You are on page 1of 13

Glen doman

Dia ternyata di samping gambaran tentang bagaimana untuk membangunkan tujuh langkah-
langkah yang dianggapnya penting:

1. Visual diferensiasi (cara pembuatan kad);


2. Kosa kata yang tepat;
3. Kosakata dari lingkungan keluarga;
4. Kosa kata untuk membina struktur kalimat itu;
5. Berstruktur frasa dan kalimat;
6. Membaca buku nyata (iaitu, buku pertama);
7. abjad itu.

Dia kemudian membuat kesimpulan bab mengatakan bahawa "manusia adalah manusia
pada dasarnya kerana dia dapat membaca dan menulis".

Saya akan hadir dalam artikel berikut bagaimana saya menyesuaikan kaedah Glenn Doman
ke tiga saya bayi dan bagaimana aktiviti berkembang menjadi pembelajaran seumur hidup
dan menyenangkan

Teori Glen Daman.

http://jasmansyah76.wordpress.com/category/tips-membaca-glen-doman/ SEPINTAS, 

pernyataan “mengajar anak balita membaca” rasanya seperti mengada-ada. Betapa tidak.
Jangankan anak usia di bawah 5 tahun (balita), untuk mengajar membaca pada anak yang sudah
memasuki usia sekolah (SD) saja bukanlah pekerjaan yang mudah bagi guru, begitu pula bagi orang
tua saat mengajar si anak membaca permulaan. Selanjutnya anak yang sudah melewati kelas 4 SD
pun masih ada yang belum lancar membaca.

————-

Mengajar anak — apalagi masih usia dini atau balita — membaca perlu kesungguhan dan kesabaran
dari pihak guru maupun orangtua. Walau demikian kondisinya, masih banyak orangtua menyerahkan
sepenuhnya pendidikan anaknya kepada guru di sekolah. Kurang banyaknya peran orangtua
bukanlah alasan bagi guru untuk tidak mencari upaya menolong anak agar cepat bisa membaca
dengan lancar. Tentu menjadi suatu kewajiban bagi seorang guru tetap belajar dan menambah
wawasannya dengan berbagai cara.

Orangtua pun sebaiknya ikut belajar bagaimana caranya agar anak cepat bisa membaca dengan
baik. Kalau sudah bisa membaca, hendaknya juga bisa menjadikan buku sebagai kebutuhan rutin
yang diberikan kepada anak. Harus disadari, pertama-tama yang bertanggung jawab soal pendidikan
anak (apalagi balita) adalah orangtua atau keluarga.
Buku-buku yang memuat hasil temuan, teori-teori, atau teknik-teknik pembelajaran sepantasnyalah
menjadi “santapan” bagi guru. Kalau tidak, mutu pendidikan kita akan terus merosot sebagai akibat
dari kurangnya minat baca para guru. Bagi guru, membaca buku-buku itu tentu bisa dijadikan ajang
untuk mengembangkan wawasan, pengetahuan, dan kompetensinya dalam kegiatan belajar-
mengajar. Bagi orangtua, tampaknya pengetahuan ini sangat bermanfaat dalam menumbuhkan
minat-baca anak pada usia dini. Kalau minat baca anak sudah tumbuh dengan baik tinggal
mengarahkan sesuai dengan bakat dan minatnya.

Bukan Mengeja

Sehubungan dengan itu, ada teori yang layak diketahui oleh guru dan orangtua. Glenn Doman
(199   mendapatkan teori dari banyaknya ia berkecimpung membantu anak-anak yang mengalami
kerusakan otak. Hasil penelitiannya ternyata juga dapat diterapkan untuk membuat anak normal
menjadi lebih cerdas. Salah satunya, mengajarkan keterampilan membaca untuk anak balita atau
anak di bawah 5 tahun.

Menurut Glenn, membaca sudah dapat diajarkan pada balita, bahkan lebih efektif daripada sudah
memasuki usia sekolah (6 tahun). Dalam penelitiannya dikemukakan bahwa anak umur 4 tahun lebih
efektif daripada umur 5 tahun. Umur 3 tahun lebih mudah daripada 4 tahun. Jelasnya, makin kecil
makin mudah untuk diajar — tentu dalam batas anak mulai bisa bicara.

Glenn juga berpendapat, balita bisa menyerap informasi secara luar biasa. Semakin muda umur
anak, semakin besar daya serapnya terhadap informasi baru. Belajar bagi anak adalah sesuatu yang
mengasyikkan. Karena belajar mengasyikkan, maka ia bisa menguasai lebih cepat.

