You are on page 1of 18

UJIAN NASIONAL

BAB I

PENDAHULUAN

Kebijakan terakhir pemerintah tentang sistem pendidikan nasional tertuang

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Dijelaskan

dalam salah satu pertimbangannya, bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan

dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang; bahwa

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional tidak

memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan

amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

menjadi pertimbangan diatas adalah pasal 29, pasal 21, pasal 28 C ayat (1), pasal

31, dan pasal 32 UUD RI Tahun 1945.

Ujian akhir bagi siswa sekolah dari tahun ke tahun sampai saat ini masih

menjadi permasalahan tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Mulai dari

penetapan mata pelajaran yang diujikan, nilai standar kelulusan sampai risiko

yang harus ditanggung siswa tidak lulus.

Apabila menengok kembali sejarah ujian akhir siswa sekolah di Indonesia

akan terlihat bahwa pola baku sistem ujian akhir untuk siswa seringkali berubah
seiring dengan pergantian pejabat. Hampir setiap ganti pejabat, kebijakan sistem

juga ikut berganti rupa.

Fenomena tentang ujian nasional yang terjadi sekarang ini, sepertinya

cukup ironis. Bagaimana tidak jika kita melihat kenyataan yang terjadi, sejak

pertama kali diberlakukannya ujian nasional (2004) hingga sekarang, berbagai

polemik dan kontroversi selalu saja timbul baik yang pro ataupun kontra. Setiap

pihak yang berkepentingan langsung ataupun tidak dengan ujian nasional saling

mengeluarkan pendapatnya masing-masing dengan berbagai argumentasi.

Kelulusan siswa dalam ujian nasioanl menjelma menjadi momok yang

begitu menyeramkan dan mengkhawatirkan, baik bagi siswa, orangtua murid

ataupun guru. Bagaimana tidak, jika siswa gagal maka bisa dipastikan setengah

dari masa depannya menjadi hilang, yang akhirnya menyebabkan mereka

mengalami depresi. Jika sebelum menghadapi ujian mereka mengalami stress lalu

setelah mereka mengikuti ujian dan gagal maka bisa dipastikan dia akan menjadi

depresi, mungkin akibat rasa malu dan putus asa.

Jika melihat beberapa fenomena yang terjadi dalam kelulusan memang ada

yang terasa aneh dan janggal, siswa yang biasa-biasa saja (mungkin cenderung

bodoh dan malas) berhasil lulus tetapi siswa yang mempunyai prestasi cukup baik

malah tidak lulus, secara logika hal ini tidak bisa diterima. Bagaimana mungkin

bisa dinalar seumpama jika ada orang yang malas bisa mengalahkan orang yang

rajin?! Pepatah saja pasti membantahnya.

Reaksi yang terjadi dari kejadian ini pasti akan timbul protes dari siswa itu

sendiri ataupun orangtua murid dan gurunya. Kmeudian lahir berbagai asumsi-
asumsi seperti adanya kecurangan manusia ataupun kesalahan teknis. Tapi yang

pasti bukanlah tindakan yang bijak jika kita mencari kambing hitam dari

permasalahan ini, karena jika itu dilakukan sama saja kita terjebak dalam

lingkaran setan.
BAB II

UJIAN NASIONAL

A. Pengertian Ujian Nasional

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1

Ayat (19) dijelaskan bahwa “Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk

mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi

belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.”

Sedangkan pengertian ujian nasional berdasarkan PP Nomor 19 Tahun

2005 Pasal 63 ayat (1) butir c adalah “Penilaian hasil belajar yang dilakukan

oleh pemerintah”. Yang kemudian diperjelas dalam Pasal 66 ayat (1) bahwa

“Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (1) butir c

bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada

mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan

teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional”. Pemerintah yang

dimaksud diatas adalah pemerintah pusat, sebagaimana dijelaskan dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 21 ayat

(28) bahwa “pemerintah adalah pemerintah pusat”.

Ujian Nasional biasa disingkat UN adalah sistem evaluasi standar

pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat

pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan,

Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia


nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu

pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas

penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang

mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai

pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi

tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Proses pemantauan

evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada

akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu

pendidikan dimulai dengan penentuan standar.

