You are on page 1of 15

ADAT ISTIADAT SUKU BATAK

1. Adat:

Adat adalah bagian dari pada Kebudayaan, berbicara kebudayaan dari suatu bangsa atau suku
bangsa maka adat kebiasaan suku bangsa tersebut yang akan menjadi perhatian, atau dengan kata
lain bahwa adat lah yang menonjol didalam mempelajari atau mengetahui kebudayaan satu suku
bangsa, meskipun aspek lain tidak kalah penting nya seperti kepercayaan, keseniaan,
kesusasteraan dan lain-lain .

Dahulu kala keseluruhan aspek kehidupan orang Batak diatur oleh dan didalam adat. Gunanya
ialah untuk menciptakan keterarturan didalam masyarakat. Kegiatan sehari-hari didalam
hubungan sesama orang Batak selalu diukur dan diatur berdasarkan adat

Namun keterbukaan akan suku bangsa lain dan membawa budayanya misalnya melalui asimilasi
dan akulturasi (proses percampuran dua budaya atau lebih) , dan agama yang melarang untuk
terlibat dalam adat mempengaruhi sikap pada adat dan tradisi membuat cenderung semakin
goyang. Artinya muncul sikap tidak lagi membutuhkan adat istiadat warisan nenek moyang,
meskipun masih banyak yang mematuhi dan melaksana-kan adat bahkan dibeberapa suku Batak
masih membutuhkannya didalam pengaturan masyarakat, dan kenyataan dapat diharapkan
sebagai suatu alat pemeliharaan moral.

Orang Batak mengenal 3 (tiga) tingkatan adat yaitu:

1- Adat Inti,adalah seluruh kehidupan yang terjadi (in illo tempore) pada permulaan penciptaan
dunia oleh Dewata Mulajadi Na Bolon. Sifat adat ini konservatif (tidak berubah).

2- Adat Na taradat,adat yang secara nyata dimiliki oleh kelompok desa, negeri, persekutuan
agama, maupun masyarakat. Ciri adat ini adalah praktis dan flexibel, setia pada adat inti atau
tradisi nenek moyang. Adat ini juga selalu akomodatif dan lugas menerima unsur dari luar,
setelah disesuaikan dengan tuntunan adat yang asalnya dari Dewata.

3- Adat Na niadathon, yaitu segala adat yang sama sekalibaru dan menolak adat inti dan adat na
taradat, adat na diadatkan ini merupakan adat yang menolak kepercayaan hubungan adat dengan
Tuhan, bahkan merupakan konsep agama baru (Kristen, Islam dll)yang dipandang sebagai adat,
yang justru bertentangan dengan agama asli Batak atau tradisi nenek moyang. (Sinaga 1983).

Berdasarkan ketiga tingkatan adat tersebut diatas. Adat yang sekarang dilakoni orang Batak
adalah Adat tingkat kedua. Namun dibeberapa bagaian kelompok Batak sudah mendekati
tyingkat ketiga. Meskipun ini terjadi sadar atau tidak sadar dilakukan

Oleh karena itu Adat kebiasaan atau “Adat Batak“, sesuatu yang sangat penting didalam
kehidupan bermasyarakat bagi suku Batak maka perlu dikhayati makana petuah petuah dibawah
ini :

“Adat do ugari, Sinihathon ni mulajadi. Siradotan manipat ari , salaon di si ulubalang arai.
Ia adat ido ugari, Ale guru saingganon . Radotan manipat ari , Salaon di ahason.”

Artinya:”Adat ialah aturan, ditetapkan oleh Tuhan yang dituruti sepanjang hari tampak dalam
kehidupan.”

Maksudnya: bahwa Adat itu adalah hukum tidak tertulis yang di siratkan oleh Tuhan yang Maha
Kuasa kepada nenek moyang terdahulu sehingga merupakan suatu ikatan bagi yang
menganutnya.

Jikalau adat itu sudah merupakan hukum maka sesuai dengan prinsip-prinsip hukum akan
berlaku kepadanya, seperti pelanggaran terhadap adat tersebut maka akan dikenakan sanksi adat
kepada sipelanggar sesuai dengan aturan main, seperti hukum acaranya. Namun karena adat
Batak itu tidak tertulis karena dia merupakan adat kebiasaan yang turun-temurun. Dan
keputusannya tidak tertulis atau ter arsip namun jika eksekusi telah terlaksana akan bergulir
kesegala penjuru dan diwariskan turun temurun hasil keputusan adat sehingga terkadang
merupakan pengikat yang kuat atas keputusan adat tersebut.yang terasa terasa sampai kini .

Jadi adat adalah aturan hukum yang mengatur kehidupan manusia sehingga bisa menciptakan
keterarturan, ketentraman dan keharmonisan, dan adat ditrapkan didalam kehidupan sehari-hari
oleh orang Batak, terutama didalam sistem kekarabatan dengan pedoman prinsip Dalihan Natolu,
disamping aturan adat yang lain.

