Professional Documents
Culture Documents
kancer colorectal, adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan epithelial dari colon
atau rectum.
PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polyp adenoma.
Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan
kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala.
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar kedalam lapisan lebih dalam dari
jaringan usus dan oragan-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan
langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang
berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa,
saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke
kelenjar getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu
terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal (Way,
1994). Sel-sel kaner dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem
sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari
tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau
selama pemotongan pembedahan.
Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala hingga tahap lanjut. Karena pola
pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun sebelum muncul gejala (Way, 1994). Manifestasi
tergantung pada lokasi, tipe dan perluasan, dan komplikasi. Perdarahan sering sebagai
manifestasi yang membawa klien datang berobat. Gejala awal yang lain sering terjadi perubahan
kebiasaan buang air besar, diarrhea atau konstipasi. Karekteristik lanjut adalah nyeri, anorexia,
dan kehilangan berat badan. Mungkin dapat teraba massa di abdomen atau rektum. Biasanya
klien tampak anemis akibat dari perdarahan
Prognosis kanker kolon tergantung pada stadium penyakit saat terdeteksi dan penanganannya.
sebanyak 75 % klien kanker kolorektal mampu bertahan hidup selama 5 tahun. Daya tahan hidup
buruk / lebih rendah pada usia dewasa tua (Hazzard et al., 1994).
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal : (1) obstruksi usus diikuti dengan
penyempitan lumen akibat lesi; (2) perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi
dari rongga peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organ-organ yang
berdekatan.
PERAWATAN KOLABORATIF
Fokus perawatan kolaboratif bagi klien kanker kolorektal untuk membangun diagnosis yang
akurat dan stadium penyakit dan menentukan penanganan. Tergantung pada adanya perluasan
penyakit saat didiagnosis, penanganan pada 5 tahun pertama rata-rata dapat berhasil 80 – 100 %.
Kanker kolorektal selalu ditangani dengan pembedahan, dengan kemoterapi dan terapi radiasi.
TEST DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM
Karena kanker kolorektal sering berkembang lamban dan penanganan stadium awal sangat
dibutuhkan, maka organisasi kanker Amerika merekaomendasikan prosedur skreening rutin bagi
deteksi awal penyakit. Rekomendasinya sebagai berikut.
1. Pemeriksaan rektal tuse untuk semua orang usia lebih dari 40 tahun
2. Test Guaiac untuk pemeriksaan darah feces bagi usia lebih dari 50 tahun
3. Sigmoideskopi tiap 3 – 5 tahun untuk tiap orang usia lebih dari 50 tahun
Klien dengan praduga kanker kolorektal dapat dilakukan prosedur diagnostik lanjut untuk
pemeriksaan fisik. Test laboratorium, radiography, dan biopsy untuk memastikan.
Test laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut :
1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik, ditandai dengan sel-sel darah
merah yang kecil, tanpa terlihat penyebab adalah indikasi umum untuk test diagnostik
selanjutnya untuk menemukan kepastian kanker kolorektal.
2. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena semua kanker
kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
3. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di membran sel pada
banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Antigen ini dapat dideteksi oleh radioimmunoassay
dari serum atau cairan tubuh lainnya dan sekresi. Karena test ini tidak spesifik bagi kanker
kolorektal dan positif pada lebih dari separuh klien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk
dalam skreening atau test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai
prediktor pada prognsis postoperative dan untuk deteksi kekambuhan mengikuti pemotongan
pembedahan (Way, 1994).
4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat meninggi, indikasi
telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
5. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi tumor.
Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus bagian bawah, kanker tampak
sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir
oleh tumor, dan pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor
kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum (Way,1994).
6. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
7. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau pemeriksaan
ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai organ lain melalui perluasan
langsung atau dari metastase tumor.
8. Endoskopi (sigmoidoscopy atau colonoscopy) adalah test diagnostik utama digunakan untuk
mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsy jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel
dapat mendeteksi 50 % sampai 65 % dari kanker kolorektal. Pemeriksaan enndoskopi dari
kolonoskopi direkomendasikan untuk mengetahui lokasi dan biopsy lesi pada klien dengan
perdarahan rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema mungkin
tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif sentral, seperti penyakit
divertikula, ulseratif kolitis, dan penyakit Crohn’s.
