You are on page 1of 24

TUGAS

FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI

OLEH

NAMA : YOHANES ARISMAN BADHE

NIM : 153090110

KELAS : E

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


“VETERAN” YOGYAKARTA

2010
KONSEP-KONSEP PEMIKIRAN TENTANG FILSAFAT

A. Pengertian dan Asal Mula Filsafat


Secara etimologi atau asal usul bahasa, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani,
“philosophia” yang merupakan penggabungan dua kata yakni “philos” atau “philein” yang
berarti ”cinta”, “mencintai” atau “pencinta”, serta kata “sophia” yang berarti
“kebijaksanaan” atau “hikmat”. Dengan demikian, secara bahasa, “filsafat” memiliki arti
“cinta akan kebijaksanaan”. Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau
yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan, artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang
sesungguhnya.
Sedangkan secara epistemologi (istilah), terdapat ratusan rumusan pengertian “filsafat”.
Namun secara mendasar, filsafat adalah hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh untuk
menemukan kebenaran sejati.
Mengutip The Liang Gie, Suhartono Suparlan, Ph.D. (2007: 45-46) mengatakan bahwa,
definisi filsafat dapat dipetakan menurut kronologi sejarah filsafat. Beberapa definisi
berdasarkan kronologi tersebut adalah :
1. Plato (427-374 SM), mengatakan bahwa filsafat adalah mengkritik pendapat-pendapat
yang berlaku. Jadi, kearifan atau pengetahuan intelektual itu diperoleh melalui suatu
proses pemeriksaan secara kritis, diskusi, dan penjelasan.
2. Aristoteles (384-322 SM), menyatakan bahwa filsafat sebagai ilmu menyelidiki tentang
hal di mana ada sebagaian hal yang berbeda dengan bagian-bagiannya yang satu atau
lainnya.
3. Sir Francis Bacon (1561-1626 M), menyebutkan bahwa filsafat adalah induk agung dari
ilmu-ilmu. Filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya.
4. Rene Descartes (1560-1650), menulis filsafat sebagai kumpulan segala pengetahuan di
mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
5. Immanuel Kant (1724-1804), menyampaikan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup dalam empat
persoalan, yakni :
a. Apakah yang dapat kita ketahui? (jawabannya : metafisika).
b. Apakah yang seharusnya kita ketahui? (jawabannya : agama).
c. Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya : agama).
d. Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya : antropologi).
6. G.W.F Hegel (1770-1831), menggambarkan filsafat sebagai landasan maupun
pencerminan dari peradaban. Sejarah filsafat karenanya merupakan pengungkapkan
sejarah peradaban, dan begitu juga sebaliknya.
7. Herbert Spencer (1820-1903), menggariskan filsafat sebagai nama pengetahuan tentang
generalitas yang tingkatannya paling tinggi.
8. John Dewey (1859-1952), mendefinisikan filsafat sebagai suatu pengungkapan
mengenai perjuangan manusia dalam melakukan penyesuaian kumpulan tradisi secara
terus-menerus yang membentuk budi manusia yang sesungguhnya terhadap
kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik baru dan yang tidak sejalan dengan
wewenang yang diakui. Jadi, filsafat merupakan alat untuk membuat penyesuaian-
penyesuaian diantara yang lama dan yang baru dalam suatu kebudayaan.
9. Bertrand Russell (1872-1970), mengakui filsafat sebagai suatu kritik terhadap
pengetahuan. Filsafat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai dalam ilmu dan
kehidupan sehari-hari, dan mencari suatu ketidakselarasan yang dapat terkandung di
dalam asas-asas itu.
10. Louis O. Kattsoff (1963), di dalam bukunya Elements of philosophy mengartikan
filsafat sebagai berpikir secara kritis, sistematis, rasional, komprehensif (menyeluruh),
dan menghasilkan sesuatu yang runtut.
11. Windelband, seperti dikutip Hatta dalam pendahuluan Alam Pikiran Yunani, “filsafat
sifatnya merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang suatu keadaan atau hal yang
nyata.”
12. Frans Magnis Suseno dalam bukunya yang berjudul Berfilsafat Dari Konteks,
mengartikan “filsafat” sebagai usaha tertib, metodis, yang dipertanggungjawabkan
secara intelektual untuk melakukan apa yang sebetulnya diharapkan dari setiap orang
yang tidak hanya mau membebek saja, yang tidak hanya mau menelan mentah-mentah
apa yang sudah dikunyah sebelumnya oleh pihak-pihak lain. Yaitu, untuk mengerti,
memahami, mengartikan, menilai, mengkritik data-data, dan fakta-fakta yang
dihasilkan dalam pengalaman sehari-hari dan melalui ilmu-ilmu.
Dari arti di atas, kita kemudian dapat mengerti filsafat secara umum. Filsafat adalah
suatu ilmu, meskipun bukan ilmu yang biasa, yang berusaha menyelidiki hakikat segala
sesuatu untuk memperoleh kebenaran.
Selain terminologi “filsafat”, terdapat pula sejumlah istilah yang serupa dengan
“filsafat” yaitu “falsafah”, “falsafi” atau “filsafati”, “berpikir filosofis” dan “mempunyai
filsafat hidup”.
“Falsafah” itu tidak lain filsafat itu sendiri. “Falsafi” atau “falsafati” artinya “bersifat
sesuai dengan kaidah-kaidah filsafat”. “Berpikir filosofis”, adalah berpikir dengan dasar cinta
akan kebijaksanaan. Cara berpikir yang filosofis adalah berusaha untuk mewujudkan
gabungan antara keduanya, berpikir benar, dan berkehendak baik. Pengertian filsafat dapat
dibedakan dalam enam pengertian :
1. Filsafat sebagai suatu sikap