Menurut Glenn, mengajar balita membaca bukan dengan mengeja seperti cara konvensional di
sekolah — dimulai pengenalan nama huruf, kemudian mengenal suku kata, barulah mengenal kata,
akhirnya kalimat. Glenn berteori, mengajar balita membaca adalah dengan cara mengenalkan satu
kata yang bermakna dan kata itu sudah akrab pada pikiran anak atau sudah sering didengar dalam
keseharian.

Misalnya, anak sudah biasa makan pisang. Tentunya anak balita itu sudah biasa mendengar kata
“pisang”. Kemudian kita ingin mengajar anak agar ia bisa membaca kata “pisang”. Menurut Glenn,
anak tak perlu lagi menghapal huruf p, i, s, a, ng, atau suku kata pi dan sang yang masing-masing
tidak bermakna. Jadi, bayi langsung diajar membaca kata “pisang” pada kartu yang sudah
disiapkan.

Untuk mengajar anak balita membaca, diperlukan kartu-kartu kata yang tercetak cukup besar dan
ditunjukkan secara cepat kepada anak, sekaligus dengan pisang yang biasa dimakan. Anak akan
menangkap apa yang dikatakan orangtuanya dan menghubungkannya dengan tulisan yang
ditunjukkan kepadanya. Demikian juga kata yang lain, kata-kata yang sudah akrab dengan si anak
beserta benda yang diacu. Semuanya dibuatkan kartu-kartunya.

Teori Glenn ini diterapkan dengan pemikiran bahwa membaca adalah fungsi otak, sedangkan
mengajar membaca dengan mengeja huruf (cara konvensional di sekolah) diikat oleh kaidah atau
aturan bahasa. Aturan-aturan bahasa ini malah memperlambat keterampilan anak membaca.
Dengan teori Glenn, anak diajar melihat tulisan seperti halnya melihat gambar. Rangkaian kata bagi
si anak adalah suatu simbol dari benda yang diucapkan si ibu atau si ayah yang membacakannya.
Selanjutnya, karena makin hari jumlah kata dan benda yang dikuasai makin banyak, maka tulisan
kata dalam kartu makin ditambah pula.

Glenn memberi catatan, mengajar bukan menjadi suatu beban, melainkan hak istimewa bagi
orangtua. Anak adalah prioritas yang penting dalam keluarga. Kegiatan belajar membaca perlu
diulang-ulang beberapa kali (15 hingga 25 kali), lalu kartu yang lama diganti dengan kartu yang
baru. Saat mengajar, anak maupun orangtua harus dalam kondisi mood yang baik dan suasana yang
menyenangkan. Durasi membacanya juga harus sangat cepat, hanya sekilas-sekilas saja dan harus
segera berhenti sebelum anak ingin berhenti. Jangan mencoba untuk memberi tes karena anak
tidak suka dites. Suasana pembelajaran membaca pun mesti penuh dengan keramahan dan
kehangatan.

Guru Keliru

Bagaimana dengan pembelajaran bahasa di sekolah? Belajar membaca adalah bagian dari
pembelajaran bahasa. Bertitik tolak dari teori Glenn, tampaknya kekeliruan guru bahasa di sekolah
menyebabkan anak kurang menguasai dengan baik bahasa yang dipelajari. Dalam pembelajaran
bahasa, guru sering menekankan kaidah bahasa daripada perolehan bahasa, belajar menggunakan
bahasa. Jika terjadi kesalahan dalam penerapan kaidah, sepertinya anak itu berbuat dosa. Terlebih
jika ditambah wajah guru yang kurang toleran, bertambahlah rasa takut anak. Suasana pun jadi
menakutkan.

Pada tahap anak sudah mampu membaca dengan lancar (pada kelas 4 ke atas), ternyata dalam
pembelajaran bahasa bukannya anak diajak belajar menggunakan bahasa, melainkan belajar
pengetahuan bahasa. Dari PR anak SD (padahal kurikulum berbasis kompetensi) dalam pelajaran
bahasa tampak dengan jelas anak belajar pengetahuan bahasa, misalnya menyebutkan nama-nama
jenis kalimat.

Kalau demikian, kapan anak mampu menggunakan bahasa? Kalau saja guru mau memperluas
wawasannya, misalnya membaca teori Glenn atau teori yang lain, tampaknya kondisi pembelajaran
bahasa akan lebih menarik dan bermanfaat. Dalam pembelajaran bahasa, sesungguhnya anak
belajar berbahasa lisan dan tertulis, bukan tentang bahasa.

Aktivitas membaca merupakan alternatif yang kita anggap paling baik meningkatkan mutu SDM,
mungkin lebih baik daripada selembar ijazah yang pemiliknya kurang melakoni aktivitas membaca.
Aktivitas membaca bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja secara rutin. Sedangkan lewat
pendidikan formal ada batas waktunya, misalnya anak memasuki usia sekolah, kemudian tamat
perguruan tinggi sudah selesai.

