You are on page 1of 12

Drh.

Ardilasunu Wicaksono
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

IDENTIFIKASI BAHAYA MIKROBIOLOGIS PADA


PENGOLAHAN KARKAS DI RUMAH PEMOTONGAN AYAM

PENDAHULUAN
Latar belakang
Secara global permintaan terhadap daging ayam terus menerus meningkat
dari tahun ke tahun. Cara produksi bervariasi dari pemeliharaan yang dilepas pada
ayam lokal di beberapa negara berkembang sampai pada sistem pemeliharaan
yang sangat intensif pada beberapa negara lainnya, dimana sektor produksi ayam
merupakan sektor yang paling berteknologi modern di sektor pertanian.
Peningkatan teknologi melalui mekanisasi mengurangi kebutuhan terhadap
personil yang bekerja di tempat produksi. Meskipun terjadi kemajuan teknologi,
bahaya mikrobiologis masih tersisa pada rantai proses produksi, untuk itu perlu
dilakukan penilaian resiko terhadap agen mikroorganisme yang terdapat pada
rantai produksi ayam yang salah satunya adalah proses pengolahan di rumah
pemotongan ayam.

Penerapan higiene untuk personal di rumah pemotongan mencakup


kesehatan dan kebersihan diri, perilaku/kebiasaan bersih, serta peningkatan
pengetahuan/pemahaman dan kepedulian melalui program pendidikan dan
pelatihan yang terprogram dan berkesinambungan. Setiap pegawai yang
menangani langsung daging harus sehat dan bersih. Higiene personal yang buruk
merupakan salah satu sumber pencemaran terhadap daging. Seluruh peralatan
yang digunakan untuk daging harus kuat, tidak mudah berkarat, tidak bereaksi
dengan zat-zat yang terkandung dalam daging, mudah dirawat, serta mudah
dibersihkan dan didisinfeksi. Peralatan yang memiliki sudut dan atau terbuat dari
kayu tidak dapat digunakan untuk daging.
Ardilasunu Wicaksono 2009

Rumah pemotongan ayam harus menghasilkan produk yang


menguntungkan bagi konsumen dengan menghasilkan produk karkas yang aman,
sehat utuh dan halal (ASUH). Karkas harus terjamin dari zoonosa dan mengikuti
keinginan konsumen dari hasil produk dari segi potongan maupun deboning.

Penerapan safety product pada rumah pemotongan ditujukan untuk


memberikan jaminan keamanan dan mutu daging yang dihasilkan, termasuk
kehalalan, dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen, serta
turut menjaga kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, sistem tersebut
berfungsi sebagai pengawasan dan pengendalian penyakit hewan dan zoonosis di
rumah pemotongan sebagai bagian dari sistem kesehatan hewan nasional.

Pada proses pengolahan, kontrol higiene dapat mengukur tingkat


kontaminasi mikroba pada karkas, namun tidak selalu dapat mencegah keberadaan
organisme berbahaya yang dapat menyebar pada karkas. Proses monitoring dapat
dikurangi dengan sistem mekanisasi produksi yang modern dimana dilengkapi
dengan peningkatan kecepatan produksi, efisiensi dan pemeliharaan hasil
produksi. Permasalahan utama di dalam pengolahan karkas adalah kontaminasi
mikroba yang cepat pada permukaan karkas dan tidak mudah dieliminasi hanya
dengan menggunakan pencucian karkas.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melakukan identifikasi
terhadap resiko akan bahaya mikrobiologis pada keseluruhan proses pengolahan
karkas ayam di rumah pemotongan ayam. Terlebih lagi bahaya mikrobiologis
menjadi perhatian untuk konsumen usia muda dan usia tua. Penilaian dilakukan
sebagai upaya untuk menekan jumlah kontaminasi mikroorganisme yang dapat
terikut di dalam karkas sehingga dapat merusak produk maupun dapat berbahaya
bagi kesehatan konsumen yang mengonsumsi produk karkas ayam tersebut.

2
Ardilasunu Wicaksono 2009

PEMBAHASAN

Produk berupa karkas daging segar dan olahannya memiliki tingkat resiko
tinggi yang digolongkan kategori pertama terhadap peluang kemungkinan bahaya
akan terjadi. Penilaian terhadap bahaya mikrobiologis pada bahan pangan telah
menjadi salah satu bagian dari manajemen resiko keamanan pangan. Identifikasi
bahaya mikrobiologis merupakan identifikasi terhadap mikroorganisme atau
toksin mikroba yang menjadi perhatian dan evaluasi dimana mikroba atau toksin
tersebut merupakan bahaya bagi bahan pangan.

