You are on page 1of 28

Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional.

Definisi
kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:

Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta,


“ karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya
manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai
bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada
pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan
demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang
berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan
Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat
Pendukukungnya, Semarang: P&K, 199 ”
kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari
kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin
dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan.
Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa
nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya:
“yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa
mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”.
Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku
bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk
mewakili identitas bersama.Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan
Nasional”

Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945
Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan
eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga
kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan
adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai
kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.

Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi


kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-
kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di
seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan
angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa
Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia
yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur
kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil
invensi nasional. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradsional, Kongres Kebudayaan 1991:
Kebudayaan Nasional Kini dan di Masa Depan,
Wed, 14/11/2007 - 12:02am — godam64

A. Arti Definisi / Pengertian Budaya Dan Kebudayaan

Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti
mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo
1993).

Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai


suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial,
seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia.

Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia
dengan cara belajar.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Daftar isi
[sembunyikan]
 1 Definisi Budaya
 2 Pengertian Kebudayaan
 3 Unsur-Unsur
 4 Wujud dan komponen
o 4.1 Wujud
o 4.2 Komponen
 5 Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan
o 5.1 Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)
o 5.2 Sistem Mata Pencaharian Hidup
o 5.3 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
o 5.4 Bahasa
o 5.5 Kesenian
o 5.6 Sistem Kepercayaan
 5.6.1 Agama Samawi
 5.6.2 Agama dan Filosofi dari Timur
 5.6.3 Agama Tradisional
 5.6.4 "American Dream"
 5.6.5 Pernikahan
o 5.7 Sistem Ilmu dan Pengetahuan
 6 Perubahan Sosial Budaya
 7 Penetrasi Kebudayaan
 8 Cara Pandang Terhadap Kebudayaan
o 8.1 Kebudayaan Sebagai Peradaban
o 8.2 Kebudayaan sebagai "Sudut Pandang Umum"
o 8.3 Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
 9 Kebudayaan Diantara Masyarakat
 10 Kebudayaan Menurut Wilayah
 11 Referensi
 12 Daftar pustaka
 13 Lihat pula

 14 Pranala luar

[sunting] Definisi Budaya


Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.[1]

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-
budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.[2]

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan


orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat
rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas
keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda
dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu
dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang brsifat
memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku
yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-
anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian
dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku
orang lain.

[sunting] Pengertian Kebudayaan


Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain,
tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,


yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah
sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

[sunting] Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:


o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)

[sunting] Wujud dan komponen


[sunting] Wujud

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas,
dan artefak.

 Gagasan (Wujud ideal)


Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
 Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

 Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret
diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.

[sunting] Komponen

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen


utama:

 Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,
konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan,
senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang,
seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar
langit, dan mesin cuci.

 Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari
generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional.

[sunting] Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan


Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:

[sunting] Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)


Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara


segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia
mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau
dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari
pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga
sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:

 alat-alat produktif
 senjata
 wadah
 alat-alat menyalakan api
 makanan
 pakaian
 tempat berlindung dan perumahan
 alat-alat transportasi

[sunting] Sistem Mata Pencaharian Hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah
mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:

 berburu dan meramu


 beternak
 bercocok tanam di ladang
 menangkap ikan

[sunting] Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial


Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer
Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan
untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan
adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah
atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu,
cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-
antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif
kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di
masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti,
keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang
berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.
Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

[sunting] Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling
berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa
isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan
bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat
istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya
dengan segala bentuk masyarakat.

Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi
khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan
fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-
hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk
mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

[sunting] Kesenian

Karya seni dari peradaban Mesir kuno.


Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat
manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk
yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai
dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

[sunting] Sistem Kepercayaan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai
dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul
keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga
mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu,
baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari
religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan.


Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti
"menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat
manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama)
mendefinisikan Agama sebagai berikut:

... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk
beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan
sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[3]

Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau
"5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem
pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi
kesenian.

[sunting] Agama Samawi

Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama
Samawi[4] atau agama Abrahamik.[5] Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi
yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya.
Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di
berbagai belahan dunia.

Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama, adalah
agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang.
Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama
Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari
13 juta jiwa.[6]
Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah kebudayaan
Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh
oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan
terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia.[7]

Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak mempengaruhi kebudayaan
Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat
lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.[8]

[sunting] Agama dan Filosofi dari Timur

Agni, dewa api agama Hindu


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama dari timur dan Filosofi Timur

Agama dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama
dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China, dan menyebar di sepanjang
benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi.

Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang menyebar di


sepanjang utara dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang dan Korea dan
China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme menyebar di sekitar Asia
Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan
Thailand.

Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri sementara sebuah
pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari kenikmatan di dunia.

Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Cina, mempengaruhi baik religi,
seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.

Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi
politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari
kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep
antikekerasan dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong
menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
[sunting] Agama Tradisional

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama tradisional

Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai "agama nenek moyang", dianut
oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh bereka cukup
besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi
agama negara, seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama
tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat
bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual yang ditujukan
untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.

[sunting] "American Dream"

American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia, adalah sebuah
kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya,
melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memedulikan status sosial,
seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. [9] Gagasan ini berakar dari
sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah "kota di atas bukit" (atau city
upon a hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a light unto the nations"),[10] yang memiliki
nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai
generasi berikutnya.