Filsafat merupakan sifat terhadap kehidupan dan alam semesta. Bagaimana manusia
yang berfilsafat dalam menyikapi hidupnya dan alam sekitarnya. Contoh: seorang ibu
yang tiba-tiba mendapat berita kematian putrinya yang pramugari. Seorang ibu yang
mampu berpikir secara mendalam dan menyeluruh dalam menghadapi musibah tersebut
akan dapat bersikap dewasa, dapat mengontrol dirinya dan tidak emosional. Sikap
kedewasaan secara kefilsafatan adalah sikap yang menyelidiki secara kritis, terbuka dan
selalu bersedia meninjau persoalan dari semua sudut pandangan.

2. Filsafat sebagai suatu metode


Berfilsafat adalah berpikir secara reflektif, yaitu berpikir dengan memperhatikan unsur di
belakang objek yang menjadi pusat pemikirannya.
3. Filsafat sebagai kumpulan persoalan
Banyak persoalan-persoalan abadi yang dihadapi oleh para filsuf. Usaha-usaha untuk
memecahkannya telah dilakukan, namun ada persoalan-persoalan yang sampai hari ini
belum juga terpecahkan.
Contoh: persoalan apakah ada ide-ide bawaan? Hal ini telah dijawab oleh John Locke.
Contoh: berapa IP (indeks prestasi) yang Anda capai semester ini?
Pertanyaan yang demikian dapat langsung dijawab karena bersangkutan dengan fakta.
Sedangkan pertanyaan yang berikut: Apakah Tuhan itu ada? Apakah kebenaran itu?
Apakah keadilan itu Ada perbedaan antara pertanyaan filsafat dengan pertanyaan bukan
filsafat?
4. Filsafat merupakan system pemikiran
Dalam sejarah filsafat telah dirumuskan sistem-sistem pemikiran dari Socrates, Plato,
dan Aristoteles. Dengan demikian tanpa adanya nama-nama pemikir tersebut beserta
hasil pemikirannya, maka filsafat tidak dapat berkembang seperti sekarang.
5. Filsafat merupakan analisis logis
Para tokoh filsafat analitis berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan
kekaburan-kekaburan dengan cara menjelaskan arti dari suatu istilah, baik yang dipakai
dalam ilmu maupun dalam kehidupan sehari-hari.
6. Filsafat merupakan suatu usaha untuk memperoleh pandangan secara menyeluruh
Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai macam ilmu
serta pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang menyeluruh. Hakikat
dari sesuatu haruslah mempunyai sifat-sifat berikut:
a. Umum, artinya dapat diterapkan secara luas.
b. Abstrak, artinya tidak dapat ditangkap dengan panca indera, dan hanya dapat
ditangkap dengan akal.
c. Mutlak harus terdapat pada sesuatu hal, sehingga halnya menjadi ada. Menurut
Descrates ada beberapa tahapan untuk memulai perenungan filsafat, yaitu:
- Menyadari adanya masalah, apabila seseorang menyadari bahwa ada sesuatu
masalah, maka orang tersebut akan mencoba untuk memikirkan penyelesaiannya.
- Meragu-ragukan dan menguji secara rasional anggapan-anggapan setelah selesai
dirumuskan, mulailah mengkaji pengetahuan yang diperoleh melalui indera san
meragukannya.
- Memeriksa penyelesaian-penyelesaian yang terdahulu setelah menguji
pengetahuan perlu mempertimbangkan penyelesaian-penyelesaian yang telah
diajukan mengenai masalah yang bersangkutan.
- Mengajukan hipotesis
- Menguji konsekuensi-konsekuensi, mengadakan verifikasi terhadap hasil-hasil
penjabaran yang telah dilakukan.
- Menarik kesimpulan, kesimpulan yang diperoleh dapat merupakan masalah baru
untuk diuji kembali dan seterusnya.

B. Perkembangan Teori-teori Filsafat


Pengertian teori (dari bahasa Inggris - theory, bahasa Latin - theoria, dan bahasa Yunani
- theoreo yang berarti melihat atau thorus yang berarti pengamatan) menurut kamus umum
bahasa Indonesia (1995;1041) adalah:
1. Pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian).
2. Atas dan hukum umu yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan.
3. Pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu.

A. Thales (abad ke-16)

Menurut Thales arkhe dalam semesta adalah air. Semuanya berasal dari air dan semuanya
kembali menjadi air (K. Bertens, 1975:26). Alasan Thales mengemukakan air sebagai zat
asli alam semesta, karena bahan makanan semua makhluk memuat zat lembab dan juga
benih pada semua makhluk hidup. Teori tentang alam semesta ini barangkali terlalu
sederhana, namun pada saat itulah untuk pertama kalinya manusia berpikir tentang alam
semesta dengan menggunakan rasio.