Adat salah satu dari budaya, dan penguraian tentang adat sangat komplek, karena didalam semua
aspek kehidupan bermasyarakat orang Batak selalu terikat didalam tata cara yang telah diatur
sejak nenek moyang orang Batak, oleh karena itu ukuran terhormat suatu keluarga selalu diukur
dari kemampuan keluarga tersebut mengimplementasi-kannya (adat) didalam bermasyarakat.
Namun suatu hal yang tidak dapat dimungkiri bahwa perilaku pelaksanaan adat (budaya) Batak
sudah banyak disusupi dengan unsur-unsur dari luar termasuk pengaruh dari Agama yang banyak
merobah pola berpikir suku bangsa Batak. Meskipun demikian pada saat-saat sitruasi sulit
umumnya masyarakat tradisional akan kembali pada nilai-nilai budaya Tradisional, hal ini
nampak jelas pada suku Batak, bagai manapun ketat aturan yang dikeluarkan gereja dalam
pelaksanaan adat, sadar atau tidak sadar pelaksanaan adat tradisional dilakukan juga, seperti
margondang dengan Gondang sabangunan (bukan dengan alat musik modern)

Sejauh apakah sebenarnya pengaruh Agama pada perilaku masyarakat Batak, khususnya Batak
toba didalam adat Batak (paradatan). Menurut pengakuan saudara John.B Pasaribu dalam
bukunya “Pengaruh Injil dalam adat Batak”, didalam bukunya dihalaman 12 sbb: “Perjumpaan
atau pertemuan Injil yang dibawa oleh para misionaris dengan nilai-nilai yang diwarisi oleh
bangsa batak telah menimbulkan benturan, pada mulanya benturan itu sangat dahsyat yang
menyebabkan gugurnya (martiry) para penginjil terdahulu (Munson dan Lyman)” . kemudian di
halaman 80 dilanjutkan dengan: “ Sejak awal nya Adat Batak dibentuk dan dilaksanakan adalah
untuk keserasian hidup dan kehidupan warganya. Dengan kemampuan dan pemahaman yang
bertumbuh dan berkembanga dari waktu ke waktu, semasa religi lama dimana Mulajadi
Nabolon adalah sang pencipta, dengan tatanan Dalihan Natolu adalah tata kehidupan dalam
hubungan kekeluargaan diantara sesamanya maka Religi lama juga kelihatan dengan jelas
ingin mengantarkan umat dan warga Batak kepada suka cita penuh bagi setiap keluarga walau
dalam implementasinya ketentuan adat dalam tatanan hubungan komponen adat itu sendiri
terdapat aturan pergaulan dalam ketentuan kedudukan pada unsur Dalihan Natolu…….”
Kemudian dilanjutkannjya pada halaman yang sama sbb: “ Religi Baru dan kekeristenan
mengubah itu semua nya, layanan dan pergaulan terpusat pada satu kuasa dan satu kemulian
yaitu Tuhan Yang Maha Esa, anaknya Yesus Kristus dan Rohul Kudus. Adat dan kebiasaan yang
sudah bertumbuh sejak lama, harusnya dapat disesuaikan dengan pertumbuhan rekigi baru
(Keristen), sehingga Tuhan yang ada sejak dahulu, sekarang dan selama-lamanya , benar-benar
pimpinan dalam kehidupan Adat dan Budaya Batak. Religi baru (Keristen) adalah penguat
kekerabatan diantara sesamanya, dan itu dilaksanakan penuh sebagai suka cita orang Batak
serta pupujian bagi Tuhan.”

Dari keterangan diatas salah satu pembuktian bahwa adat batak yang berlaku sekarang ini tidak
lagi murni sesuai dengan asal mulanya berlaku!. Karena didalam wujud peralihan adat budaya
Batak (asli) ke Religi baru seperti Batak Mandailing (Islam) dan pada Batak Toba (yang sangat
menonjol) dengan religi kristen, dimana Injil harus direfleksikan disetiap aspek kehidupan adat
tradisi lama Batak Toba seperti:

· Implementasi Falsafah hidup Batak, Hamoraon, Hagabeon, dan Hasangapan direflesikan


kepada Tri Doktrin Grejani (Iman, Kasih, dan Pengharapan) .

· Implementasi Ajaran Dalihan Natolu di refleksikan dengan Pengharapan 3 jenis pengasihan


Illahi yaitu Anugerah, Karunia dan Berkat.