[sunting] Pernikahan

Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja
Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya
memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa
komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan
antara Yesus Kristus dengan gerejanya. Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa
sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang bercerai tidak dapat dinikahkan kembali
di gereja. Sementara Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban.
Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.

[sunting] Sistem Ilmu dan Pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang
benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku
bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu,
dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and
error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:

 pengetahuan tentang alam


 pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
 pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku
sesama manusia
 pengetahuan tentang ruang dan waktu

[sunting] Perubahan Sosial Budaya


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perubahan sosial budaya

Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan
kebudayaan asing.

Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola
budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang
terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan
hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman
mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.

Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:

1. tekanan kerja dalam masyarakat


2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.[11]

Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat,
penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman
es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-
inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.

[sunting] Penetrasi Kebudayaan


Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu
kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:

Penetrasi damai (penetration pasifique)


Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh
kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia[rujukan?]. Penerimaan kedua macam
kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah
budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak
mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi,
atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk
kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk
bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli
Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan
sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya
dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang
sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Penetrasi kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya,
masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan
kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak
keseimbangan dalam masyarakat[rujukan?]. Wujud budaya dunia barat antara lain
adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya
warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan
Indonesia.

[sunting] Cara Pandang Terhadap Kebudayaan


[sunting] Kebudayaan Sebagai Peradaban

Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa
pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan
adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata
dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat
diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.

Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit"
seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik,
sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang
mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika
seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan
bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan
dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah
"berkebudayaan".

Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada
kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan
menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini,
seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan"
disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari
kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan
para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high
culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)

Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara
berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan
tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman
sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan
menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan
oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami"
(natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.

Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan
dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa
kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama -
masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular
culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan
dikonsumsi oleh banyak orang.

[sunting] Kebudayaan sebagai "Sudut Pandang Umum"

Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli
terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk
menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran
Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang
umum". Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki
perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat
diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan
antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan
definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap
manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.

Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari
kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada
abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat
dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.

[sunting] Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi

Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah
produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan
kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.

[sunting] Kebudayaan Diantara Masyarakat


Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-
kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan
kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan,
pandangan politik dan gender,

Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan
kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat
tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan
minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan
dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.

 Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan


sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja
sama.

 Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam


Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan
mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan
induk yang ada dalam masyarakat asli.

 Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan


kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.

 Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok


minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi
secara damai dengan kebudayaan induk.
[sunting] Kebudayaan Menurut Wilayah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kebudayaan menurut wilayah

Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling keterkaitan
kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi dan
informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.

Afrika

Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti


kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh
oleh kebudayaan Arab dan Islam.

Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.
Amerika

Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-
orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama
Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.

Asia

Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu,
beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap
kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan
Jepang, Korea, dan Vietnam. Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak
mempengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai
Agama Islam juga turut mempengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan
tenggara.

Australia
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika.
Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan dan disesuaikan
dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk
asli benua Australia, Aborigin.

Eropa

Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah


dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan "kebudayaan barat".
Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya
pengguna bahasa Inggris dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi
oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh
kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan
akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini.

Timur Tengah dan Afrika Utara

Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat
dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang
berkembang di daerah ini.

[sunting] Referensi
1. ^ a b c Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi
2. ^ Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja
Rosdakarya.hal.25
3. ^ Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and
Western Thought, p. 488.
4. ^ Dari bahasa Arab, artinya: "agama langit"; karena dianggap diturunkan dari
langit berupa wahyu.
5. ^ Karena dianggap muncul dari suatu tradisi bersama Semit kuno dan ditelusuri
oleh para pemeluknya kepada tokoh Abraham/Ibrahim, yang juga disebutkan
dalam kitab-kitab suci ketiga agama tersebut.
6. ^ (PDF) Annual Assessment, Jewish People Policy Planning Institute (Jewish
Agency for Israel), 2007, hlm. 15, http://www.jpppi.org.il/JPPPI/SendFile.asp?
DBID=1&LNGID=1&GID=489, based on American Jewish Year Book. 106.
American Jewish Committee. 2006. http://www.ajcarchives.org/main.php?
GroupingId=10142.
7. ^ Adherents.com – Number of Christians in the world
8. ^ Miller, Tracy, ed. (2009) (PDF), Mapping the Global Muslim Population: A
Report on the Size and Distribution of the World’s Muslim Population, Pew
Research Center,
http://pewforum.org/newassets/images/reports/Muslimpopulation/Muslimpopulati
on.pdf, hlm.4"
9. ^ Boritt, Gabor S. Lincoln and the Economics of the American Dream, p. 1.
10. ^ Ronald Reagan. "Final Radio Address to the Nation".
11. ^ O'Neil, D. 2006. "Processes of Change".