Menurut para pakar, sejak balita anak sudah bisa dibentuk agar bisa membaca. Setelah anak
mampu membaca sendiri, hendaknya terus dibina dengan cara memberikan buku yang bermanfaat
baik untuk menguasai Iptek maupun mengapresiasi nilai-nilai kehidupan manusia. Makin dini usia,
melakukan aktivitas membaca makin baik.

Mengajar Bayi Anda Membaca (Metode Glenn Doman)


Rabu, 9 Juli 2008 02:08:30 – oleh : admin

Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup di dunia ini,
cuma manusia yang dapat membaca. Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan
dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Anak-anak dapat
membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan
sebuah buku ketika berusia tiga tahun dan mereka menyukainya.

Tahun 1961 satu tim ahli dunia yang terdiri atas, dokter, spesialis membaca, ahli bedah otak dan
psikolog mengadakan penelitian “Bagaimana otak anak-anak berkembang?”. Hal ini kemudian
berkembang menjadi satu informasi yang mengejutkan mengenai bagaimana anak-anak belajar, apa
yang dipelajari anak-anak, dan apa yang bisa dipelajari anak-anak.
Hasil penelitian juga mendapatkan, ternyata anak yang cedera otak-pun dapat membaca dengan baik
pada usia tiga tahun atau lebih muda lagi. Jelaslah bahwa ada sesuatu yang salah pada apa yang
sedang terjadi, pada anak-anak sehat, jika di usia ini belum bisa membaca.

Penelitian tentang Otak Anak


Bagi otak tidak ada bedanya apakah dia ‘melihat’ atau ‘mendengar’ sesuatu. Otak dapat mengerti
keduanya dengan baik. Yang dibutuhkan adalah suara itu cukup kuat dan cukup jelas untuk didengar
telinga, dan perkataan itu cukup besar dan cukup jelas untuk dilihat mata sehingga otak dapat
menafsirkan. Kalau telinga menerima rangsang suara, baik sepatah kata atau pesan lisan, maka pesan
pendengaran ini diuraikan menjadi serentetan impuls-impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang
bisa melihat untuk disusun dan diartikan menjadi kata-kata yang dapat dipahami.

Begitu pula kalau mata melihat sebuah kata atau pesan tertulis. Pesan visual ini diuraikan menjadi
serentetan impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang tidak dapat melihat, untuk disusun kembali
dan dipahami. Baik jalur penglihatan maupun jalur pendengaran sama-sama menuju ke otak dimana
kedua pesan ditafsirkan otak dengan proses yang sama.

Dua faktor yang sangat penting dalam mengajar anak:


1. Sikap dan pendekatan orang tua
Syarat terpenting adalah, bahwa diantara orang tua dan anak harus ada pendekatan yang
menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali.

Belajar adalah:
- Hadiah, bukan hukuman
- Permainan yang paling menggairahkan, bukan bekerja
- Bersenang-senang, bukan bersusah payah
- Suatu kehormatan, bukan kehinaan

2. Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-betul singkat. Hentikan permainan
ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya.

Bahan yang sesuai:


a. bahan-bahan dibuat dari kertas putih yang agak kaku (karton poster)
b. kata-kata yang dipakai ditulis dengan spidol besar
c. tulisannya harus rapi dan jelas, model hurufnya sederhana dan konsisten

Tahap-tahap mengajar:
TAHAP PERTAMA : (perbedaan penglihatan)
Mengajarkan anak anda membaca dimulai menggunakan hanya lima belas kata saja. Jika anak anda
sudah mempelajari 15 kata ini, dia sudah siap untuk melangkah ke perbendaharaan kata-kata lain.

1. Ukuran karton : tinggi 15 cm, panjang 60 cm


2. Ukuran huruf, tinggi 12,5 cm dan lebar 10 cm, serta setiap huruf berjarak kira-kira 1,25 cm
3. Huruf berwarna merah
4. Gunakan huruf kecil (bukan huruf kapital)
5. Buatlah hanya 15 kata, misal : IBU (UMMI/MAMA/BUNDA), BAPAK (ABI/PAPA/AYAH)
6. Ke-15 kata-kata pertama harus terdiri dari kata-kata yang paling dikenal dan paling dekat dengan
lingkungannya yaitu nama-nama anggota keluarga, binatang peliharaan, makanan kesukaan, atau
sesuatu yang dianggap penting untuk diketahui oleh sang anak.