PEMBEDAHAN
Pemotongan bedah pada tumor, kolon yang berdekatan, dan kelenjar getah bening yang
berdekatan adalah penanganan pilihan untuk kanker kolorektal. Penanganan pembedahan
bervariasi dari pengrusakan tumor oleh laser photokoagulasi selama endoskopi sampai
pemotongan abdominoperineal (APR = abdominoperineal resection) dengan colostomy
permanen. Bila memungkinkan, spingkter anal dipertahankan dan hidari kolostomy (Way, 1994).
Laser photokoagulasi digunakan sangat kecil, usus diberi sorotan sinar untuk pemanasan
langsung jaringan didalamnya. Panas oleh laser umumnya dapat digunakan untuk merusak tumor
kecil. Juga digunakan untuk bedah palliatif atau tumor lanjut untuk mengangkat sumbatan. Laser
photokoagulasi dapat dibentuk berupa endoskopik dan digunakan untuk klien yang tidak
mampu / tidak toleransi untuk dilakukan bedah mayor.
Penanganan bedah lain untuk yang kecil, lokalisasi tumor termasuk pemotongan lokal dan
fulguration. Prosedur ini juga dapat dilakukan selama endoskopi, dengan mengeluarkan jarum
untuk bedah abdomen. Eksisi local dapat digunakan untuk mengangkat pengerasan di rectum
berisi tumor kecil, yang differensiasi baik, lesi polipoid yang mobile / bergerak bebas.
Fulguration atau elektrokoagulasi digunakan untuk mengurangi ukuran tumor yang besar bagi
klien yang risiko pembedahan jelek. Prosedur ini umumnya dilakukan anesthesia umum dan
dapat dilakukan bertahap (Way, 1994).
Banyak klien dengan kanker kolorektal dilakukan pemotongan bedah dari kolon dengan
anastomosis dari sisa usus sebagai prosedur pengobatan. Penyebaran ke kelenjar getah bening
regional dibedakan untuk dipotong bila berisi lesi metastasis (Way, 1994). Sering tumor di
bagian asending, transverse, desending, dan colong sigmoid dapat dipotong.
Tumor pada rektum biasanya ditangani dengan pemotongan abdominoperineal dimana kolon
sigmoid, rektum, dan anus diangkat melalui insisi abdominal dan insisi perineal. Kolostomy
sigmoid permanen dilakukan untuk memfasilitasi pengeluaran feses. Perawatan klien dengan
bedah usus lihat di perawtan pre dan post operatif bedah usus.
Pemotongan bedah usus dapat dikombinasi dengan kolostomy untuk pengeluaran isi usus / feses.
Kolostomy adalah membuat ostomi di kolon. Dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor, sebagai
pemeriksaan sementara untuk mendukung penyembuhan dari anastomoses, atau sebagai
pengeluaran feces permanen bila kolon bagian distal dan rektum diangkat / dibuang. Kolostomy
diberi nama berdasarkan : asending kolostomi, trasverse kolostomi, desending kolostomi, dan
sigmoid kolostomi.
Kolostomi sigmoid sering permanen, sebagian dilakukan untuk kanker rektum. Biasanya
dilakukan selama reseksi / pemotongan abdominoperineal. Prosedur ini meliputi pengangkatan
kolon sigmoid, rektum, dan anus melalui insisi perineal dan abdominal. Saluran anal ditutup, dan
stoma dibentuk dari kolon sigmoid proximal. Stoma berlokasi di bagian bawah kuandran kiri
abdomen.
Bila colostomi double barrel, dibentuk dua stoma yang berpisah. Colon bagian distal tidak
diangkat, tetapi dibuat saluran bebas / bypass. Stoma proximal yang fungsional, mengalirkan
feces ke dinding abdomen. Stoma distal berlokasi dekat dengan stoma ptoximal, atau di akhir
dari bagian tengah insisi. Disebut juga mukus fistula, stoma distal mengeluarkan mukus dari
colon distal. Dapat dibalut dengan balutan kasa 4 X 4 inci. Colostomi double barrel dapat
diindikasikan untuk kasus trauma, tumor, atau peradangan, dan dapat sementara atau permanen.