Yang di maksud dengan penentuan standar pendidikan adalah

penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah

lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas

antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan

peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada

ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan

antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan,

kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standar setting. Penentuan standar

yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu

pendidikan.
B. Sejarah Ujian Nasional

Pada periode 1950-1960-an, ujian akhir disebut Ujian Penghabisan.

Ujian Penghabisan diadakan secara nasional dan seluruh soal dibuat

Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Seluruh soal dalam

bentuk esai. Hasil ujian tidak diperiksa di sekolah tempat ujian, tetapi di pusat

rayon.

Periode 1965-1971, semua mata pelajaran diujikan dalam hajat yang

disebut ujian negara. Bahan ujian dibuat oleh pemerintah pusat dan berlaku

untuk seluruh wilayah di Indonesia. Waktu ujian juga ditentukan oleh

pemerintah pusat.

Periode 1972-1979, pemerintah memberi kebebasan setiap sekolah atau

sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian sendiri. Pembuatan soal dan

proses penilaian dilakukan masing-masing sekolah atau kelompok.

Pemerintah hanya menyusun pedoman dan panduan yang bersifat umum.

Periode 1980-2001, mulai diselenggarakan ujian akhir nasional yang

disebut Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Model ujian akhir

ini menggunakan dua bentuk: Ebtanas untuk mata pelajaran pokok,

sedangkan EBTA untuk mata pelajaran non-Ebtanas. Ebtanas dikoordinasi

pemerintah pusat dan EBTA dikoordinasi pemerintah provinsi. Kelulusan

ditentukan oleh kombinasi dua evaluasi tadi ditambah nilai ujian harian yang

tertera di buku rapor. Dalam Ebtanas siswa dinyatakan lulus jika nilai rata-

rata seluruh mata pelajaran yang diujikan dalam Ebtanas adalah enam, meski

terdapat satu atau beberapa mata pelajaran bernilai di bawah tiga.


Pada 2002-2004, Ebtanas diganti dengan penilaian hasil belajar secara

nasional dan berubah menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN) sejak 2002.

Kelulusan dalam UAN 2002 ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara

individual.

Dalam UAN 2003 siswa dinyatakan lulus jika memiliki nilai minimal

3,01 pada setiap mata pelajaran dan nilai rata-ratanya minimal 6. Soal Ujian

Akhir Nasional dibuat oleh Depdiknas dan pihak sekolah tidak bisa mengatrol

nilai UAN. Para siswa yang tidak lulus UAN masih diberi kesempatan untuk

mengikuti ujian ulangan UAN selang satu minggu sesudahnya. Jika dalam

ujian ulangan UAN siswa tetap memiliki nilai kurang dari angka tiga, maka

dengan terpaksa mereka dinyatakan tidak lulus atau hanya dinyatakan tamat

sekolah.

Dalam UAN 2004 kelulusan siswa didapat berdasarkan nilai minimal

pada setiap mata pelajaran 4,01. Syarat nilai rata-rata minimal tidak

diberlakukan lagi.
C. Landasan Hukum Ujian Nasional

1. Landasan Konstitusional

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional: pasal 1 ayat (3), ayat (17), ayat (21);

pasal 12 ayat (1) butir f, pasal 21 ayat (28), pasal 35 (terdiri dari 4

ayat), pasal 57 (terdiri dari 2 ayat), pasal 58 (terdiri dari 2 ayat), pasal

59 (terdiri dari 3 ayat).

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005

Tentang Standar Pendidikan Nasional: pasal 1 ayat (4), ayat (5), ayat

(6), ayat (11), ayat (17), ayat (18), ayat (19), ayat (20), ayat (22);

pasal 2 ayat (2); pasal 63 ayat (1) butir c, pasal 66 (terdiri dari 3 ayat),

pasal 67 (terdiri dari 3 ayat), pasal 68 (terdiri dari 4 butir), pasal 69

(terdiri dari 4 ayat), pasal 70 (terdiri dari 7 ayat), pasal 71, pasal 72

(terdiri dari 2 ayat), pasal 78 butir b.

Berkaitan dengan landasan ini Ketua Makhamah Konstitusi

Mahfud MD pernanh mengeluarkan penyataan bahwa “kebijakan-

kebijakan tentang Ujian Nasional dapat di-makhamah konstitusi-kan”1.