Hari Pertama
Gunakan tempat bagian rumah yang paling sedikit terdapat benda-benda yang dapat mengalihkan
perhatian, baik pendengarannya maupun penglihatannya. Misalnya, jangan ada radio yang dibunyikan.
1. Tunjukkan kartu bertuliskan IBU/AYAH atau yang lainnya
2. Jangan sampai ia dapat menjangkaunya
3. Katakan dengan jelas ‘ini bacaannya IBU/AYAH’
4. Jangan jelaskan apa-apa
5. Biarkan dia melihatnya tidak lebih dari 1 detik
6. Tunjukkan 4 kartu lainnya dengan cara yang sama
7. Jangan meminta anak mengulang apa yang anda ucapkan
8. Setelah kata ke-5, peluk, cium dengan hangat dan tunjukkan kasih sayang dengan cara yang
menyolok
9. Ulangi 3 kali dengan jarak paling sedikit 1,5 jam

Hari Kedua
1. Ulangi pelajaran dasar hari pertama 3 kali
2. Tambahkan lima kata baru yang harus diperlihatkan 3 kali sepanjang hari kedua. Jadi ada 6 pelajaran
3. Jangan lupa menunjukkan rasa bangga anda
4. Jangan lakukan test, belum waktunya !

Hari Ketiga
1. Lakukan seperti hari ke-2
2. Tambahkan lima kata baru seperti hari kedua sehingga menjadi 9 pelajaran

Hari keempat, kelima, keenam ulangi seperti hari ketiga tanpa menambah kata-kata baru.

Hari Ketujuh
Beri kesempatan pada anak untuk memperlihatkan kemajuannya:
1. Pilih kata kesukaannya
2. Tunjukkan kepadanya dan ucapkan denga jelas ‘ini apa?’
3. Hitung dalam hati sampai sepuluh, Jika anak anda mengucapkan, pastikan anda gembira dan
tunjukkan kegembiraan anda Jika anak anda tidak memberikan jawaban atau salah, katakan dengan
gembira apa bunyi kata itu dan teruskan pelajarannya.

Ancaman
Kebosanan adalah satu-satunya ancaman. Jangan sampai anak menjadi bosan. “Mengajarnya terlalu
lambat akan lebih cepat membuatnya bosan daripada mengajarnya terlalu cepat”

Pada tahap pertama ini, dua hal luar biasa telah anda lakukan:
1. Dia sudah melatih indera penglihatan, dan yang lebih penting: dia telah melatih otaknya cukup baik
untuk dapat membedakan bentuk tulisan yang satu dengan yang lainnya.
2. Dia sudah menguasai salah satu bentuk abstraksi yang paling luar biasa dalam hidupnya: dia dapat
membaca kata-kata. Hanya ada satu lagi abstraksi besar harus dikuasainya, yaitu huruf-huruf dalam
abjad.

TAHAP KEDUA : (kata-kata diri)


Kita mulai mengajarkan anak membaca dengan menggunakan kata-kata ‘diri’ karena anak memang
mula-mula mempelajari badannya sendiri.
1. Ukuran karton 12,5 tinggi dan 60 cm panjang
2. Ukuran huruf 10 cm tinggi dan 7,5 cm lebar dengan jarak 1 cm
3. Huruf dan warna seperti tahap pertama
4. Buat 20 kata-kata tentang dirinya, misalnya: tangan kaki gigi jari kuku lutut mata perut
lidah pipi kuping dagu dada leher paha siku hidung jempol rambut bibir
5. Dari 3 kelompok kata masing-masing 5 kata di tahap awal, ambil masing-masing 1 kata lama dan
tambahkan dengan 1 kata baru di tahap kedua
6. Dari 20 kata baru pada tahap kedua, ambil 10 kata dan jadikan 2 kelompok kata masing-masing 5
kata

7. Jadi sekarang anda memiliki:


- 3 kelompok kata dari tahap pertama yang sudah ditambah kata-kata baru
- 2 kelompok kata baru dari tahap kedua
- total 5 kelompok kata = 25 kata
8. Lakukan seperti tahap pertama
9. Setelah 5 hari ganti 1 kata dari masing-masing kelompok dengan kata baru, sehingga anak
mempelajari 5 kata baru.
10. Setelah itu setiap hari ganti 1 kata lama dari masing-masing kelompok data dengan 1 kata baru.
Dengan demikian setiap hari anak belajar 5 kata baru masing-masing satu dalam setiap
kelompok kata, dan 5 kata lama diambil setiap harinya.
TIPS:
1. Usahakan jangan ada 2 kata yang dimulai dengan yang sama secara berurutan, misalnya ‘lidah’
dengan ‘lutut’
2. Anak-anak usia 6 bulan sudah bisa diajarkan. Lakukan dengan cara yang persis sama kalau anda
mengajarnya berbicara
3. Ingat, membaca bukan berbicara
4. Usaha mengajar bayi membaca dapat membaca dapat mempercepat berbicara dan memperluas
perbendaharaan kata.

