You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga


merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan
yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya
cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau
kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak
dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan
pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat
untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain
penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti
tifus, kolera, disentri, atau TBC, mudah tersebar melalui bahan makanan.

Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat


makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi,
kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia,
tanaman atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri;
mengkomsumsi pangan yang mengandung parasit-parasit hewan dan
mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi
satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar
dalam penentuan penyebabnya. Secara umum, istilah keracunan
makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang
disebabkan oleh mikroorganisme., mencakup gangguan-gangguan yang
diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme

1
tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil
toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa
tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang
dihasilkan suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan
adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah
terbentuk dalam makanan, sedangkan infeksi pangan disebabkan
masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah
terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau
hasil-hasil metabolismenya.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami mengangkat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Pengertian kerusakan makanan?
2. Apakah faktor – faktor penyebab kerusakan bahan pangan oleh
mikroorganisme?
3. Apa saja jenis-jenis kerusakan makanan oleh mikroorganisme?
4. Bagaimana cara-cara pencegahan kerusakan makanan oleh
mikroorganisme?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui faktor – faktor
penyebab kerusakan pangan, tanda-tanda kerusakan, jenis-jenis
kerusakan, dan cara-cara pencegahan kerusakan oleh mikroorganisme.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kerusakan Makanan

Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-
sifatnya telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan.
Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, kerusakan karena serangga
atau hewan pengerat, aktivitas enzim pada tanaman atau hewan, reaksi kimia
nomenzimatik, kerusakan fisik misalnya karena pembekuan, hangus,
pengeringan, tekanan, dan lain-lain.
Kerusakan atau kebusukan pangan juga merupakan mutu yang
subyektif, yaitu seseorang mungkin menyatakan suatu pangan sudah busuk
atau rusak, sedangkan orang lainnya menyatakan pangan tersebut belum
rusak/busuk. Orang yang sudah biasa mengkonsumsi makanan yang agak
basi mungkin tidak merasa bahwa makanan tersebut dari segi kesehatan
mungkin sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
Gejala keracunan sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi
makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya, termasuk
mikroorganisme, yang tidak dapat dideteksi langsung dengan indera
manusia. Bahan-bahan kimia berbahaya yang terdapat pada makanan sukar
diketahui secara langsung oleh orang yang akan mengkonsumsi makanan
tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan keracunan. Mikroorganisme
berbahaya yang terdapat di dalam makanan kadang-kadang dapat dideteksi
keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme
tertentu menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya
menimbulkan bau asam, bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua

3
mikroorganisme menimbulkan perubahan yang mudah dideteksi secara
langsung oleh indera kita, sehingga kadang-kadang juga dapat menimbulkan
gelala sakit pada manusia jika tertelan dalam jumlah sangat kecil di dalam
makanan. Jumlah yang sangat kecil ini tidak mengakibatkan perubahan pada
sifat-sifat makanan.

B. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Oleh Mikroorganisme

Mikroorganisme pangan dibagi menjadi :

1.   Mikroorganisme indikator

Merupakan kelompok bakteri yang keberadaannya di makanan di atas


batasan jumlah tertentu, yang dapat menjadi indikator suatu kondisi
yang terekspos yang dapat mengintroduksi organisme hazardous
(berbahaya) dan menyebabkan proliferasi spesies patogen ataupun
toksigen. Misalnya E. coli tipe I, coliform dan fekal streptococci digunakan
sebagai indikator penanganan pangan secara tidak higinis, termasuk
keberadaan patogen tertentu. Mikroorganisme indikator ini sering
digunakan sebagai indaktor kualitas mikrobiologi pada pangan dan air.

2.  Mikroorganisme patogen
Mikroorganisme penyebab food-borne infection dan desease atau
intoksikasi seperti Salmonella spp., Clostridium botulinum dan
Staphylococcus aureus.