Mengimplementasian ketiga doktrin gereja dengan membudayakan filsafat hidup batak yang
bersifat rohaniah, dan menjadikan Gereja-gereja sebagai gedung pembinaan rohani dan
pendidikan yang berorientasi pada pengembangan adat budaya Batak dll.Dalam hal ini
sepertinya orang Batak toba telah mengisolasi diri dari orang batak lainnya seperti Batak
Mandailing, sipirok, simalungin, karo dan batak gayo alas,dan lain-lainnya.
Tanpa menafikan ada dan besarnya pengaruh perkembangan zaman (globalisasi), masih
mungkinkah Batak dapat dipersatukan didalam rumpun Batak seperti tertera diatas (sejarah
Batak) banyak orang-orang batak yang bukan beragama keristen mengharapkan kemurnian peri
laku adat dilaksanakan tanpa menonjolkan keyakinan (agama) tertentu karena suatu fakta bahwa
umumnya Batak identik dengan Batak toba sedangkan Batak toba identik dengan keristen,
Dalam hala Agama bagi suku Batak sangatlah sensitif karena orang Batak termasuk manusia
yang kokoh dengan pilihannya pada agama, dan hampir boleh dikatan cukup panatik. Bagi
mereka perpindahan keyakinan (Agama) kepada keyakinan lain adalah suatu aib. Sangatlah
beruntung kita hidup disebuah negara yang berazaskan Pancasila, yang menawarkan saling
menghormati antar keyakinan (Agama), dan sebagai batak mempunyai falsafah “Dalihan
Natolu” sebagai alat perekat untuk saling menghormati, yang boleh tidak harus saling mengikat
hubungan meskipun berbeda agama. Sebaiknya apa yang diwariskan oleh Omputa sijolojolo tubu
kita pelihara dan kita implementasikan tanpa mengclimp hanya orang Batak beragama keristen
yang layak menjalankan adat batak tersebut. Karena ini menjadi suatu kendala kemajuan dan
kerukunan sesama batak, yang tidak mustahil setiap orang batak mempunyai saudara yang ber
agama lain juga. Agama seharusnya diletakkan sebagai penyempurna adatdidalam hubungannya
ke Tuha Maha pencipta dan hubungan sesama hamba-hambaNya. Tidak ada agama yang
mengajarkan memutuskan hubungan berkeluarga atau bersaudara.

Selama masih mengakui dirinya orang Batak, maka dia tidak akan lepas dari keterikatan tatanan
atau norma-norma adat Batak, apakah dia Keristen Protestan, Keristen Katolik, Islam dll, harus
saling menghormati berdasarkan Dalihan natolu. Agama Islam juga mengajarkan untuk selalu
memelihara persaudaraan atau dengan kata lain “silaturahmi”, bagi yang memelihara silaturahmi
akan mendapatkan pahala dari Tuhan Yang Maha Pencipta (Mulajadi Nabolon). Orang-orang
Batak yang beragama Islam seharusnya lebih bertanggung jawab memelihara budaya Batak
sebagai mana saudara-saudaranya yang beragama Keristen Protestan atau Katolik mengharagai
adat Batak, dan harus dapat menunjukkan jati diri sebagai orang Batak yang ber agama Islam.
Dan setiap Orang Batak berkewajiban membuktikan bahwa adat Batak bukanlah monopoli suatu
Agama.

Ada beberapa hal pada tatanan adat yang berkorelasi dengan sunnah rasul, dan ini dapat
dilakukan tanpa mengurangi nilai-nilai adat dan norma-norma Agama. mari kita seksamai setiap
aspek laku dari adat, seperti: pemberian “Ulos” , “boras sipir ni tondi”, “manulangi” dll
semuanya boleh dikatakan menyentuh masalah spritual, kita setuju bahwa unsur-unsur yang
menyangkut Akidah atau dengan kata lain mensyarikat Tuhan harus kita hindari. Tetapi alangkah
baiknya kalau dapat sama-sama orang Batak saling menghormati bagaimana cara
pengimplementasian masing-masing Agama dalam adat teresebut, agar adat atau Budaya Batak
tidak tertuduh sebagai adat yang berlaku hanya untuk yang beraganma Keristen. Dan perlu
ditunjukkan bahwa budaya Batak, khususnya Batak Toba tidak indentik dengan budaya keristen.
Namun adat/Budaya Batak berlaku dan diperlakukan untuk dan oleh orang Batak. Dan yang
perlu kita hapuskan adalah prasangka suku bangsa lain terhadap suku bangsa Batak khususnya
Batak toba identik dengan keristen, karena tata cara adat yang berlaku selama ini sejak Perang
paderi dan masuknya Misionari Jerman telah bernapaskan kekeristenan. Dan tidak dapat
disalahkan anggapan ini, yang harus disalahkan adalah orang Batak sendiri. Kalau banggga
sebagai orang batak seharuslah memelihara dengan menggali budaya Batak itu secara murni
serta mencoba mengkorelasikan ataupun menselaraskan dengan agama yang dianut. Orang Batak
harus merenungi sisi apa yang dibanggakan kalau sesama orang Batak mengharagai budaya
sendiri dengan tidak mengadopsi bulat-bula budaya lain, masa depan suku bangsa Batak dengan
budaya begitu sempurna seharusnya di pelihara dan meninggalkan sifat saling mencurigai, saling
menjelekkan, dan bertekad melestarikannya demi kesatuan dan persatuan orang Batak sendiri.
Karena suku Batak yang terdiri dari beberapa suku bangsa seperti : Toba, Simalungun,
Mandailing, Karo, Pak-Pak, kesemua suku bangsa ini mempunyai kebiasaan atau adat yang
nyaris sama, meski ada perbedaan yang tidak begitu signifikan,. Perbedaan ini adalah disebabkan
pengaruh budaya lain atupun Agama, ini tidak perlu kita permasalahkan karena kita berbicara
masalah budaya secara global