[sunting] Daftar pustaka


Topeng malangan

Topeng Malangan: Simbol Pertarungan Berbagai


Identitas
Posted on 14. May, 2008 by ave in Riset

Oleh; Paring Waluyo Utomo

Setiap Bulan Selo ,dalam perhitungan kalender Jawa di Dusun Pijiombo, Desa Wonosari,
Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang selalu dirayakan upacara ritual bersih desa dan
kirap topeng. Acara ritual itu merupakan tradisi turun temurun diwilayah itu. Pijiombo
termasuk satu kawasan dengan tempat makam Embah Junggo, dipuncak Gunung Kawi.
Makam Eyang Junggo selama ini memang dikenal luas oleh masyarakat sebagai tempat
yang dianggap keramat dan memiliki nuansa magis. Bahkan beberapa kalangan
memanfaatkan Makam Eyang Junggo sebagai tempat untuk mencari pesugihan. Ditempat
itu kerapkali dijumpai warga pendatang yang tidak sekedar berwisata, tetapi mereka
sering menjalankan ritual-ritual tertentu sesuai dengan keyakinannya. Pada Bulan Selo
atau Bulan Januari 2004 ini, warga Pijiombo untuk pertama kalinya menambah acara
bersih desa itu dengan kirap Topeng. Menurut Suko (46 tahun) warga Pijiombo sekaligus
koordinator acara ritual kirap topeng legenda, “Acara ini merupakan wujud ucapan terima
kasih warga Pijiombo terhadap Gusti Allah. Disamping juga sebagai usaha masyarakat
untuk membersihkan desanya dari segala macam bala. Sebab beberapa waktu yang lalu
topeng topeng (legenda) yang telah hilang tiba tiba kembali berada di desa ini.Nah untuk
mengantisipasi kemungkinan buruk didusun ini, maka dibuatlah acara kirap topeng
legenda ini”, ujarnya.

Tatkala saya, tiba di Dusun Pijiombo, hari telah merambat naik menuju malam.
Sementara dirumah kepala dusun, telah siap panggung pagelaran wayang topeng. Tepat
pada pukul 08.00 WIB, acara pagelaran wayang topeng segera dimulai. Malam itu yang
tampil dan mengatraksikan kesenian adalah wayang topeng anak anak. Malam itu sengaja
menampilkan wayang topeng yang diperagakan oleh anak anak untuk mengukur
keberhasilan kaderisasi penari penari topeng. Ngatiman (40 tahun), penari topeng
sekaligus pelatih tari topeng dari Pijiombo menyatakan, “Acara kirap ritual topeng kali
ini agar melibatkan seluruh unsur dan umur dari warga Dusun Pijiombo, sehingga
sengaja malam itu menampilkan wayang topeng yang dilakukan oleh anak anak.
Disamping itu juga sebagai usaha untuk menggali bibit potensial bagi kelangsungan
penari penari topeng Pijiombo dimasa mendatang. Acara malam ini hanya awal acara
sebelum masuk ke acara inti, yaitu kirap topeng yang menyertakan sebagian warga desa
esok hari yang dimulai dari mulut desa hingga ke punden desa”.

Malam terus merambat, hampir seluruh warga dusun sangat menikmati acara wayang
topeng yang disuguhkan oleh anak anak itu. Tua muda, laki dan perempuan semuanya
berkumpul dipelataran rumah kepala dusun yang telah diseting menjadi panggung
pertunjukkan. Berbagai macam makanan tradisional dan suguhan makam malam telah
dipersiapkan oleh panitia untuk menyambut tamu tamu dari luar, termasuk saya yang
malam itu disambut hangat oleh kepala dusun. Dengan sangat antusias warga dusun
malam itu menikmati tontonan yang hanya berlangsung setahun sekali itu. Menurut
Harsoyo (60 tahun), tokoh topeng Pijiombo “ Kirap topeng legenda biasanya dilakukan
oleh warga Dusun Pijiombo setiap Bulan Selo dalam penanggalan Jawa. Bulan Selo
berarti bulan jeda, artinya pada bulan ini warga memiliki kesempatan untuk
membersihkan diri dan lingkungannya. Selo itu kan berarti selo selo (waktu senggang).
Biasanya waktu selo warga dusun itu tidak disibukkan oleh aktivitas aktivitas bertani.
Waktu selo itu lantas dimanfaatkan oleh warga untuk mengisi aktivitas bersama yaitu
bersih desa ini. Nah, kalau ada waktu senggang tidak kita manfaatkan takutnya
lingkungan didusun ini menjadi tak terawat, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
spiritual.” Ujarnya.

Jarum jam telah menunjukkan angka duabelas malam, berbarengan dengan usainya
wayang topeng yang diperagakan oleh anak anak Pijiombo. Walau begitu acara jagongan
oleh warga tetap dilakukan. Sambil menenggak kopi dan mengisap rokok beberapa warga
tampak terlihat berbincang santai dan guyub. Namun dipinggiran dusun, tepatnya
dimakam Eyang Ngarijan (punden desa) tampak beberapa lelaki tua yang bersemedi
ditempat itu. Dalam gelapnya malam yang tampak hanya nyala merah dupa ratus,
sementara gemercik air yang keluar dari sumber disamping Punden Eyang Ngarijan dan
derai angin malam yang menggesek dahan dahan bambu yang lebat seolah memberi
irama untuk mengantarkan kekhusukkan orang orang yang sedang bersemedi tersebut
hingga menjelang fajar.

Pagi itu aktivitas warga dusun kian bertambah, para peserta kirab topeng legenda yang
akan dipusatkan di Punden Eyang Ngarijan tampak bersiap siap merias diri. Bahkan
beberapa gadis yang akan membawa topeng legenda tampak menjalani ritual ritual
tertentu, seperti mandi bunga setaman. Sementara kesibukkan di dapur kepala dusun juga
kian bertambah, beberapa wanita mempersiapkan sesaji berupa tumpeng besar dan kecil
sebanyak 40 buah. Matahari telah bertengger diufuk timur, riuh rendah pemuda pemuda
desa yang bergotong royong menata berbagai macam peralatan seperti meja dan kursi,
gentong air, janur sebagai hiasan dan sound system disekeliling Punden Eyang Ngarijan
tampak mewarnai kesibukan dipagi itu. Setelah berbagai persiapan teknis usai, beberapa
panitia tampak mengkoordinir peserta kirap untuk dikumpulkan disalah satu rumah
penduduk yang paling besar dan berhalaman luas.