3.  Mikroorganisme pembusuk (spoilage)


Mencakup bakteri, khamir (yeast) dan kapang (mould) yang
menyebabkan perubahan tidak dikehendaki pada penampakan visual,
bau, tekstur atau rasa suatu makanan. Mikroorganisme ini

4
dikelompokkan berdasarkan tipe aktivitasnya, seperti proteolitik,
lipolitik, dll. atau berdasarkan kebutuhan hidupnya seperti termofilik,
halofilik, dll.
a. Bakteri
Berdasarkan klasifikasi diatas, ada dua intoksikasi pangan utama
yang disebabkan bakteris, yaitu (1) botulisme, disebabkan oleh toksin
yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum dan (2) intoksikasi
stapilokoki, disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus
aureus. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh intoksikasi terlihat setelah
3-12 jan setelah memakan bahan makanan tersebut dan ditandai oleh
muntah-muntah ringan dan diare.
Indeks pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok: (1)
infeksi dimana makanan tidak menunjang pertumbuhan patogen
tersebut, misalnya, patogen penyebab tuberkolosis ( Mycobacterium
bovis dan M. tubercolosis), brucellosis (Brucela aortus, b. melitensis),
diprteri (Corynebacterium diptheriae), disentri oleh Campylobacter,
demam tifus,kolera , hepatitis, dan lain-lain; dan (2) infeksi dimana
makanan berfungsi sebagai medium kultur untuk pertumbuhan
patogen hingga mencapai jumah yang memadai untuk menimbulkan
infeksi bagi pengkomsumsi parahaemolyticus, dan Escherichia coli
enteropatogenik. Penularan infeksi jenis kedua ini lebih mewabah dari
pada jenis-jenis gangguan perut yang lain. Gejala-gejala yang
disebabkan infeksi mulai terlihat setelah setelah 12-24 jam dan
ditandai dengan sakit perut bagian bawah (abdominal pains), pusing,
diare, muntah-muntah, demam dan sakit kepala

b. Non-Bakteri
1) Kapang
Selain oleh bakteri, kapang juga dapat menimbulkan penyakit yan
dibedakan atas dua golongan, yaitu (1) infeksi oleh fungi yang

5
disebut mikosis dan (2) keracunan yang disebabkan oleh tertelannya
metabolik beracun dari fungi atau mikotoksikosis. Mikotoksikosis
biasanya tersebar melalui makanan, sedangkan mikosis tidak melalui
makanan tetapi melalui kulit atau lapisan epidermis,rambut dan
kuku akibat sentuhan, pakaian, atau terbawa angin. Senyawa
beracun yang dihasilkan fungi disebut mikotoksin. Toksin ini dapat
menimbulkan gejala skit yang kadang-kadang fatal. Beberapa
diantaranya bersifat karsinogen. Beberapa mikotoksin bersifat
halusinogenik, misalnya asam lisergat. Beberapa contoh mikotoksin.
2) Virus
Virus adalah mikroorganisme ultramikroskopik dan dapat lolos
filter 0,22 µm. Virus berkembang biak hanya pada inang yang sesuai
dan tidak dapat tumbuh diluar inang. Beberapa virus dapat
menyebabkan ganggun pencernaan dan ciri-cirinya hampir sama
dengan yang ditimbulkan oleh bakteri. Sebagian virus juga dapat
menginfeksi tanpa adanya simpton sampai virus tersebut menyerang
jaringan sel yang lain, misalnya jaringan saraf, melalui aliran darah.
Transmisi virus yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan
dapat melalui aerosol atau kontak langsung degan orang yang
terinfeksi. Enterovirus diketahui menyebar melalui rute fekal-oral,
sedangkan virus polio (dapat menyebabkan gangguan pencernaan,
demam dan kelumpuhan) menyebar melalui rute fekal-oral,
sedangkan virus hepatitis B tersebar melalui kontak langsung dan
transfusi darah.

C. Tanda-tanda Kerusakan Pangan


Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari
jenis pangannya, beberapa diantaranya misalnya:
 Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan
ikan,disebabkan pemecahan struktur daging oleh berbagai bakteri.