Mikroorganisme patogen yang penting di dalam proses pengolahan daging


ayam adalah Salmonella dan Campylobacter spp dan di beberapa negara,
peternakan unggas hidup merupakan faktor pembawa terbesar bakteri-bakteri
tersebut. Keberadaan beberapa mikroorganisme dapat menjadi kontaminan pada
karkas hasil olahan, dan konsumsi daging mentah atau tidak matang sempurna
merupakan faktor resiko yang paling potensial untuk terjadinya keracunan
makanan dan menyebabkan gastoenteritis pada manusia.

Proses pengolahan karkas ayam di rumah pemotongan ayam secara umum


dibagi dua berdasarkan pengolahan di ruang kotor dan ruang bersih. Pengolahan
di ruang kotor meliputi penerimaan (receiving), penggantungan (hanging),
pemingsanan (stunning), pemotongan (killing), perendaman air hangat (scalding),
pencabutan bulu (plucking), pengeluaran jeroan (eviscerating) dan pencucian
(washing). Sedangkan di ruang bersih meliputi pendinginan (chilling), pemilihan
ukuran (grading), pengemasan (packaging), pembekuan (freezing), dan
penyimpanan (storage).

Proses pengolahan karkas yang memiliki resiko terhadap faktor


mikrobiologis harus dipisahkan secara fisik dari dari satu proses ke proses
lainnya. Antara lain :

1. Penurunan (unloading) dan penganggantungan (shackling) ayam yang


datang dimana terdapat banyak sekali penyebaran mikroba melalui udara.

3
Ardilasunu Wicaksono 2009

2. Pemingsanan (stunning), pemotongan (killing), perendaman dalam air


panas (scalding), dan pencabutan bulu (plucking), yang merupakan
prosesing di ruang kotor.
3. Pengeluaran jeroan (eviscerating) dan pembersihan karkas untuk
menghilangkan kebeadaan mikroba.
4. Perendaman dalam air dingin (chilling) untuk mengontrol pertumbuhan
mikroba, diikuti dengan pembagian karkas berdasarkan ukuran (grading)
dan pengemasan (packaging) jika ada.

Kondisi mikrobiologis pada produk akhir sangat dipengaruhi oleh


mikroorganisme yang dibawa pada saat ayam masih hidup. Keberadaan bakteri
Salmonella dan Campylobacter harus dikontrol pada sektor hulu di peternakan
karena sangat sulit untuk dieliminasi pada saat proses pengolahan karkas di rumah
pemotongan ayam. Selain itu, beberapa mikroorganisme didapatkan pada saat
proses pengolahan karkas seperti halnya Staphylococcus aureus, dan organisme
yang bersifat psikotrofik seperti Listeria monocytogenes dan Pseudomonas spp.
yang dapat berkembang pada lingkungan tempat pengolahan karkas.

Proses penurunan (unloading) dan penganggantungan (shackling) ayam


Proses pengangkutan dan penurunan ayam dari truk pengangkut dapat
menyebabkan stress pada ayam. Namun saat ini tingkat stress dapat dikurangi
dengan perubahan model kandang angkut dan juga pencahayaan yang dapat
menenangkan ayam ketika akan digantung pada shackle. Meskipun beberapa hal
dapat mengurangi tingkat stress, pada proses shackling, ayam masih
mengepakkan sayapnya sehingga dapat menyebarkan mikroorganisme yang
mengontaminasi proses shackling tersebut sebelum ayam dipingsankan. Proses
penggantungan ayam yang masih hidup memiliki tingkat konsentrasi
mikroorganisme terbesar pada rumah pemotongan unggas.

Proses pemingsanan (stunning) dan pemotongan (killing)


Pada proses stunning, ketika digunakan bak air untuk pemingsanan,
beberapa ayam menghirup sejumlah kecil air yang terkontaminasi yang masuk ke
dalam ruang paru-paru, namun hal ini belum dapat dipastikan secara jelas. Proses
4
Ardilasunu Wicaksono 2009

pemotogan yang dilakukan pada daerah leher baik menggunakan tangan atau
rotating blade untuk mengeluarkan darah pada ayam, dapat menyebabkan
kontaminasi silang dan dapat memasukkan bakteri ke aliran darah. Kontaminasi
silang dapat dikurangi dengan perlakuan pemanasan pada pisau potong atau
rotating blade dengan mengirigasinya menggunakan aliran air hangat yang
terklorinasi.

