You are on page 1of 20

BAB I

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN OSEANOGRAFI

A. Pendahuluan

Apabila kita memperhatikan bola bumi, akan nampak jelas untaian indah
kepulauan Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa. Pulau-pulaunya bagaikan
terhanpar di atas lautan. Laut memang merupakan faktor fisik yang paling dominan yang
membentuk tanah air kita. Tanah air Indonesia sendiri di kenal dengan sebutan
“Nusantara” yang berasal dari kata “nusa” dan “antara” yang dapat diartikan sebagai
pulau yang diapit antara dua laut atau dua benua.
Perlu diketahui bahwa luas muka bumi berupa laut mencapai + 70,8 %, ini
menandakan bahwa luas perairan lebih besar di banding luas daratan yang di diami oleh
manusia . Dengan adanya kenyataan demikian tentunya laut mempunyai peranan yang
sangat besar terhadap kehidupan makhluk hidup, khususnya manusia.
Pada zaman dahulu, orang-orang beranggapan bahwa seluruh laut itu hanya satu
dan daratan berada ditengah-tengahnya. Pemahaman ini dijumpai dengan adanya istilah
“Tagaroa”, yang berarti telaga luas pada rakyat Sangir-Talaud.
Untuk mempelajari tentang laut ini, Oseanografi merupakan salahsatu matakuliah yang
akan mengkajinya.
Oseanografi terdiri dari dua kata, yaitu berasal dari kata “Okeanus” atau “Ocean”
sebutan untuk samudra yang luas dan “graphy” yang berarti gambaran. Dengan demikian
Oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang lautan.
Mempelajari oseanografi dalam kaitannya dengan geografi, tidak semata-mata
mempelajari oseanografi sebagai ilmu murni. Oseanografi merupakan ilmu yang terdiri
dari beberapa ilmu pendukung, diantaranya :

1. Fisika Osenografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sifat fisika yang
terjadi dalam lautan dan yang terjadi antara lautan dengan atmosfer dan daratan.
2. Geology Oseanografi, yaitu ilmu yang mempelajari asal lautan yang
telah berubah dalam jangka waktu yang sangat lama, termasuk didalamnya
penelitian tentang lapisan kerakbumi, gunungapi dan terjadinya gempa bumi.
3. Kimia Oceanography, yaitu ilmu yang berhubungan dengan reaksi
kimia yang terjadi di dalam dan didasar laut serta menganalisa sifat air laut.
4. Biologi Oseanografi, yaitu ilmu yang mempelajari semua organisma
yang hidup di lautan.
5. Hidrologi , klimatologi dan ilmu lainnya.

B. Perkembangan Oseanografi

Perkembangan oseanografi dimulai ketika manusia mulai tertarik pada lautan di


awal peradaban manusia.

• Abad ke 4 SM, ARISTOTELLES melakukan penelitian tentang hewan


dan tumbuhan laut : tentang penjelasan dan klasifikasi organisma laut.
• Abad ke 1 SM, orang-orang mulai mengamati gerak pasang dan letak dari
bulan pertama yang digunakan untuk membuat ramalan.
• Abad 14 M, FERDINAND MAGELHAENS mengadakan pelayaran
keliling dunia, dengan maksud membuktikan bahwa bumi bulat.
• Abad 18 M, JAMES COOK membuat sebuah peta dari lautan fasifik dan
memperlihatkan adanya sebuah daratan yang terletak pada bagian selatan
kutub yang selalu tertutup es.

Penelitian oseanografi di Indonesia pertama kali dilakukan tahun 1904 oleh


KONINGSBENSER, ketika mendirikan laboratorium Perikanan di Jakarta. Lab ini tahun
1919 di ubah menjadi Lab. Biologi Laut, dan akhirnya sejak tahun 1970 menjadi
Lembaga Oseanologi Nasional.
Negara kepulauan Indonesia kaya dengan beragam sumber daya laut dan pesisir.
Bermacan jenis ikan, burung laut, termbu karang, mangrove, dan biota lainnya hidup di
laut yang terbentang di antara ribuan pulau. Berbagai tipe pantai, teluk, angin,
gelombang, mineral dan sumber daya lainnya terhampar luas di pesisir dan laut lepas.
Kekayaan sumberdaya tersebut bukan saja menjadi penghidupa bagi penduduk di sekitar
laut tetapi juga mendatangkan pendapatan dan devisa bagi negara. Dengan demikian laut
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain seperti yang disebutkan di
bawah ini :
1. Bidang transportasi
2. Perikanan
3. Pertambangan
4. Bahan baku obat-obatan
5. Potensi energi
6. Rekreasi dan pariwisata
7. Pendidikan dan penelitian
8. Konservasi alam
9. Pertahanan dan keamanan nasional, dsb

