You are on page 1of 11

METODE KHUSUS PEMBELAJARAN BAHASA

1. Metode Gramatika Terjemahan (Grammar Translation Method)


a. Pengertian Metode Gramatika Terjemahan (MGT)

Metode terjemahan adalah salah satu teknik untuk menunjukan makna kata bahasa
asing. Metode ini paling banyak dipakai dalam pengajaran bahasa asing, dan telah
digunakan sejak zaman Kekaisaran Romawi. Metode ini berlandaskan prinsip bahwa
penguasaan terhadap bahasa asing (selain bahasa ibu) dicapai dengan cara latihan
terjemahan dari bahasa asing ke dalam bahasa ibu, bahasa yang dikuasai siswa.

Metode ini sering disebut metode tradisional. Artinya metode ini merupakan
pencerminan yang paling tepat dari cara bahasa Yunani Kuno dan Latin yang diajarkan
selama berabad-abad.

b. Ciri-ciri Metode Tata Bahasa Terjemahan


1. Penekanan pada pelajaran bahasa tulis untuk belajar bahasa asing agar mampu
membaca sastra dalam bahasa tulis itu.
2. Pengajaran bahasa sebagai penghafalan kaidah dan fakta tentang tata bahasa agar
dipahami dan diterapkan pada morfologi dan sintaksis pada bahasa tulis.
3. Penekanannya pada membaca, mengarang, dan terjemahan berbicara dan menyimak
kurang diperhatikan.
4. Seleksi kosakata, khususnya berdasarkan teks-teks yang dipakai.
5. Unit yang mendasar ialah kalimat.
6. Tata bahasa diajarkan secara deduktif dengan pengkajian kaidah bahasa, kemudian
dilatihkan melalui terjemahan.
7. Bahasa sumber digunakan sebagai bahasa pengantar dalam terjemahan, keterangan,
perbandingan, dan penghafalan kaidah-kaidah bahasa.

c. Langkah-langkah Penyajian
1. Guru memulainya dengan memberikan definisi jenis kata, imbuhan, jenis kata, dan
kaidah yang harus dihafalkan dalam bahasa sumber.
2. Guru melatih belajar dalam terjemahan kalimat kemudian paragraf.
3. Guru memberi daftar kosakata untuk dihafalkan.
4. Guru memberi pekerjaan rumah berupa persiapan terjemahan dari halaman buku
sumber untuk dibicarakan pada pertemuan berikutnya.

d. Kebaikan Metode Gramatika Terjemahan


1. Praktis (dapat dipakai pada tiap jenis dan keadaan sekolah, serta tidak memerlukan
banyak biaya dan tenaga).
2. Mudah digunakan dan dapat dipakai pada kelas yang jumlah siswanya banyak.
3. Dalam tempo yang singkat, guru dapat menjadikan siswa memahami kata-kata baru
yang diterjemahkan tersebut.
4. Siswa dapat menguasai arti dari kata yang diajarkan.
5. Siswa mahir menerjemahkan bahasa tulis.
6. Siswa mampu menghafal kaidah bahasa tulis yang disampaikan dalam bahasa sumber.

e. Kelemahan-kelemahan Metode Ini


1. Analisis tata bahasa mungkin baik bagi mereka yang merancangnya, tetapi
membingungkan siswa karena rumitnya analisis itu.
2. Terjemahan kalimat demi kalimat sering mengacaukan makna kalimat dalam konteks
luas.
3. Siswa mendapat pelajaran dalam satu ragam sastra. Ini bukan ragam bahasa sehari-hari.
4. Siswa menghafalkan kaidah-kaidah bahasa yang disajikan secara preskriptif.
5. Siswa sebetulnya tidak belajar menggunakan bahasa target, melainkan membicarakan
“bahasa yang baru” itu.