6
 Pelunakan tekstur pada sayur-sayuran, terutama disebabkan oleh
Erwina carotovora, Pseudomonas marginalis, dan Sclerotinia
sclerotiorum.
 Perubahan kekentalan pada susu, santan, dan lain-lain, disebabkan
oleh penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim).
 Pembentukan lendir pada produk-produk daging,ikan, dan
sayuran,yang antara lain disebabkan oleh pertumbuhan berbagai
mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh
Lactobacillus, misalnya L. Viredences yng membentuk lendir berwarna
hijau), Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta. Pada sayuran
pembentukan lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan
Rhizoctonia sp.
 Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri
seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas,
proteus,Microrocci, Clostidium, dan enterokoki.
 Pembentukan warna hijau pada produk-produk daging,
terutamadisebabkan oleh:
1. Pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) oleh L. Viridescens, L.
fructovorans, L.jensenii, Leuconostoc, Enterococcus faecium dan
E.faecalis
2. Pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas mephita,
Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
 Pembentukan warna kuning pada produk-produk daging,
disebabkan oleh Enterococcus cassliflavus dan E. mundtii.
 Pembentukan warna hitam pada sayuran, misalnya oleh
Xanthomonas camprestis, Aspergillus niger, dan Ceratocystis
frimbiata.
 Perubahan warna pada biji-bijian dan serealia karen pertumbuhan
berbagai kapang, misalnya Penicillum sp. (biru-hijau), Aspergillus sp.
(hijau), Rhizopus sp. (hitam), dan lain-lain.

7
 Perubahan bau, misalnya:
1. Timbulnya bau busuk oleh berbagai bakteri karena terbentuknya
amonia, H2S, Indol,dan senyawa-senyawa amin seperti diamin
kadaverin dan putresin.
2. Timbulnya bau anyir pada produk-produk ikan karena
terbentuknya trimetilamin (TMA) dan histamin.

D. Contoh Kerusakan Bahan Pangan Oleh Mikroorganisme

1. Sayuran Dan Buah-Buahan


Penyebab Kerusakan : fisik/mekanik, aktivitas enzimatis, aktivitas
mikroorganisme, dll.
Kerusakan Mikrobial Penyebab :
¨ Aktivitas Patogen Tanaman
¨ Organisme Saprofit
 Jenis-jenis kerusakan:
a. Busuk Lunak Bakteri (Bacterial Soft Rot)
Ciri Kerusakan : bahan jadi lunak, lembek, bau masam
Komoditi yg diserang : bwg. merah/putih, wortel
Jenis : Erwinia carotovora, Pseudomonas marginalis, Clostridium,
Bacillus spp.
b. Busuk Kapang Abu-Abu (Gray Mold Rot)
Ciri Kerusakan : Miselium kapang abu-abu, kerusakan akibat
kelembaban tinggi dan suhu hangat
Komoditi yg diserang : anggur, kacang2an, bayam
Jenis : Botrytis cinerea, Botrytis spp.
c. Busuk Lunak Rhizopus (Rhizopus Soft Rot)
Ciri Kerusakan : lunak, lembek, kapang berbentuk kapas-kecil
berbintik hitam, sporangia menutupi permukaan air
Komoditi yang diserang : anggur, strawberi, alpukat

8
Jenis : Rhizopus sp., Rhizopus stolonifer
d . Anthracnose
Ciri Kerusakan : spot/bintik hitam
Komoditi yang diserang : aprikot, alpukat, pisang
Jenis : Colletotrichum lindemuthianium (kapang)
e. Busuk Alternaria (alternaria rot)
Ciri Kerusakan : bintik coklat kehijauan coklat hitam
Komoditi yang diserang : lemon, peach, tomat
Jenis : Alternaria tenuis
f. Busuk Kapang Biru (blue mold rot)
Ciri Kerusakan : spora kapang hiau kebiruan
Komoditi yang diserang : anggur, bit, aprikot
Jenis : Penicillium digitarium
g. Downey Mildew
Ciri Kerusakan : kapang berwarna putih seperti wol
Komoditi yang diserang : sawi/lobak
Jenis : Phytophthora, Bremia, dll
h. Busuk Lunak Berair (Watery Soft Rot)
Komoditi yang diserang : seledri, kembang kol
Jenis : Sclerotinia sclerotiorum umum pada sayuran
i. Busuk Batang
Komoditi yang diserang : lemon
Jenis : Diplodia, Alternaria, Phomopsis, Fusarium
j. Busuk Kapang Hitam
Ciri Kerusakan : Masa spora hitam pekat
Komoditi yang diserang : bwg. merah/putih, pir, peach
Jenis : Aspergillus niger
k. Busuk Hitam (Black Rot)
Komoditi yang diserang : wortel, bit, pir, kembang kol Jenis :
Alternaria,