B. Herakleitos (abad ke-5 SM)

Menurut Herakleitos, perubahan merupakan satu-satunya kemantapan, It rest by


changing (K. Bestens, 1975: 42). Tidak ada sesuatu pun yang betul-betul ada, semuanya
menjadi. Menjadi merupakan perubahan yang tiada henti-hentinya melalui 2 cara:

1. seluruh kenyataan merupakan arus sungai yang mengalir.


2. seluruh kenyataan adalah api

Perkataan yang terkenal dari Herakleitos adalah panta rhei kai uden menei, semuanya
mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal mantap.

C. Paramenides (515 SM)


Seluruh jalan kebenaran bersandar pada satu keyakinan: yang ada itu ada, itulah
kebenaran. Ada dua pengandaian yang dapat membuktikan kebenaran, yaitu:

1. orang dapat mengemukakan bahwa yang ada itu tidak ada.

2. orang dapat mengatakan bahwa yang serentak ada dan serentak juga tidak ada.
Kedua pengertian di atas sama-sama mustahil, yang tidak ada tidak dapat
dipikirkan dan tidak dapat dibicarakan.

D. Socrates
Menurut Socrates, manusia merupakan makhluk yang dapat mengenal, yang harus
mengatur tingkah lakunya sendiri dan yang hidup dalam masyarakat. Teorinya tentang
manusia bertitik tolak dari pengalaman sehari-hari dan dari kehidupan yang konkret.
Socrates berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
1. Apakah hidup yang baik?
2. Apakah kebaikan itu, yang mengakibatkan kebahagiaan seorang manusia?
3. Apakah norma yang mengizinkan kita menetapkan baik buruknya suatu perbuatan?
untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, Socrates memulai dengan bertanya
kepada siapa saja yang ditemuinya. Metode Socrates ini disebut dialektika dari kata
Yunani dialeqesthai berarti bercakap-cakap atau berdialog. Karena tujuan dari dialog
adalah untuk menemukan pengertian tentang kebajikan, maka Socrates menamai
metodenya dengan maieutika tekhne seni kebidanan).

E. Plato (428 SM)


Dari pengertiannya tentang ide umum dan ide konkret, dapat disimpulkan bahwa
menurut Plato realitas sebenarnya terdiri dari dua dunia. Satu dunia mencakup benda-
benda jasmani yang dapat ditangkap oleh panca indera. Pada tahap ini semua realitas
berada dalam perubahan. Contoh: baju yang sekarang dipakai rapid an bersih, besok
sudah lusuh dan kotor. Karena itu ada suatu dunia lain, yaitu dunia ideal, yaitu dunia
yang terdiri ide-ide. Dalam dunia ideal ini tidak ada perubahan, dan sifatnya abadi. Plato
memandang manusia sebagai makhluk yang terpenting di antara segala makhluk yang
terdapat di dunia ini. Jiwa merupakan pusat atau intisari kepribadian manusia, dan jiwa
manusia bersifat baka atau kekal.

F. Aristoteles (384 SM)


Sejak Aristoteles inilah pemikiran-pemikiran filsafat tersusun secara sistematis, yang
dikelompokan dalam 8 bagian, yaitu:
1. Logika
2. Filsafat Alam
3. Psikologi
4. Biologi
5. Metafisika
6. Etika
7. Politik dan Ekonomi
8. Retorika dan Paetika
Teori Aristoteles tentang gerak dapat dipahami melalui contoh berikut ini, yaitu air
dingin menjadi panas. Gerak berlangsung antara dua hal yang berlawanan antara panas
dan dingin. Namun ada sesuatu hal yang dulunya dingin kemudian menjadi panas.
Dengan demikian ada 3 faktor dalam setiap perubahan yaitu :
1. Keadaan atau ciri yang terdahulu, yaitu : dingin
2. Keadaan atau ciri yang baru, yaitu : panas
3. Suatu substratum atau alas yang tetap, yaitu air.

Dalam pandangannya tentang penyebab tiap-tiap kejadian, baik kejadian alam maupun
kejadian yang disebabkan manusia, Aristoteles menyebut ada 4 penyebab, yaitu:

1. Penyebab efisien (efficient cause) yaitu sumber kejadian, faktor yang menjalankan
kejadian. Contoh: tukang kayu yang membuat meja makan.
2. Penyebab final (final cause). Yaitu tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian.
Contoh: meja makan dibuat untuk makan.
3. Penyebab material (material cause). Yaitu bahan dari mana benda dibuat. Contoh:
meja makan dibuat dari kayu.
4. Penyebab formal (formal cause). Yaitu bentuk yang menyusun bahan. Contoh: bentuk
meja ditambah pada kayu, sehingga kayu menjadi sebuah meja.

G. Alkindi (796-873 SM)


Teorinya tentang pengetahuan terbagi dalam 2 bagian:
1. Pengetahuan Ilahi (devine science), pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari
Tuhan.

2. Pengetahuan manusiawi (human scince), pengetahuan yang didasarkan atas


pemikiran.

 Klasifikasi Filsafat
- Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-
universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari
tradisi filsafat orang Yunani kuno. Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas
Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl
Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre. Dalam tradisi filsafat Barat,
dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.
- Metafisika mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada
dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi.
Adapun hakikat manusia dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi.
- Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara
harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang
pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
- Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan
manusia. Dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas
hidup manusia: etika dan estetika.
- Etika, atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia
bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat
diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran,
tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.
- Estetika membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari
estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari
berbagai macam hasil budaya.

- Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafa yang terutama berkembang di Asia, khususnya di
India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya.
Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Nama-
nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao
Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
- Filsafat Timur Tengah
Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan
juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang
pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang
Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai
kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan
memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa, setelah
runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya
klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan
bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa
filsuf Timur Tengah adalah Ibnu Sina, Ibnu Tufail, Kahlil Gibran dan Averroes.
- Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada
sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski
semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama
Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih mencari Tuhan,
dalam filsafat Islam justru Tuhan sudah ditemukan.
- Filsafat Kristen
Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan
zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam
zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan
agamanya. Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat
ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama.
Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura.

C. Mazhab-mazhab Filsafat Beserta Tokohnya


Dalam realitasnya, filsafat terbagai ke dalam beberapa mazhab. Kemunculan mazhab
ini terutama berada di abad pertengahan sebagai konsekuensi dari munculnya golongan-
golongan pemikir yang sepaham dengan teori, ajaran, bahkan aliran tertentu terhadap tokoh-
tokoh filsafat atau filsuf. Mazhab-mazhab dalam filsafat terbagai atas rasionalisme,
positivisme, empirisme, idealisme, pragmatisme, fenomenologi, dan eksistensialisme.
- Rasionalisme
Rasionalisme muncul pada abad ke-17 dan tokoh yang dikenal dalam mazhab ini adalah
Rene Descrates (1596-1650) yang memopulerkan ungkapan cogito ergo sum yang berarti
aku berpikir maka aku ada. Menurut Descrates, manusia memiliki kebebasan dalam
berkehendak oleh karena itu manusia dapat merealisasikan kebebasannya tersebut dan
kebebasanlah yang merupakan cirri khas kesadaran manusia yang berpikir. Mazhab ini
menekankan metode filsafatnya pada rasionalitas dan sumber pengetahuan yang dapat
dipercaya adalah rasio atau akal. Metode deduktif menjadi metode yang popular dalam
mazhab ini. Metode tersebut menggunakan pola penalaran dengan mengambil
kesimpulan dari suatu yang umum untuk diterapkan kepada hal-hal yang khusus.
- Empirisme
Empirisme  merupakan mazhab yang menekankan pada pengalaman nyata atau empiris
yang menjadi sumber dari segala pengetahuan. Bahwa sebuah pengalaman yang khusus
merupakan kesimpulan dari kebenaran-kebenaran yang bersifat umum. Ini merupakan
kebalikan dari mazhab rasionalisme, seiring pula kemunculan mazhab empirisme pada
abad yang sama dengan rasionalisme. Tokoh yang terkenal dalam mazhab ini adalah
Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Menurut kedua tokoh ini,
pengalaman adalah awal dari semua pengetahuan dan dapat memberikan kepastian.
Pengalaman ini bisa berupa pengalaman lahiriah maupun batin yang keduanya saling
berhubungan. Pengalaman lahiriah menghasilkan gejala-gejala psikis yang harus
ditanggapi oleh pengalaman batiniah.
- Idealisme
Idealisme merupakan istilah yang digunakan oleh Leibniz pada abd ke-18. Merujuk pada
pemikiran Plato bahwa idealisme memfokuskan pemikiran bahwa seluruh realitas itu
bersifat spiritual atau psikis, dan materi yang bersifat fisik sebenarnya tidaklah nyata.
Pemikiran ini didukung oleh George Wilhem Friederch Hegel (1770-1831) di Jerman
yang memiliki pendapat bahwa yang mutlak adalah roh yang mengungkapkan dirinya di
dalam alam dengan maksud agar dapat sadar akan dirinya sendiri dan hakikat dari roh itu
adalah idea tau pikiran. Menurut Hegel, semuanya yang real bersifat rasional dan
semuanya yang rasional bersifat real. Metode dialektik diperkenalkan oleh Hegel dengan
menerapkan tiga proses dialektik, yaitu teas, antitesa, dan sintesa dimana ia
mengusahakan kompromi antara beberapa pendapat yang berlawanan satu sama lainnya.
- Positivisme
Positivisme merupakan mazhab yang menekankan pemikiran pada apa yang telah
diketahui, yang faktual, nyata, dan apa adanya. Postivis mengandalkan pada pengalaman
individu yang tampak dan dirasakan dengan pancaindera. Sehingga segala sesuatunya
yang bersifat abstrak atau metafisik tidak diakui. August Comte (1798-1857) merupakan
tokoh mazhab ini yang menyatakan bahwa manusia tidak mencari penyebab yang berada
di belakang fakta dan dengan menggunakan rasionya manusia berusaha menetapkan
relasi-relasi antarfakta.
- Pragmatisme
Pragmatisme muncul pada awal abd ke-20. Mazhab ini menegaskah bahwa segala
sesuatunya haruslah bernilai benar apabila membawa manfaat secara praktis bagi
manusia. Artinya, pengetahuan yang berasal dari pengalaman, rasio, pengamatan,
kesadaran lahiriah maupun batiniah, bahkan yang bersifat abstrak atau mistis pun akan
diterima menjadi sebuah kebenaran apabila membawa manfaat praktis. John Dewey
(1859-1852) merupakan tokoh dalam mazhab ini yang berpendapat bahwa filsafat tidak
boleh hanya mengandalkan pemikiran metafisis yang tidak bermanfaat praktis bagi
manusia, melainkan harus berpijak pada pengalaman yang diolah secafa aktif kritis dan
memberikan pengarahan bagi perbuatan manusia dalam kehidupan nyata.
- Fenomenologi
Fenomenologi  merupakan mazhab yang bersandar pada kemunculan fenomena-
fenomena baik yang nyata maupun semu. Fenomena tidak hanya bisa dirasakan oleh
indera, juga dapat digapai tanpa menggunakan indera. Tokoh dalam mazhab ini adalah
Edmund Husserl (1859-1938) yang menegaskan hukum-hukum logika yang memberi
kepastian sebagai hasil pengalaman bersifat a priori dan bukan bersifat a posteriori.
- Eksistensialisme
Eksistensialisme dipelopori oleh Jean Paul Sartre (1905-1980) yang mengembangkan
pemikiran bahwa filsafat berpangkal dari realitas yang ada dan manusia itu memiliki
hubungan dengan keberadaannya dan bertanggung jawab atas keberadaan tersebut.
Mazhab ini menekankan pada bagaimana cara manusia berada di dunia yang berbeda
dengan benda-benda atau objek lainnya. Dengan kata lain, eksistensialisme menegaskan
tentang bagaimana cara manusia bereksistensi dan bukan sekadar hanya berada sebagai
mana benda-benda lainnya.
FILSAFAT ILMU