Dan untuk lebih jelasnya, petikan dari landasan-landasan

konstitusional Ujian Nasional diatas dapat dilihat dalam lampiran-

lampiran.

2. Landasan Operasional
1
Pelaksanaan ujian nasional secara khusus diatur dalam Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional (yang terakhir), yaitu sebagai berikut:

a. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

b. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006

tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah.

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun

2006 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun

2006.

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007

tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Lalu berkaitan dengan pelaksanaan Ujian Nasional tahun

2009/2010, pada tanggal 13 Oktober 2009, Bambang Sudibyo sebagai

Mendiknas –sebelum diganti oleh Mohammad Nuh– telah mengeluarkan

empat paket Peraturan Menteri yang berkaitan dengan Ujian Nasional

Tahun 2009/2010, yakni:

Peraturan Mendiknas Nomor 74 Tahun 2009 tentang Ujian Akhir

Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB) Tahun Pelajaran

2009/2010.
Peraturan Mendiknas Nomor 75 Tahun 2009 tentang Ujian

Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs),

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa

(SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tahun Pelajaran

2009/2010.

Peraturan Mendiknas Nomor 76 Tahun 2009 tentang Ujian

Nasional Program Paket C Kejuruan Tahun 2010.

Peraturan Mendiknas Nomor 77 Tahun 2009 tentang Ujian

Nasional Program Paket A, Program Paket B, Program Paket C, dan

Program Paket C Kejuruan Tahun 2010.

Secara substansial, ketentuan UN 2009/2010 tidak jauh berbeda

jika dibandingkan dengan ketentuan UN 2008/2009, baik Standar

Kompetensi Lulusan maupun ketentuan kelulusan. Berikut ini petikannya:

Pasal 5

1. UN Tahun Pelajaran 2009/2010 dilaksanakan dua kali yaitu UN

utama dan UN ulangan.

2. UN utama untuk SMA/MA, SMALB, dan SMK dilaksanakan pada

minggu ketiga Maret 2010.

3. UN utama untuk SMP/MTs dan SMPLB dilaksanakan satu kali pada

minggu keempat Maret 2010.

4. UN susulan dilaksanakan satu minggu setelah UN utama.

5. Ujian praktik kejuruan untuk SMK dilaksanakan sebelum UN utama.


Pasal 6

1. UN Ulangan untuk SMA/MA, SMALB, dan SMK dilaksanakan

minggu kedua Mei 2010.

2. UN Ulangan untuk SMP/MTs dan SMPLB dilaksanakan minggu

ketiga Mei 2010.

Pasal 7

Mata pelajaran yang diujikan pada UN:

1. Mata Pelajaran UN SMA/MA Program IPA, meliputi: Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi;

2. Mata Pelajaran UN SMA/MA Program IPS, meliputi: Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan

Geografi;

3. Mata Pelajaran UN SMA/MA Program Bahasa, meliputi: Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang

diambil, Sejarah Budaya/Antropologi, dan Sastra Indonesia;

4. Mata Pelajaran UN MA Program Keagamaan, meliputi: Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Tafsir, Hadis, dan Fikih;

5. Mata Pelajaran UN SMK meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa

Inggris, Matematika, dan Teori Kejuruan;

6. Mata Pelajaran UN SMALB meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa

Inggris, dan Matematika; dan


7. Mata Pelajaran UN SMP/MTs, dan SMPLB meliputi: Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA).

Pasal 8

Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional (SKLUN) Tahun

Pelajaran 2009/2010 merupakan irisan (interseksi) dari pokok

bahasan/sub pokok bahasan Kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2004, dan Standar Isi.

Pasal 20

(1) Peserta UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK

dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan UN sebagai

berikut:

memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran

yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua

mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya;

khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran praktik kejuruan minimal

7,00 dan digunakan untuk menghitung rata-rata UN.

(2) Pemerintah daerah dan/atau satuan pendidikan dapat menetapkan

batas kelulusan di atas nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

sebelum pelaksanaan UN.

(3) Peserta UN diberi surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN)

yang diterbitkan oleh sekolah/madrasah penyelenggara.