TAHAP KETIGA : (kata-kata ‘rumah’)


Sampai tahap ini, baik orang tua maupun anak harus melakukan permainan membaca ini dengan
kesenangan dan minat besar. Ingatlah bahwa anda sedang menanamkan cinta belajar dalam diri anak
anda, dan kecintaan ini akan berkembang terus sepanjang hidupnya. Lakukan permainan ini dengan
gembira dan penuh semangat.
1. Ukuran karton 7,5 cm tinggi dan 30 cm panjang
2. Ukuran huruf 5 cm tinggi dan 3,5 cm lebar dengan jarak lebih dekat
3. Huruf dan warna seperti tahap tahap kedua
4. Terdiri dari nama-nama benda di sekeliling anak serta lebih dari 2
suku kata, misalnya: kursi, meja, dinding, lampu, pintu, tangga,
jendela, dll
5. Gunakan cara pada tahap kedua dengan setiap hari menambah
5 kata baru dari tahap ke tiga
6. Setelah kata benda, masukkan kata milik, misalnya: piring, gelas,
topi, baju, jeruk, celana,sepatu, dll.
7. Setelah itu masukkan kata perbuatan, misalnya: duduk,
berdiri, tertawa, melompat, membaca, dll
8. Pada tahap kata perbuatan , agar lebih menarik, sambil
menunjukkan kata tersebut, anda praktekkan sambil katakana ‘Ibu
melompat’, ‘kakak melompat’, dsb

TAHAP KEEMPAT :
1. Ukuran kartu 4 cm tinggi dan 20 cm panjang
2. Ukuran huruf 5 cm
3. Huruf kecil, warna hitam
4. Tunjukkan kata demi kata seperti tahap sebelumnya lalu gabungkan misalnya
‘ini’ dan kata ‘bola’ menjadi ‘ini bola’.
5. Lakukan beberapa kata beberapa kali setiap hari.

TAHAP KELIMA : (susunan kata dalam kalimat)


1. Pilihkan buku sederhana dengan syarat :
Perbendaharaan kata tidak lebih dari 150 kata Jumlah kata dalam 1 halaman tidak lebih dari 15-20 kata
Tinggi huruf tidak kurang dari 5 mm
Sedapat mungkin teks dan gambar terpisah.
Carilah yang mendekati persyaratan tersebut

2. Salinlah kata-kata yang ada setiap halaman tersebut ke dalam satu kartu kira-kira ukuran 1 kertas
A4. Huruf hitam, ukuran tinggi huruf 2,5 cm. Jumlah kartu ‘susunan kata-kata’ sama dengan jumlah
halaman buku. Ukuran kartu harus sama walaupun jumlah kata tidak sama. Sekarang anda sudah
mempunyai kartu-kartu dengan kata-kata yang ada dalam setiap halaman buku yang akan dibaca anak.
Lubangi sisi kartu-kartu untuk dijilid menjadi sebuah buku yang isinya sama namun ukurannya lebih
besar.

3. Bacakan kartu demi kartu pelan-pelan, sehingga anak belajar kalimat demi kalimat.
4. Bacakan dengan ekspresi sesuai dengan kalimat bacaan.
5. Lakukan secara rutin, minimal 5 kartu sebanyak 3 kali selama 5 hari.
6. Ketika membaca kartu pada hari lainnya, kartu yang lama sebaiknya diulang. Setelah selesai kartu-
kartu dibaca, simpanlah beurutan di dalam sebuah map atau dibinding deperti buku.
7. Pada saat selesai 1 buku, berilah ijazah yg ditandatangani ibu, yg menyatakan bahwa pada hari ini,
tanggal ini, pada usia anak sekian, telah selesai dibaca buku ini.
TAHAP KEENAM : (susunan kata dalam kalimat)
Pada tahap ini, anak sudah siap membaca buku yg sebenarnya, karena dia sudah 2 kali melakukan hal
itu. Perbedaan ukuran huruf dari 5 cm (Tahap 4), 2,5 cm (Tahap 5) dan 5 mm (Tahap 6 ini) adalah
sangat berarti khususnya bagi anak yang masih sangat muda, karena itu juga berarti anda membantu
mendewasakan dan memperbaiki indera penglihatannya.