BAB II
PROSES TERBENTUKNYA LAUTAN DI DUNIA

Hipotesis Pergeseran Benua (bahasa Inggris: continental drift) merupakan


gagasan yang dituangkan Alfred L. Wegener pada hipotesisnya yang dituangkan dalam
buku berjudul The Origin of Continent and Oceans (1912). Isinya, benua tersusun dari
batuan sial yang terapung pada batuan sima yang lebih besar berat jenisnya. Pergerakan
benua itu menuju khatulistiwa dan juga ke arah barat.

Hipotesis utamanya adalah di bumi pernah ada satu benua raksasa yang disebut
Pangaea (artinya "semua daratan") yang dikelilingi oleh Panthalassa ("semua lautan").
Selanjutnya, 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah menjadi benua-benua yang lebih
kecil yang kemudian bergerak menuju ke tempatnya seperti yang dijumpai saat ini.

Beberapa ilmuwan dapat menerima konsep ini namun sebagian besar lainnya
tidak dapat membayangkan bagaimana satu massa benua yang besar dapat mengapung di
atas bumi yang padat dan mengapa ini terjadi. Pemahaman para ilmuwan pengkritik
adalah bahwa gaya yang bekerja pada bumi adalah gaya vertikal. Tidaklah mungkin gaya
vertikal ini mampu menyebabkan benua yang besar tersebut pecah. Pada masa itu belum
dijumpai bukti-bukti yang meyakinkan. Wegener mengumpulkan bukti lainnya berupa
kesamaan garis pantai, persamaaan fosil, struktur dan batuan. Namun, tetap saja usaha
Wegener sia-sia karena Wagener tidak mampu menjelaskan dan meyakinkan para ahli
bahwa gaya utama yang bekerja adalah gaya lateral bukan gaya vertikal.

2.1 Tektonika lempeng

Lempeng-lempeng tektonik di bumi barulah dipetakan pada paruh kedua abad ke-20.

Teori Tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang
geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti
pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan
juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh
pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-
an.

Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat
litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di
bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir
seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama
karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi,
bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya
bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.

Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi,


terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-
lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan
yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen
(bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik,
pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di
daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-
100 mm/a. [1]

2.2 Perkembangan Teori

Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor
gerakannya

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakan-
kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti
pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam
teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang
berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika
Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini
akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat itu
banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui
jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan
penjelasan yang sesuai.[3]

Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong pengkajian
ulang umur bumi,[4]karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju pendinginannya
dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan
tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda
yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam beberapa
puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru ditemukan ini maka para
ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya
masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair.

Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang
dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The
Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benua-
benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh
sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari
granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih
padat.[7][8] Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang
dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti
yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut
dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog
Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan
ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi
adalah kekuatan penggeraknya.[9][10][3]

Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan


dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda
usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania
[11]
tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi ,
namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik lempeng yang
menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling)
batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar
atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman
(subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik
lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum dipakai dan
kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang
hubungan antara seafloor spreading dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic
reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason[12][13][14]
[15]
menunjukkan dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan
yang baru

Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan lajur-lajur
sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada kedua sisi mid-
oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam
teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff dan
beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan tektonik lempeng
sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam segi penjelasan dan
prediksi.

Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang berkembang
pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam pengembangan teori ini.
Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga dikembangkan pada akhir 1960-an dan
telah diterima secara cukup universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui
dunia ilmu bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis
dan juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi

2.3 Prinsip-prinsip Utama

Bagian luar interior bumi dibagi menjadi litosfer dan astenosfer berdasarkan perbedaan
mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas. Litosfer lebih dingin dan kaku,
sedangkan astenosfer lebih panas dan secara mekanik lemah. Selain itu, litosfer
kehilangan panasnya melalui proses konduksi, sedangkan astenosfer juga memindahkan
panas melalui konveksi dan memiliki gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini
sangat berbeda dengan pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan kerak.
Litosfer sendiri mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel. Suatu bagian mantel bisa
saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer pada waktu yang berbeda, tergantung
dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya. Prinsip kunci tektonik lempeng adalah bahwa
litosfer terpisah menjadi lempeng-lempeng tektonik yang berbeda-beda. Lempeng ini
bergerak menumpang di atas astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga
bersifat seperti fluida. Pergerakan lempeng biasanya bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat
pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun mencapai 160 mm/a
(secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.[16][17] Lempeng-lempeng ini
tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik yang di atasnya dilapisi dengan
hamparan salah satu dari dua jenis material kerak. Yang pertama adalah kerak samudera
atau yang sering disebut dengan "sima", gabungan dari silikon dan magnesium. Jenis
yang kedua yaitu kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon dan
aluminium. Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua
memiliki ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera.
Ketebalan kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km.

Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu daerah di
mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan pembentukan
kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung samudera.
Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas lempeng, seperti
Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik yang paling aktif dan
dikenal luas.

Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya satu
lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua itu sendiri
dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia. Perbedaan antara kerak benua dan
samudera ialah berdasarkan kepadatan material pembentuknya. Kerak samudera lebih
padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan perbandingan jumlah berbagai
elemen, khususnya silikon. Kerak samudera lebih padat karena komposisinya yang
mengandung lebih sedikit silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini,
kerak samudera dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak
samudera umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng
Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti sebuah prinsip
yang dikenal dengan isostasi.

2.4 Jenis-jenis Batas Lempeng

Tiga jenis batas lempeng (plate boundary).

Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak relatif
terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan fenomena
yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:

1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan


mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar
transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri
di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang
berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di
California.
2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika
dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona
retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua
lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona
subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan
benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua.
Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan
lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air),
sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan
mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik.
Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan
busur pulau Jepang (Japanese island arc).

2.5 Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng

Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer samudera dan
karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel telah didapati sebagai
sumber asli dari energi yang menggerakkan tektonik lempeng. Pandangan yang disetujui
sekarang, meskipun masih cukup diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan
litosfer samudera yang membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber
terkuat pergerakan lempeng. Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer
samudera pada mulanya memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di
sekitarnya, tetapi kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya
pendinginan dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap
astenosfer di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di
zona subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerak pergerakan
lempeng. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempeng untuk bergerak secara mudah
menuju ke arah zona subduksi [19] Meskipun subduksi dipercaya sebagai kekuatan terkuat
penggerak pergerakan lempeng, masih ada gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan
adanya lempeng seperti lempeng Amerika Utara, juga lempeng Eurasia yang bergerak
tetapi tidak mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik
penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi. Pencitraan dua dan tiga
dimensi interior bumi (tomografi seismik) menunjukkan adanya distribusi kepadatan
yang heterogen secara lateral di seluruh mantel. Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat
material (dari kimia batuan), mineral (dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui
ekspansi dan kontraksi termal dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan
[20]
kepadatan secara lateral adalah konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces)
Bagaimana konveksi mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan
planet masih menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam
geodinamika. Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya
lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam pengaruhnya ke
pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.

