari struktur perekonomian


nasional apalagi dalam jangka pendek. Hal yang paling mungkin dilakukan
adalah mengurangi hutang luar negeri tersebut sampai pada tingkat yang
proporsional. Selain itu, urgensi manajemen hutang yang baik diperlukan
untuk meminimalisir kebocoran. Masalah yang akan dihadapi pemerintah
sekarang adalah bagaimana mencari sumber dana untuk membayar hutang
luar negeri yang jatuh tempo tahun mendatang. Mencari sumber dana dalam
negeri dalam kurun waktu satu tahun ke depan hampir tidak mungkin.
Membiarkan perekonomian menuju situasi default akan semakin
meperburuk kredibilitas Indonesai di mata kreditur, selain itu ancaman
default pasti akan menjatuhkan nilai tukar. Untuk itu pemerintah perlu
melakukan negosiasi secara intens agar ada penundaan pembayaran.
Aternatif yang ada hanya melalui peningkatan penerimaan pajak, privatisasi
dan displin fiscal.

3
Fak. Ekonomi UMS-Oktober 2004

You might also like