Proses perendaman dengan air hangat (scalding)


Meskipun tujuan utama dari perendaman dengan air hangat adalah untuk
menghilangkan bulu sebelum proses pencabutan bulu (plucking), proses ini
memiliki efek mikrobiologis yang penting. Tidak hanya dikarenakan ayam
membawa mikroorganisme dari bulu dan kulitnya, namun ketika ayam
dimasukkan ke dalam tangki perendaman, ada beberapa ayam mati yang
mengeluarkan feses secara tidak disengaja yang akan menambah bakteri fecal
yang dapat mengontaminasi air.
Kontrol tingkatan mikrobiologi pada air tergantung pada penggunaan dan
temperatur air. Persyaratan untuk ketersediaan air adalah sebanyak satu liter untuk
satu ayam, namun ada juga yang menggunakan air hanya untuk membersihkan
sisa-sisa bulu setelah ayam keluar dari tangki perendaman. Pada proses
perendaman dengan menggunakan air hangat, beberapa organisme dapat
dihilangkan dari permukaan karkas yang tergantung pada temperatur air yang
digunakan dan tipe organisme yang ada. Pseudomonas dapat dihilangkan pada
temperatur scalding, begitu juga dengan beberapa jenis Enterobacteriaceae dan
tidak semua spora dari Clostridium perfringens. Bakteri yang tersisa di kulit
memiliki resistensi lebih tinggi terhadap panas dibandingkan bakteri yang berasal
dari air.
Suhu scalding berkisar antara 50 – 63oC tergantung karkas akan dijadikan
produks segar atau produk beku. Suhu antara 50 – 52oC (soft scalding) dipakai
untuk menghasilkan produk karkas segar, karena suhu yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan hilangnya kutikula selama proses plucking sedangkan hard
scalding dipakai untuk produk karkas beku. Suhu pada hard scalding dapat
mengurangi mikroba lebih banyak dibandingkan soft scalding, namun tidak

5
Ardilasunu Wicaksono 2009

berpengaruh pada kontaminasi Salmonella dan Campylobacter pada karkas.


Kemampuan bakteri bertahan dalam air perendaman dipengaruhi oleh pH, yang
biasanya sekitar 6,0 diakibatkan keberadaan ammonium urate pada feces. Ini
merupakan pH optimum bagi Salmonella untuk bertahan yang dipengaruhi oleh
materi organik yang terakumulasi di dalam air.
Terdapat dua penilaian pada proses scalding terhadap keberadaan mikroba.
Pertama, terdapat kemungkinan beberapa ayam menghirup sebagian kecil air yang
dapat mengontaminasi aliran darah dan organ respirasi seperti Clostridium
perfringens yang dapat mencapai organ jantung dan hati ayam. Hal ini penting
karena ayam telah melalui proses pemingsanan sebelum dipotong dan darah
dikeluarkan beberapa saat sebelum masuk ke tangki scalding. Kedua, dapat terjadi
kontaminasi silang diantara karkas ketika proses scalding berlangsung.
Kontaminasi bakterial dapat dikurangi dengan scalding suhu 55 oC dan dilakukan
super-klorinasi pada air, hal ini dapat mengurangi jumlah bakteri pada aeobic
plate count, coliforms, E. coli dan Campylobacter.

Proses pencabutan bulu (plucking)


Proses pencabutan bulu dilakukan dengan rotasi berkecepatan tinggi pada
multiple metal discs yang terdapat jari-jari karet. Hal ini menyebabkan tersebarnya
mikroba dari permukaan karkas sehingga terjadi kontaminasi silang yang
berbahaya seperti penyebaran Salmonella. Terdapat peningkatan jumlah positif
Salmonella pada karkas tiga kali lipat pada saat proses pencabutan bulu yang
diakibatkan oleh kontaminasi dari bulu. Kondisi di dalam mesin pencabutan bulu
yang hangat dan lembab juga merupakan faktor yang dapat meningkatkan
pertumbuhan bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Staphylococcus sciuri.
Hal ini dapat menyebabkan penolakan karkas untuk proses lebih lanjut.
Adapun cara untuk mengurangi jumlah Staphylococcus adalah dengan
menjaga kebersihan yang lebih baik dan proses desinfeksi terhadap peralatan,
penggantian terhadap jari-jari karet yang bekas dipakai juga diperlukan untuk
membersihkan bekas-bekas bulu pada mesin. Tindakan lain untuk mengurangi
jumlah mikroorganisme adalah dengan melakukan klorinasi pada air sebanyak 40
mg per liter.
6
Ardilasunu Wicaksono 2009