Didalam kebudayaan orang Batak hampir 60 % tidak dilestaraikan, hanya tata cara adat seperti
dalam Perkawinan, yang boleh dikatalkan masih dilaksanakan diperi laku lainnya hanya sebatas
disinggung saja. Sebenarnya Budaya Batak sanaatlah mampu mendukung suku Batak menjadi
suku bangsa yang besar, karena sudah memenuhi persyaratan jikalau ditinjau dari kesempurnaan
budaya dalam bermasyarakat dan berbangsa. Suku Batak memiliki Aksara, Astronomi, Seni
Arsitektur, Seni Musik dan tari, hukum/ Uhum peraturan yang telah ditetapkan oleh ompu si
jolojolo tubu dan lain-lain. Orang Batak mengenal 3 (tiga Warna) dan dianggab sakral yaitu :
Merah Puti dan Hitam. Ketiga warna ini sangat menonjol dalam seni Bangunan.

2- Gondang Sabangunan:

Gondang sabangunan atau ogung sabagunan ialah separangkat gendang dan gong merupakan
instrumen inti musik gondang batak. Gondang sabangunan terdiri dari: tagading, ogung dan
sarune. Tagading terdiri dari lima jenis,sedangkan ogung terdiri dari: ogung oloan, ogung ihutan,
ogung doal dan ogung jeret. Sarune juga terdiri dari lima lobang. Umumnya gondang
sabangunan dimainkan untuk memohon berkat dari arwah para leluhur.

Musik tradisi masyarakat Batak Toba disebut sebagai gondang. Ada tiga arti untuk kata
“gondang”:

1. Satu jenis musik tradisi Batak toba;

2. Komposisi yang ditemukan dalam jenis musik tsb. (misalnya

komposisi berjudul Gondang Mula-mula, Gondang Haroharo dsb.


3. Alat musik “kendang”. Ada 2 ansambel musik gondang, yaitu

Gondang Sabangunan yang biasanya dimainkan diluar rumah

dihalaman rumah; dan gondang Hasapi yang biasanya dimainkan

dalam rumah.

Gondang Sabangunan terdiri dari:

Sarune bolon (sejenis alat tiup-“obo”), adalah:

Alat tiup double reed (obo) yang mirip alat-alat lain yang bisa ditemukan di Jaw, India, Cina,
dsb.

Pemain sarune mempergunakan teknik yang disebut marsiulak hosa (kembalikan nafas terus
menerus) dan biarkan pemain untuk memainkan frase-frase yang panjang sekali tanpa henti
untuk tarik nafas. Seperti disebut di atas,

Tagading atau taganing (perlengkapan terdiri dari lima kendang yang dikunci punya peran
melodis dengan sarune tsb),

Tangga nada gondang sabangunan disusun dalam cara yang sangat unik. Tangga nadanya
dikunci dalam cara yang hampir sama (tapi tidak persis) dengan tangga nada yang dimulai dari
urutan pertama sampai kelima tangga nada diatonis mayor yang ditemukan dimusik Barat: do, re,
mi, fa, sol. Ini membentuk tangga nada pentatonis yang sangat unik, dan sejauh yang saya tahu,
tidak bisa ditemukan ditempat lain di dunia ini. Seperti musik gamelan yang ditemukan di Jawa
dan Bali, sistem tangga nada yang dipakai dalam musik gondang punya variasi diantara setiap
ansambel, variasi ini bergantung pada estetis pemain sarune dan pemain taganing.

Kemudian ada cukup banyak variasi diantara kelompik dan daerah yang menambah diversitas
kewarisan kebudayaan ini yang sangat berharga.
Gordang (sebuah kendang besar yang menonjolkan irama ritme),

Ogung terdiri dari empat gong yang masing-masing punya peran dalam struktur irama. Pola
irama gondang disebut doal, dan dalam konsepsinya mirip siklus gongan yang ditemukan
dimusik gamelan dari Jawa dan Bali, tetapi irama siklus doal lebih singkat.
Sebahagian besar repertoar gondang sabangunan juga dimainkan dalam konteks ansambel
gondang hasapi.

Ansambel ini terdiri dari:

Hasapi ende (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main melodi),

Hasapi doal (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main pola irama),
Garantung (sejenis gambang kecil yang main melody ambil peran taganing dalam ansambel
gondang hasapi),

Sulim (sejenis suling terbuat dari bambu yang punya selaput kertas yang bergetar, seperti sulim
dze dari Cina),

Sarune etek (sejenis klarinet yang ambil peran sarune bolon dalam ansambel ini), dan

Hesek (sejenis alat perkusi yang menguatkan irama, biasanya alat ini ada botol yang dipukul
dengan sebuah sendok atau pisau).