9
Ceratostomella, Physalospora
l. Busuk Kapang Merah Muda (Pink Mold Rot)
Ciri Kerusakan : Spora Pink
Jenis : Trichothecum roseum
m. Busuk Fusarium
Komoditi yang diserang : wortel, bit, pisang
Jenis : Fusarium sp.
n. Busuk Kapang Hijau (Green Mold Rot)
Komoditi yang diserang : tomat
Jenis : Cladosporium, Thichoderma
o. Busuk Coklat (Brown Rot)
Jenis : Sclerotinia (Monilia fructicola)

2. Daging
Penyebab Kerusakan : Enzimatis, Oksidasi Kimiawi, Aktivitas Mikrobial
(penyembelihan, pemotongan, bumbu)
Mikroorganisme masuk ke dalam jaringan tubuh hewan dipengaruhi oleh
faktor :
- Isi/muatan usus hewan
- Kondisi fisiologis hewan sebelum disembelih
- Metode penyembelihan dan penuntasan darah
- Kecepatan pendinginan
Kerusakan daging
- Kerusakan pada Kondisi Aerob
- Kerusakan pada Kondisi Anaerob

E. Cara-Cara Pengendalian Kerusakan Makanan.

Usaha pengendalian mikroorganisme dapat dilaksanakan apabila faktor-


faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangbiakan

10
mikroorganisme telah diketahui sebelumnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tersebut umumnya dibagi ke dalam lima bahasan yaitu :

a) waktu generasi
Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme
untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula.
Kurva pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase
penyesuaian (lag phase), fase eksponensial atau fase logaritmik, fase
stasioner dan fase kematian. Pada fase eksponensial terjadi
peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk untuk menentukan
waktu generasi. Beberapa contoh waktu generasi pada suhu
pertumbuhan yang optimal antara lain 30 menit untuk Bacillus cereus,
20 menit untuk Escherichia coli dan Salmonella, dan 10 menit untuk
Clostridium perfringens.

b) Faktor intrinsik
Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw),
kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan
nutrien, bahan antimikroba dan struktur bahan makanan.
Ukuran keasaman atau pH adalah log10 konsentrasi ion hidrogen.
Lazimnya bakteri tumbuh pada pH sekitar netral (6,5 – 7,5) sedangkan
kapang dan ragi pada pH 4,0-6,5.
Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan
dengan tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( aw
= p/po ). Ini merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan
mikrobia dalam pangan dan bukan berarti jumlah total air yang
terkandung dalam bahan makanan sebab adanya adsorpsi pada
konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut (mis. gula,
garam). Air murni mempunyai aw 1,0 dan bahan makanan yang
sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0. Bakteri Gram negatif lebih

11
sensitif terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain. Batas aw
minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90.
Escherichia coli membutuhkan aw minimum sebesar 0,96, sedangkan
Penicillium 0,81. Meskipun demikian aw minimum untuk
Staphylococcus aureus adalah 0,85.
Beberapa unsur dalam bahan makanan mempunyai sifat antimikroba.
Susu sapi mengandung laktoferin, konglutinin, lisozim, laktenin dan
sistem laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam telur adalah lisozim,
konalbumin, ovomukoid, avidin. Sistem laktoperoksidase terdiri dari
laktoperoksidase, tiosianat dan peroksidase. Ketiga komponen ini
diperlukan untuk efek antimikroba. Susu kambing mengandung lebih
banyak lisozim dibandingkan susu sapi. Meskipun demikian kandungan
lisozim susu lebih rendah bila dibandingkan dengan putih telur.
Laktoferin adalah protein penangkap Fe dalam susu dan dapat
disamakan dengan konalbumin putih telur. Lisozim yang terdapat
dalam telur menyebabkan lisis lapisan peptidoglikan dinding sel
bakteri. Kandung lisozim dalam telur adalah 3,5 %.
Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas
dan karkas babi dapat melindungi daging dari kontaminasi
mikroorganisme. Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar
25-40 µm dapat mempersulit masuknya mikroorganisne ke dalam telur
walau tidak dapat mencegah tetap masuknya mikroorganisme.
Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan membran dalam yang
mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging giling atau
daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih
memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak
dibandingkan dengan pada daging karkas.