Kunci Keberhasilan
1. Jangan membosankan anak
2. Jangan memaksa anak
3. Jangan tegang
4. Jangan mengajarkan abjad terlebih dahulu
5. Bergembiralah
6. Ciptakan cara baru
7. Jawablah semua pertanyaan anak
8. Berilah buku bacaan yang bermutu

Penutup
Pada dasarnya anak memiliki kemampuan yang luar biasa, khususnya pada usia yg semakin kecil.
Hanya diperlukan perhatian, kemauan,ketekunan serta yang utama kasih sayang orangtua untuk
membuatnya mampu mengeluarkan potensinya yg luar biasa tsb.

Keinginan orangtua pada umumnya adalah :


1. Menginginkan anak mereka bahagia di dalam hidupnya dengan
menjadikan anak mereka tangguh dan siap bersaing.
2. Untuk itu dibutuhkan anak yg cerdas baik rasional maupun
emosional serta rasa ingin tahu yang besar.
3. Anak dapat diketahui rasa ingin tahunya yang besar dari banyaknya
pertanyaan yg diajukannya.
4. Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, anak harus dibimbing supaya
suka membaca.
5. Agar anak suka membaca, dibutuhkan kemampuan membaca dan sarana
untuk membaca yang tidak lepas dari buku.

Jadi, dengan buku yg merupakan “JENDELA ILMU”, anak akan mampu membuka cakrawala kehidupan
masa depannya dengan keceriaan.

“Selamat berkarya untuk anak-anak tercinta !”

Sumber: Buku “Mengajar Bayi Membaca” – Glenn Doman

Teknik mengajar bayi membaca Glenn Doman 3


Kebosanan adalah satu-satunya ancaman. Jangan sampai anak menjadi bosan.

"Mengajarnya terlalu lambat akan lebih cepat membuatnya bosan daripada

mengajarnya terlalu cepat"


Pada tahap pertama ini, dua hal luar biasa telah anda lakukan:

1. Dia sudah melatih indera penglihatan, dan yang lebih penting: dia telah

melatih otaknya cukup baik untuk dapat membedakan bentuk tulisan yang satu

dengan yang lainnya.

2. Dia sudah menguasai salah satu bentuk abstraksi yang paling luar biasa

dalam hidupnya: dia dapat membaca kata-kata. Hanya ada satu lagi abstraksi

besar harus dikuasainya, yaitu huruf-huruf dalam abjad

Tahap kedua (kata-kata diri)

Kita mulai mengajarkan anak membaca dengan menggunakan kata-kata 'diri'

karena anak memang mula-mula mempelajari badanya sendiri.

1. Ukuran karton 12,5 tinggi dan 60 cm panjang

2. Ukuran huruf 10 cm tinggi dan 7,5 cm lebar dengan jarak 1 cm

3. Huruf dan warna seperti tahap pertama

4. Buat 20 kata-kata tentang dirinya:

tangan kaki gigi jari Kuku

lutut mata perut lidah pipi

kuping dagu dada leher paha

siku hidung jempol rambut bibir

5. Dari 3 kelompok kata masing-masing 5 kata di tahap awal, ambil

masing-masing 1 kata lama dan tambahkan dengan 1 kata baru di tahap kedua

6. Dari 20 kata baru pada tahap kedua, ambil 10 kata dan jadikan 2 kelompok

kata masing-masing 5 kata


7. Jadi sekarang anda memiliki:

· 3 kelompok kata dari tahap pertama yang sudah ditambah kata-kata baru

· 2 kelompok kata baru dari tahap kedua

· total 5 kelompok kata = 25 kata

8. Lakukan seperti tahap pertama

9. Setelah 5 hari ganti 1 kata dari masing-masing kelompok dengan kata baru,

sehingga anak mempelajari 5 kata baru

10. Setelah itu setiap hari ganti 1 kata lama dari masing-masing kelompok

data dengan 1 kata baru. Dengan demikian setiap hari anak belajar 5 kata

baru masing-masing datu dalam setiap kelompok kata, dan 5 kata lama diambil

setiap harinya.

TIPS:

1. Usahakan jangan ada 2 kata yang dimulai dengan yang sama secara

berurutan, misalnya 'lidah' dengan 'lutut'

2. Anak-anak usia 6 bulan sudah bisa diajarkan. Lakukan dengan cara yang

persis sama kalau anda mengajarnya berbicara

3. Ingat, membaca bukan berbicara

4. Usaha mengajar bayi membaca dapat membaca dapat mempercepat berbicara dan

memperluas perbendaharaan kata.

Tahap ketiga (kata-kata 'rumah')

Sampai tahap ini, baik orang tua maupun anak harus melakukan permainan

membaca ini dengan kesenangan dan minat besar. Ingatlah bahwa anda sedang

menanamkan cinta belajar dalam diri anak anda, dan kecintaan ini akan

berkembang terus sepanjang hidupnya. Lakukan permainan ini dengan gembira

dan penuh semangat.