2.5.1 Gaya Gesek


Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer,
sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona
subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini bisa terjadi
dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja pada lempeng ini
pada saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun sebetulnya tarikan lebih banyak
bekerja pada kedua sisi lempengan, atas dan bawah

2.5.2 Gravitasi
Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng
di oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada
mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin
meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk mengkompensasikan
beratnya, menghasilkan sedikit inklinasi lateral proporsional dengan jarak dari
sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada pendidikan dasar, proses ini sering
disebut sebagai sebuah doronga. Namun, sebenarnya sebutan yang lebih tepat
adalah runtuhan karena topografi sebuah lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda
dan topografi pematang (ridge) yang melakukan pemekaran hanyalah fitur yang
paling dominan. Sebagai contoh, pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke
bawah lempeng yang bersebelahan menghasilkan kenampakan yang bisa
mempengaruhi topografi. Lalu, mantel plume yang menekan sisi bawah lempeng
tektonik bisa juga mengubah topografi dasar samudera.
Slab-pull (tarikan lempengan)
Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng yang dingin
dan padat yang turun ke mantel di palung samudera.[21] Ada bukti yang cukup
banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan skala cukup besar.
Pergerakan ke atas materi di mid-oceanic ridge mungkin sekali adalah bagian dari
konveksi ini. Beberapa model awal Tektonik Lempeng menggambarkan bahwa
lempeng-lempeng ini menumpang di atas sel-sel seperti ban berjalan. Namun,
kebanyakan ilmuwan sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah cukup kuat
untuk secara langsung menyebabkan pergerakan oleh gesekan gaya-gaya itu. Slab
pull sendiri sangat mungkin menjadi gaya terbesar yang bekerja pada lempeng.
Model yang lebih baru juga memberi peranan yang penting pada penyerotan
(suction) di palung, tetapi lempeng seperti Lempeng Amerika Utara tidak
mengalami subduksi di manapun juga, tetapi juga mengalami pergerakan seperti
juga Lempeng Afrika, Eurasia, dan Antarktika. Kekuatan penggerak utama untuk
pergerakan lempeng dan sumber energinya itu sendiri masih menjadi bahan riset
yang sedang berlangsung

2.5.3 Gaya dari luar

Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari buletin
Geological Society of America Bulletin, sebuah tim ilmuwan dari Italia dan Amerika
Serikat berpendapat bahwa komponen lempeng yang mengarah ke barat berasal dari
rotasi Bumi dan gesekan pasang bulan yang mengikutinya. Mereka berkata karena Bumi
berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi bulan meskipun sangat kecil menarik lapisan
permuikaan bumi kembali ke barat. Beberapa juga mengemukakan ide kontroversial
bahwa hasil ini mungkin juga menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak memiliki
lempeng tektonik, yaitu karena ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran bulan Mars
untuk memberi efek seperti pasang di bumi.[22] Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah
baru. Hal ini sendiri aslinya dikemukakan oleh bapak dari hipotesis ini sendiri, Alfred
Wegener, dan kemudian ditentang fisikawan Harold Jeffreys yang menghitung bahwa
besarnya gaya gesek oasang yang diperlukan akan dengan cepat membawa rotasi bumi
untuk berhenti sejak waktu lama. Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan barat,
bahkan banyaknya pergerakan ke barat dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari
sudut pandang pusat pemekaran (spreading) di Samudera Pasifik yang mengarah ke
timur. Dikatakan juga bahwa relatif dengan mantel bawah, ada sedikit komponen yang
mengarah ke barat pada pergerakan semua lempeng

2.6 Signifikansi relatif masing-masing mekanisme

Pergerakan lempeng berdasar pada data satelit GPS NASA JPL. Vektor di sini
menunjukkan arah dan magnitudo gerakan.

Vektor yang sebenarnya pada pergerakan sebuah planet harusnya menjadi fungsi semua
gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun, masalahnya adalah seberapa besar setiap
proses ambil bagian dalam pergerakan setiap lempeng Keragaman kondisi geodinamik
dan sifat setiap lempeng seharusnya menghasilkan perbedaan dalam seberapa proses-
proses tersebut secara aktif menggerakkan lempeng. satu cara untuk mengatasi masalah
ini adalah dengan melihat laju di mana setiap lempeng bergerak dan mempertimbangkan
bukti yang ada untuk setiap kekuatan penggerak dari lempeng ini sejauh mungkin. Salah
satu hubungan terpenting yang ditemukan adalah bahwa lempeng litosferik yang lengket
pada lempeng yang tersubduksi bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng yang tidak.
Misalnya, Lempeng Pasifik dikelilingi zona subduksi (Ring of Fire) sehingga bergerak
jauh lebih cepat daripada lempeng di Atlantik yang lengket pada benua yang berdekatan
dan bukan lempeng tersubduksi. Maka, gaya yang berhubungkan dengan lempeng yang
bergerak ke bawah (slab pull dan slab suction) adalah kekuatan penggerak yang
menentukan pergerakan lempeng kecuali untuk lempeng yang tidak disubduksikan.
Walau bagaimanapun juga, kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu sendiri masih
menjadi bahan perdebatan dan riset para ilmuwan