2. Metode Audiolingual

Metode audiolingual disebut juga metode aoral-oral approach atau audiolingual


method pertama kali muncul dan berkembang di Amerika Serikat atas anjuran Coleman.
Metode ini menekankan pemahaman teks-teks untuk pengajaran bahasa kedua atau bahasa
tujuan (BT). Metode audiolingual mencapai puncak ketenarannya pada tahun 1951-an
sampai permulaan tahun 1960-an. Metode ini menggantikan atau memperbaharui pendekatan
lisan dan pengajaran bahasa menurut situasi di Inggris. Pengajaran bahasa menurut situasi
mempunyai sifat atau asumsi, antara lain sebagai berikut.

1. Bahasa lisan digunakan dalam situasi tertentu, misalnya kantor, rumah makan, dan
sebagainya.
2. Kosakata merupakan komponen penting.
3. Membaca merupakan komponen terpenting kedua (membaca pemahaman-reading
comprehension).

Hal diatas dianggap kurang memuaskan bagi para guru dan para ahli bahasa di Amerika
Serikat.

Metode audiolingual atau aural-oral, yang berarti pendengaran dan pembicaraan, mulai
muncul menghangat di Amerika ketika negara tersebut terlibat dalam Perang Dunia ke II.
Pada saat itu, pemerintah Amerika Serikat memerlukan orang-orang yang lancar berbahasa
asing yang akan ditempatkan di negara-negara, seperti Perancis, Belanda, Cina, dan negara
jajahannya. Mereka diharapkan mampu bekerja sebagai penerjemah, asisten dalam badan
penerjemahan dokumen, dan pekerjaan lainnya, yang memerlukan komunikasi langsung
dengan penduduk setempat. Selanjutnya, pemerintah Amerika serikat melalui Departemen
Pertahanan (Pentagon) menugaskan beberapa universitas di negara tersebut untuk
merencanakan program pengajaran bahasa asing bagi para personalia militer.

Pada tahun 1942, dibentuklah ASTP (Army Specialized Training Program), yang
melibatkan sekitar 55 universitas di Amerika Serikat. Pelopornya adalah Universitas
Michigan (Michigan University). Tujuan program militer/tentara ini adalah membekali
keterampilan berbicara dalam bahasa asing kepada peserta program. Pada saat yang sama,
Bloom Field dan Sapir (ahli linguistik) mengembangkan program latihan sebagai bagian dari
penelitian mereka. Program ini bertujuan memberikan keterampilan kepada peserta pelajar
untuk memahami bahasa Indian Amerka. Program tersebut melibatkan para linguis dan para
ahli antropologi untuk membantu mereka dalam menyelidiki bahasa dan kebudayaan suku
Indian di Amerika.

Dalam kegiatan ini Bloom Field dan Sapir menggunakan metode informan, yaitu
menggunakan penutur asli sebagai informan atau sebagai model/contoh bahasa. Informan
disini juga berperan dalam narasumber. Melalui teknik tanya jawab dengan para informan,
terjadilah percakapan para pelajar BT dan para informan. Selanjutnya, para peserta dan para
linguis secara bertahap mampu berbicara dan memahami bahasa Indian sebagai bahasa
kedua (BT).

Program pengajaran BT ini sering disebut “Sandwich Program” karena cara belajarnya
atau kegiatannya sangat padat, seperti roti/kue sandwich.

Program ASTP berjalan sekitar dua tahun. Sepuluh tahun kemudian army method ini
juga digunakan untuk program bahasa asing sipil (non militer). Metode ini menitikberatkan
banyaknya interaksi antara pelajar BT dan para informan.

Pada tahun 1949, Universitas Michigan, untuk pertama kalinya mengembangkan


lembaga pendidikan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (BT). Di bawah pimpinan Charles
F. Fries sebagai direktur, lembaga ini menggunakan metode struktural. Fonem dan morfem
dianggap sebagai dasar dari bahasa. Teori tata bahasa struktural ini berlawanan dengan teori
tata bahasa tradisional (TBT). Adapun perbedaannya antara lain sebagai berikut.

1. Tata bahasa Tradisional (TBT) menekankan satu tata bahasa semesta. Artinya. Semua
bahasa di dunia mempunyai struktur bahasa yang sama. Adapun tata bahasa struktural
(TBS) menekankan fakta bahwa semua bahasa di dunia tidak sama strukturalnya.
2. Menurut TBT, bahasa yang baik dan benar adalah yang dikatakan oleh para ahli
bahasa(tata bahasa preskiptif). Adapun menurut TBS, bahsa yang baik dan benar adalah
bahasa yang digunakan oleh penutur asli, bukan ahli bahasa.