Dalam prosedur emergensi digunakan untuk mengatasi sumbatan usus atau perforasi yang
disebut colostomi “transverse loop”. Selama prosedur, loop dari colon transverse dibawa keluar
dari dinding abdominal dan didigantungkam diatas tangkai atau jembatan plastik, yang
mencegah loop terlepas dari belakang ke dalam rongga abdomen. Stoma loop dapat dibuka pada
saat bedah atau beberapa hari kemudian cukup di tempat tidur klien. Jembatan dapat di buka
dalam 1 – 2 minggu. Kolostomi loop transverse biasanya sementara / tidak permanen.
Pada prosedur Hartmann, prosedur colostomi sementara, bagian distal dari colon ditempatkan di
kiri dan diawasi untuk ditutup kembali. Kolostomi sementara dapat dibentuk bila usus istirahat
atau dibutuhkan penyembuhan, seperti pemotongan tumor atau peradangan pada usus. Juga
dibentuk akibat injuri traumatik pada colon, seperti luka tembak. Bedah penyambungan kembali
atau anastomosa dari bagian kolon tidak dilakukan segera karena kolonisasi bakteri berat dari
luka kolon tidak dikiuti penyembuhan sempurna dari anastomosa. Berkisar 3 – 6 bulan diikuti
kolostomi sementara, kolostomi ditutup dan dibentuk anastomosa colon. Klien dengan kolostomi
sementara diberikan perawatan yang sama dengan klien dengan colostomi permant.
Perawatan klien dengan colostomi lihat table (perawatan kolostomi pre dan post operatif).
Perawatan colaboratif klien dengan colostomi lihat table.
RADIOTERAPI
Terapi radiasi sering digunakan sebagai tambahan dari pengangkatan bedah dari tumor usus.
Bagi kanker rektal yang kecil, intrakavitari, eksternal, atau implantasi radiasi dapat dengan atau
tanpa eksisi bedah dari tumor. Radiasi preoperative diberikan bagi klien dengan tumor besar
sampai lengkap pengangkatan. Bila terapi radiasi megavoltase digunakan, kemungkinan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, karsinoma rektal berkurang ukurannya, sel-sel jaringan limpatik
regional dibunuh, dan kekambuhan lamban atau tidak kambuh sama sekali (Berkow & Fletcher,
1992; way, 1994). Terapi radiasi megavoltase juga dapat digunakan postoperatif untuk
mengurangi risiko kekambuhan dan untuk mengurangi nyeri. Lesi yang terfiksir luas tidak
diangkat dapat ditangani dengan mengurangi pemisah / hambatan dan memperlambat
berkembangnya kanker.
KEMOTERAPI
Agen-agen kemoterapi, seperti levamisole oral dan intravenous fluorouracil (5-FU), juga
digunakan postoperatif sebagai terapi ajuvan untuk kanker kolorektal. Bila dikombinasi dengan
terapi radiasi, kontrol pemberian kemoterapi lokal dan survive bagi klien dengan stadium II dan
III dengan tumor rektum. Keunggulan bagi kanker kolon adalah bersih, tetapi kemoterapi dapat
digunakan untuk menolong mengurangi penyebaran ke hepar dan mencegah kekambuhan.
Leucovorin dapat juga diberikan dengan 5-FU untuk meningkatkan efek antitumor.
PERAWATAN
Dalam perencanaan dan implementasi perawatan klien dengan kanker kolorektal, perawat perlu
untuk memperhatikan tidak hanya perawatan fisik tetapi juga respon emosional klien untuk
diagnosis. Karena kanker kolorektal sering terdiagnosa pada tahap lanjut, prognosis meskipun
sudah ditangani, dapat jelek. Klien dapat mengalami perasaan denial dan marah. Pembedahan
abdomen dan kemungkinan dilakukan kolostomi dapat terjadi atau direncanakan. Ditambah lagi,
diagnostik test
dan efek kemoterapi dan terapi radiasi dapat meninggalkan ekefek kelelahan pada klien dan
berkecil hati.
