You are on page 1of 13

Masalah dalam Masa Remaja

Oleh : Drs. Irsyad Das, M.Pd., Kons.

Pengertian Masalah

Kata “masalah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) berarti sesuatu yang harus
diselesaikan (dipecahkan). Masalah merupakan sesuatu yang menghambat, merintangi, atau
mempersulit seseorang mencapai maksud dan tujuan tertentu (Winkel, 1985). Kondisi
bermasalah dengan demikian mengganggu dan dapat merugikan individu maupun
lingkungannya. Prayitno (2004a:4) mengungkapkan masalah seseorang dapat dicirikan sebagai
“(1) sesuatu yang tidak disukai adanya, (2) sesuatu yang ingin dihilangkan, dan/atau (3) sesuatu
yang dapat menghambat atau menimbulkan kerugian, ...”. Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri
masalah tersebut dapat dirumuskan bahwa masalah pada diri individu adalah suatu kondisi sulit
yang memerlukan pengentasan dan apabila dibiarkan akan merugikan.

Karakteristik Masalah dalam Masa Remaja

Siswa SMA berada dalam masa remaja (adolescence). Arti adolescence mencakup
kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980:206). Masa remaja ditandai oleh
perubahan-perubahan psikologis dan fisik yang pesat. Remaja telah meninggalkan masa anak-
anak, tapi ia belum menjadi orang dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan atau transisi.
Remaja mengalami berbagai masalah sebagai akibat perubahan-perubahan itu dalam
interaksinya dengan lingkungan. Sebagian masalah-masalah itu berkaitan dengan dinamika
hubungan remaja dan orang tuanya, antara lain sebagai berikut:

* Otonomi dan Kedekatan.

Santrock (1983:41) memandang bahwa isu utama relasi orang tua dan remaja adalah masalah
otonomi dan kedekatan (attachment). Bahwa selain memasuki dunia yang terpisah dengan orang
tua sebagai salah satu tanda perkembangannya, remaja juga menuntut otonomi dari orang
tuanya. Remaja ingin memperlihatkan bahwa merekalah yang bertanggungjawab atas
keberhasilan dan kegagalan mereka, sebagian mereka menolak bantuan orang tua dan guru-
guru (Santrock, 1983:41; Hurlock, 1980:208). Otonomi terutama diraih melalui reaksi orang-orang
dewasa terhadap keinginan mereka untuk memperoleh kendali atas dirinya. Orang tua yang
bijaksana, dengan demikian, akan melepaskan kendali di bidang-bidang di mana anak remajanya
dapat mengambil keputusan yang masuk akal sambil tetap terus membimbing.
Dalam meraih otonomi, menurut Santrock (1983:41), kedekatan dengan orang tua pada masa
remaja dapat membantu pengembangan kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja,
seperti harga diri, penyesuaian emosi, dan kesehatan fisik. Artinya, selama masa remaja
keterkaitan dan kedekatan dengan orang tua sangat membantu pengembangan bidang pribadi
dan sosial remaja. Dalam arti sebaliknya, kurangnya attachment akan menimbulkan masalah
otonomi yang disertai akibat-akibat psikologis dan sosial negatif pada diri remaja.

* Keinginan Mandiri

Banyak remaja yang ingin mandiri. Mereka berkeinginan mengatasi masalahnya sendiri. Meski
begitu, jiwa para remaja itu membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi
pada orang tua (Hurlock, 1980:209). Hal ini mengisyaratkan bahwa masalah-masalah remaja
yang disebabkan oleh kurangnya pengalaman, wawasan dan informasi tentang tingkah laku yang
seharusnya mereka ambil dapat diatasi dengan mudah, namun masalah yang bersumber dari
hubungan emosional dengan orang tua memerlukan pengertian dan bantuan dari orang tua
sendiri ataupun guru.
Kurang terpenuhinya kebutuhan rasa aman dari orang tua merupakan salah satu sumber
masalah lemahnya kemandirian anak remaja. Masalah semacam ini dapat dientaskan dengan
bantuan orang tua sehingga masalah-masalah yang lebih ringan dapat diselesaikan sendiri oleh
sang anak.