Proses pengeluaran jeroan (Evisceration)


Pada proses ini kepala dipisahkan dan ruang abdomen dibuka dan jeroan
dikeluarkan. Tahap ini dapat dilakukan secara manual ataupun memakai mesin.
Hal ini harus dilakukan secara hati-hati agar tidak meusak usus sehingga isi usus
tidak berceceran keluar. Jika proses eviscerasi tidak dilakukan secara benar dan
hati-hati, level mikroba pada karkas akan meningkat secara signifikan diakibatkan
kontaminasi dari isi usus. Namun proses ini biasanya langsung diikuti dengan
proses pembersihan karkas sehingga dapat mengurangi kontaminasi dimana
bakteri tidak sempat untuk menempel pada permukaan karkas.
Kontaminasi silang pada proses eviscersi lebih sering melalui tata cara,
peralatan dan tangan operator. Tingkat positif Salmonella karkas pada tahap ini
meningkat lebih tinggi dibandingkan proses pengolahan yang. Terlebih lagi
Salmonella dan Campylobacter ditransmisikan melalui isi tembolok yang
jatuh/tumpah dan tembolok lebih mudah robek dibandingkan dengan organ
pencernaan lainnya.
Kontaminasi karkas oleh bakteri psikotrofik pembusuk juga terjadi saat
proses eviscerasi seperti halnya Listeria monocytogenes terkadang ditemukan
pada mesin eviscerasi yang dapat tumbuh pada kondisi hangat di lingkungan
eviscerasi. Untuk mengeliminasi mikroorganisme dari peralatan, diperlukan
perhatian di dalam menjaga kebersihan peralatan setelah proses dan dilakukan
desinfeksi.

Proses pencucian post-evisceration dan pendinginan (chilling)


Setelah proses eviscerasi selesai hingga didapatkan produk karkas, maka
dilakukan pencucian karkas sebelum dilanjutkan ke proses pendinginan. Hal ini
penting untuk menghilangkan noda-noda darah dan serpihan dari kotoran organik
lainnya, proses ini dilakukan dengan spray washing. Jika proses ini dilakukan
dengan baik maka level kontaminasi mikroba dapat dikurangi, namun hal ini
tergantung pada model dari mesin pencuci, tekanan air yang dikeluarkan dan suhu
dari pembersih karkas pada tahapan awal dari proses ini. Pada akhir dari proses
pencucian digunakan air panas bersuhu sampai 71oC, namun hal ini tidak
memberikan hasil pengurangan jumlah mikroba secara berbeda nyata dan dapat