12
c) Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya
berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti kelembaban,
tekanan gas/keberadaan gas, juga cahaya dan pengaruh sinar
ultraviolet.
Berdasarkan suhu optimumnya, mikroorganisme dibagi menjadi
psikrofil dengan suhu optimum kurang dari + 20 °C, mesofil (+20° s/d +
40 °C) dan termofil (lebih dari +40 °C). Pada suhu minimum terjadi
perubahan membran sel sehingga tidak terjadi transpor zat hara.
Sebaliknya pada suhu maksimum terjadi denaturasi enzim, kerusakan
protein dan lipida pada membran sel yang menyebabkan lisisnya
mikroorganisme. Mikroorganisme patogen biasanya termasuk ke dalam
kelompok mesofil. Pengaruh suhu rendah pada mesofil adalah
inaktivasi dan perubahan struktur protein permease. Kapang
mempunyai kisaran pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan
bakteri, sedangkan ragi mampu tubuh pada kisaran psikrofil dan
mesofil. Mikroorganisme juga dapat diklasifikasikan menurut
resistensinya terhadap temperatur yang tidak menguntungkan yaitu
psikrotrof (tumbuh pada suhu kurang dari + 7 °C) dan termotrof
(tumbuh pada suhu lebih dari + 55 °C).

Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi aw bahan


makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan
makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan
menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami
kekeringan pada permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai
aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang kering ini bila dibawa ke
lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban
sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan

13
terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke
lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi
air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan
pada pengepakan produk yang dapat membusuk, karena biasanya
ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan dengan ruang pendingin,
sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan
menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme.

Penyimpanan bahan makanan di ruang terbuka meningkatkan kadar


CO2 sampai 10 % yang dapat dicapai dengan menambahkan es kering
(CO2) padat. Penghambatan oleh CO2 meningkat sejalan dengan
menurunnya suhu karena solubilitas CO2 meningkat pada suhu rendah.
Bakteri Gram negatif lebih rentan terhadap CO2 dibandingkan bakteri
Gram positif. Pseudomonas paling rentan sedangkan bakteri asam
laktat serta bakteri anaerob paling tahan.
Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan toxin yang
dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus.

d) Faktor proses
Semua proses teknologi pengolahan bahan makanan mengubah
lingkungan mikro bahan makanan tersebut. Proses tersebut dapat
berupa pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing,
pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan
pemberian bahan imbuhan pangan.

e) Faktor implicit
Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya
sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada

14
dalam “lingkungan” bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh
pada bahan makanan dia akan bersaing untuk memperoleh ruang dan
nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di antara
mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat saling mendukung
maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau antagonisme).

Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan


Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya
bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau
dengan perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan.
Pengendalian mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat berarti membunuh atau menghambat
pertumbuhan itu sendiri. Biasanya tindakan ini dilakukan dengan
perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat dilakukan
dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan
penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu
pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan yang dapat
berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat dilakukan
dengan cara pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan
penyinaran dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar
rö ntgen, sinar gamma, sinar elektron). Perlakuan kimia dapat dilakukan
dengan cara penggaraman, curing, pengasaman, pengasapan dan pemberian
bahan pengawet.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk menekan pertumbuhan


mikroorganisme :

1. Perlakuan Termal
Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat

15
tinggi, mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang sangat lebar
(kira-kira – 15 s/d 90 °C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan
berhenti, sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua
situasi di atas, terkait proses terjadinya metabolisme yang menyebabkan
terjadinya kerusakan bahan makanan. Karena proses enzimatik juga
bergantung pada suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan
menyebabkan pengawetan hampir seluruh bahan makanan.
- Suhu rendah
Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat
perkembangbiakannya. Dengan demikian pertumbuhan mikroorganisme
semakin berkurang seiring dengan semakin rendahnya suhu, dan akhirnya
di bawah “suhu pertumbuhan minimum” perkembangbiakannya akan
berhenti.
Suhu pertumbuhan minimum yang tertera dalam Tabel 1 hanyalah angka
perkiraan dan secara eksperimental hanya berlaku untuk beberapa strain
dari spesies tertentu dan tidak dapat berlaku umum. Pada penyimpanan
bahan makanan dalam suhu beku, proses pembusukan oleh
mikroorganisme masih dapat terjadi walau sangat diperlambat. Proses
kerusakan baru dapat dihentikan pada suhu di bawah -18°C.
- Suhu tinggi
Pengendalian mikroorganisme melalui perlakuan suhu tinggi pada
umumnya dilakukan dengan pasteurisasi atau sterilisasi. Pasteurisasi
adalah pemanasan dengan suhu di bawah 100 °C dan tidak akan
menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan
demikian produk yang dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila tidak
disertai perlakuan pendinginan atau faktor proses lainnya seperti
perubahan aw dan pH. Sterilisasi adalah pemanasan yang dapat
menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim sehingga produk dapat tahan
lama.