* Identitas Diri

Masa remaja adalah ketika seseorang mulai ingin mengetahui siapa dan bagaimana dirinya serta
hendak ke mana ia menuju dalam kehidupannya. Teori terkemuka mengenai hal ini dikemukakan
oleh Erikson, yaitu identitas diri versus kebingungan peran yang merupakan salah satu tahap
dalam kehidupan individu (Hansen, Stevic and Warner, 1977:52). Penelitian mengenai hubungan
gaya pengasuhan orang tua dengan perkembangan identitas menujukkan bahwa orang tua
demokratis mempercepat pencapaian identitas, orang tua otokratis menghambat pencapaian
identitas, dan orang tua permisif meningkatkan kebingungan identitas, sedangkan orang tua yang
mendorong remaja untuk mengembangkan sudut pandang sendiri, memberikan tindakan
memudahkan akan meningkatkan pencapaian identitas remaja (Santrock, 1983:58-59).
Tampak bahwa perkembangan identitas diri pada masa remaja sangat dipengaruhi oleh
perlakuan orang tua. Penyelesaian masalah-masalah remaja yang berhubungan dengan
pencarian identitas diri, secara demikian, memerlukan keterlibatan orang tua secara tepat dan
efektif.

Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja merupakan masalah masa remaja yang ber-dimensi luas. Masalah ini
mencakup berbagai tingkah laku sejak dari tampilan tingkah laku yang tidak dapat diterima
secara sosial hingga tindakan kriminal. Karenanya, akibat-akibat kenakalan remaja dapat
berhubungan dengan persoalan sosial yang luas serta penegakan hukum. Apa pun akibatnya,
kenakalan remaja bersumber dari kondisi perkembangan remaja dalam interaksinya dengan
lingkungan. Menurut Santrock (1983:35) kenakalan remaja yang disebabkan faktor orang tua
antara lain adalah kegagalan memantau anak secara memadai, dan pendisiplinan yang tidak
efektif. Zakiah Daradjat (1995:59) mengungkapkan bahwa penyimpangan sikap dan perilaku
remaja ditimbulkan oleh berbagai kondisi yang terjadi jauh sebelumnya, antara lain oleh
kegoncangan emosi, frustrasi, kehilangan rasa kasih sayang atau merasa dibenci, diremehkan,
diancam, dihina, yang semua itu menimbulkan perasaan negatif dan kemudian dapat diarahkan
kepada setiap orang yang berkuasa, tokoh masyarakat dan pemuka agama dengan meremehkan
nilai-nilai moral dan akhlak.
Pengentasan masalah siswa yang berhubungan dengan kenakalan remaja tidak hanya
memerlukan perubahan insidental pada sikap dan perlakuan orang tua serta berbagai elemen
dalam masyarakat, melainkan juga dengan pengungkapan dan pemahaman mendalam terhadap
faktor-faktor timbulnya tingkah laku yang tidak dikehendaki itu. Artinya, diperlukan penelusuran
terhadap kehidupan yang dilalui sebelumnya dengan pendekatan dan teknik bantuan profesional.
Kehidupan remaja tersebut sebagian besarnya terkait dengan kehidupan dalam keluarga dan
kondisi orang tua mereka.

« Fungsi Kognitif Masa Dewasa Lanjut


Orangtua Bercerai, Siapkah Mental Anak? »
Beberapa Permasalahan Remaja
April 16th, 2008 by admin

Masa Remaja

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia
maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda
awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian
remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada
awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja
sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai
remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata
orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita
yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola
perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena
kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk
bersikap mandiri dan dewasa.

Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali
perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan
keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin
kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk
dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi
tersebut.

Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama
pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami
perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki
kemampuan untuk ber-reproduksi.

Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon
(gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu:
1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak
perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua
jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan
Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone.
Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis
seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem
reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai
berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik
lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan
berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal
(period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir
sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan
berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau
hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka
mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan
sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak


remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan
kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan
sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat
sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja
diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-
mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak.
penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih
memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam
memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang
remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus
sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan
mencari solusi terbaik.

Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri
mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri
dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka,
misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil
pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa
bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan
mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak
melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini
diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya
“kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa
ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia
menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu
lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena
mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai
dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan
dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali
mendasari sikap “pemberontakan” remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini
diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral
yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan
mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin
korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik
nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah
masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak
lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-
kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang
logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal
yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari
satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.
Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan
membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran
orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi
jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik
dengan orangtua mungkin akan mulai menajam

Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa
berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan
Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk
berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa
memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada
para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan
sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut
belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis
dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang
lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik
mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat
remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja
cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka
akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di
hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang
remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan
“hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya
jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa
orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun
dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian
menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan
tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.

Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka
terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan;
sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek
atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan
perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-
diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang
sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan
tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan
lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan
bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan
berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan
dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga
akan menjadi sangat penting bagi remaja.

Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah
masalah “Siapakah Saya?” Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini
kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali
perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan
memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja
dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah
dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak
seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau
mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses dan berusaha
menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan
cepat mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya sampai ia
menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses “mencoba peran” ini
merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat
sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut
begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.

Banyak orangtua khawatir jika “percobaan peran” ini menjadi berbahaya. Kekhawatiran itu
memang memiliki dasar yang kuat. Dalam proses “percobaan peran” biasanya orangtua tidak
dilibatkan, kebanyakan karena remaja takut jika orangtua mereka tidak menyetujui, tidak
menyenangi, atau malah menjadi sangat kuatir. Sebaliknya, orangtua menjadi kehilangan
pegangan karena mereka tiba-tiba tidak lagi memiliki kontrol terhadap anak remaja mereka.
Pada saat inilah, kehilangan komunikasi antara remaja dan orangtuanya mulai terlihat. Orangtua
dan remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda sehingga salah paham sangat
mungkin terjadi.

Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui test-test
psikologis, atau yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian,
tes intelegensi, dan tes minat. Psikolog umumnya dilatih untuk menggunakan alat tes itu. Alat
tes yang saat ini umum diberikan oleh psikolog di Indonesia adalah WISC, TAT, MMPI, Stanford-
Binet, MBTI, dan lain-lain. Alat-alat tes juga beredar luas dan dapat ditemukan di toko buku atau
melalui internet; misalnya tes kepribadian.

Walau terlihat sederhana, dampak dari hasil test tersebut akan sangat luas. Alat test psikologi
dapat diibaratkan sebuah pisau lipat yang terlihat sekilas tidak berbahaya; namun di tangan
orang yang “bukan ahlinya” atau yang kurang bertanggung-jawab, alat ini akan menjadi sangat
berbahaya. Alat test jika diinterpretasikan secara salah atau tidak secara menyeluruh oleh orang
yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki dasar ilmu yang cukup untuk mengartikan secara
obyektif akan membuat kebingungan dan malah membawa efek negatif. Akibatnya, para remaja
akan merasa lebih bingung dan lebih tidak merasa yakin akan hasil tes tersebut. Oleh karena itu
sangatlah dianjurkan untuk mencari psikolog yang memang sudah terbiasa memberikan test
psikologi dan memiliki Surat Rekomendasi Ijin Praktek (SRIP), sehingga dapat menjamin
obyektivitas test tersebut.

Satu hal yang perlu diingat adalah hasil test psikologi untuk remaja sebaiknya tidak ditelah
mentah-mentah atau dijadikan patokan yang baku mengingta bahwa masa remaja meruipakan
masa yang snagat erat dengan perubahan. Alat test ini tidak semestinya dijadikan buku primbon
atau acuan kaku dalam penentuan langkah untuk masa depan, misalnya dalam mencari sekolah
atau mencari karir yang cocok. Seringkali, seiring dengan perkembangan remaja dan perubahan
lingkungan sekitarnya, konklusi yang diterima dari hasil test bisa berubah dan menjadi tidak
relevan lagi. Hal ini wajar mengingat bahwa minat seorang remaja sangat labil dan mudah
berubah.

Sehubungan dengan explorasi diri melalui internet atau media massa yang lain, remaja
hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil-hasil yang di dapat dari test-test
psikologi online melalui internet. Harap diingat bahwa banyak diantara test tersebut masih
sebatas ujicoba dan belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu dibutuhkan
kejujuran untuk mampu menerima diri apa adanya sehingga remaja tidak mengembangkan
identitas “virtual” yang berbeda dengan diri yang asli.

Selain beberapa dimensi yang telah disebutkan diatas, masih ada dimensi-dimensi yang lain
dalam kehidupan remaja yang belum sempat dibahas dalam artikel ini. Salah satu dari dimensi
tersebut diantaranya adalah dimensi sosial.