A. Pendahuluan
Filsafat ilmu mulai merebak diawal abad ke 20, namun diabad ke 19 dapat dikatakan
Fancis Bacon sebagai peletak dasar filsafat ilmu dengan metode yang dimiliknya, metode
induksi. Filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
mengalami kemajuaan yang sangat pesat, IPTEK dipandang dapat mengancam eksistensi
umat manusia, namun sejauh ini hanya merupakan kekhawatiran para Agamawan, ilmuan,
juga kalangan filusuf sendiri. Kekahawatiran tersebut pada dasarnya dikarenakan, munculnya
suatu pengembangan IPTEK berjalan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosofnya, seperti:
- Landasan ontologis
- Epistemologis
- Aksiologi

Yang cenderung berjalan sendiri-sendiri, untuk memahami gerak perkembangan IPTEK


maka dibutuhkan pemahaman filsafat ilmu, sebagai upaya meletakan kembali peran dan
fungsi IPTEK sesuai dengan tujuan semula, yakni mendasarkan diri dan conceren terhadap
kebahagian umat manusia, inilah merupakan pokok bahasan utama yang akan dikedepankan
terlebih dahulu, disamping objek dan pengertian filsafat ilmu.

B. Pengertian dan Tujuan Filsafat Ilmu


 Pengertian
- Robert Ackermann mendefinisikan filsafat ilmu adalah tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini, yang telah dibandingkan dengan pendapat-
pendapat dahulu yang telah dibuktikan.
- Lewis White Beck menyatakan bahwa filsafat ilmu itu mempertanyakan dan
menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapakan nilai dan
pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
- Cornelius Benjamin berpendapat bahwa filsafat ilmu merupakan cabang
pengetahuan dan falsafti yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu,
metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan praanggapan-praanggapannya, serta
letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.
- May Brodbeck mengutarakan filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara
etis dan falsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
Keempat definisi diatas memperlihatkan suatu ruang lingkup atau cakupan yang dibahas
didalam filsafat ilmu, antara lain:

1. Komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu


2. Sifat dasar ilmu pengetahuan
3. Metode ilmiah
4. Praanggapan-praanggapan ilmiah
5. Sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan

 Tujuan Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu sebagai suatu cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah
perkembangan ilmu, metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan para
ilmuwan secara umum memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi
kritis terhadap kegiatan ilmiah. sikap seorang ilmuwan mesti kritis pada bidang
ilmuanya, sehingga terhindar dari sikap Solipsistik (tak ada pendapat yang paling
benar).
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan. Satu sikap yang diperlukan disini yakni menerapkan metode sesuai atau
cocok dengan struktur ilmu pengetahuan, karena metode merupakan sarana berfikir,
bukan merupakan hakikat ilmu pengetahuan.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan, secara logis
atau rasional pengembangan metode dapat dipertanggungjawabkan, agar dapat
dipahami dan dipergunakan secara umum. Validnya suatu metode ditentukan
dengan diterimanya metode tersebut secara umum.

C. Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran


Dalam Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan
yang benar (knowledge is justified true belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah
apa yang diketahui atau hasil pekerjaan mengetahui. Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak
benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan
hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.
Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal
yang diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti
perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan
kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan manusia
mempunyai pengetahuan adalah :
1. Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup.
2. Mengembangkan arti kehidupan.
3. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
4. Mencapai tujuan hidup.

 Jenis Pengetahuan
a. Pengetahuan biasa (common science) yang digunakan terutama untuk kehidupan
sehari-hari tanpa mengetahui seluk-beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-
luasnya.
b. Pengetahuan Ilmia atau ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara
khusus, bukan hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan
luas untuk mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
c. Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang
dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai di luar dan di atas
pengalaman biasa.
d. Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para
nabi. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.