2.7 Lempeng-lempeng utama

Peta lempeng-lempeng tektonik

Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:

• Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua


• Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua
• Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara
50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
• Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua
• Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut -
Lempeng benua
• Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua
• Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera
Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng
Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca,
Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.

Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua seiring


berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup hampir
semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun
yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi
delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun
kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga
terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana
(yang menjadi benua sisanya)

2.8 proses pembentukan laut berdasarkan teori laplace


Sejarah singkat penemu teori laplace
Kant, Immanuel (1724-1804) - Seorang filsuf Jerman yang pada tahun 1755 mengajukan
cikal-bakal teori modern tentang tata surya. Kant percaya bahwa planet-planet tumbuh
dari sebuah cakram materi di sekeliling Matahari, sebuah gagasan yang kemudian
dikembangkan oleh Marquis de Laplace. Kant juga berpendapat bahwa nebula suram
yang terlihat di antariksa adalah galaksi tersendiri seperti galaksi Bima Sakti kita.
Pendapat tersebut kini telah terbukti kebenarannya.
Laplace, Pierre Simon, Marquis de (1749-1827) - Seorang ahli matematika Prancis yang
mengembangkan teori asal mula tata surya yang digagas oleh Immanuel Kant. Di tahun
1796, Laplace melukiskan bagaimana cincin-cincin materi yang terlempar dari Matahari
dapat memadat menjadi planet-planet. Perincian teori tersebut telah ditinjau kembali,
tetapi pada pokoknya tidak berbeda dengan teori-teori modern mengenai awal-mula
terjadinya tata surya.

