You are on page 1of 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia. Umat
Islam tersebut tersebar di seluruh wilayah nusantara dengan berbagai tradisi dan
kebudayaan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan ekspresi
keagamaan di masing-masing daerah sangat bervariasi. Salah satu ekspresi
keagamaan yang cukup menarik adalah yang dilakukan oleh sebagian warga desa
Bogem, kecamatan Bayat, kabupaten Klaten.

Desa ini terletak di bagian paling selatan dari wilayah kabupaten Klaten yang
berbatasan langsung dengan kecamatan Gedangsari, kabubaten Gunungkidul,
Yogyakarta. Sebagian besar masyarakatnya adalah petani dan pedagang yang
merantau ke daerah lain, umumnya ke Jakarta. Latar belakang pendidikan
masyarakat di desa ini masih dapat dikatakan rendah, mayoritas penduduknya
hanya merasakan pendidikan di tingkat SD, bahkan ada yang tidak lulus SD.
Mayoritas warga desa Bogem beragama Islam, warga yang beragama selain Islam
jumlahnya sedikit sekali, hanya sekitar 3-5 kepala keluarga saja.

Hal yang menarik dari sebagian di desa ini adalah bahwa selain menjalankan
ajaran agama Islam, sebagian besar warga, terutama yang sudah berusia di atas 50
tahun, mengekspresikan keagamaan mereka dengan cara yang unik dan
berhubungan erat dengan budaya yang diwarisi dari nenek moyang mereka.
Secara khusus ekspresi keagamaan ini berhubungan erat dengan ajaran Islam yang
menganjurkan umatnya untuk melakukan shadaqah.

Hal ini penting untuk dibahas karena banyak warga di desa ini yang ikut-
ikutan melakukan acara ini tanpa mengetahui asal-usulnya, dan apa tujuan dari
acara ini. Maka, kami berusaha untuk menemukan dan mencari informasi
mengenai acara ini baik tentang namanya, asalnya, caranya, tujuannya dan
sebagainya.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa nama ekspresi keagamaan warga desa Bogem?

2. Bagaimana warga desa Bogem mengekspresikan keagamaan mereka


tersebut?

3. Mengapa mereka melakukan ekspresi keagamaan tersebut?

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Nama Ekspresi Keagamaan Warga Desa Bogem

Warga desa Bogem menamai ekspresi keagamaan mereka dengan nama


Sedekahan, yang diambil dari kata sedekah atau shadaqah. Tetapi sekarang nama
ini jarang dipakai, mereka lebih sering memakai nama Adang, karena dalam acara
tersebut mereka pasti memasak nasi, yang dalam bahasa Jawa disebut adang.
Anehnya, warga yang melakukan acara ini tidak tahu siapa yang pertama kali
memberi nama acara ini dengan nama Sedekahan, yang kemudian sering desebut
dengan nama Adang. Bahkan salah satu tokoh dari acara ini juga tidak mengetahui
siapa yang memberi nama dan mengapa diberi nama demikian. Ketika ditanya
tentang hal ini mereka menjawab bahwa ini adalah naluri dari kaki-nini (nenek
moyang) yang sudah sejak jaman dahulu dilakukan oleh warga desa Bogem.1

2. Proses Pelaksanaan Adang

Adang dilakukan setiap tanggal:2

• 1 Sura atau Muharram dengan tanggal yang berbeda

• 10 Mulud atau Rabi’ul awwal dengan tanggal yang berbeda

• 15 Ruwah atau Sya’ban dengan tanggal yang berbeda

• 21 Pasa atau Ramadhan dengan tanggal yang berbeda

• 1 Sawal atau Syawal dengan tanggal yang berbeda dan

• 10 Besar atau Dzulhijah dengan tanggal yang berbeda

Ketika tiba waktu untuk melaksanakan adang, warga mempersiapkan


makanan yang akan dipakai untuk kondangan. Makanan tersebut terdiri dari nasi,
sayur lodhoh, tahu bacem, tempe bacem, rempeyek atau sejenisnya, dan sambal
goreng. Kecuali pada tanggal 15 Ruwah, makanan yang dipakai kondangan sedikit
berbeda yaitu ketupat, bubuk dhele (kedelai yang sudah digoreng kemudian

1
Wancara dengan ibu Sogi, salah satu tokoh acara Adang di desa Bogem, (Kamis, 18 November
2010).
2
Ibid, ibu Sogi.

3
dihaluskan menjadi bubuk), gereh (ikan asin yang digoreng dengan tepung),
krecek gendar, rempeyek, tahu, tempe, dan sayur lodhoh.3