 Hakekat Pengetahuan
Ada dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat pengetahuan :
1. Realisme, teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan
adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
2. Idealisme, teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental
atau psikologis yang bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif
tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang
mengalami dan mengetahuinya. Premis pokok adalah jiwa yang mempunyai
kedudukan utama dalam alam semesta.
 Sumber Pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain :
- Empirisme, menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman. Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang
diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal antara
lain : John Locke (1632-1704), George Barkeley (1665-1753) dan David Hume.
- Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian
dan kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya
adalah Rene Descartes (1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677) dan Gottried
Leibniz (1646-1716).
- Intuisi. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan
hasil dari evolusi pemikiran yang tertinggi tetapi bersifat personal.
- Wahyu, merupakan pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang
terpilih untuk menyampaikannya (Nabi dan Rasul). Melalui wahyu atau agama,
manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau atau pun tidak
terjangkau oleh manusia.

 Ukuran Kebenaran
Berfikir merupakan suatu aktivitas manusia untuk menemukan kebenaran. Apa yang
disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain, oleh karena itu diperlukan
suatu ukuran atau kriteria kebenaran.
Ada tiga jenis kebenaran yaitu : Kebenaran epistemologi (berkaitan dengan
pengetahuan), kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada atau diadakan), dan
kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata). Ada empat teori kebenaran,
yaitu : teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatisme, dan teori kebenaran Illahiah
atau agama.
Ketiga teori pertama mempunyai perbedaan paradigma. Teori koherensi mendasarkan
diri pada kebenaran rasio, teori korespondensi pada kebenaran faktual, dan teori pragmatisme
fungsional pada fungsi dengan kegunaan kebenaran itu sendiri. Tetapi ketiganya memiliki
persamaan, yaitu : seluruh teori melibatkan logika, baik logika formal maupun material
(deduktif dan induktif), melibatkan bahasa untuk menguji kebenaran itu, dan menggunakan
pengalaman untuk mengetahui kebenaran itu.
1. Teori Korespondensi (Correspondence Theory og Truth)
Teori korenspondensi menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu
terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau
pendapat dengan objek yang dituju atau dimaksud oleh pernyataan atau pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan
realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Dengan demikian, ada lima unsur yang perlu
yaitu : pernyataan (statement), persesuaian (agreement), situasi (situation), kenyataan
(realitas), dan putusan (judgement). Teori ini dianut oleh aliran realis, pelopornya Plato,
Aristoteles dan Moore. Dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di
abad skolastik, serta oleh Bertrand Russel pada abad modern. Cara berpikir ilmiah yaitu
logika induktif menggunakan teori korespondensi ini.
2. Teori Koherensi (The Coherence of Truth)
Teori ini menganggap suatu pernyataan benar bila didalamnya tidak ada pertentangan,
bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap
benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu
dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dengan pertimbangan lain yang telah
diterima kebenarannya, misalnya jika A = B dan B = C, maka A = C. Logika matematik
yang deduktif memakai teori kebenaran koherense ini, logika ini menjelaskan bahwa
kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini
digunakan oleh aliran metafisikus-rasionalis dan idealis. Teori ini sudah ada sejak pra
Socrates, kemudian dikembangkan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu
teori dianggap benar apabila telah dibuktikan (justifikasi) benar dan tahan uji (testable).
Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang
benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme (The Pragmatic Theory of Truth)
Teori ini menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila
memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan
kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), dan
akibat yang memuaskan (satisfactory consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran
yang mutlak atau tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya.
Akibat hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah : sesuai dengan keinginan dan
tujuan, sesuai dan teruji dengan suatu eksperimen, dan ikut membantu serta mendorong
perjuangan untuk tetap eksis (ada). Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari
para filsup Amerika. Tokohnya adalah Charles S. Pierce (1839-1914) dan diikuti oleh
William James dan John Dewey (1859-1952).
4. Teori Kebenaran Illahiah atau Agama
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan akal budi, fakta, realitas dan kegunaan
sebagai landasannya. Sedangkan dalam teori kebenaran agama digunakan wahyu yang
bersumber pada Tuhan. Sebagai makhluk pencari kebenaran, manusia dapat mencari dan
menemukan kebenaran melalui agama, dengan demikian sesuatu dianggap benar bila
sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.
Agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan
manusia, termasuk kebenarannya.

 Obyek Materi dan Obyek Formal


Obyek ilmu pengetahuan ada yang berupa materi (obyek materi) dan ada yang berupa
bentuk (obyek forma). Obyek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran,
atau penelitian keilmuwan, bisa berupa benda-benda material maupun yang non-material,
bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide dan konsep-konsep. Sedangkan menurut
obyek formanya, ilmu pengetahuan itu berbeda-beda dan banyak jenis serta sifatnya. Ada
yang tergolong ilmu pengetahuan fisis (ilmu pengetahuan alam), ilmu pengetahuan non-fisis
(ilmu pengetahuan sosial dan humaniora serta ilmu pengetahuan ketuhanan) karena
pendekatannya menurut segi kejiwaan. Ilmu pengetahuan fisis termasuk ilmu pengetahuan
yang bersifat kuantitatif sementara ilmu pengetahuan non-fisis merupakan ilmu pengetahuan
yang bersifat kualitatif.