Walau berada dikawasan puncak gunung, terik matahari di Pijiombo siang itu terasa
membakar kulit. Kini seluruh peserta kirap telah berkumpul disalah satu rumah
penduduk. Suko sebagai pengarah acara saat itu menata barisan kirap berdasarkan urut
urutan ritual kirap. Tampak dibarisan paling muka adalah empat orang gadis desa yang
membawa 3 buah topeng legenda dan penabuh gong, yang diapit dua orang jejaka
dikanan kirinya sambil membawa payung berhias. Barisan dibelakangnya adalah para
sesepuh atau tokoh masyarakat desa dan pamong desa. Disusul kemudian delapan gadis
yang dianggap sebagai pagar ayu sambil membawa cawan yang berisi air, lantas
dibelakangnya beberapa penari topeng yang kebanyakan anak anak. Urutan berikutnya
adalah beberapa gadis dan ibu ibu yang membawa sesaji sebanyak 37 tumpeng kecil,
serta pembawa bunga bunga setaman dan beberapa laki laki yang memikul tumpeng
besar. Bahkan kalangan tua didesa itu juga tak mau ketinggalan, dibelakang pembawa
sesaji, tampak barisan sesepuh desa yang juga ikut berdandan ala prajurit kerajaan.
Sedang diurutan yang paling akhir adalah para pejabat pemerintah kabupaten dan ditutup
dengan iring iringan kelompok kesenian seperti jaranan kepang.

Besarnya peserta kirap topeng malangan siang itu membuat iring iringan panjang yang
merentang disebagian besar jalan desa. Perlahan tapi pasti barisan itu berjalan bergerak
menuju mulut desa, tempat dimana pembukaan acara kirap topeng legenda itu dimulai.
Sementara dimulut desa telah dipersiapkan panggung pembukaan acara itu. Begitu arak
arakan itu tiba, Suko sang koordinator acara yang dibantu oleh Mochamad Sholeh,
mengatur barisan itu agar tetap dalam posisi yang ditentukan sejak awal. Acara
pembukaanpun segera dimulai dengan mempersembahkan tari beskalan, sebuah tarian
khas malangan yang diperuntukkan untuk menyambut tamu dari luar. Dengan lemah
gemulai Karen Elisabet (isteri Mochamad Sholeh, dari Padepokan Seni Mangun Dharmo,
Tumpang) menarikan tari beskalan sambil mendendangkan tembang tembang Jawa kuno.
Alunan gending yang mengalun menuntun Karen dalam irama gerak tari yang rancak nan
gemulai.

Sesaat setelah berbagai acara ceremoni seperti sambutan berbagai kalangan, terutama dari
pejabat kabupetan usai, pemandu acara menggerakkan iring irirngan peserta kirap bak
naga merayap menuju Punden Eyang Ngarijan. Setibanya di punden, para peserta kirab
dan warga pada umumnya mulai ramai mengerumuni sekeliling punden. Tampak empat
orang sesepuh desa menyambut kedatangan empat orang gadis pembawa topeng dan
pemukul gong. Sesaat kemudian topeng diterima oleh sesepuh desa lantas dibuka dan
diletakkan diatas meja beralaskan kain kafan tepat didepan punden. Dengan penuh
khitmad dan khusu’ empat orang sesepuh laki laki itu termenung dalam doa mengahadap
topeng didepannya, asap kemenyan tampak mengepul menebar aroma wangi. Setelah
berdo’a, empat sesepuh desa itu lantas menerima cawan yang berisi air dan bunga
setaman dari peserta kirab yang rata rata perempuan. Air yang berada didalam cawan
lantas ditaburkan perlahan lahan oleh empat orang pawang desa itu diatas topeng.
Berbarengan dengan itu, para pembawa sesaji sebanyak 40 tumpeng besar dan kecil,
bumbu bumbu dapur, bunga setaman, dan bubur merah secara simbolis menyerahkan
kepada empat orang perempuan sesepuh desa dan diletakkan dibelakang topeng legenda.

Empat orang pawang masih dalam pengembaraan spiritualitasnya, pantengeng pamujo


disisi topeng legenda. Saat itu pula empat orang perempuan tua tampak menebarkan
garam dan bunga setaman disekeliling punden. Sementara topeng yang telah terselimut
oleh kain kaffan putih diberikan percikan air yang berasal dari cawan dengan dibumbui
berbagai mantra mantra magis. Upacara pemandian topeng sebagai simbol pembersihan
lingkungan telah dilakukan. Sesaat kemudian empat orang sesepuh desa yang menjadi
paweang dalam ritual itu bersemedi lagi, suasana khusu’ dan keheningan membalut
prosesi itu. Semua orang tanpa dipandu larut dalam olah batinnya masing masing.