Tangga nada yang dipakai dalam musik gondang hasapi hampir sama dengan yang dipakai
dalam gondang sabangunan, tetapi lebih seperti tangga nada diatonis mayor yang dipakai di
Barat. Ini karena pengaruh musik gereja Kristen.

ASPEK-ASPEK SEJARAH

Ansambel musik yang memakai alat-alat terbuat dari perunggu di Sumatera biasanya terdiri dari
perlengkapan yang punya empat sampai dua belas gong kecil,satu atau dua gong besar yang
digantung, dua sampai sembilan kendang, satu alat tiup, penyari dan gembreng. Satu Ansambel
yang khas jenis ini ada gondang sabangunan dari batak toba. Ansambel ini masih dipakai dalam
upacara agama Parmalim.

Gondang sabangunan punya peran yang penting sekali dalam upacara agama tersebut. Seperti
pada catatan di atas, Ansambel ini terdiri dari 4 gong yang main siklus irama gongan yang
singkat, perlengkapan lima kendang yang dikunci, satu sarune (alat tiup/ obo), satu kendang
besar dan satu alat perkusi (biasanya botol) untuk memperkuatkan irama.

Musik gondang sabangunan dipakai dalam upacara agama untuk menyampaikan doa manusia ke
dunia atas. Waktu musik dimainkan, pemain sarune dan pemain taganing dianggap sebagai
menifestasi Batara Guru.

Musik ini dipergunakan untuk berkomunikasi dengan dunia atas dan rupanya tranformasi pemain
musik ini terjadi untuk memudahkan hubungan dengan dunia atas.

Transformasi paradigma ini di mitos Batak sangat mirip yang ada di Bali menunjuk bukti tidak
langsung bahwa ada hubungan purbakala diantara kebudayaan Batak Toba dan kebudayaan Bali.
Biarpun hal ini tidak dapat dibuktikan, ada kemungkinan yang berhubungan dengan sejarah,
karena kedua kebudayaan masing-masing berhubungan paling sedikit sebagai batas keluar
kerajaan majapahit. Keterkaitan dengan konsep kosmos bertingkat tiga ada konsep tentang faktor
mediasi; pohon kosmos atau pohon hidup. Pohon mitos ini yang menghubungkan tiga dunia
punya hubungan simbolis dengan pohon Bodhi dalam agama Budha, kayon di wayang Bali dan
Jawa, dan barangkali konsep ini lebih tua dari agama Budha dan agama Hindu. Dalam konsepsi
Batak peran musik mirip peran pohon kosmos; musik juga menguhubungkan dunia masing-
masing. Melalui musik gondang batasan diantara dunia dapat ditembus, doa manusia dapat
sampai kepada debata, dan berkah debata dapat sampai kepada manusia.
Dengan kedatangan agama Kristen ke Tanah Batak, pokok kebudayaan Batak sangat diubah
sekali. Interaksi dengan agama baru ini dan nilai-nilai barat menggoncangkan kebudayaan tradisi
batak toba sampai ke akarnya. Menurut gereja Kristen musik gondang berhubungan dengan
kesurupan, pemujaan roh nenek moyang, dan agama Batak asli, terlalu bahaya untuk dibolehkan
terus dimainkan lagi. Pada awal abad kedua puluh Nommensen minta pemerintah kolonial
Belanda untuk melarang upacara bius dan musik gondang. Larangan ini bertahan hampir empat
puluh tahun sampai pada tahun 1938. Itu merupakan suatu pukulan utama untuk agama tradisi
Batak Toba dan musik gondang yang sangat terkait dengan agama tsb.

Untuk menambah kesakralan upacara adat atau keramaiaan upacara adat, maka orang Batak
memainkan/membunyikan Gondang sabangunan yang memiliki sifat sakral . Biasanya alat
musik ini dipergunakan pada acara ritual yang erat hubungannya dengan pemujaan roh-roh
nenek moyang pada zaman dahulu dan penggelaran gondang sabangunan tersebut dilaksanakan
dengan syarat-syarat tertentu agar pagelarannya dapat berjalan baik tanpa ada gangguan atau
membawa dampak negatif pada tuan rumah dan para penari (manortor).

Gondang sabangunan baru boleh resmi digunakan pada upacara pokok, dengan mengadakan
upacara khusus pada malam upacara pokok yaitu pihak hasuhutan melakukan acara “Tua ni
gondang”, agar berkat dari gondang sabangunan itu tercurah kepada hasuhutan (yang punya
hajat)

Gondang dimulai dengan dibuka juru bicara suhut dengan permintaan pembukaan sebagai
berikut:

“Amang panggual pargonsi, Alu-aluhon ma jolo tu omputa Mulajadi Nabolon, na jumadihon


nasa adong, na jumadihon manisia dohot sude isi ni portibion”

(artinya wahai bapak pemain gondang yang dimuliakan, serukanlah terlebih dahulu kepada
Tuhan Yang Maha menjadikan ,Yang Menciptalkan segala sesuatu, Yang Menciptakan Manusia
dan segenap isi bumi).