Tip untuk Orangtua

Dalam kebudayaan timur, masih banyak orangtua yang menganggap anak adalah milik orangtua,
padahal seperti yang dituliskan oleh Khalil Gibran: Anak Hanya Titipan Sang Pencipta. Ia bukan
kepanjangan tangan orangtua. Ia berhak memiliki kehidupannya sendiri, menentukan apa yang
terbaik bagi dirinya. Tentu saja peran orangtua sangat besar sebagai pembimbing. Dalam usia
remaja, kemampuan penentuan diri inilah yang semestinya dilatih. Remaja seperti juga semua
manusia lainnya – belajar dari kesalahan. Bagi para orangtua ada baiknya memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:

1. Mulailah menganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang yang akan
berangkat dewasa. Seringkali orangtua tetap memperlakukan anak remaja mereka seperti anak
kecil, meskipun mereka sudah berusaha menunjukkan bahwa keberadaan mereka sebagai calon
orang dewasa.

2. Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Nasihat yang berbentuk
teguran atau yang berkesan menggurui akan tidak seefektif forum diskusi terbuka. Tidak ada
yang lebih dihargai oleh para remaja selain sosok orangtua bijak yang bisa dijadikan teman.

3. Tetaplah tegas pada nilai yang anda anut walaupun anak remaja anda mungkin memiliki
pendapat dan nilai yang berbeda. Biarkan nilai anda menjadi jangkar yang kokoh di mana anak
remaja anda bisa berpegang kembali setelah mereka lelah membedakan dan mempertanyakan
alternatif nilai yang lain. Larangan yang kaku mungkin malah akan menyebabkan sikap
pemberontakan dalam diri anak anda.

4. Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri. Biarkan mereka mendengar dan
belajar apa yang mendasari perkembangan diri anda dari pengalaman anda. Pada dasarnya,
tidak ada anak remaja yang ingin kehilangan orangtuanya

5. Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit. Perubahan mood
sering terjadi dalam durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu panik jika anak remaja anda
yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung dan menangis lalu tak lama kemudian kembali riang
tanpa sebab yang jelas.

6. Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya mencat
rambutnya menjadi biru atau ungu, memakai pakaian serba sobek, atau tiba-tiba ber bungee-
jumping ria. Selama hal-hal itu tidak membahayakan, mereka layak mencoba masuk ke dalam
dunia yang berbeda dengan dunia mereka saat ini. Berikanlah ruang pada mereka untuk
mencoba berbagai peran yang cocok bagi masa depan mereka. Ada remaja yang menurut tanpa
membantah keinginan orangtua mereka dalam menentukan peran mereka, misalnya jika kakek
sudah dokter, ayah dokter, kelak iapun “diharapkan dan disiapkan” untuk menjadi dokter pula.
Namun ada juga anak remaja yang memang tidak ingin masuk ke dalam dunia yang sama
dengan orangtua mereka. Dalam hal ini janganlah memaksakan anak mengikuti kehendak
orangtua. Seperti Kahlil Gibran ….anak hanya titipan, ia milik masa depan dan kita milik masa
lalu.

7. Kenali teman-teman anak remaja anda. Bertemanlah dengan mereka jika itu memungkinkan.
Namun waspadalah jika anak anda sangat tertutup dengan dunia remajanya. Mungkin ia tidak/
kurang mempercayai anda atau ada yang disembunyikannya.

Selamat mencoba dan semoga bermanfaat. (jp)

Permasalahan Remaja

About Me
Foto Saya
lily

Lihat profil lengkapku


Menurut kalian, sex bebas di kalangan remaja itu benar ato ga si?
Jauhi Narkoba
Jauhi Narkoba
Beranda
Seks Bebas = Tabu?
Minggu, 16 November 2008
Dengan pesatnya perkembangan teknologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja –
remaja di Indonesia. Ada yang menjurus ke hal positif dan juga ke hal yang negatif. Contoh
dampak negatifnya adalah seks bebas. Dikalangan remaja seks bebas telah banyak dilakukan
oleh remaja bebas, bisa dibilang sebagai rahasia umum kali ya?

Saat remaja merupakan saat yang paling rentan, kenapa? Ya karna pada saat remaja, emosi kita
paling besar. Kita berusaha tampil lebih baik daripada orang lain, kita tidak mau kalah dengan
orang lain. Emosi yang tidak stabil itu menyebabkan mudah masuknya pengaruh dari luar. Diusia
remaja, akibat pengaruh hormonal, juga mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak.
Perubahan ini ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta
tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat dekat dengan
permasalahan seputar seksual. Namun terbatasnya bekal yang dimiliki menjadikan remaja
memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan.