Perawatan adalah bantuan menyediakan dukungan emosional, pengajaran klien tentang prosedur
diagnostik tertentu, perawatan preoperatif dan postoperatif bila indikasi pembedahan, dan
instruksi perawatan kolostomi bila dibentuk stoma. Diagnosa keperawatan prioritas untuk klien
ini adalah nyeri, perubahan nutrisi, dan berduka antisipatori. Risiko disfungsi seksual juga
sebagai prioritas bila dilakukan pembedahan untuk membentuk colostomi.
NYERI
Klien dengan kanker kolorectal dapat mengalami nyeri dari berbagai sumber. Pemeriksaan
diagnostik dan preparat prosedur sering tidak nyaman. Biasanya semua klien dengan kanker
kolorektal akan mengalami prosedur pembedahan, sering mengenai abdomen dan kemungkinan
insisi perineal. Bila reseksi abdominoperineal dilakukan, klien dapat mengalami nyer “phantom”
rektal. Ketidaknyamanan ini berhubungan dengan pemutusan saraf selama eksisi di rectum.
Akhirnya, tumor itu sendiri dan, kemungkinan, tumor yang bermetastase dapat mengenai saraf
dan organ-organ lainnya, menyebabkan nyeri. Pada awal postoperatif, pasien dikontrol dengan
analgesia (PCA = patient control analgesia) dapat sangat efektif dalam mengurangi rasa tidak
nyaman, dapat diberikan secara rutin. Pemeriksaan ini dapat juga dilakukan dengan analgesia
kontinue. Fokus perawatan pada pengkajian keadekuatan penanganan nyeri, perlu atau tidaknya
meningkatkan analgesik, dan memastikan apakah benar-benar rasa nyeri atau rasa takut.
PERAWATAN KLIEN DENGAN BEDAH USUS
PREOPERATIF
1. Pastikan tanda-tanda valid untuk prosedur. Ini berguna bagi pasien dan anggota keluarga
untuk memahami prosedur dan kemungknan risiko dan keunggulan, sebaiknya alternatif untuk
persiapan prosedur. Penandatanganan format persetujuan khususnya untuk prosedur sebagai
dokumentasi bahwa klien dan keluarga setuju untuk dilakukan prosedur.
2. Kaji pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur, klarifikasi dan interpretasikan sesuai
kebutuhan. Beri instruksi apa yang diharapka selama periode postoperatif, meliputi penanganan
nyeri; pemasangan selang seperti NGT, IVFD, latihan pernafasan, reintroduksi intake oral
makanan dan cairan. Klien yang dipersiapkan dengan baik selama preoperatif biasanya tidak
cemas dan mampu lebih baik untuk menolong / mendukung perawatan postoperatif. Persiapan
adekuat juga mengurangi kebutuhan narkotik untuk analgesik dan meningkatkan pemulihan
klien.
3. Pemasangan NGT postoperatif. Meskipun sering dilakukan pemasangan di kamar bedah hanya
untuk pembedahan, NGT dapat dipasang terpasang preoperatif untuk membuang sekresi dan
mengosongkan isi lambung.
4. Prosedur persiapan usus. Antibiotik oral dan pareteral sebaiknya kathartik dan enema / ditelan
dapat diberikan preoperatif untuk membersihkan usus dan mengurangi risiko kontaminasi
peritoneal oleh isi usus selama pembedahan.
POST OPERATIF
1. Perawatan rutin untuk klien bedah. Monitor tanda vital dan intake dan output, meliputi
drainase lambung dan lainnya dari drain luka. Kaji perdarahan dari insisi abdomen dan perineal,
kolostomi, atau anus. Evaluasi komplikasi luka yang lainnya, dan pertahankan integritas
psikologi.
2. Monitor bising usus dan derajad distensi abdomen. Manipulasi pembedahan dari usus
menghentikan peristaltik, menyebabkan ileus. Adanya bising usus dan pasase flatus indikasi
kembalinya peristaltik.