7
Ardilasunu Wicaksono 2009

mengubah tampilan dari karkas. Di dalam hubungannya dengan air untuk


pendinginan, pembersihan karkas yang cukup sangat penting untuk meminimalisir
masuknya materi organik dan mikroba ke dalam air pendingin. Pada proses ini
terkadang dapat ditambahkan perlakuan kimiawi untuk dekontaminasi yang dapat
mengurangi jumlah mikroba pada karkas.
Setelah proses pencucian akhir, karkas masih menyimpan sejumlah besar
suhu tubuh dan pendinginan yang cepat dan efisien dilakukan untuk mengontrol
pertumbuhan mikroba. Metode yang biasa dipakai adalah secara kontinyu,
mekanisasi, pendinginan dengan perendaman dan air-blast chilling. Pemilihan
metode pendinginan tergantung dari produk karkas yang akan dihasilkan baik
segar maupun beku, seperti halnya hanya produk beku saja yang dilakukan proses
perendaman dalam air dingin. Dengan metode ini, perjalanan karkas menuju
pembekuan, air yang bergerak akan membersihkan karkas dan membuang
beberapa mikroorganisme yang tersisa pada permukaan luar karkas dan ruang
abdomen.
Untuk itu, sangat penting untuk mencegah pertumbuhan mikroba di dalam
chiller yang dipengaruhi oleh kegunaan dan suhu air. Penambahan air terus
menerus tidak hanya membantu di dalam proses pendinginan karkas, namun juga
mencegah agar suhu chiller mencapai titik dimana pertumbuhan mikroba menjadi
masalah. Jika proses pendinginan dilakukan dengan baik, maka dapat mengurangi
jumlah mikroba hingga 50 – 90% pada total plate count, walaupun dilakukan
klorinasi pada air atau tidak. Pada proses ini masih ditemukan kontaminasi
Salmonella pada karkas sebanyak 20,5% selama proses chilling berlangsung.
Proses pendinginan menggunakan air-blast chilling atau pendinginan
udara tidak memberikan banyak keuntungan atau efek pembersihan dan
pendinginan dengan metode ini dapat membawa lebih banyak mikroorganisme
jika dibandingkan dengan pendinginan dengan perendaman pada air. Pendinginan
dengan udara memberikan sedikit kontaminasi dari permukaan kulit karkas.
Pendinginan dengan udara yang ditambahkan spray air dapat meningkatkan
jumlah mikroba pada rongga perut terutama Pseudomonas spp. Namun
pendinginan udara dapat mengurangi jumlah Campylobacter dimana bakteri ini
sangat peka terhadap proses pengeringan dengan udara. Metode ini juga lebih
8
Ardilasunu Wicaksono 2009

dapat menghindari kontaminasi silang jika dibandingkan dengan proses


pendinginan dengan perendaman air.

Grading, pengemasan (packaging) dan penanganan setelah pendinginan


Untuk memastikan kesegaran pada produk karkas segar, karkas harus
didinginkan pada suhu 0 – 2oC selama proses grading, penimbangan dan
pengemasan. Penanganan seperti ini harus dilakukan secara lengkap tanpa
terlambat untuk mempertahankan kualitas produk dan meminimalisir peningkatan
jumlah mikroba. Meskipun, kontaminasi silang masih dapat terjadi dari proses
penanganan produk dan kontak dengan permukaan yang terkontaminasi.
Pengemasan penting untuk melindungi daging, mencegah kehilangan
bobot akibat evaporasi dari permukaan dan menghindari penyebaran mikroba dari
produk ke produk lainnya. Variasi di dalam memutuskan suhu lingkungan
tidaklah diharapkan, hal ini karena perkembangan dari kondensasi saat dikemas
dapat menumbuhkan bakteri pembusuk atau perusak produk. Disamping itu,
proses blast-freezing pada karkas dapat menurunkan jumlah organisme fecal,
seperti Campylobacter dan bakteri pembusuk psikotrofik.

Klorinasi
Pada awal ditemukan, klorin ditambahkan ke dalam air sebagai upaya
untuk membantu meningkatkan higiene dan sebagai zat antibakterial. Beberapa
bakteri memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap klorin.Pada praktiknya, klorin
memiliki sedikit efek langsung terhadap kontaminasi karkas, baik digunakan
melalui spray-washing atau pendinginan dengan perendaman air. Hal ini
dikarenakan inaktivasi klorin ketika kontak dengan karkas. Salmonella yang
menempel pada karkas tidak terpengaruh terhadap keberadaan klorin, termasuk
bakteri yang sensitif seperti C. jejuni juga tidak terpengaruh ketika menempel
pada permukaan kulit ayam.
Mikroflora patogen yang terdapat pada permukaan peralatan di rumah
pemotongan ayam antara lain S. aureus, L. monocytogenes dan Salmonella..
Keuntungan digunakannya klorin pada air untuk pengolahan karkas adalah
kemampuannya untuk mengontrol kontaminasi mikroba lingkungan, baik yang
berada di air maupun peralatan pengolahan karkas. Suplai air portable terkadang
9
Ardilasunu Wicaksono 2009

masih mengandung sejumlah bakteri perusak dan hal ini dapat dieliminasi oleh
klorinasi yang dilakukan pada proses pengolahan.
Pada proses pendinginan dengan perendaman air, penambahan klorin
secara kontinyu dapat mempertahankan air pendingin bebas dari bakteri yang
dapat hidup termasuk spora bakteri clostridia. Hal ini dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada karkas melalui media pendingin.
Di dalam upaya untuk mengurangi kontaminasi Campylobacter terhadap karkas,
penggunaan water-spray dengan air terklorinasi diaplikasikan pada semua proses
pengolahan karkas dan penambahan konsentrasi klorin pada saat proses
pendinginan. Alternatif lain selain penggunaan klorin adalah dengan klorin
dioxida yang bereaksi seperti gas di dalam larutan dan dapat tujuh kali lebih
efektif dibandingkan klorin.