Remaja di Indonesia cenderung berpikir sempit, remaja memang cenderung berpikir masa kini
saja. Barulah bila semakin bertambah usia, masa depan semakin diperhitungkan. Di masa
dewasa lah orang biasanya mulai menyesali perilakunya di kala remaja.

Gambaran seks bebas dikalangan remaja

Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20 hingga 30 persen remaja
mengaku pernah melakukan hubungan seks. Celakanya, perilaku seks bebas tersebut berlanjut
hingga menginjak ke jenjang perkawinan. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum
baik di pondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Mungkinkah karena
longgarnya control mereka pada mereka? Pakar seks juga specialis Obstetri dan Ginekologi Dr.
Boyke Dian Nugraha di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang
melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar lima persen pada tahun 1980-
an, menjadi duapuluh persen pada tahun 2000.
Kisaran angka tersebut, kata Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian di beberapa kota besar
di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu dan Banjarmasin. Bahkan di pulau Palu, Sulawesi
Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks
pranikah mencapai 29,9 persen.“sementara penelitian yang saya lakukan pada tahun 1999 lalu
terhadap pasien yang datang ke Klinik Pasutri, tercatat sekitar 18 persen remaja pernah
melakukan hubungan seksual pranikah,” kata pemilik Klinik Pasutri ini.
Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17-21 tahun, dan
umumnya masih bersekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau mahasiswa.
Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Beberapa penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri
pernah berhubungan seksual. Di antara mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat
beribadah. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil
pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita
yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof.
Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan, kejadian aborsi di
Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru
Besar FK Universitas Udayana, Bali ini.

Penyebab prilaku seks bebas

Remaja memiliki emosi yang luar biasa besar, seseorang cenderung menginginkan perhatian
yang lebih. Jika dalam keluarga seorang remaja tidak memperoleh perhatian yang diinginkan,
mereka cenderung mencarinya di luar lingkungan keluarga.Cukup tidaknya kasih sayang dan
perhatian yang diperoleh sang anak dari keluarganya, cukup tidaknya keteladanan yang diterima
sang anak dari orangtuanya, dan lain sebagainya yang menjadi hak anak dari orangtuanya. Jika
tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-jalan serta di tempat-tempat yang tidak
mendidik mereka. Anak akan dibesarkan di lingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan
jiwanya. Anak akan tumbuh di lingkungan pergaulan bebas.

Dalam lingkungan pergaulan remaja ABG, ada istilah yang kesannya lebih mengarah kepada hal
negatif ketimbang hal yang positif, yaitu istilah ?Anak Gaul?. Istilah ini menjadi sebuah ikon bagi
dunia remaja masa kini yang ditandai dengan nongkrong di kafe, mondar-mandir di mal,
memahami istilah bokul, gaya fun, berpakaian serba sempit dan ketat kemudian memamerkan
lekuk tubuh, dan mempertontonkan bagian tubuhnya yang seksi.

Sebaliknya mereka yang tidak mengetahui dan tidak tertarik dengan hal yang disebutkan tadi,
akan dinilai sebagai remaja yang tidak gaul dan kampungan. Akibatnya, remaja anak gaul inilah
yang biasanya menjadi korban dari pergaulan bebas, di antaranya terjebak dalam perilaku seks
bebas.

Jika saja para orang tua lebih memberikan perhatian pada anak – anaknya maka, anak – anak
mereka tidak mungkin terjerumus dalam pergaulan bebas yang bisa merusak sang anak. Dari
pergaulan bebas ini para remaja mengenal seks bebas, narkoba, dugem, alcohol dan lain- lain.
Jadi pada intinya permasalahan remaja iuni tidak lepas dari peran serta keluarga sekitar.

Akibat Perilaku Seks Bebas

Menurut Dr Boyke Dian Nugraha, jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun,
risiko terkena penyakit menular seksual bisa mencapai empat hingga lima kali lipat. Selain itu,
seks pranikah akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual, seperti sipilis, GO
(ghonorhoe), hingga HIV/AIDS. Androlog Anita Gunawan mengatakan, kasus GO paling banyak
terjadi.

Penderita bisa saja tidak mengalami keluhan. Tapi, hal itu justru semakin meningkatkan
penyebaran penyakit tersebut. Anita menggolongkan penyakit GO tersebut ke dalam subklinis,
kronis dan akut. Subklinis dan kronis, kata anita, tidak menimbulkan gejala serta keluhan pada
penderita. Sedangkan GO akut akan menampakan gejala, seperti sulit buang air kecil atau sakit
pada ujung kemaluan. “Pada pria biasanya menampakan gejala. Berbeda dengan wanita,
seringkali tidak menampakan gejala yang jelas. Paling-paling hanya timbul keputihan atau
anyang-anyang,” ujarnya.