3. Sediakan obat pengurang nyeri dan pemeriksaan rasa nyaman, seperti perubahan posisi. Klien
yang mengalami nyeri postoperatif adekuat ditangani pemulihan lebih cepat dan mengalami
beberapa komplikasi.
4. Kaji status pernafasan, sangga abdomen dengan selimut atau bantal untuk membantu batuk.
Pemotongan kanker kolorektal dengan anastomosis usus atau kolostomi adalah bedah mayor
abdominal. Perawatan untuk mengurangi nyeri, pertahankan fungsi pernafasan yang adekuat, dan
cegah komplikasi pembedahan.
5. Kaji posisi dan patensi NGT, persambungan suction. Bila selang terlipat/sumbat, irigasi
dengan gentle / hati-hati dengan normal saline steril. NGT digunakan postoperatif untuk
dekompressi gastroinestinal dan fasilitasi penyembuhan dari anastomosa. Memastikan
kelancaran penting untuk rasa nyaman dan penyembuhan klien.
6. Kaji warna, jumlah, dan bau drainase dan kolostomi (bila ada), catat berbagai perubahan atau
adanya bekuan atau perdarahan berwarna merah terang. Drainase dapat berwarna merah terang
dan kemudian gelap dan akhirnya bersih atau hijau kekuningan setelah 2 – 3 hari pertama.
Perubahan warna; jumlah; atau bau dari drainase dapat mengindikasikan komplikasi seperti
perdarahan, sumbatan usus, atau infeksi.
7. Perhatian bagi seluruh personal perawatan dengan klien reseksi abdomminoperitoneal untuk
menghindari pemasangan temperatur rektal, suppositoria, atau prosedur rektal lainnya. Prosedur
ini dapat merusak garis jahitan anal, menyebabkan perdarahan, infeksi, atau gangguan
penyembuhan.
8. Pertahankan cairan intravena ketika masih dilakukan suction naso gastrik. Klien dengan
suction NGT tidak mampu untuk makan dan minum peroral dan, selebihnya, kehilangan
elektrolit dan cairan melalui NGT. Bila tidak dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, klien
berisiko dehidrasi; ketidakseimbangan sodium, potasium, dan chloride; dan alkalosis metabolik.
9. Pemberian antasid, antagonis histamin2-reseptor, dan terapi antibiotik dianjurkan. Tergantung
pada prosedur yang dilakukan. Terapi antibiotik untuk mencegah infeksi akibat dari kontaminasi
rongga abdominal dengan isi dari usus.
10. Pemberian cairan dan makanan oral dianjurkan.makanan dapat berupa cairan, dan kemudian
diberikan sering dan porsi sedikit. Monitor bising usus dan monitor distensi abdomen sesering
mungkin selama periode ini. Oral feeding dilakukan kembali perlahan-lahan untuk
meminimalkan distensi abdomen dan trauma terhadap garis jahitan.
11. Anjurkan ambulasi. Merangsang peristaltik
12. Mulai pengajaran dan perencanaan pulang. Konsultasikan dengan ahli diet untuk instruksi
diet dan menu; beri penguatan pengajaran. Ajarkan klien tengang kemungkinan komplikasi
postoperatif, seperti abses abdominal atau sumbatan usus. Ajarkan klien tentang tanda-tanda dan
gejala komplikasi ini dan cara pencegahannya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan pembedahan dan terapi radiasi
2. Berduka Antisipasi
3. Risiko Inefektif Koping individual berhubungan dengan sistem dukungan.
4. Rasa takut berhubungan dengan diagnosa malignansi mendatang yang tidak pasti.
5. Kerusakan Body Image berhubungan dengan adanya stoma di abdomen dan perubahan saluran
eliminasi BAB.
6. Kerusakan Interaksi Sosial berhubungan dengan takut akan bau dan kebocoran drainase usus.
7. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang rutinitas perawtan colostomy.