Perlu diingat bahwa metode audiolingual berdasarkan pendekatan struktural dan


bahasa kedua (BT) diajarkan dengan mencurahkan lafal kata dan dengan latihan berkali-kali
atau drill intensif. Bahkan, drill inilah yang merupakan teknik utama dalam metode
audiolingual.

Drill adalah teknik pengajaran bahasa yang digunakan oleh semua guru bahasa pada
suatu waktu untuk menyuruh siswa mengulang dan mengucapkan suatu pola kalimat dengan
baik tanpa ada kesalahan teori/teknik drill dalam kelas didasarkan langsung pada teori
psikologi yang disebut behaviorisme, yaitu teori yang sangat berpengaruh pada tahun 1950-
an. Menurut asumsi behaviorisme, perilaku dapat terjadi atau terlatih karena kebiasaan yang
berulang-ulang (Habit Formation). Adapun kebiasaan terjadi karena adanya rangsangan atau
stimulus. Bila kebiasaan telah terbentuk dengan mantap, subjek (manusia atau hewan) tetap
memberikan respon/jawaban dengan benar walaupun tanpa adanya hadiah. Selanjutnya,
hadiah atau hukuman disebut penguatan atau reinforcement. Hadiah tersebut berupa benda
atau pujian/penghargaanmerupakan penguatan yang positif, sedangkan hukuman merupakan
penguatan yang negatif.

Ahli psikologi yang bernama B.F Skinner menyatakan bahwa perilaku berbahasa
manusia dibentuk oleh penguatan yang lazim dipakai dalam masyarakat kita. Adapun
urutannya sebagai berikut: rangsangan – jawaban – penguatan (stimulus – respons –
reinforcement).

Urutan tersebut dalam psikologi behaviorisme disebut operant conditioning, atau


pembiasan yang membuahkan hasil.

Metode/pendekatan audiolingual mula-mula dikembangkan di berbagai universitas di


Amerika Serikat, seperti Georgetown University, American University, University of Texas,
dan lain-lain. Pelopornya adalah Universitas Michigan. Pendekatan yang dikembangkan di
universitas tersebut dikenal dengan beberapa nama, antara lain:

1. Pendekatan lisan (oral approach)


2. Pendekatan pendengaran dan lisan (aural-oral approach).

Dalam banyak hal/aspek, metode atau pendekatan aural-oral di Amerika Serikat sangat
mirip dengan oral approach yang dikembangkan di Inggris walaupun kedua aliran tersebut
berkembang secara terpisah.

Pendekatan audiolingual (pendengaran dan berbicara) memiliki beberapa prinsip yang


diterapkan (dari Amerika), yaitu sebagai berikut.

1. Proses belajar adalah menyimak, berbicara, lalu membaca, dan akhirnya mengarang.
2. Tata bahasa harus disajikan dalam bentuk pola kalimat atau dialogdengan topik situasi
sehari-hari.
3. Drill harus mengikuti urutan operant-conditioning. Hadiah juga harus ada.
4. Semua unsur tata bahasa harus disajikan dari yang mudah ke yang sukar.
5. Kemungkinan untuk membuat kesalahan dalam memberi respon harus dihindarkan.
Kesalahn siswa dianggap sebagai ketidakmampuan guru.

Selanjutnya, langkah penyajian materi menurut metode audiolingual secara umum


adalah sebagai berikut.
1. Penyajian dialog/bacaan pendek dengan cara dibacakan guru berulang kali. Siswa
menyimak tanpa melihat teks.
2. Penggunaan teknik meniru dan menghafal (mimicry-memorization).
3. Penyajian pola-pola kalimat yang dianggap sukar dalam dialog atau bacaan, dilatih
dengan teknik drill.
4. Siswa yang sudah hafal disuruh memeragakan di muka kelas (dramatisasi).
5. Pembentukan kalimat yang sesuai dengan pola kalimat sudah diberikan.