Tatkala persemedian usai, seorang penari topeng mendatangi empat orang pawang,
tampak salah saru dari pawang itu memberikan topeng yang telah diruwat itu kepada
sang penari. Topeng segera dikenakan, dan inilah saat pertunjukkan tarian topeng ritual
segera dimulai. Saat menempelnya topeng pada raut muka sang penari adalah tanda jati
diri yang berada raga sang penari representasi dari tokoh yang sedang ditarikan. Secara
spiritual, penari topeng bukan lagi Ngatiman penduduk Dusun Pijiombo, melainkan
tokoh Panji Asmoro Bangun yang sedang beratraksi menari nari. Sosok Panji
Asmorobangun telah menjadi medan magnet yang mampu meraup perhatian peserta
ritual siang itu. Setiap hentakan kaki sang Panji, dan lemparan selendangnya seolah
manifestasi kewibawaan raja raja Jawa tempo dulu yang dapat dipotret pada masa kini.
Irama gerak tari yang dibawakan oleh Panji lambat laun mengajak para audien dalam
pengembaraan dan imajinasi suasana dan lingkungan semasa kehidupan fisik Panji
Asmorobangun. Semua orang telah memasuki dimensi masa lalu, mengulang kembali
ingatan ingatan masa lalu dalam memori spiritualitas. Lantas semua seolah tidak
mementingkan lagi ruang dimensi, sekarang atau masa lalu. Yang pasti dalam benak
mereka semua adalah bagaimana memperlakukan lingkungan itu sendiri secara layak.
Begitu atrakasi tari tarian yang diatrakasikan oleh Sang Panji usai, sosok Ngatiman lantas
muncul kembali secara fisik maupun spiritualitas. “Dalam pandangan orang awan akan
sangat kesulitan untuk mendeteksi bahwa tatkala topeng itu dikenakan sosok siapakah
yang muncul? Dirinya sendiri ataukah tokoh topeng yang sedang ia kenakan, namun bagi
orang orang yang waskito, memeliki keheningan batin, dan jiwa yang bersih akan betul
betul merasakan sosok baru dalam pertunjukkan topeng”, demikian ungkap Ngatiman.

Setelah pertunjukkan topeng yang pertama usai, tampak penari kedua bersiap diri
menghampiri pawang untuk menjalani prosesi mengenakan topeng. Dalam atraksi yang
kedua ini menampilkan sosok Raden Gunungsari. Gunungsari adalah sederet tokoh tokoh
kesatria Jawa yang oleh masyarakat Jawa dianggap sebagai identitas yang patut menjadi
panutan. Tari topeng yang kedua ini secara simbolik merepresentasikan kejadian kejadian
seperti atrakasi topeng yang pertama. Begitu usai menari, pawang lantas membungkus
topeng kembali dengan kain kaffan dan memasukkanya kedalam dalam peti kayu.

Acara selanjutnya adalah pembacaan do’a penutup yang dipimpin oleh seorang modin
(immamudinn) didaerah tersebut. Do’a- do’a Islam bercampur dengan Jawa itu segera
mengalir, membahana dalam suara sound, membelah kesunyian hutan bambu. Seusai
pemanjatan do’a do’a keselamatan, kesejahteraan, dan ketentraman desa, maka semua
peserta upacara kirap dengan sangat guyub menikmati puluhan tumpeng yang telah
disediakan oleh panitia. Tumpeng tumpeng itu pula yang diiring sejak pagi tadi. Acara
makan siang itu berlangsung dengan suasana yang penuh dengan egaliter, tak ada lagi
pembedaan status sosial. Lurah, bayan, kamituo, modin, warga biasa, laki, perempuan,
tua-muda, semuanya bersimpuh disekeliling Punden Eyang Ngarijan untuk bersantap
siang bersama.

Begitu makan siang usai, pemandu acara segera mengumpulkan kembali barisan kirap
sesuai dengan urut urutan yang telah dibentuk sejak awal. Rombongan segera bergerak
kembali, kali ini tujuan peserta kirap adalah rumah Kepala Dusun. Dirumah itulah telah
siap berbagai atraksi komplit pertunjukkan Topeng Malangan.
Panggung pertunjukkan yang tadinya senyap lantas terisi para nayogo topeng, Ki Soleh,
Dalang dari Padepokan Mangun Dharmo, Tumpang segera membuka lakon lakon topeng.
Siang itu, pagelaran wayang topeng dimulai. Sang dalang, Ki Soleh dengan suaranya
yang menggelegar memandu alur cerita dari pertunjukkan. Sebagai pemula pertunjukkan,
mengalunlah gending giro, suara gamalen mengalun datar yang sesekali disela dengan
suara gong terus mengalir. Sebagai sambungan dari gending giro adalah tarian pembuka
yang biasanya menampilkan tari beskalan. Cuaca yang tadinya menyengat berubah
menjadi mendung dan tampak air bintik bintik kecil mulai jatuh. Kini pertunjukkan
memasuki babak Jejer Kerajaan Kediri (Jejer Jawa) hingga grebeg prajurit kediri, yaitu
kisah kisah tentang sejarah dan kemashyuran tanah Jawa. Berbagai tokoh kesatria Jawa
seperti Lembu Amilihur, Panji Asmorobangun dan lainnya. Ratusan penonton dengan
sangat hikmat menikmati irama gerakan yang dibawakan oleh tokoh tokoh kesatria itu,
sambil dipandu oleh suara sang sutradara (baca; dalang) yang menjadi kuasa sentral
dalam pertunjukkan itu.