1. Ukuran karton 7,5 cm tinggi dan 30 cm panjang

2. Ukuran huruf 5 cm tinggi dan 3,5 cm lebar dengan jarak lebih dekat

3. Huruf dan warna seperti tahap tahap kedua

4. Terdiri dari nama-nama benda di sekeliling anak serta lebih dari 2 suku

kata, misalnya: kursi, meja, dinding, lampu, pintu, tangga, jendela, dll

5. Gunakan cara pada tahap kedua dengan setiap hari menambah 5 kata baru

dari tahap ke tiga

6. Setelah kata benda, masukkan kata milik, misalnya: piring, gelas, topi,

baju, jeruk, celana,sepatu, dll

7. Setelah itu masukkan kata perbuatan, misalnya: duduk, berdiri, tertawa,

melompat, membaca, dll

8. Pada tahap kata perbuatan , agar lebih menarik, sambil menunjukkan kata

tersebut, anda praktekkan sambil katakan 'Ibu melompat', 'kakak melompat',

dsb

Tahap keempat (susunan kata dalam kalimat)

1. Ukuran kartu 4 cm tinggi dan 20 cm panjang

2. Ukuran huruf 2.5 cm

3. Huruf kecil, warna hitam

4. Tunjukkan kata demi kata seperti tahap sebelumnya lalu gabungkan misalnya

'ini' dan kata 'bola'

5. Setelah itu pilihkan buku sederhana dengan syarat :

· Perbendaharaan kata tidak lebih dari 150 kata

· Jumlah kata dalam 1 halaman tidak lebih dari 15-20 kata

· Tinggi huruf tidak kurang dari 6,25 cm


· Sedapat mungkin teks dan gambar terpisah Carilah yang mendekati

persyaratan tersebut

6. Pilih salah satu halaman yang ada di buku

7. Pindahkan kata-kata yang ada di halaman tersebut ke dalam satu kartu.

Jadikan kartu-kartu ini 'susunan kata-kata' yang akan digunakan pada tahap

kelima.

Jumlah kartu 'susunan kata-kata' sama dengan jumlah halaman buku. Ukuran

kartu harus sama walaupun jumlah kata tidak sama.

8. Buat kartu ukuran 7,5 cm tinggi dengan tinggi huruf

5 cm, warna hitam.

Tahap kelima (susunan kata-kata dan kalimat)

1. Sekarang anda sudah mempunyai kartu-kartu dengan kata-kata yang ada dalam

setiap halaman buku yang akan dibaca anak. Lubangi sisi kartu-kartu untuk

dijilid menjadi sebuah buku yang isinya sama namun ukurannya lebih besar

2. Tunjukkan kartu pertama dan ucapkan perkataannya lambat-lambat. Setiap

hari harus diselesaikan 5 kartu

3. Setiap kartu sudah diperintahkan tiga kali sehari selama lima hari.

Bandung, 8 september 1999

Semoga bermanfaat

(ditulis ulang dari materi Study Group Pembina Parismu

Menghubungkan teori belajar dari Glen Doman dengan Piaget.