Pembagian karkas
Saat ini terjadi pengingkatan permintaan di dalam porsi pembagian dan
deboning karkas. Proses ini membutuhkan peningkatan mekanisasi untuk
membagi karkas dalam jumlah dan bentuk yang diinginkan, peningkatan
kecepatan kerja mesin, dan jika dikerjakan secara manual maka membutuhkan
penambahan jumlah personil yang bekerja. Hal ini memungkinkan peningkatan
kontaminasi mikroba melalui peralatan yang digunakan. Hanya dengan standard
mutu yang tinggi dan higiene di dalam bekerja yang dapat menurunkan
keberadaan mikroba pada daging. Terdapat beberapa bukti bahwa Staphylococcus
aureus dapat terakumulasi pada peralatan, sehingga diperlukan proses
pembersihan tempat dan peralatan serta dilakukan desinfeksi.
Mempertahankan kondisi permukaan tempat kerja agar tetap kering juga
penting dan menjaga suhu tempat kerja tetap dingin untuk meminimalisir
pertumbuhan bakteri perusak psikotrofik. Untuk mempertahankan kualitas
mikrobiologis yang baik adalah dengan memindahkan karkas yang sudah
dipotong menjadi beberapa bagian secara cepat dan langsung dimasukkan ke
dalam ruangan pendingin atau blast-freezer.

10
Ardilasunu Wicaksono 2009

KESIMPULAN

Proses pengolahan karkas di rumah pemotongan ayam memiliki faktor


resiko terhadap bahaya mikrobiologis di setiap tahapannya. Untuk itu perlu
dilakukan good practices di dalam prosesnya dengan memperhatikan higiene dari
lingkungan tempat pemotongan baik bangunan maupun kualitas air, peralatan
pengolahan, dan personil yang bekerja pada tempat tersebut. Keberadaan bakteri
Salmonella dan Campylobacter sangat sulit untuk dieliminasi pada saat proses
pengolahan karkas di rumah pemotongan ayam sehingga harus diupayakan untuk
dikontrol pada sektor hulu di peternakan untuk mengurangi jumlah kontaminasi
terhadap produk akhir berupa karkas.

DAFTAR PUSTAKA

Gaffiana T. 2008. Proses Produksi Rumah Potong Ayam. Rumah Potong Unggas
PT. Primatama Karya Persada.
Jouve JL, Stringer MF. dan Baird-Parker AC. 1999. Food Safety Management
Tools. International Life Science Institute : Food Science and Technology
Today Vol. 13, No.2.
Kelly L. 2005. Microbial Risk Assessment in Poultry Production and Processing.
At Food Safety Control in The Poultry Industry. Editor. GC Mead,
Washington,DC: CRC Press.
Lammerding A. 2007. Using Microbiological Risk Assessment (MRA) in Food
Safety Management. International Life Science Institute.

Lukman DW. 2008. Product Safety Pada Rumah Pemotongan Hewan.


http://higiene-pangan.blogspot.com/2008_10_12_archive.html. [9 Mei 2009].
Mead GC. 2004. Poultry meat processing and quality. Editor. GC Mead,
Washington,DC: CRC Press.
Reij MW. Dan Aantrekker ED. 2003. Recontamination as a Source of Pathogens
in Processed Foods. Int. J. Food Microbiology. Vol. 91 No. 1.
Sanjaya AW., Sudarwanto M., Soejoedono RR., Purnawarman T., Lukman DW.,
dan Latif H. 2007. Higiene Pangan. Bogor: Bagian Kesehatan Masyarakat
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

11
Ardilasunu Wicaksono 2009

Voysey PA. dan Brown M. 2000. Microbiological Risk Assessment: a new


approach to food safety control. J. Food Microbiology 58 (2000) 173-179.
Winarno FG dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri
Pangan. Cetakan pertama. Bogor: M-Brio Press.

12

You might also like