Metode audiolingual mempunyai beberapa kekuatan/kebaikan berikut.

1. Siswa terampil dalam membuat pola kalimat yang sudah di-drill.


2. Siswa mempunyai lafal yang baik atau benar.
3. Siswa tidak tinggal diam, tetapi harus terus menerus memberikan respon pada
rangsangan guru.

Akan tetapi, metode audiolingual juga memiliki kelemahan berikut.

1. Siswa cenderung memberi respon secara serentak atau secara individual seperti
membaca dan sering tidak mengetahui makna apa yang diucapkan.
2. Siswa tidak diberi latihan dalam makna-makna lain dari kalimat yang dilatihkan.
3. Siswa tidak berperan aktif melainkan hanya memberi respon pada rangsangan guru.
4. Kesalahn-kesalahan dianggap dosa besar dan harus dihindari. Oleh karena itu, mereka
tidak dianjurkan untuk berinteraksi secara lisan atau tulisan sebelum menguasai pola-
pola yang banyak.
5. Dikatakan bahwa dengan menyimak apa yang dikatakan guru, siswa harus memberi
respon yang benar dan melakukan tugas dengan benar sehingga mereka dianggap
belajar BT dengan benar.

Pada tahun 1961, Moulton dalam International Congress of Linguistic mengemukakan


lima asumsi metode audiolingual yang terkenal sebagai “lima slogan”, yaitu:

1. Bahasa adalah ujaran bukan tulisan.


2. Bahasa adalah seperangkat kebiasaan.
3. Ajarkan bahasa, bukan tentang bahasa.
4. Bahasa adalah apa yang diucapkan oleh penutur asli.
5. Bahasa berbeda satu dengan yang lain.
Metode audiolingual ini mulai goyah kedudukannya setelah muncul Gramatika
Transformasi dari Chomsky (1957). Selain itu, datang pula kecaman dari guru bahasa dan
ahli linguistik, yang menyatakan bahwa hasil atau kemampuan berbahasa yang diperoleh
dengan metode audiolingual masih kurang memuaskan.

3. Metode Struktural Analisis Sintesis (Diambil dari Moedjiono, 1991)

a. Pengertian
Metode struktural analisis sintesis (SAS) merupakan metode yang dikembangkan oleh
PKMM (Pembaharuan Kurikulum dan Metode Mengajar) Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI yang diprogramkan pada tahun 1974. Metode ini dikembangkan dalam
pengajaran membaca dan menulis di Sekolah Dasar.

Dalam proses operasionalnya, metode SAS mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :

1. Struktur, menampilkan keseluruhan


2. Analisis, melakukan proses penguraian
3. Sintesis, melakukan penggabungan kembali pada struktur semula.
Metode ini bersumber dari ilmu jiwa Gestalt, suatu aliran dalam ilmu jiwa totalitas yang
timbul sebagai reaksi atas ilmu jiwa unsuri. Psikologi Gestalt menganggap bahwa segala
penginderaan dan kesadaran sebagai suatu keseluruhan. Artinya, keseluruhan lebih tinggi
nilainya daripada jumlah bagian masing-masing. Jadi, pengamatan pertama atau penglihatan
orang-orang atas sesuatu bersifat menyeluruh atau global.

b. Landasan Metode SAS


Pengembangan metode SAS dilandasi oleh :

1. Landasan Filsafat Strukturalisme


Filsafat strukturalisme merumuskan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia merupakan
suatu struktur yang terdiri atas berbagai komponen yang terorganisasikan secara teratur.
Setiap komponen terdiri atas bagian yang lebih kecil dan saling berkaitan. Karena
merupakan suatu sistem yang berstruktur, bahasa sesuai dengan pandangan dan prinsip
strukturalisme.

2. Landasan Psikologi Gestalt


Psikologi Gestalt merumuskan bahwa menulis mengenal sesuatu di luar dirinya melalui
bentuk keseluruhan (totalitas). Penganggapan manusia terhadap sesuatu yang berada di
luar dirinya mula-mula secara global, kemudian mengenali bagian-bagiannya, makin
sering seseorang mengamati suatu bentuk, makin tampak jelas bagian-bagiannya.
Penyadaran manusia atas bagian dari totalitas bentuk itu merupakan proses analisis
sintesis. Jadi, proses analisis sintesis dalam diri manusia adalah proses yang wajar karena
manusia memiliki rasa ingin tahu.