Maka pemusik (pargondang) memukul perangkat gondangnya dengan ritme tertentu beberapa
saat saja, kemudian dilanjutkan juru bicara meminta pada pemusik.

“Alu-aluhon ma muse tu sumangot ni omputa sijolo-jolo tubu, sumangot ni omputa


paisada,omputa paidua, sahat tu papituhon,”

(artinya; serukan juga kepada roh-roh leluhur, nenek moyang tingkat pertama, nenek moyang
tingkat kedua hingga ketujuh).

Kembali pemusik memainkan gondang dengan ritme tertentu sesuai dengan permintaan,
beberapa saat juga, setelah berhenti dilanjutkan lagi dengan permintaan sebagai berikut:

“Alu-aluhon ma jolo tu sahala ni angka amanta raja na liat nalolo.”


(atinya; serukan juga kepada kharisma /wibawa para raja-raja yang hadir dalam upacara yang
mulia ini).

Kembali pemain musik memukul gendangnya dengan ritme tertentu juga sesaat.

Setelah ketiga permintaan dipenuhi dan dilaksanakan maka pihak hasuhutan dengan keluarga
besarnya berbaris berdiri saling mengatur diri untuk memulai menari (manortor), maka juru
bicara meminta gondang pertama, yaitu gondang mula-mula, sebagai pembukaan dari rangkaian
gondang yang harus diminta dalam acara mengambil tua ni gondang .

Ada 7 jenis lagu atau irama gondang yang harus diminta, yang setiap lagu didahului dengan
permintaan oleh juru bicaranya, setiapa gondang berbunyi setiap itu pula suhut dengan keluarga
besarnya menari (manortor). Adapun makna dari setiap lagu yang dmohonkan terkandung nilai-
nilai sakral yang isinya memohon agar keluarga suhut diberikan kesejahteraan, kebahagiaan dan
rezeki yang berlimpah ruah dan juga acara yang akan dilaksanakan besok harinya dapat berjalan
lancar dab sumber berkat bagi seluruh keluarga dan para undangan . Gondang terakhir yaitu
gondang hasahatan, diminta dengan permononana agar segala yang dimohonkan melalui
gondang agar terwujud dengan nyata.

Orang Batak dalam setiap menjalani kehidupannya tidak terlepas dari etika yang telah diatur oleh
adat istiadat yang berpedoman pada aturan yang ditetapkan para pendahulu (ompung sijolo-jolo
tubu) atau dengan kata lain oleh para leluhur. Mulai lahir, kawin, mengandung/melahirkan,
hingga tua dan meninggal, juga dalam, membangun dan memasuki rumah, menanam/memanen
padi. Sampai menghormati orangtua yang telah meninggal, hampir boleh dikatakan didalam
semua asapek kehidupan nya tidak terlepasa dari tata cara adat. Inilah salah satu bukti bahwa
sebenarnya orang batak memiliki budaya dan dasar moral yang tinggi. Orang Batak memiliki
pertanggalan , memiliki aksara (tulis baca) sendiri dan keyakinan sendiri sebelum masuknya
Agama monoteis (Keristen dan Islam). Sebelum upacara adat dilaksanakan pada zaman dahulu
pihak hasuhutan (yang punya hajat) memintak petunjuk dan arahan kepada dukun (datu) tentang
waktu yang baik untuk mengadakan upacara

3- Seni Tari :
Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan upacara ritual
keagamaan. Juga menari dilakukan jug dalam acara gembira seperti sehabis panen, perkawinan,
yang waktu itu masih bernapaskan mistik (kesurupan).

Acara pesta adat yang membunyikan gondang sabangunan (dengan perangkat musik yang
lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa dan roh-roh nenek moyang (leluhur)
pada zaman dahulu.

Tetapi itu dapat dilaksanakan dengan mengikuti tata cara dan persyaratan tertentu.umpamanya
sebelum acara dilakukan terbuka terlebih dahulu tuan rumah (hasuhutan) melakukan acara
khusus yang dinamakna Tua ni Gondang, sehingga berkat dari gondang sabangunan. Dalam
pelaksanaan tarian tersebut salah seorang dari hasuhutan (yang mempunyai hajat akan memintak
permintaan kepada penabuh gondang dengan kata-kata yang sopan dan santun sbb:

“Amang pardoal pargonci…….

1- “Alu-aluhon ma jolo tu omputa Debata Mulajadi Nabolon, na Jumadihon nasa adong, na


jumadihon manisia dohot sude isi ni portibion.”

2- “Alu-aluhon ma muse tu sumangot ni omputa sijolo-jolo tubu, sumangot ni omputa paisada,


omputa paidua, sahat tu papituhon.”

3- “Alu-aluhon ma jolo tu sahala ni angka amanta raja na liat nalolo.”