{ Juli 20, 2009 @ 11:52 pm } · { psychology }
Teori psikologi perkembangan Jean Piaget selama ini telah menjadi rujukan utama kurikulum TK dan
bahkan pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung secara tidak langsung
dilarang untuk diperkenalkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun. Piaget beranggapan bahwa pada
usia di bawah 7 tahun anak belum mencapai fase operasional konkret. Fase itu adalah fase, di mana
anak-anak dianggap sudah bisa berpikir terstruktur. Sementara itu, kegiatan belajar calistung sendiri
didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan cara berpikir terstruktur, sehingga tidak cocok
diajarkan kepada anak-anak TK yang masih berusia balita.Piaget khawatir otak anak-anak akan
terbebani jika pelajaran calistung diajarkan pada anak-anak di bawah 7 tahun. Alih-alih ingin
mencerdaskan anak, akhirnya anak-anak malah memiliki persepsi yang buruk tentang belajar dan
menjadi benci dengan kegiatan belajar setelah mereka beranjak besar. Belajar membaca, menulis,
berhitung, dan bahkan sains kini tidaklah perlu dianggap tabu bagi anak usia dini. Persoalan
terpenting adalah merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga anak-anak menganggap
kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang berbentuk sebuah
permainan.
Maria Montessori dan Glenn Doman menjadi pelopor dalam pengembangan metode belajar membaca
dan matematika bagi anak-anak usia dini. Maria Montessori, seorang dokter wanita pertama dari Italia,
telah mempraktikkan pembelajaran multiindrawi lewat kegiatan sehari-hari. Pengalaman tersebut
diperolehnya setelah menangani anak-anak bermental terbelakang. Lewat kegiatan-kegiatan
sederhana yang diulang setiap hari, sebagian besar anak-anak itu mengalami kemajuan yang pesat.
Mereka bahkan bisa membaca dan menulis pada usia yang relatif muda, sekitar 4 dan 5 tahun tanpa
harus merasa terbebani. Montessori menciptakan alat-alat belajar dari benda-benda yang akrab di
sekeliling kita. Ia membuat alat belajar seperti perlengkapan bermain. Untuk mengajar anak-anak
membaca, ia membuat berbagai macam kartu huruf dari papan kayu atau kertas tebal. Setiap huruf
dicetak dari kertas ampelas yang cukup kasar. Selain anak-anak membunyikan huruf-huruf tersebut,
mereka juga merabanya untuk membentuk kepekaan terhadap tekstur huruf. Kartu-kartu berisi kata
bergambar yang dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kata juga menjadi alat belajar yang menarik bagi
anak-anak. Glenn Doman adalah contoh lain pendobrak teori perkembangan Piaget. Doman adalah
seorang dokter bedah otak. Ia berhasil membantu menyembuhkan orang-orang yang mengalami
cedera otak lewat flash card. Ia membuat kartu-kartu kata yang ditulis dengan tinta berwarna merah
pada karton tebal, dengan ukuran huruf yang cukup besar. Kartu-kartu itu ditampilkan di hadapan si
pasien dalam waktu cepat, hanya satu detik per kata. Adanya perkembangan pada otak pasiennya
membuat ia ingin mencobanya kepada anak-anak bahkan bayi. Metode flash cards bagi sebagian
besar orang adalah mustahil. Karena, bisa saja anak-anak menghafal kata-kata yang sudah
diperkenalkan namun akan kebingungan ketika diberikan kata-kata baru yang belum pernah
dibacanya. Kritik terhadap flash cards memang sering dilontarkan orang, termasuk sebagian ahli
psikologi. Hal itu disebabkan flash cards dianggap sebagai cara yang kurang rasional, merusak
pembelajaran nalar dan logika. Flash cards berbasis hafalan, sedangkan kemampuan membaca
menurut para psikolog dan orang pada umumnya harus diproses melalui tahapan-tahapan fonemik
dan fonetik. Anak-anak harus terlebih dahulu mengenal huruf dan mampu membedakan bunyi,
sampai akhirnya bisa menggabungkan huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata.
Itulah letak perbedaan Doman dan para pengkritiknya. Doman hanya merekomendasikan
pembelajaran membaca dan matematika sekitar 45 detik per hari. Bisa kita bayangkan, betapa
sebentarnya, dan kemungkinan anak-anak merasa terbebani karena metode itu sangatlah kecil. Tak
heran jika anak-anak usia 2 atau 3 tahun pun sudah mahir membaca dan juga menjadi sangat suka
serta tentu saja tidak menolak untuk belajar membaca dengan pendekatan tersebut.

Kesimpulan :
Dari beberapa kalimat diatas dapat disimpulan dengan teori belajar Guildford yaitu belajar adalah
peubahan perilaku yang berasal dari stimulus luar. Stimulus luar yang dilihat oleh mata, didengar oleh
telinga dan lain ditampung dalam sebuah proses. Proses inilah yang terjadi didalam otak. Saraf dan sel
– sel otak akan mengumpulkan semua stimulus dari luar tersebut. Perubahan perilaku itulah yang
disebut sebagai hasil belajar. Belajar adalah proses kognitif. Maka orang tidak bisa belajar apabila
fungsi otaknya terganggu. Metode Glenn Doman mengajak anak belajar dalam suasana yang sangat
nyaman seolah olah sianak diajak bukan belajar akan tetapi diajak bermain dengan riang. Suasana
inilah yang menimbulkan keingintahuan anak meningkat. dan kegiatan ini dilaksanakan dengan penuh
kasih orang tua terhadap anak dalam artian orang tua tidak diijinkan untuk menguji sianak. Kegiatan
harus dihentikan ketika si anak kelihatan sudah bosan. Namun hal ini mungkin tidak akan
berlangsung lama. Dikarenakan anak yang masih berumur 2-7 tahun pada masa pra-Operasioanal
(teori Piaget) hanya akan melakukan suatu coping. Mungkin bila beranjak dewasa si anak ini tahu apa
yang diplajari namun tidak akan mengerti maksudnya dan mungkin anak tersebut akan lupa yang
sudah dipelajarinya pada umur 2 tahun.

You might also like