D. Dasar-dasar Ilmu (Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi)


 Ontologi
Ontologi adalah penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang
mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut
dengan ilmu pengetahuan itu). Jadi dalam ontologi yang dipermasalahkan adalah
akar-akarnya hingga sampai menjadi ilmu. Dalam kajian beberapa pendapat, ontologi
dapat dikatakan sebagai metafisika umum. Rapar (1996) menyebutkan bahwa
ontologi membahas secara menyeluruh dan sekaligus. Pembahasan itu dilakukan
dengan membedakan dan memisahkan eksistensi yang sesungguhnya dari
penampakan atau penampilan eksistensi itu. Menurutnya, menurutnya teori ontologi
ada tiga yang paling terkenal, yaitu :
a. Idealisme
Teori ini mengajarkan bahwa ada yang sesungguhnya berada di dunia ide. Segala
sesuatu yang tampak dan berwujud nyata dalam alam indrawi hanya merupakan
gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya, yang berada di dunia idea.
b. Materialisme
Materialisme menolak hal-hal yang tidak kelihatan. Baginya, yang ada
sesungguhnya adalah keberadaan yang semata-mata bersifat material atau sama
sekali tergantung pada material. Jadi realitas yang sesungguhnya adalah lambang
kebendaan dan segala sesuatu yang mengatasi alam kebendaan. Oleh sebab itu
seluruh realitas hanya mungkin dijelaskan secara materialistis.
c. Dualisme
Dualisme mengajarkan bahwa substansi individual terdiri dari dua tipe
fundamental yang berbeda dan tak dapat direduksikan kepada yang lainnya.
Kedua tipe fundamental dari substansi itu ialah material dan mental. Dengan
demikian dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi atau yang ada
secara fisis dan mental atau yang beradanya tidak kelihatan secara fisis.
 Epistemologi
Epitemologi atau teori pengetahuan berasal dari bahasa Yunani “episteme” dan
“logos”. “Episteme” artinya pengetahuan (knowledge), “logos” artinya teori. Dengan
demikian epistemologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. Objek material
epistemologi adalah pengetahuan sedangkan objek formalnya adalah hakikat
pengetahuan.
Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistemologi berkisar pada masalah :
asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan
antara pengetahuan dengan keniscayaan, hubungan antara pengetahuan dengan
kebenaran, kemungkinan skeptisisme universal, dan bentuk-bentuk perubahan
pengetahuan yang berasal dari konseptualisasi baru mengenai dunia.
 Aksiologi
Aksiologi pada umumnya membahas tentang masalah nilai. Istilah kata axiology
berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga,
logos artinya akal, teori atau ilmu. Axiology artinya teori nilai, penyelidikan
mengenai kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran filsafat
Yunani, studi mengenai nilai ini mengedepankan dalam pemikiran Plato mengenai
idea tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan summum bonum (kebaikan
tertinggi).
Problem utama aksiologi ujar Runes berkaitan dengan empat faktor penting sebagai
berikut :
Pertama, kodrat nilai berupa problem mengenai apakah nilai itu berasal dari
keinginan, kesenangan, kepentingan, preferensi, keinginan rasio murni, pemahaman
mengenai kualitas tersier, pengalaman sinoptik kesatuan kepribadian, berbagai
pengalaman yang mendorong semangat hidup, relasi benda-benda sebagai sarana
untuk mencapai tujuan atau konsekuensi yang sungguh-sungguh dapat dijangkau.
Kedua, Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan pandangan antara nilai intrinsik,
ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental yang menjadi
penyebab (baik barang-barang ekonomis atau peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai
nilai-nilai intrinsik.
Ketiga, Kriteria nilai artinya ukuran bentuk menguji nilai yang dipengaruhi sekaligus
oleh teori psikologi dan logika.
Keempat, status metafisik nilai mempersoalkan tentang bagaimana hubungan antara
nilai terhadap fakta-fakta yang diselidiki melalui ilmu-ilmu kealaman, kenyataan
terhadap keharusan pengalaman manusia tentang nilai pada realitas kebebasan
manusia.
FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI

A. Komunikasi Sebagai Kegiatan Ilmiah


Berdasarkan paradigma Lasswell maka komunikasi berarti proses penyampaian pesan
dari seorang komunikator kepada seorang komunikan melalui media tertentu untuk
menghasilkan efek tertentu. Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell :
1. The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan).
2. The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi
kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan).
3. The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi
warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain).

Komunikasi sebagai kegiatan antar manusia mulai diperkenalkan oleh Aristoteles


melalui retorika sebagai ilmu pertama mengenai pernyataan antar manusia. Komunikasi
berlangsung antara pemberi pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan) agar
mempunyai kesamaan makna. Oleh Carl I. Hovland ditambahkan fungsi komunikasi selain
untuk mencari kesamaan makna, juga untuk mengubah tingkah laku komunikan. Proses
komunikasi menurut Harold Lasswell harus memenuhi unsur-unsur :