Pembahasan

Menurut teori laplace


Bahwa bumi berasal dari suatu bintang yang berbentuk kabut raksasa bersuhu tidak
terlalu panas dan penyebarannya terpencar dalam kondisi berputar dan dikenal sebagai
awal-mula dari matahari. Akibat perputaran tersebut menyebabkan matahari ini
kehilangan daya energinya dan akhirnya mengkerut. Sebagai akibat dari proses
pengkerutan tersebut, maka ia akan berputar lebih cepat lagi. Dalam keadaan seperti ini,
maka pada bagian ekuator kecepatannya akan semakin meningkat dan menimbulkan
terjadinya gaya sentrifugal. Gaya ini akhirnya akan melampaui tarikan dari gayaberatnya,
yang semula berfungsi sebagai penyeimbang, dan menyebabkan sebagian dari bahan
yang berasal dari matahari tersebut terlempar. Bahan-bahan yang terlempar ini kemudian
dalam perjalanannya juga berputar mengikut i induknya, juga akan mengkerut dan
membentuk sejumlah planit-planit, salah satunya adalah planit bumi.
Bumi dilahirkan 4,5 milyar tahun yang lalu, tata surya kita yang bernama Bima Sakti,
terbentuk dari kumpulan debu di angkasa raya yang dalam proses selanjutnya tumbuh
menjadi gumpalan bebatuan dari mulai yang berukuran kecil hingga ke ukuran asteroid
sebesar ratusan kilometer. Bebatuan angkasa tersebut selanjutnya saling bertabrakan,
dimana awalnya tabrakan yang terjadi masih lambat. Akibat adanya gaya gravitasi,
bebatuan angkasa yang saling bertabrakan itu saling menyatu dan membentuk suatu
massa batuan yang kemudian menjadi cikal bakal (embrio) bumi. Lama kelamaan dengan
semakin banyaknya bebatuan yang menjadi satu tersebut, embrio bumi tumbuh semakin
besar. Sejalan dengan semakin berkembangnya embrio bumi tersebut, semakin besar pula
gaya tarik gravitasinya sehingga bebatuan angkasa yang ada mulai semakin cepat
menabrak permukaan embrio bumi yang sudah tumbuh semakin besar itu. Akibat
tumbukan2 yang sangat dahsyat tersebut timbulah ledakan2 yang sudah pasti sangat
dahsyat pula yang mengakibatkan terbentuknya kawah2 yang sangat besar dan pelepasan
panas secara besar besaran pula.
Laut sendiri menurut sejarahnya terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, Para ahli sendiri
memiliki beberapa versi tentang hal itu. Salah satu versi yang di angkat kali ini adalah
bahwa pada saat itu, bumi mulai mendingin akibat mulai berkurangnya aktivitas
vulkanik, disamping itu atmosfer bumi pada saat itu tertutup oleh debu-debu vulkanik
yang mengakibatkan terhalangnya sinar matahari untuk masuk ke bumi. Akibatnya, uap
air di atmosfer mulai terkondensasi dan terbentuklah hujan. Hujan inilah (yang mungkin
berupa hujan tipe mamut juga) yang mengisi cekungan-cekungan di bumi hingga
terbentuklah lautan. Dimana awalnya bersifat sangat asam dengan air yang mendidih
(dengan suhu sekitar 100C) karena panasnya bumi pada saat itu. Asamnya air laut terjadi
karena saat itu atmosfer bumi dipenuhi oleh karbon dioksida. Keasaman air inilah yang
menyebabkan tingginya pelapukan yang terjadi yang menghasilkan garam-garaman yang
menyebabkan air laut menjadi asin seperti sekarang ini. Pada saat itu, gelombang tsunami
sering terjadi karena seringnya asteroid menghantam bumi. Pasang surut laut yang terjadi
pada saat itu bertipe mamut alias ‘luar biasa’ tingginya karena jarak bulan yang begitu
dekat dengan bumi.
Secara perlahan-lahan, jumlah karbon dioksida yang ada diatmosfer mulai berkurang
akibat terlarut dalam air laut dan bereaksi dengan ion karbonat membentuk kalsium
karbonat. Akibatnya, langit mulai menjadi cerah sehingga sinar matahari dapat kembali
masuk menyinari bumi dan mengakibatkan terjadinya proses penguapan sehingga volume
air laut di bumi juga mengalami pengurangan dan bagian-bagian di bumi yang awalnya
terendam air mulai kering. Proses pelapukan batuan terus berlanjut akibat hujan yang
terjadi dan terbawa ke lautan, menyebabkan air laut semakin asin.
Pada 3,8 milyar tahun yang lalu, planet bumi mulai terlihat biru karena laut yang sudah
terbentuk tersebut. Suhu bumi semakin dingin karena air di laut berperan dalam
menyerap energi panas yang ada, namun pada saat itu diperkirakan belum ada bentuk
kehidupan di bumi. Kehidupan di bumi, menurut para ahli, berawal dari lautan (life begin
in the ocean). Namun demikian, masih merupakan perdebatan hangat hingga saat ini
kapan tepatnya kehidupan awal itu terjadi dan di bagian lautan yang mana? apakah di
dasar laut ataukah di permukaan? Hasil penemuan geologis pada tahun 1971 pada
bebatuan di Afrika Selatan (yang diperkirakan berusia 3,2 s.d. 4 milyar tahun)
menunjukkan adanya fosil seukuran beras dari bakteri primitif yang diperkirakan hidup di
dalam lumpur mendidih di dasar laut.