3. Landasan Pedagogis
a Mendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya serta pengalamannya.
b Membimbing siswa untuk menemukan jawaban dalam memecahkan masalah.
4. Landasan Linguistik
Secara totalitas, bahasa adalah tuturan dan bukan tulisan. Fungsi bahasa adalah alat
komunikasi, maka bahasa berbentuk percakapan.

Bahasa Indonesia mempunyai struktur sendiri. Unsur bahasa dalam metode ini adalah
kalimat. Karena sebagain besar penutur bahasa adalah penutur dua bahasa, yaitu bahasa
ibu dan bahasa Indonesia, penggunaan metode SAS dalam membaca dan menulis
permulaan yang sangat tepat digunakan. Pembelajaran yang dianjurkan adalah analisis
secara normatif, artinya siswa diajak untuk membedakan penggunaan bahasa yang salah
dan benar, serta membedakan bahasa yang baku dan yang tidak baku.

c. Peranan Metode SAS


Prinsip yang terkandung dalam metode SAS pada hakikatnya sesuai dengan prinsip cara
berpikir manusia. Berpikir secara analisis sintesis dapat memberikan arah pada pemikiran
yang tepat sehingga siswa dapat mengetahui kedudukan dirinya dalam berhubungan di
masyarakat dan alam sekitar.

d. Kebaikan dan Kelemahan Metode SAS


1. Kebaikan Metode SAS
a Memenuhi tuntutan jiwa siswa yang memiliki sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu
yang ada di luar dirinya.
b Menyajikan bahan pelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan pengalaman bahasa
siswa yang selaras dengan situasi lingkungannya.
c menuntun siswa untuk berpikir analitis dengan cara membiasakannya ke arah
pendekatan :
(1) bahasa adalah sebuah struktur,
(2) struktur terorganisasikan atas unsur-unsur secara teratur, dan
(3) kehidupan merupakan struktur yang terdiri atas bagian yang tersusun secara
teratur.

d Dengan langkah-langkah yang diatur sedemikian rupa, siswa dapat lebih mudah
mengikuti prosedur pembelajaran dan dengan cepat dapat menguasai keterampilan
membaca pada kesempatan berikutnya.
e Berdasarkan landasan linguistik, metode ini menolong siswa untuk menguasai bacaan
dengan lancar.
2. Kelemahan Metode SAS
a Penggunaan metode SAS mempunyai kesan bahwa guru harus kreatif dan terampil
serta sabar. Tuntutan semacam ini dipandang sangat sukar untuk kondisi guru saat ini.
b Banyak saran yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan metode ini, yang bagi
sekolah-sekolah tertentu dirasakan sangat sukar.
c Metode SAS hanya dapat dikembangkan pada masyarakat pembelajar di kota-kota
tidak di pedesaan.
d Karena agak sukar menganjurkan para pengajar untuk menggunakan metode SAS ini,
di berbagai tempat metode ini tidak dilaksanakan.
e. Pemilihan Bahan dan Urutan Pembelajaran
Sesuai dengan kandungan Kurikulum Pendidikan Dasar bahwa proses pembelajaran
dilaksanakan secara tematis dan kontekstual, pemilihan bahan pembelajaran bahasa Indonesia
dengan metode SAS ini disandarkan pada konteks kehidupan sehari-hari.