8. Risiko Disfungsi Seksual
9. Pendidikan Klien dan Keluarga
INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN RASIONAL
1. Sering mengkaji keadekuatan penanganan nyeri. Gunakan informasi subjektif dan objektif,
meliputi 1) lokasi, intensitas, dan karakter nyeri; (2) tanda-tanda nonverbal, meliputi : wajah
meringis, posisi tubuh tegang, tampak terpejam, peningkatan pols, peningkatan atau penurunan
tekanan darah, pernafasan cepat dan dangkal. Klien dapat berasumsi bahwa nyeri akan terjadi
atau toleransi atau dapat menjadi ketakutan tergantung pengobatan analgesik. Menanyakan
dengan seksama dan mengkaji dapat memberikan informasi akurat kepada perawat tentang status
nyeri klien, dan berguna mengontrol rasa tidak nyaman klien.
2. Tanyakan klien tentang skala nyeri dalam rentang 0 – 10 (0 = tanpa nyeri, 10 = nyeri sangat).
Catat derajat / tingkat nyeri. Nyeri bersifat pengalaman subjektif. Persepsi dan respon klien
terhadap nyeri berbeda-beda. Latar belakang keyakinan dan etnik dapat mempengaruhi respon
terhadap nyeri.
3. Kaji efektifitas penanganan nyeri ½ jam sesudah pemberian obat. Monitor efektifitas dan efek
yang merugikan. Penyesuaian dosis mungkin dibutuhkan untuk mengatasi nyeri tanpa efek yang
berbahaya.
4. Kaji luka dari tanda-tanda peradangan atau bengkak; kaji selang drainase dan kelancaran
selang. Kurangnya kontrol nyeri atau perubahan nyeri dapat berhubungan dengan distensi organ
yang terpasang NGT atau kateter urine atau dapat mengindikasikan andanya infeksi atau abses.
5. Kaji distensi abdomen, tenderness, dan bising usus. Perdarahan intra-abdominal, peritonitits,
atau ileus paralitik dapat menyebabkan nyeri dan dapat membingungkan antara nyeri yang
diakibatkan oleh bekas insisi.
6. Pemberian obat-obatan nyeri diprioritaskan untuk aktifitas atau prosedur. Analgesik dapat
mengurangi rasa tidak nyaman klien, memberi rasa nyaman saat ambulasi.
7. Penanganan nonfarmakologik, seperti posisi, berbagai aktifitas, stimulus lingkungan,
inaginasi, dan teknik relaksasi. Teknik ini berguna untuk meningkatkan efek analgesia.
8. Belat / tekan insisi dengan bantal, dan ajarkan klien bagaimana melakukannya saat batuk dan
bernafas dalam untuk mencegah komplikasi pernafasan berhubungan ketakutan akan rasa nyeri.
Perubahan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Klien yang disangka kanker kolorektal akan dilakukan prosedur-prosedur diagnostik lanjutan
berisiko defisiensi nutrisi karena sering dilakukan prosedur persiapan untuk usus dan diet cairan.
Postoperative, klien akan puasa hingga fungsi kembali. Cairan dan elektrolit pengganti diberikan
sepanjang memungkinkan TPN total parenteral nutrisi. Nutrisi adekuat penting untuk
penyembuhan sesudah pembedahan. Bila tumor tahap lanjut, metabolisme klien dapat meningkat
dan selera makan berkurang.
Intervensi keperawatan dengan rasional :
1. Kaji kesiapan klien untuk makanan enteral sesudah bedah atau prosedur diagnostik gunakan
data seperti, rasa lapar, adanya bising usus, keluar flatus, dan distensi abdomen. Sediakan diet
sesuai kebutuhan klien. Peristaltic dari saluran gastrointestinal dihambat oleh manipulasi usus.
Ini penting untuk memastikan peristaltic bekerja atau tidak.
2. Monitor dan catat intake makanan dan minuman. Catatan intake penting untuk menentukan
kebutuhan diet klien.
3. Timbang berat badan klien setiap hari. Fluktuasi berat badan klien indikasi adekuat atau tidak
adekuat intake diet.
4. Pertahankan nutrisi total parenteral dan intravena sesuai order. Klien yang tidak mampu
makan peroral selama lebih dari 2 atau 3 hari berikan nutrisi parenteral untuk mencegah
katabolisme jaringan dan fasilitasi penyembuhan.