Setiap selesai satu permintaan selalu diselingi dengan pukulan gondang dengan ritme tertentu
dalam beberapa saat. Setelah ketiga permintaan/ seruan tersebut dilaksanakan dengan baik maka
barisan keluarga suhut yang telah siap manortor (menari) mengatur susunan tempat berdirinya
untuk memulai menari. Kembali juru bicara dari hasuhutan memintak jenis gondang, satu persatu
jenis lagu gondang, ( ada 7 jenis lagu Gondang) yang harus dilakukan Hasuhutan untuk
memdapatka (tua ni gondang). Para melakukan tarian dengan semangat dan sukacita.Adapun
jenis permintaan jenis lagu yang akan dibunyikan adalah seperti :permohonan kepada Dewa dan
pada ro-roh leluhur agar keluarga suhut yang mengadakan acara diberi keselamatan
kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah ruah, dan upacara adat yang akan
dilaksanakan menjadi sumber berkat bagi suhut dan seluruh keluarga, serta para
undangan.Sedangkan gondang terakhir yang dimohonkan adalah gondang hasahatan. Didalam
Menari banyak pantangan yang tidak diperbolehkan, seperti tangan sipenari tidak boleh melewati
batas setinggi bahu keatas, bila itu dilakukan berarti sipenari sudah siap menantang siapapun
dalam bidang ilmu perdukunan, atau adu pencak silat, atau adu tenaga batin. Dll.

Tarian (tor-tor) Batak ada lima gerakan (urdot) 1- Pangurdot (yang termasuk pangurdot dari
organ-organ tubuh ialah daun kaki, tumit sampai bahu. 2- Pangeal (yang termasuk pangeal dari
organ tubuh adalah Pinggang, tulang punggung sampai daun bahu/ sasap). 3- Pandenggal (yang
masuk pandenggal adalah tangan, daun tangan sampai jari-jari tangan). 4- Siangkupna
( yangtermasuk Siangkupna adalah leher,).

Didalam menari setiap penari harus memakai Ulos.


Didalam menari orang Batak mempergunakan alat musik/ Gondang yaitu terdiri dari: Ogung
sabangunan terdiri dari 4 ogung. Kalau kurang dari empat ogung maka dianggap tidak lengklap
dan bukan Ogung sabangunan dan dianggap lebih lengkap lagi kalau ditambah dengan alat
kelima yang dinakan Hesek. Kemudian Tagading terdiri dari 5 buah. Kemudian Sarune (sarunai
harus memiliki 5 lobang diatas dan satu dibawah.

Peralatannya cukup sederhan namun kalau dimainkan oleh yang sudah berpengalaman sangat
mampu menghipnotis pendengar.

Menari juga dapat menunjukkan sebagai pengejawantahan isi hati saat menghadapi keluarga atau
orang tua yang meninggal, tariannnya akan berkat-kata dalam bahasa seni tari tentang dan
bagaimana hubungan batin sipenari dengan orang yang meninggal tersebut. Juga Menari
dipergunakan oleh kalangan muda mudi menyampai hasrat hatinya dalam bentuka tarian, sering
taruian ini dilakukan pada saat bulan Purnama. Kesimpulannya bahwa tarian ini dipergunaka
sebagai sarana penyampaian batin baik kepada Roh-roh leluhur dan maupun kepada orang yang
dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.

4- Astronomi,Almanak/ Pertanggalan:

Pembagian Tahun: Awal tahun dimulai/ ditetapkan pada saat Hala pariama (Scorpio) berada
ditimur dan Sialasungsang/ bintang na pitu (Orion) disebalah Barat. Keberadaan/ posisi kedua
bintang inilah yang dijadikan penetu awal tahun yang biasanya terjadi pada bulan April, oleh
karena itu dalam penentuan bulan pertama disetiap tahun adalah bulan April sebagai “sipaha
Sada”

Didalam penentuan hari pertama dalam bulan berjalan, orang batak menentukannya seperti Islam
yaitu melalui pergerakan bulan. Orang batak menentukan hari pertama dalam bulan
mempergunakan alat yang sangat sederhan yaitu Hasumba kain merah) mereka meneropong
bulan dipinggir-pinggir danau pada penerbitannya yang pertama. Bulan yang terbit dihari
pertama dinamakn “Artia” dan seterusnya sampai kembali lagi terbit diufuk barat yang jika
dijumlah, berjumlah 30 haripergerakan bulan dalam 30 hari ini disebut sabulan atau satu bulan .
Dan pergerakan bulan ini dihubungkan dengan gerak bintang Scorpio dan Orion yang jika
dijumlah ada 12 kali bergerak sampai bintang Scorpio kembali berada di Timur dan Orion berada
di Barat makanya jumlah bulan di Batak ada 12 bulan : Dibawah ini adalah Nama-nama Bulan
dan Hari.sbb:

5- Nama Bulan :

Nama-nama bulan tersebut adalah: sipaha sada, sipaha dua, sipaha tolu, sipaha opat, sipaha
lima, sipaha onom, sipaha pitu, sipaha ualu, sipaha sia, sipaha sampulu, Li sebagai bulan ke
sebelas dan , Hurung sebagai bulan keduabelas.