1. Komunikator
2. Pesan
3. Media
4. Komunikan
5. Efek

Komunikasi sebagai suatu ilmu ditandai dengan ciri pada objek tertentu, sistematis,
universal dan mempunyai metode tertentu. Objek material komunikasi adalah perilaku
manusia baik sebagai individu, kelompok atau masyarakat. Sedangkan objek formalnya
adalah situasi komunikasi yang mengarah pada perubahan sosial termasuk perubahan pikiran,
persamaan, sikap dan perilaku individu, kelompok, masyarakat dan pengetahuan
kelembagaan. Adapun lingkup komunikasi dapat dibedakan berdasarkan konteksnya, yaitu :

1. Bidang komunikasi

2. Sifat komunikasi
3. Tatanan komunikasi

4. Tujuan komunikasi

5. Fungsi komunikasi

6. Teknik komunikasi

7. Metode komunikasi

B. Pokok Pikiran Filsafat Komunikasi


Filsafat sebagai cara berpikir yang radikal dan menyeluruh untuk mengupas sesuatu
sedalam-dalamnya. Mendefinisikan filsafat komunikasi sebagai suatu disiplin yang menelaah
pemahaman(versthelena) secara fundamental, metodologis, sistematis, analistis, kritis dan
holistis teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya,
sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya, tekniknya dan metodenya. Mengacu pada
paradigma Laswell dengan 5 unsur komunikasi, ada komunikator, pesan, komunikan, media
dan efek tentunya tidaklah cukup untuk mengupas komunikasi secara mendalam. Ada banyak
hal yang mempengaruhi proses komunikasi dengan melibatkan kelima unsur tersebut.
Misalnya berkaitan dengan tempat, waktu, gangguan(noise) dan lain sebagainya. Joseph A.
Devito dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia (1997) menyebutkan adanya lingkungan
komunikasi. Lingkungan (konteks) komunikasi sedikitnya mempunyai tiga dimensi :
1. Dimensi fisik
2. Dimensi sosial-psikologis
3. Dimensi temporal (waktu)

Hal lain dalam proses komunikasi yang perlu mendapat perhatian adalah unsur
gangguan(noise). Noise adalah gangguan dalam komunikasi yang mendistorsi pesan. Dalam
suatu sistem komunikasi ada gangguan apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator
berbeda dengan pesan yang diterima oleh komunikan. Gangguan ini dapat berupa ganguan
fisik (ada suara dari selain komunikator), psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala
komunikator-komunikan) serta gangguan semantik (salah mengartikan makna).

C. Pikiran Sebagai Isi Pesan Komunikasi


Manusia adalah makhluk yang berpikir. Sedangkan komunikator manusia akan
mengomunikasikan hasil berpikirnya kepada orang lain dalam bentuk pesan. Pesan
komunikasi mempunyai dua aspek, yaitu isi pesan dan lambing. Dalam pesan diperlukan
bahasa, sebab tanpa bahasa, pikiran sebagai isi pesan tidak mungkin dikomunikasikan.
Sebagai makhluk yang berpikir, manusia berbeda dengan binatang yang ditandai dengan ciri-
ciri pembeda sebagai berikut :
a. Ciri-ciri fisik.
b. Ciri-ciri sosial
c. Ciri-ciri sebagai personal
Berpikir adalah kemampuan manusia untuk mencari arti bagi realitas yang muncul dihadapan
kesadarannya dalam pegalaman dan pengertian. Fungsi berpikir adalah untuk mengetahui dan
untuk mengerti atau memahami. Komunikasi adalah penyampaian pesan dari komunikator ke
komunikan. Pesan komunikasi terdiri atas, isi pesan (content of the message), dan lambang
(symbol). Isi pesan adalah pikiran, lambang adalah bahasa. Bahasa melekat pada pikiran oleh
karena itu tidak dapat dilepaskan dari pikiran.
1. Intensitas Berpikir
Fungsi berpikir meliputi : “wissen” (mengetahui), dan “verstehen” (mengerti secara
mendalam). Berpikir mengenai realitas sosial terdiri atas: Berpikir secara horizontal
(sensitivo rasional), dan secara vertical (metarasional).
2. Sistematika Berpikir
Berpikir deduktif (deduktif thinking), berasal dari Plato, Aristoteles. Dari satu rumus
umum dapat ditarik berbagai kesimpulan. Berpikir induktif (induktif thinking), menarik
suatu kesimpulan umum dari berbagai data atau kejadian yang ada disekitarnya. Berpikir
memecahkan masalah (problem solving thinking), prosesnya secara kronologis sebagai
berikut : analysis, synthesis, evaluation, selection.
Berpikir Kreatif (Creative Thinking) : Kesanggupan seseorang menciptakan suatu ide
baru yang berfaedah; Perpaduan antara science and imagination. Berpikir Filsafati
(Philosophical Thinking), Perenungan, meragukan, mengajukan pertanyaan untuk
mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadainya pengetahuan untuk
pemahaman.
3. Pertimbangan Nilai
Nilai adalah kekuatan central yang membimbing atau memandu perilaku seseorang,
cenderung untuk berlaku abadi. Sebelum Komunikasi berlangsung terjadi proses
internalisasi (Pembatinan), (implicit atau explicit). Dalam filsafat ada 3 nilai yang
menjadi bahasan (etika, logika, estetika). Sedangkan dalam komunikasi istilah objective
dan subjective. Objective descriptive (tanpa pertimbangan nilai, tetapi dengan
pertimbangan factual) dan Subjective (sarat nilai).

You might also like