Jika sebelumnya berkembang pendapat di kalangan pendidik

bahwa akan ada perubahan yang cukup mendasar, tetapi ternyata dari

petikan ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan

mendasar tentang SKL (Standar Kompetensi Lulusan) yang diduga murni

mengacu pada standar isi. Demikian juga halnya dengan kriteria

kelulusan. Dugaan tentang kenaikan kriteria kelulusan ternyata juga tidak

terbukti. Yang sedikit agak berbeda mungkin waktu pelaksanaan UN yang

biasanya berlangsung pada bulan April. Untuk tahun 2009/2010,UN

utama dilaksanakan pada bulan Maret 2010. Selain itu, salah satu

perubahan penting lainnya adalah membatalkan aturan mencampur siswa

dari berbagai sekolah menjadi satu. Sebelumnya, pemerintah berencana

memperketat pengawasan ujian dengan mencampur beberapa siswa dari

berbagai sekolah menjadi satu. Jadi, satu ruang ujian dapat diisi sekitar 20

siswa dari lima sekolah. Namun, peraturan itu mendapat protes dari

berbagai daerah karena banyaknya kendala, antara lain, jarak maupun

sarana dan prasarana satu sekolah dengan sekolah yang lain tak sama.
D. Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Ujian Nasional

Berikut adalah grafik tetang persentase keberhasilan pelaksanaan ujian

nasional,

Bahasa IPS IPA


Tahun
SMA MA SMA MA SMA MA
2004 86,80 79,94 80,24 79,52 90,33 81,45
2005 ↑ 91,06 ↓ 79,06 ↓ 76,50 ↓ 77,19 ↓ 87,69 ↑ 87,54
2006 ↑ 91,28 ↑ 91,39 ↑ 91,31 ↑ 90,73 ↑ 95,16 ↑ 92,92
2007 ↑ 91,79 ↑ 92,75 ↓ 91,07 ↓ 88,77 ↑ 95,38 ↓ 92,31
2008 ↓ 90,28 ↓ 89,54 ↓ 89,70 ↓ 88,21 ↓ 94,38 ↓ 91,68
2009 ↓ 88,99 ↑ 90,86 ↑ 92,09 ↑ 90,71 ↑ 96,72 ↑ 94,21
Sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

Sebagai ilustrasi, grafik tingkat kelulusan siswa SMA dari tahun ke tahun

menunjukkan kenaikan, kecuali pada tahun 2008 yang keseluruhannya

mengalami penurunan. Bahkan, kenaikan yang menggembirakan ditunjukkan

siswa MA. Dalam tiga tahun ini, range persentase kelulusan antara siswa

SMA dan MA tidak terpaut jauh. Artinya, tingkat kompetisi siswa MA juga

kian tinggi. Memang salah satu tujuan utama dari dibuatnya kebijakan ujian

nasional adalah pemerataan pendidikan.

Berkaitan dengan hasil ujian nasional tahun 2008 yang keseluruhannya

mengalami penurunan, hal tersebut terjadi karena disebabkan beberapa faktor,

baik internal ataupun eksternal. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

a. Internal

Yang dimaksud dengan internal disini adalah faktor yang bersumber dari

kalangan pendidikan itu sendiri, seperti pemerintah (DIKNAS), sekolah

(guru) dan murid.


b. Eksternal

Yang dimaksud faktor eksternal disini adalah faktor yang bersumber dari

luar pendidikan yang mempunyai pengaruh langsung terhadap dunia

pendidikan, seperti faktor politik, ekonomi ataupun force major

(kejadian/bencana alam).

E. Pendapat-Pendapat Tentang Ujian Nasional

Untuk lebih memperkaya pemahaman kita akan ujian nasional beserta

polemik didalamnya, ada baiknya kita simak beberapa pendapat para ahli

yang berkompeten didalamnya. Berikut adalah petikannya:

Rully Chairul Azwar, Ketua Panitia Kerja Ujian Nasional Komisi X


DPR RI:
“Tidak setuju jika UN ditempatkan sebagai satu-satunya ukuran kelulusan.
Akan tetapi, jika UN diposisikan sebagai alat ukur kualitas pendidikan serta
untuk memetakan mutu pendidikan, kita setuju. Jika standar pendidikan kita
belum merata. Jangan sampai UN itu membawa korban pada siswa dan
sekolah-sekolah yang belum mencapai standar pelayanan minimum. Tetapi
perubahan itu kita siapkan untuk UN berikutnya supaya hasil UN jangan lagi
merugikan siswa”.2