Pemilihan bahan ajar tersebut harus memenuhi kaidah-kaidah :

1. Taraf perkembangan jiwa siswa.


2. Fungsinya sebagai alat komunikasi.
3. Minat siswa agar terangsang untuk menggunakan bahasa.
Urutan pembelajaran, baik secara lisan maupun tulisan, disandarkan pada aspek
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

f. Prinsip Pengajaran dengan Metode SAS


1. Kalimat adalah unsur bahasa yang terkecil sehingga pengajaran dengan menggunakan
metode ini harus dimulai dengan menampilkan kalimat secara utuh dan lengkap berupa
pola-pola kalimat dasar.
2. Struktur kalimat yang ditampilkan harus menimbulkan konsep yang jelas dalam
pemikiran siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan menampilkannya secara berulang-ulang
sehingga merangsang siswa untuk mengetahui bagian-bagiannya.
3. Adakan analisis terhadap struktur kalimat tersebut untuk mengetahui bagiannya
sehingga siswa menemukan unsur-unsur struktur kalimat yang ditampilkan.
4. Unsur-unsur yang ditemukan tersebut kemudian dikembalikan pada bentuk semula
(sintesis). Pada taraf ini, siswa harus mampu menemukan fungsi setiap unsur serta
hubungannya satu dengan yang lain sehingga kembali terbentuk unsur semula.
5. Struktur yang dipelajari hendaknya merupakan pengalaman bahasa siswa sehingga
mereka mudah memahami serta mampu menggunakannya dalam berbagai situasi.
g. Teknik Pembelajaran
Teknik pelaksanaan metode SAS ialah keterampilan memilih kartu huruf, kartu suku kata,
kartu kata, dan kartu kalimat. Sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata, dan kata,
guru dan sebagian siswa lainnya menempelkan kata-kata yang tersusun sehingga menjadi
kalimat yang berarti. Demikian seterusnya sehingga seluruh siswa memperoleh giliran untuk
menyusun kalimat, membacanya, dan mengutipnya sebagai pelajaran keterampilan menulis.

h. Prosedur Penggunaan Metode SAS


1. Membaca permulaan dijadikan dua bagian, yaitu :
a membaca permulaan tanpa buku
b membaca permulaan dengan buku.
2. Pada bagian pertama (membaca permulaan tanpa buku) dilakukan :
a merekan bahasa siswa melalui pertanyaan-pertanyaan disampaikan guru sebagai kontak
permulaan.
b menampilkan gambar sambil bercerita. Setiap kali gambar diperlihatkan, muncullah
kalimat dari siswa yang sesuai dengan gambar yang dimunculkan.
c membaca kalimat secara struktural dengan cara menghilangkan gambar sehingga
tinggallah kartu-kartu kalimat yang dibaca oleh siswa.
d lakukan analisis terhadap struktur dengan cara memisah-misahkannya menjadi kata,
kata menjadi suku kata, dan suku kata menjadi huruf. Kemudian lakukan proses sintesis
dengan cara menggabungkan kembali setiap unsur tersebut menjadi struktur lengkap
seperti semula.

3. Pada bagian kedua (membaca permulaan dengan buku) dilakukan :


a membaca bahan dengan nyaring secara bersama-sama
b membaca setiap baris kalimat secara bergantian.
c jika anak belum lancar membaca, dapat diulang kembali atau kembali menggunakan
media tanpa buku tadi.
d memerhatikan pelafalan huruf (vokal dan konsonan) dan tanda baca pada bacaan
tersebut.
e proses ini dapat dilakukan secara berulang-ulang sehingga anak menjadi terampil
membaca.
4. Pembelajaran dilanjutkan dengan membaca lanjutan. Ini dilakukan setelah anak dapat
membaca. Membaca lanjutan merupakan keterampilan dasar membaca yang nantinya dapat
dikembangkan apabila anak melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk
mencapai tujuan tersebut, diajarkan berbagai kemampuan yang meliputi :
a kemampuan menguasai bahan bacaan, berupa kosakata, kalimat, dan tanda baca.
b kemampuan mengungkapkan gagasan bacaan yang terdiri atas mengangkap ide pokok,
gagasan penunjang, dan menyimpulkan isi wacana.
c kemampuan memahami gaya dan pemaparan penulis, menangkap sikap pengarang
terhadap objek paparan, sikap pengarang terhadap pembaca, serta gaya bahasa
pengarang. Jenis-jenis membaca yang dapat diberikan untuk mencapai tujuan tersebut
adalah membaca dalam hati, membaca teknik, membaca indah, membaca pemahaman,
membaca cepat, membaca bahasa, dan membaca pustaka.

You might also like