16
2. Perlakuan Pengeringan
Pengeringan adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada aw
kurang dari 0,70 pertumbuhan agen penyebab infeksi dan intoksikasi tidak
perlu dikuatirkan lagi. Pada produk yang dikeringkan, mikroorganisme
berada dalam keadaan “tidur” atau dengan perkataan lain berada dalam
fase lag yang diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi (penyerapan air
kembali) maka flora yang ada dalam bahan makanan dapat kembali
beraktivitas. Secara umum pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di
bawah tekanan udara dan pengeringan vakum. Proses yang khusus adalah
kombinasi antara pembekuan dan penghilangan air dengan atau tanpa
vakum. Pengeringan dengan udara dilakukan dalam udara yang bergerak,
dalam ruang pengeringan yang dipanaskan, dll.

3. Perlakuan Penyinaran
Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah bila
dosisnya adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila
lebih dari 10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah untuk
desinfeksi, pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan kualitas
produk. Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal
mungkin bahan makanan yang hilang akibat proses pengawetan, dan
penghematan energi serta keuntungan lainnya. Daging sapi yang mendapat
perlakuan iradiasi akan menyebabkan pertumbuhan Psedomonas dan
Enterobacteriaceae sangat terhambat tanpa menyebabkan perubahan
organoleptik. Shelf life daging mentah yang dikemas vakum dapat
diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi dengan dosis antara 0,3 – 1,0 kGy
dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis.

4. Perlakuan Kimia
Perlakuan yang biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam.
Penggaraman ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dan garam

17
sendiri tidak memiliki pengaruh antimikroba secara langsung. Perlakuan
yang lain adalah dengan curing, yaitu perlakuan dengan menggunakan
garam dapur dan garam nitrit (natrium nitrit atau kalium nitrit). Perlakuan
ini dapat menghambat pertumbuhan dan produksi toxin oleh Clostridium
botulinum. Efek utamanya adalah menentukan panjangnya fase lag. Faktor
yang mempengaruhi efektivitas nitrit antara lain pH, oksigen, komponen
pangan lainnya (konsentrasi garam), pemanasan dan iradiasi. Pengasapan
juga merupakan salah satu cara pengendalian mikroorganisme dalam bahan
makanan dengan menggunakan metode pengasapan dingin, pengasapan
hangat dan pengasapan panas. Pengasaman dan penggunaan bahan
pengawet juga lazim dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang
tidak merugikan kesehatan selama diberikan dengan dosis yang tepat untuk
tujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

18
BAB III
PENUTUP
Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-
sifatnya telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan.
Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, kerusakan karena serangga
atau hewan pengerat, aktivitas enzim pada tanaman atau hewan, reaksi
kimia nomenzimatik, kerusakan fisik misalnya karena pembekuan, hangus,
pengeringan, tekanan, dan lain-lain.
Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada
prinsipnya bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama,
atau dengan perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan.
Pengendalian mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat berarti membunuh atau menghambat
pertumbuhan itu sendiri. Biasanya tindakan ini dilakukan dengan
perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat dilakukan
dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan
penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu
pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan yang dapat
berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat dilakukan
dengan cara pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan
penyinaran dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar
rö ntgen, sinar gamma, sinar elektron). Perlakuan kimia dapat dilakukan
dengan cara penggaraman, curing, pengasaman, pengasapan dan pemberian
bahan pengawet.

19

You might also like