Mansyur Ramli, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan


Kementerian Pendidikan Nasional:
“Di beberapa daerah yang mengalami kebocoran soal ujian nasional pada
tahun lalu (2009), ternyata tingkat kelulusannya rendah. Namun, ketika
diadakan ujian ulangan dengan pengawasan ketat, hasil kelulusannya tinggi.
Artinya, tingkat kepercayaan diri menentukan. Jadi, tingkat kelulusan juga
dipengaruhi intervensi dari luar”.3

2
http://ujiannasional.org/dpr-undang-ma-dan-diknas-bahas-un.htm (diakses tanggal 10 Februari
2009)
3
http://ujiannasional.org/peluang-kelulusan-peserta-un-2010-bisa-lebih-besar.htm (diakses tanggal
10 Februari 2009)
Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional RI (2009-2014):
Jumat (8/1/2010),”Pemerintah memberikan apresiasi terhadap pandangan-
pandangan masyarakat terkait UN, apa pun itu. Kenapa, karena pandangan-
pandangan itu menunjukkan kepedulian masyarakat yang tinggi terhadap
pendidikan. Kalau tidak peduli, masyarakat tidak akan komentar apa-apa."4

Darmaningtyas, Pengamat pendidikan:


Dalam Diskusi Publik Penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) sebagai Alat
Evaluasi Keberhasilan Pendidikan di Jakarta, Kamis (28/1/2010), “Sudah
saatnya kebijakan ujian dikembalikan ke format EBTA/EBTANAS sebagai
jalan tengah. EBTA itu ruang untuk guru dan sekolah, sedangkan EBTANAS
itu untuk pemerintah (Kementerian Pendidikan Nasional) agar tetap bisa
mengendalikan mutu, tuntutan selama ini kan begitu, bahwa satuan
pendidikan juga perlu dilibatkan dalam kelulusan anak didiknya sendiri.
Siapa yang jamin anak sekarang belajar lebih giat dan cerdas karena UN.
Bukankah selama bertahun-tahun mereka belajar itu akhirnya hanya giat
belajar soal-soal ujian?.”5

Prof.Syafri Sairin, Guru Besar Antropologi Universitas Gajah Mada


Yogyakarta:
Rabu (6/12/2009),” “Dengan Ujian Nasional maka akan ada standar
pendidikan. Jika itu tidak ada maka akan sulit bagi pemerintah mendorong
lembaga pendidikan untuk maju secara terus menerus. Ujian Nasional
bagaimana pun dianggap penting. Sikap orang tua dulu dalam menyikapi
hasil ujian anak-anaknya tidak seperti sekarang. Ketika anaknya tidak lulus,
menyikapinya secara tidak berlebihan. Orang tua menganggapnya bahwa
anaknya masih memiliki kekurangan, sehingga perlu ditingkatkan
kemampuannya. Sekarang keadaannya tidak seperti itu. Jika ada anak tidak
lulus, kemudian mereka stress maka orang tuanya ikut-ikutan stress. Para
anak-anak dan orang tua menjadi bangga tatkala lulus ujian. Mereka yang
tidak lulus saja yang merasa kecewa. Tetapi jangan kemudian kebijakan itu
(baca: UN) dihilangkan hanya untuk menghindari kekecewaan orang yang
tidak lulus itu.”6

4
http://edukasi.kompas.com/read/2009/12/30/1322030/Mendiknas.Apresiasi.Semua.Pandangan.ten
tang.UN (diakses tanggal 10 Februari 2009)
5
http://edukasi.kompas.com/read/2009/12/30/1322030/UN.Tetap.Kisruh.Kembali.Saja.ke.EBTA/E
BTANAS! (diakses tanggal 10 Februari 2009)
6
http://www.uin-malang.ac.id/ (diakses tanggal 10 Februari 2009)
BAB III

Kesimpulan

Ujian nasional adalah kegiatan evaluasi pendidikan yang dilakukan

pemerintah secara nasional untuk menilai pencapaian kompentensi peserta didik

sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan

pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah.

You might also like