Bagaimana dengan GO yang sudah parah? Dr Boyke Dian Nugraha menjelaskan, untuk GO
yang sudah parah dapat menyebabkan hilangnya kesuburan, baik pada pria maupun wanita.
Saluran sperma atau indung telur menjadi tersumbat oleh kuman GO.
Disisi lain, Boyke menambahkan, perilaku seks bebas ini bisa berlanjut hingga menginjak
perkawinan. Tercatat sekitar 90 dari 121 masalah seks yang masuk ke Klinik Pasutri (pasangan
suami istri)pada tahun 2000 lalu, dialami orang-orang yang pernah melakukan hubungan
pranikah (pre marital).

Hamil diluar nikah merupakan masalah yang bisa juga ditimbulkan dari perilaku seks bebas.
Banyak dari remaja kita melakukan aborsi untuk menutupi kehamilannya. Tapi apakah kalian
tahu jika aborsi bisa mengancam jiwa sang ibu dan janin yang ada dirahim ibu. Biasanya aborsi
dilakukan ketika janin berusia 1 – 3 minggu. Setelah itu janin akan lebih susah diaborsi. Yang
lebih parah jika aborsi yang dilakukan ketika janin telah berusia lebih dari 3 minggu dan terdapat
sisa anggota tubuh janin yang tidak bisa keluar hal itu akan menyebabkan kanker bagi sang ibu.
Ngeri ga sih?

Jadi sebelum melakukan sesuatu pikir lebih logis, jangan melakukan semua hanya atas nama
cinta. Penyesalan akan selalu datang belakangan. Jangan buat masa mudamu hancur karna
kenikmatan sesaat.
AddThis Social Bookmark Button

by lily | 3 komentar
Link ke posting ini Email this post

Rokok = perusak = gaul ?

Bener ga sih kalo rokok itu bisa merusak tubuh kita? Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa masih
banyak orang yang gemar merokok. Bagi para remaja merokok adalah hal yang gaul. Kalo kamu
ga ngerokok berarti ga gaul. Katanya sih gitu!!!! Bagi kalian para perokok aktif masikah anda bisa
berfikir demikian setelah melihat dampak merokok?

Apa itu rokok?

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi
tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah
dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat
dihirup lewat mulut pada ujung lain.

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat
dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-
bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok
akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru - parutau
serangan jantung (walapun pada kenyataanya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi).

Menurut informasi yang ada berikut ini adalah perkembangan rokok di dunia. Manusia di dunia
yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan
ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua
Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan
kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di
kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan
ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang
Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.

Tiga zat utama yang ada pada rokok adalah Nikotin (terdapat pada daun tembakau), karbon
monoksida [CO] (terdapat pada asap rokok) CO dapat menyerobot oksigen dalam tubuh
sehingga jantung terpaksa bekerja lebih keras, Tar (komponen pada asap rokok) bahan ini dapat
berasal dari daun tembakau ataupun dari zat yang ditambahkan pada tembakau saat
pemrosesan. Tar bersifat Karsinogen yaitu dapat menyebabkan kanker.

Selain, berkontribusi merusak keseimbangan alam dengan gas hasil pembakaran tidak
sempurnanya yaitu karbon monoksida (CO), mereka juga menularkan berbagai risiko kesehatan
terhadap jutaan orang yang tidak bersalah (perokok pasif). Apalagi perokok hanya menghirup
15% asapnya sedangkan 85% dihirup perokok pasif. Hasilnya, diperkirakan seorang perokok
aktif dapat membunuh 200 ribu orang perokok pasif dalam satu tahun (WHO, 2007). Jujur aja,
saya tidak suka jika ada orang yang merokok didekat saya (maaf bagi para perokok), selain asap
yang menyesakan dada asap rokok juga dapat mempengaruhi kesehatan saya.