2.9 A. Perairan Indonesia


Pengetahuan tentang topografi dasar laut di dapat bermula dari adanya pemetaan laut
secara sederhana , yaitu berupa pengukuran kedalaman dasar laut dengan mengulur tali
atau kabel yang diberi bandul pemberat ke dalam laut hingga menyentuh dasar laut,
namun teknik ini banyak kekurangan dan kelemahannya.
Pengetahuan tentang hal ini baru mengalami kemajuan setelah ditemukan alat perum
gema (Echo Sounder). Cara kerja alat ini berdasarkan pada prinsip perambatan dan
pemantulan bunyi dalam air. Isyarat bunyi dipancarkan dari kapal merambat dengan
kecepatan rata-rata 1.600 meter/detik, hingga menyentuh dasar laut dan gema yang
dipantulkan kemudian ditangkap kembali. Jarak waktu yang diperlukan untuk
perambatan bolak-balik diterjemahkan menjadi kedalaman laut di tempat itu.
Berdasarkan kedalaman lautnya, perairan Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Perairan dangkal berupa paparan (Shelf), adalah zone di laut terhitung mulai dari garis
surut terendah hingga kedalaman sekitar 200 meter, yang kemudian biasanya disusul
dengan lereng yang lebih curam ke arah laut dalam.
Di Indonesia terdapat 2 paparan luas, yaitu Paparan Sunda di sebelah barat dan paparan
Arafura-Sahul di sebelah timur.
Paparan Sunda merupakan paparan benua (Continental Shelf) yang terluas di dunia.
Paparan ini menghubungkan pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, dengan daratan Asia,
mencakup laut Cina, teluk Thailand, selat Malaka, dan laut Jawa. Paparan ini di duga
merupakan daratan utuh yang menyatu dengan Jawa, Kalimantan, Sumatera dan daratan
Asia. Hal ini dibuktikan dengan adanya jejak dua system aliran sungai yang kini
terbenam dalam laut (drowned river system), yaitu (1) sungai Sunda utara , dengan
daerah hulu di Sumatera dan Kalimantan serta bermuara di laut Cina, (2) sungai Sunda
Selatan, dengan daerah hulu di Jawa, Kalimantan selatan serta bermuara di selat Makasar.
Paparan Arafura – Sahul terletak di sebelah utara Australia, karenanya paparan ini
disebut juga paparan Australia utara ( Northern Australian Shelves).
2. Perairan laut dalam, terletak di antara kedua paparan dengan topografi yang kompleks.
Seperti adanya basin dan palung, baik yang termasuk “trench” atau “trough”. Bentukan
berupa basin dan palung tersebut terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :
Kelompok Basin dan palung Maluku
- Basin Morotai
- Basin Bacan
- Basin Mangole
- Basin Basin Gorontalo
- Palung Ternate
Kelompok basin dan palung Banda
- Basin Buru
- Basin Banda Utara
- Basin Banda selatan
- Basin Manipa
- Basin Ambalau
- Basin Aru
- Basin Flores
- Basin Sawu
- Basin Wetar
- Palung Weber
- Palung Butung

B. Topografi dasar laut


Adapun gambaran relief (topografi) secara umum pada dasar laut, diantaranya:
1. Bentuk elevasi berupa punggungan
- Ridge, adalah bentukan hasil proses peninggian di atas lautan (serupa dengan gunung di
daratan) dengan lereng yang terjal dan curam.
- Rise, sama dengan ridge, hanya kemiringan lerengnya landai.
2. Trench, yaitu bagian laut terdalam berbentuk seperti saluran yang seolah terpisah
sangat dalam yang terdapat di perbatasan benua dengan kepulauan.
3. Continental Island (pulau-pulau benua), yaitu pulau yang menurut sifat geologinya
merupakan bagian dari massa tanah daratan benua besar yang kemudian menjadi terpisah.
Contohnya pulau Madagaskar.
4. Island Arc, yaitu kumpulan pulau yang terdiri dari batuan vulkanik dan sisa sedimen
pada bagian permukaan dasar lautan
5. Mid – Oceanic- Volcanic Island, yaitu daerah yang terdiri dari pulau-pulau kecil yang
terletak di tengah lautan, letaknya sangat jauh dari massa daratan.
6. Atol-atol, yaitu daerah yang terdiri dari kumpulan pulau-pulau yang sebagian
tenggelam di bawah permukaan air.
7. Seamount dan Guyot
- Seamount, adalah gunungapi yang muncul dari dasar lautan, tapi tidak dapat mencapai
permukaan laut, mempunyai lereng curam dan puncak runcing.
- Guyot, sama dengan Seamount, hanya lerengnya landai dan puncaknya datar.

Topografi dasar laut yang kompleks di Indonesia disebabkan karena kawasan ini
merupakan pertemuan dari empat lempeng lithosfer, yaitu :
1. Lempeng Eurasia
2. Lempeng Filipina
3. Lempeng PasifikLempeng samudera Hindia - Australia

You might also like