Wayang topeng, dalam cerita panji memang sangat kental tentang perlawanan orang
orang Jawa terhadap kekuatan asing yang hendak mencaplok tanah Jawa. Maka tak ayal
lagi, Ki Dalang lantas memasukkan juga Jejer Sabrang setelah adegan Jejer dan Gregeg
Jawa usai. Untuk menaikkan alur pertunjukkan menuju klimak dari pertunjukkan wayang
topeng adalah perang grebeg, yaitu sebuah adu tanding antara kesatria kesatria Jawa
dengan Klono Sabrang (baca: orang orang asing). Namun perang grebeg bukanlah titik
klimak dari pertunjukkan wayang topeng. Dalam babak perang grebeg memang tidak ada
penyelesaian. Fase inilah yang membuat penonton begitu “geram”, bahkan tak sabar
ingin mengetahui penyelesaian dari perang grebeg. Karena belum ada akhir, maka perang
grebeg surut hingga mencapai titik reda. Dalam masa jeda peperangan, lantas Ki Dalang
dengan sangat lihai menurunkan tingkat emosi penonton yang telah larut dalam alur
cerita. Emosi penonton yang dibentuk oleh Ki Dalang melalui perlawanan tokoh tokoh
protagonis (Kesatria Jawa) dengan tokoh tokoh antagonis (Klana Sabrang) mulai
diturunkan dengan menyuguhkan Jejer Gunungsari dan Patrajaya. Adegan lucu dan
menggelikan yang mewarnai Jejer Gunungsari dan Patrajaya yang dikemas oleh sang
dalang telah dengan sekejap merubah suasana pertunjukkan dengan gelak tawa penonton.

Alur pertunjukkan yang sedemikian fluktuatif yang dikemas oleh Ki Dalang telah
menguras emosi penonton, sebab pada babak berikutnya seusainya Jejer Patrajaya adalah
perang puputan. Perang Puputan adalah pertandingan menang kalah antara orang orang
Jawa yang digambarkan dengan sosok tampan, berbudi dan berperadaban tinggi melawan
dengan orang orang seberang tanah Jawa (Klana Sabrang) yang dipersonifikasi sebagai
tokoh yang berangasan, bentuk fisik yang menakutkan, dan berperadapan rendah. Dalam
perang puputan, dalang Ki Sholeh mengakhirinya dengan kemenangan kesatria kesatria
Jawa. Pertunjukkapun berakhir dengan happy ending, semua penonton yang mayoritas
warga Desa Wonosari tampak berseri seri raut mukanya, walau saat itu menjelang magrib
dan hujan tak henti hentinya.

Pribumisasi Wayang
Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi kultural dan religiusitas masyarakat Jawa
semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa abad ke 8 M.
Namun topeng masa itu dalam penuturan Karimun (82 tahun) tidak diperuntukkan acara
acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari batu adalah
bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja Erlangga, topeng
dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan menari waktu itu untuk mendukung
fleksibilitas si penari. Sebab waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk
mempermudah riasan, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya, ujar
Karimun.
Karena wilayah Jawa waktu itu adalah area berkembangnya Agama Hindu yang datang
dari India, maka cerita cerita wayang, termasuk wayang topeng juga mengambil cerita
cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana. Analisis mengenai
pengaruh pengaruh India memang sangat hegemonik. Henri Supriyanto, penulis buku
Wayang Topeng Malangan menyatakan bahwa “ada pola berfikir India, karena sastra
yang dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan, kesaktian,
kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga sebutan-sebutannya menjadi
Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur kita, sewaktu leluhur kita masih menganut
agama Hindu Jawa, yang orientasinya masih India murni”. Begitu dominannya sastra
India waktu itu, Henri melihat bahwa, bahwa diakui dalam banyak hal, terutama
kasusastraan Jawa waktu itu banyak menyerap dan membumikan nilai nilai India yang
integrated dengan Agama Hindu itu di tanah Jawa. “Jawa memang dalam banyak hal
merupakan imaginary India, wayang itu cerita India. Pada jaman Kediri cerita cerita
wayang seperti mahabarata diterjemahkan pada masa pujangga pujangga besar semasa
kerajaan kediri. Akhirnya cerita wayang itu ditempel dicandi candi. Didalam adaptasi
kisah kisah sastra India yang diceritakan diJawa ini dengan diserap dan masukkan dalam
nilai kehidupan mereka. Sehingga segala sesuatu yang berasal dari India itu tak lagi
dinamakan dengan sastra india akan tetapi sastra jawa. Kalau di India ada puncak evrest,
disini ada puncak semeru, kalau disana ada Dewa Siwa yang menciptakan bumi dan
langit dengan arah empat arah mata angin dan satu pusat, disini diterjemahkan menjadi
kiblat papat limo pancer. Lalu peristiwa peristiwa yang ada di India itu sepertinya disini,
seperti bengawan silugongong, ada juga bengawan solo. Nah yang unik, tradisi
menjawakan India itu diikuti oleh para wali dengan menjawakan Islam. Sehingga pada
jaman ajisoko, didalam buku versi Islam, Ajisoko adalah Ki Joko yang merupakan
pelarian dari tanah arab yang menjadi prajurit di Ngeruk” ujar Henricus.