5. Bila intake oral telah mampu, bertahap diberikan bubur. Partisipasi klien menuruti perawat
untuk kemajuan diet seperti suka atau tidak suka klien dan menemukan kebutuhan skejul dan
lingkungan klien.
PERAWATAN KOLABORATIF : KLIEN DENGAN KOLOSTOMI
TEAM PERAWATAN
PUSAT PERAWATAN KLIEN
Gastroenterologist
Bedah Umum
Oncologist
Terapist Enterostomal
Pekerja Sosial
Dietititan
RN dan Perawat Kesehatan
Team Komunikasi
Dokter konsul utama. Dapat dilakukan endoskopi bila ada indikasi
Pengkajian preoperative, mengangkat penyakit di usus dan membuat kolostomi, menangani
postoperative, monitor hasil pembedahan.
Bagi klien dengan diagnosis kanker, membuat rekomendasi pembedahan, radiasi, dan/atau
kemiterapi, monitor respon terhadap terapi
Preoperative, evaluasi kebutuhan klien akan ostomi untuk posisi stoma. Postoperative membantu
klien dan keluarga untuk menangani ostomi dan memberikan pengajaran berhubungan dengan
perawatan stomal. Memberikan kantong yang dibutuhkan, mengajarkan perawatan kulit, dan
aplikasi dan mengosongkan kantong luar.
Mensuplai kebutuhan-kebutuhan. Mengatur kunjungan perawat untuk membantu perawatan
stoma dan balutan. Merujuk klien dan keluarga ke organisasi kanker dan stoma.
Membuat rekomendasi tentang terapi nutrisi seperti total nutrisi parenteral, enteral feeding,
vitamin-vitamin, dan mineral-mineral. Memberi pengajran tentang strategi untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menghindari produk makanan yang
mengandung gas.
Melaporkan distensi abdominal, nyeri berat, mual atau muntah, tanda dan gejala perdarahan atau
infeksi kepada dokter. Konsultasi dengan terapist enterostomal tentang kemajuan / kelanjutan
klien dengan pendidikan dan perawatan mandiri ostomi. Diskusi antisipasi kebutuhan perawatan
di rumah dengan klien. Kolaborasi dengan
dietitian untuk memberikan diet yang seimbang untuk di konsumsi oleh klien.
PERAWATAN KLIEN DENGAN KOLOSTOMI
PREOPERATIF
1. Hubungi perawat terapist enterostomal (ET) untuk memberikan rekomendasi lokasi stoma dan
pengajaran yang diperlukan. Perawat ET terutama yang di latih untuk bekerja dengan klien
dalam merencanakan penanganan kolostomi. Factor-faktor seperti berat badan klien, cara
berpakaian klien, dan garis pinggang dipertimbangkan dalam penempatan stoma untuk
memfasilitasi rasa nyaman dalam perawatan jangka panjang dan mempermudah penanganan.
2. Jawab pertanyaan-pertanyaan klien langsung, berikan klarifikasi dari informasi yang
diperlukan. Klien yang memahami perawatan preoperative dan postoperative dengan baik akan
berkurang rasa cemas dan mampu bekerjasama dalam penanganan dengan lebih baik.
3. Rujuk ke kelompok ostomi sesuai kebutuhan klien. Berbicara dengan seseorang yang telah
memakai ostomi dapat menolong klien menjadi lebih nyaman dengan kolostomi.
POSTOPERATIF
1. Kaji lokasi dan tipe kolostomi yang dibentuk. Lokasi stoma adalah indicator letak lokasi
pemotongan usus dan predictor tipe drainasi fekal.
2. Kaji tampilan stoma dan kondisi kulit disekitarnya dengan rutin. Pengkajian stoma dan kondisi
kulit penting diawal periode postoperative, kalau-kalau terkadi komplikasi untuk segera
ditangani.
3. Posisi kantong penampung drain diatas stoma. Biasanya drainase dapat berisi lebih banyak
mucus dan cairan serosangrineous dari pada material fekal. Mulainya usus berfungsi, fekal akan
menjadi normal. Konsistensi drainase tergantung pada stoma di bagian lokasi usus.