Peningkatan harga dan cukai rokok akan memberi manfaat pada ekonomi dan kesehatan
(berkurangnya konsumsi rokok). Tapi, fakta membuktikan cukai rokok di Indonesia tergolong
rendah. Cukai rokok di Indonesia saat ini hanya 37% sedangkan Jepang (61%), China (40%),
India (72%), Thailand (75%), Malaysia (49-57%), Philipina (64-49%), dan Vietnam (45%). Selain
rendah, secara konsepsional peruntukkannya pun menyimpang. Cukai rokok Indonesia mengalir
ke kas APBN untuk dana pembangunan, bukan untuk mengendalikan barang yang dikenai cukai,
yaitu rokok. Hal ini menyimpang dari formula universal bahwa cukai adalah “pajak dosa” (sin tax),
sehingga sekian persen dari cukai seharusnya dialokasikan untuk mengendalikan bahaya rokok
(earmarking tax).
Banyak oramg yang masa bodo dengan kesehatannya, mereka mengganggap kalo udah
waktunya mati ya mati. Tapi anggapan itu bisakah diubah? Bukankah kita diciptakan sebagai
manusia diharapkan bisa menjaga semua pemberian Tuhan kepada kita?
AddThis Social Bookmark Button

by lily | 0 komentar
Link ke posting ini Email this post

Jenis Narkoba
Sabtu, 15 November 2008

Mungkin Kamu belum tahu tentang berbagai jenis Narkoba

yang ada , karena nama yang dipakai di masyarakat adalah

nama Gaulnya ,jadi jauh berbeda dengan nama aslinya atau


nama resminya.

PUTAUW

Nma lainnya adalah Pe-te ,zat ini ada lah turunan ke lima - ke enam dari Heroin yang dibuat dari
bungan yang na

manya Opium.

Ada dua jenis yaitu jenis Banana dan jenis Snow White yang berbentuk seperti Bedak.

CIRI PENGGUNA PUTAUW

Pada tahap awal biasanya pengguna akan terlihat tidak bersemangat ,mata sayu ,pucat ,tidak
dapat berkonsentrasi ,hidung sering terasa gatal , mual dan selalu terlihat mengantuk.! Kurus
karena nafsu makan berkurang ,emosi sangat labil , sehingga sering marah dan sering pusing
atau sakit kepala.

SAKAUW

Adalah terhentinya suplai PUTAUW sehingga akan menimbulkan gejala mual-mual , mata dan
hidung berair ,tulang dan sendi-sendi terasa ngilu , badan berkeringat tidak wajar dan pemakai
terlihat menggigil seperti kedinginan.

SHABU - SHABU

Ini adalah nama GAUL dari Methamphetamine ,berbentuk kristal seperti gula pasir atau seperti
VETSIN (bumbu penyedap makanan).

Ada beberapa jenis antara lain : Chystal ,Coconut ,Gold River.

CIRI PENGGUNA SHABU - SHABU :

Setelah menggunakannya ,pemakai akan terlihat bersemangat, tapi juga cenderung Paranoid
(suka curiga) ,terkesan tidak bisa diam, tidak bisa tidur karena cenderung untuk terus ber
aktivitas ,tapi tetap akan sulit berfikir dengan baik.

ECSTASY

Yang satu ini adalah zat Psikotropika ,jenis yang populer beredar dimasyarakat adalah : Alladin ,
Apel , Electric , Butterfly dengan nama Gaul yang bermacam - macam.

CIRI PENGGUNA ECSTASY

Setelah memakai pengguna akan menjadi energik tapi mata sayu dan pucat, berkeringat dan
tidak bisa diam ,dan susah tidur. Efek Negatif yang dapat timbul adalah kerusakan saraf otak

dehidrasi (kurang cairan) ,gangguan lever ,tulang dan gigi keropos , kerusakan saraf mata dan
tidak nafsu makan.

CANNABIS

Cannabis atau yang dikenal juga dengan nama Tetrahidrocana hidrol ,adalah jenis tanaman yang
dikeringkan dengan efek dapat membuat pemakainya menjadi TELER atau FLY.

CIRI PENGGUNA CANNABIS

Biasanya setelah menggunakan mata akan terlihat sembah atau kantung mata terlihat
bengkak ,merah dan berair , terlihat sering bengong ,pendengaran seperti berkurang , sulit
berpikir ,perasaan gembira dan selalu tertawa ,tapi juga dapat cepat menjadi marah dan tidak
bergairah.
AddThis Social Bookmark Button

by lily | 0 komentar
Link ke posting ini Email this post

Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain
yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza
yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'.
Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya
mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya
adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-
obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang
telah diluar batas dosis.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain
yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza
yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'.
Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya
mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya
adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-
obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang
telah diluar batas dosis.
AddThis Social Bookmark Button

by lily | 2 komentar
Link ke posting ini Email this post

You might also like