6- Nama Hari :

Nama Hari pada Orang Batak tidak sama dengan Nama-nama Hari Masehi, Jawa dan Arab, Bagi
Orang Bartak setiap Hari yang diperhitungkan 30 (tiga puluh) hari, masing-masing mempunyai
Nama.

Ke 30 nama-nama Hari Suku Batak:


7- Pembagian Waktu dalam sehari :

Begitu juga di dalampenentuan waktu / Jam , tidak mempergunakan Angka, namun mulai Pukul
6.00 Pagi hingga pukul 6.00 pagi besoknya , masing-masing dinamai:

§ Jam 06.00 - 07.00 – Pagi > Sogot atau Manogot

§ Jam 07.00 – 11.00 - > Pangului.

§ Jam 11.00 – 01.00 – Siang > Hos ni ari.

§ Jam 02.00 – 17.00 – Sore > Guling ni ari.

§ Jam 17.00 – 18.00 - > Bot ni ari atau Bot ari.

§ Jam 18.00 – 20.00 -> Urmun ni ari.

§ Jam 20.00 – 23.00 -> Robot borngin.

§ Jam 23.00 – 01.00 -> Tonga borngin

§ Jam 01.00- 03.00 -> Tingki haroro ni panangko.

§ Jam 04.00 – Pagi > Tahuak Manuk.

§ Jam 05.00 – 06.00 - > Manghuling sese.

8- Mata Angin :

Pembagian mata angin dimulai dari letak kepala Pane Nabolon yang pemunculannya dibulan
pertama ( sipaha sada) yang biasanya berada ditimur (Purba), maka ekornya berada di Barat laut
(manabia).

Panjang Pane Nabolon dari kepala hingga ekor adalah sepanjang setengah lingkaran, oleh karena
itu bila kepalanya mengarah kebarat (Pastima) maka ekornya dapat dipastikan mengarah timur
(Purba).

Menentukan letak dari Pane Nabolon dapat dilihat dari kilat yang menyambar disore hari atau
jika tidak, dapat dilihat dari ekor induk ayam yang sedang mengeram, ekor ayam tersebut sealalu
membelakangi Pane Nabolon (patundal Pane).

Pane Nabolon selalu digambarkan dalam parhalaan dalam bentuk boras pati ( cicak). Ada juga
yang menggambarkan dengan gambar binatang melata (kaki seribu) dan ada juga berbentuk kala
( scorpio);

Nama mata angin tersebut adalah:


 

9- Aksara/ Alfabet :

Sebagai bangsa yang besar juga ditentukan sarana komunikasi seperti Aksara, Suku Batak salah
satu suku yang memiliki alfabet yaitu Aksara Batak salah satu dari 400 lebih suku bangsa di
Indonesia yang memiliki aksara , yang terdiri dari 2 bagian besar:

1. Huruf Induk (ina ni surat) yang terdiri dari 19 huruf dasar (indung surat) 3 ( wa, ya, dan ca)
diantaranya dipergunakan dalam bahasa sehari-hari dan memakai huruf tersebut adalah para
Imam dan Datu pada zaman dahulu dan Tapanuli selatan (Angkola).Dan 16 huruf huruf lainnya
yaitu diantaranya 14 huruf dibaca dengan bunyi fokal “a” dibelakangnya Yaitu sbb: a-ha- ma-
na- ra- ta- sa- la- ga- ja- da- ba-nga-i-u. Selebihnya berbunyi „i“ ada 1huruf, dan berbunyi „u“
ada 1huruf.

2. Huruf-huruf bunyi (anak ni surat), seperti mengubah bunyi huruf induk dari bunyi (a menjadi
„o, u, i, ng), atau bunyi yang dihentikan masing-masing disebut „siala“ atau „sikora“,
„Haborotan“ atau haboruan“, „Haluan, “Hatadingan“,“Hamisaran, “paminggil dan „pangolat.

Akasara Batak ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan, dari baris atas turun kebawah. Dan tidak
mengenal huruf Besar. Abjada Batak tidak mempunyai tanda baca dan angka tersendiri, kadang-
kadang diambil dari abjad Latin. Kecuali tanda garis penghubung kata yang tidak dapat ditulis
habis dan ujung baris yang diseut „pangudut“.

Akasara Batak pada suku-suku Batak ( Toba ,Mandailing/Angkola, Simalungun, Pakpak dan
Karo) hampir boleh dikatakan sama pada abjad-abjad tertentu ada perbedaan penulisan yang
tidak terlalu signifikan.

Yang termsauk Induk surat Toba (ina surat) adalah ada 19 banyaknya:

Ia na masuk tu Ina ni surat 19 do godangna :

a=     nga=   ha=   la=   ka =    pa=   na=     sa=  

    ra=   da=  ta=  ga=   ba=    ja=      wa=     ya=  

 i =     ca =   ma =    u =    

You might also like