Setelah semua makanan siap, makanan kemudian diletakkan pada wadah


yang terbuat dari anyaman bambu, orang-orang di desa Bogem menyebutnya
tampah/tempah. Selanjutnya makanan, itu dibawa ke rumah salah seorang warga
yang sudah ditentukan dan sifatnya tetap sebagai tempat untuk berkumpul dalam
melakukan kondangan, biasanya di setiap RT ada satu rumah yang dipakai untuk
acara tersebut. Setelah semua warga berkumpul, salah satu tokoh acara ini,
umumnya yang usianya paling tua dan dianggap paling tahu tentang acara
tersebut, atau dipimpin oleh bapak Modin, atau mantan Modin memimpin doa
yang diamini oleh peserta kondangan. Kemudian pemimpin acara akan
mengambil makanan dari sedekahan/adang yang dibuat oleh warga. Setelah itu,
tibalah giliran warga yang megambil makanan dari sedekahan/adang yang dibuat
oleh warga yang lain. Menurut salah satu tokoh acara ini, inilah inti dari acara
sedekahan/adang yang mereka lakukan, yaitu saling memberi sedekah berupa
makanan kepada sesama. Selain itu, setiap warga yang mengikuti acara ini wajib
memberikan uang seikhlasnya kepada pemimpin acara, mereka menamai uang
tersebut dengan“uang wajib” sebagai sedekah kepada pemimpin kondangan.4

Setelah kondangan selesai, sisa makanan dibawa kembali ke rumah


kemudian disedekahkan kepada keluarga dan tetangga yang tidak ikut kondangan.

1. Alasan sebagian warga desa Bogem mengekspresikan keagamaan mereka


dengan sedekahan/adang.

Alasan yang dikemukakan oleh warga desa Bogem yang melakukan


sedekahan/adang ternyata berbeda-beda, paling tidak ada tiga alasan utama:

Pertama, alasan yang paling mendasar adalah mereka mengikuti naluri kaki-
nini (nenek moyang) yang sudah sejak dahulu melaksanakan sedekahan/adang.
Mereka menganggap apabila mereka tidak melaksanakan apa yang sudah
dilaksanakan oleh nenek moyang mereka, maka mereka akan mendapatkan
malapetaka.5
3
Ibid. ibu Sogi
4
Ibid. ibu Sogi
5
Ibid. ibu Sogi

4
Kedua, menurut mereka, desa Bogem dijaga oleh sang Gusti Semare yaitu
roh-roh nenek moyang yang telah meninggal dunia, sehingga mereka memberikan
sedekah kepada sang Gusti Semare agar mereka tetap menjaga desa Bogem.6

Ketiga, sedekahan/adang ditujukan kepada para nabi dan para wali yang telah
meninggal, sehingga tanggal dilaksanakannya sedekahan/adang selalu beriringan
dengan hari-hari peringatan dalam Islam, seperti tanggal 1 Sura berkaitan dengan
tahun baru Hijriah, tanggal 10 Mulud berkaitan dengan kelahiran Nabi
Muhammad shalallahu ‘alihi wasalam pada tanggal 12 Rabi’ulawal, tanggal 21
Pasa berkaitan dengan nuzulul qur’an pada tanggal 17 Ramadhan, tanggal 1
Sawal berkaitan dengan hari raya Idul Fitri tanggal 1 Syawal, dan tanggal 10
Besar berkaitan dengan hari Raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijah. Sedangkan
pada tanggal 15 Ruwah atau bulan Sya’ban dalam tahun Hijriah secara khusus
berkaitan dengan permintaan Sunan Pandanaran/Sunan Bayat yang pada saat
menjelang kematiannya tanggal 15 Ruwah, dia meminta agar dibuatkan ketupat
dengan lauk bubuk dhele, untuk mengenang dan menghormatinya, maka dibuatlah
sedekahan dengan membuat ketupat dan bubuk dhele sebagai sedekah kepada
sunan Bayat.7

BAB III

PENUTUP

6
Wawancara dengan ibu Sugini, mantan pelaku sedekahan/adang, (Jum’at 19 November 2010).
7
Wawancara dengan bapak Sagimin, tokoh sedekahan/adang di desa Bogem (Kamis, 18
November 2010).

5
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang ekspresi keagamaan warga desa Bogem di atas dapat
kami simpulkan bahwa:
1. Warga desa Bogem menamai ekspresi keagamaan mereka dengan nama
Sedekahan/Adang.
2. Dalam melaksanakan sedekahan/adang warga desa Bogem membuat
makanan yang terdiri dari nasi, sayur lodhoh, tahu bacem, tempe bacem,
rempeyek, dan sambal goreng atau ketupat dan bubuk dhele khusus pada
tanggal 15 Ruwah. Selanjutnya makanan tersebut dibagikan/disedekahkan
kepada keluarga dan tetangga.
3. Ada tiga alasan yang mendorong warga desa Bogem melakukan
sedekahan/adang:
a. mengikuti ajaran nenek moyang
b. sebagai sedekah kepada sang Gusti Semare agar mereka tetap menjaga
desa Bogem.
c. sebagai sedekah kepada para nabi dan wali.
B. Saran
Hendaknya kita senantiasa berhati-hati dalam hidup di tengah masyarakat
yang memiliki aneka budaya dan tradisi ataupun berbagai macam bentuk
ekspresi keagamaan agar tidak terjerumus pada perbuatan yang melanggar
syariat Islam bahkan dapat menjerumuskan kepada perbuatan syirik.

You might also like