4. Kolostomi desending atau sigmoid dapat ditangani dengan menggunakan kantong drainable
atau irigasi. Pola eliminasi dari kolostomi sigmoid hampir sama dengan pola eliminasi normal
klien sebelum operasi. Banyak klien akan buang air besar tiap hari dan tidak terus menerus
menggunakan kantong atau sistem drainase. Untuk lebih aman gunakan kantong transparan.
5. Bila perlu, berikan kantong kolostomi irigasi, masukkan air ke dalam kolon sesuai prosedur
irigasi kolostomi. Air akan merangsang pengosongan kolon. Klien dapat melakukan irigasi kolon
tiap hari.
6. Bila dianjurkan irigasi kolostomi untuk klien dengan double-barrel atau kolostomi loop, irigasi
stoma di bagian proksimal. Pengkajian digital / dengan jari pada usus langsung dari stoma dapat
menolong membedakan yang mana stoma proksimal. Usus bagian distal tidak mengandung fekal
dan tidak perlu diirigasi. Kadang-kadang dapat diirigasi hanya untuk membersihkan terutama
reanastomosa.
7. Pengosongan kantong drainable atau penggantian kantong kolostomi bila diperlukan atau saat
telah penuh 1/3 bagian kantong. Bila kantong kepenuhan, beratnya dapat merusak kantong dan
perekat dan menyebabkan kebocoran.
8. Klien dengan kolostomi asending atau transverse tidak dilakukan irigasi. Hanya sebagian
kolon yang berfungsi, dan drainase fekal umumnya cair dan terus menerus.
9. Berikan perawatan stoma dan kulit klien. Perawatan kulit dan stoma yang baik penting untuk
mempertahankan integritas kulit dan fungsi untuk pertahanan utama terhadap infeksi.
10. Gunakan bahan-bahan dempul, seperti perekat stoma (stomahesive) atau “karaya paste”, dan
“wafer” (bubuk obat) yang dibutuhkan untuk menjaga keamanan kantong ostomi. Ini kadang-
kadang penting bagi klien dengan kolostomi loop. Tantangan bagi klien dengan kolostomi loop
transverse adalah untuk menjaga keamanan kantong stoma diatas jembatan plastik.
11. Sebuah lubang pada kantong kolostomi akan menyalurkan flatus keluar. Lubang ini dapat
ditutup dengan “Band-Aid’ an dibuka hanya bila klien mandi untuk kontrol bau. Kantong ostomi
dapat menggembung keluar, merusak integritas kulit, bila gas terkumpul terlalu banyak
APLIKASI NANDA, NOC DAN NIC PADA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
KANKER KOLON POST KOLOSTOMI
PENDAHULUAN
Karsinoma kolon ( Ca. Colon ) merupakan jenis kanker yang
banyak dijumpai di klinik dengan tingkat mortalitas yang cukup
tinggi . Kanker kolon merupakan penyebab ke dua dari semua
kematian kanker di Amerika, baik pada pria maupun wanita dan
hanya dilampai oleh kanker paru-paru dan mammae.Klien yang
mengalami Ca. Colon membutuhkan perawatan profesional dan
dukungan keluarga yang adekuat. Klien memerlukan tindakan
pembedahan berupa laparotomi (pembukaan dinding abdomen ) dan
kolostomi (pembuatan lubang melalui dinding abdomen ke dalam
kolon iliaka untuk mengeluarkan feces ) dilakukan untuk
mengatasi masalah eliminasi.
KASUS
Riwayat masuk RS
Tanda-tanda vital:
N : 84 x/mnt
S : 37,2 º C
BB sebelum sakit: 62 kg
Cognitive - Perceptual
Coping /stress/tolerance
Elimination
Acute Pain
Fatigue
dll
NOC :
Indikator :
pasien mampu :
NOC 2:
Pengetahuan : Penanganan penyakit (treatment Regimen)Indikator:
Perawatan Kolostomi
NOC 2:
Pengetahuan : Penanganan penyakit
(treatment Regimen)
NIC:
DAFTAR PUSTAKA
http://nursing-care-indonesia.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=48:nursing-care-plan-for-
colostomy-patient&catid=34:asuhan-keperawatan-pada-pasien-kanker