Barulah pada masa kekuasaan Kertanegara di Singasari, wayang topeng ceritanya


digantikan dengan cerita cerita Panji. Hal ini dapat dipahami ketika Kertanagera waktu
itu menginginkan Singasari menjadi kekuasaan yang sangat besar ditanah Jawa. Panji
yang didalamnya mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria kesatria Jawa,
terutama masa Jenggala dan Kediri merupakan usaha dari Singasari untuk menandingi
cerita versi wayang purwo yang mengisahkan cerita cerita India. Perlu dicatat bahwa
Sangasari adalah kekuasaan yang mengembangkan semangat kolonialisasi, mereka
bahkan mengembangkan wilayah kekuasaannya hingga ke Kalimantan, dan Melayu.
Cerita Panji dimunculkan sebagai identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa
ditanah Jawa. Cerita cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu
kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Namun begitu, cerita panji dalam wayang topeng memang menjadi berdebatan serius
dikalangan ahli sejarah. Sebagian kalangan sejarawan, diantaranya Habib Mustopo, Guru
Besar Universitas Negeri Malang mensinyalir bahwa cerita panji hanya mitos yang dibuat
untuk menandingi dominasi wayang purwo, sebab dalam sumber sumber sejarah resmi
yang ada di candi atau berbagai dokumen sejarah tidak diketemukan adanya cerita panji.
Cerita Panji dalam hal ini meniru kisah kisah kesaktian Ken Arok untuk membangun
legitimasi kekuasaannya.

Misalnya dalam Kitab Pararaton itu Ken Arok dari Turian Pedas Karang Turen lalu
masuk kota Malang yang pada waktu itu diperkirakan dikota Kabalun (Kebalen)
sekarang. Ken Arok kan mencuri, kemudian dikepung masyarakat setempat, Ken Arok
kemudian memanjat pohon. Karena Ken Arok masih keturunan Dewa Brahma maka Dia
melindungi Ken Arok. Ken Arok mengambil daun-daun kemudian terbang, nah itu kan
sudah imajinasi, tapi imajenasi itu dapat dipahami pujangga waktu menulis itu sesudak
Ken Arok berkuasa. Ada kecendrungan orang yang ditulis riwayat hidupnya setelah
berkuasa itu setengah mitos untuk membangun kekuasaan dan seterusnya.

Namun Henri Supriyanto, penulis buku Wayang Topeng Malangan melihat bahwa cerita
panji itu banyak dikenal dalam sastra lisan yang dikembangkan oleh para seniman dan
sastrawan jaman itu. Sehingga nama nama para kesatria itu sulit dijumpai pada gelar
gelar resmi dalam dokumen sejarah tulis yang rata rata dibuat oleh para pujangga keraton.
“Nah yang susah itu kita kacau antara gelar dan nama. Jadi panji itu gelar setingkat raden,
kemudian penganut jaman Singosari-Majapahit itu budaya totemisme dalam pengertian
orang-orang besar itu mengambil nama-nama binatang yang model kepemimpinan dia itu
seperti binatang tersebut. Ada kebo Marjuet, kebo ijo, Kebo Anabrang lalu ada lagi
Hayam Wuruk, Gajah Mada nama-nama binatang itu diambil. Kesulitan kita itu dalam
sastra ini yang diutamakan adalah tokoh dan tempat lalu semuanya mengaduk peristiwa-
peristiwa suasana. Karena mengaduk pada suasana akhirnya sastra lesan itu banyak versi.
Jadi sastra lesan itu versi mana. Karena yang menjadi juru tutur itu dalang maka berbeda,
dalang ceritanya bergeser. Jadi cerita disini disebut buku itu tidak ada. Yang ada versi ini
dan itu”, ungkap Supriyanto.

Bantahan bahwa cerita panji bukan sekedar mitos dapat kita jumpai pula dalam bukunya
Thomas Stamfford Raffles, (History of Java. 1817), Ia mentabulasi Raja Raja Jawa,
misalnya Jenggala pada tahun 846 M diperintah oleh raja raja berurutan sebagai berikut;
Dewa Kesuma, Lembu Amilihur, Panji Kertapati, Panji Maisa Tandraman atau Panji
Lalean. Dalam buku yang sama, Raffles misalnya juga mencatat bahwa Raja Raja Jawa
pada tahun 1082 di Kediri diperintah oleh Lembu Amijaya, Ngarawan diperintah oleh
Lembu Amisena, dan Jenggala Lembu Amiluhur.

Memang kalau kita telisik lebih mendalam, nama nama para kesatria Jawa waktu itu
mengalami dualiasme. Nah, dalam sejarah lisan yang banyak dituturkan oleh Karimun
maupun Henricus nama nama seperti Lembu Amiluhur, Panji Asmorobangun,
Gunungsari dan lainnya adalah sebagai media komunikasi antara kawulo dan gusti, antara
raja dan rakyatnya.
Kemampuan untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan
juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks wayang
topeng. Wayang topeng dengan mengambil cerita menak yang sekarang banyak
berkembang didaerah Sunda adalah bagian dari upaya Islam untuk merebut hati orang
Jawa. Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali dengan menampilkan kisah
marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana Islam memproduksi nilai didalamnya.

“Konsep menjawakan Islam juga dapat kita lihat dalam cerita marmoyo sunat dalam
wayang topeng. Dapat kita lihat pula wayang topeng dengan cerita menak. Cerita menak
adalah sebagai tanda masuknya Islam ditanah Jawa. Oleh karena itu cerita menakjinggo
yang selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh keraton
mataram yang notabene Islam. Sebab Mataram itu sulit sekali menundukkan brang
wetan, khususnya wilayah Blambangan, yang meliputi Panarukan, Probolinggo, ketimur
sampai Banyuwangi. Wilayah ini adalah murni Hindu, sementara wilayah Demak,
Mataram, dan Pajang yang berada dibarat dikuasi oleh Islam”, tutur Henricus.

Sulitnya keraton keraton Islam menaklukkan brang wetan yang didalamnya termasuk
bekas keraton Singosari (baca; Malang) mengakibatkan wayang topeng cerita menak
kurang mendapatkan respon diwilayah ini. Hal lain yang mendorong wayang topeng
cerita panji benar benar mendarah daging diwilayah brang wetan dikarenakan kebijakan
mengembangkan wayang topeng yang ditanam kuat oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit
pertama. Topeng oleh Raden Wijaya dipergunakan sebagai media rekonsiliasi antara
Kediri, Singosari dan Majapahit. Kalau kita singkap sejarah kehancuran Singasari,
bangkit dan hancurnya kediri, serta tumbuhanya Majapahit dalam selang waktu kurang
lebih lima tahun ternyata membawa luka yang begitu mendalam bagi rakyat diketiga
wilayah itu. Henricus memiliki gambaran yang menarik mengenai usaha Raden Wijaya
menggunakan topeng sebagai momen rekonsiliasi, “Raden Wijaya membuat eliminasi
sejarah luka batin antara Kediri dan Malang itu hilang. Sebab Kediri dan Singasari dari
segi rakyat yang sudah terlatih militer itu hanya Singosari dan Kediri yang menjadi
modal dasar Raden Wijaya membentuk Majapahit. Kekuatan Raden Wijaya juga
bertambah dari saudara-saudara yang ada di Madura (nelayan) dilatih perang, yang di
Malang petani dilatih perang begitu juga yang dari Kediri. Dua-duanya mengerikan, di
Malang itu yang mengerikan terjadi serangan Kediri yang mendadak, raja Singosari Kerta
Negara itu menganut Tantrayana, demikian ketika dia tahu kerajaanya diserang dia
mabuk akhirnya dengan mudah dibunuh.

Pembunuhan raja yang dilakukan di istana ini diketahui rakyat kecil, sehingga
menimbulkan luka, sebenarnya ada apa.? Disatu pihak Kediri itu dendam kepada Prajurit
Wijaya, dilain pihak Singosari dendam kepada Kediri karena membunuh Kerta Negara.
Dibalik dendam-dendam ini ada rekonsiliasi besar, konsep rekonsiliasi ini cerita panji
tema-nya perkawinan antar kerajaan-kerajaan. Lalu tema besarnya apa ? kita ini satu, kita
ini saudara. Ketika kerusuhan Poso meledak mendadak Gus Dur mengatakan “saya
dengan orang Kristen Itu satu iman” percaya hanya kepada satu tuhan ALLAH, hanya
Nabinya yang berbeda. Kata yang di ucapkan Gus Dur itu sebenarnya kan rekonsiliasi,
Raden Wijaya juga melakukan strategi demikian, jadi cerita panji itu rekonsiliasi. Lalu
yang kita ketahui itu adalah satria dari Kediri, satria dari Jenggolo. Nah yang dijadikan
kambing hitam itu orang luar Jawa”, ujarnya.

Begitu dramatiknya perbedaan makna dan alur cerita yang dibuat pada masa Singasari
dan Majapahit, lantas disela dengan munculnya cerita menak pada masa kerato keraton
keislaman telah membawa topeng menjadi arena medan kotestasi, media dimana sebuah
tafsir dan nilai diproduksi untuk mengatur strategi survive, bahkan merebut kuasa
dominan bagi tegaknya identitas politik.

Kalau kita membaca sejarah, topeng selalu berkembang didaerah perkebunan. Pada masa
kolonial, daerah daerah perkebunan oleh mandor mandor belanda didirikan kembali
kelompok kelompok topeng. Kenapa? Sebab daerah perkebunan adalah daerah daerah
yang tingkat ekonominya sangat rendah dan kurang hiburan. Kita dapat lihat sekarang
pusat pusat perkembangan wayang topeng itu seperti di; Kromengan, Pakisaji, Tumpang,
adalah daerah daerah perkebunan kopi waktu itu.

Sedangkan Islam juga mengembangkan topeng dengan cerita menak. “Di Malang cerita
menak dulu pernah diusung oleh Eyang Widji yang wafat tahun 1973, Namun karena
pertunjukkan wayang topeng Eyang Widji didaerah Kalipare, Malang selatan yang
daerahnya adalah daerah abangan, maka wayang topeng cerita menak yang diusung oleh
Eyang Widji kurang dapat berkembang”, tutur Karimun.

Kini, dalam perkembangan kontemporer Topeng Malangan nyaris hanya terdapat empat
tempat persemaian Topeng Malangan. Tumpang, Pakisaji, Wonosari dan Kromengan
merupakan situs utama produksi dan kreasi Topeng Malangan. Namun kesemuanya
secara homogen menampilkan cerita cerita panji sebagai relasi pararelitas historis dengan
sejarah Malang sendiri yang panjang yang sangat resisten terhadap kekuasaan Mataram
(baca; pusat). Akan tetapi yang pasti adalah topeng merupakan wujud kepribadian ganda
(double coding), sebuah kedok masyarakat brang wetan untuk tidak menapilkan jatidiri
yang sebenarnya agar tidak dapat teridentifikasi secara jelas oleh pusat pusat kekuasaan.
Ini tentu sebuah siasat cerdas!!

Sumber: Doc. Puspek Averroes

You might also like