You are on page 1of 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Seksio Sesaria

1. Definisi

Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan

pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio sesarea

adalah suatu histerektomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim; seksio adalah

pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding

uterus (Llewelyn, D, 2001, hlm 189).

2. Keuntungan seksio sesarea

Operasi caesar lebih aman dipilih dalam menjalani proses persalinan karena

telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami kesulitan melahirkan. Jalan

lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio sesarea, yaitu bilamana didiagnosis

panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid

terhadap rasa sakit, maka seksio seasria adalah pilihan yang tepat dalam menjalani

proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, D.A, 2007,

hlm 8)

3. Kerugian seksio sesarea

Operasi seksio sesarea merupakan prosedur medis yang mahal. Prosedur

anastesi pada operasi bisa membuat anak ikut terbius, sehingga anak tidak spontan

menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika dan

Universitas Sumatera Utara


mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat luka baru di perut dan kemungkinan

timbulnya infeksi bila luka operasi tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu

menjadi sangat terbatas sehinga proses penyembuhan luka akan semakin lama.

Tindakan seksio sesaria biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak

memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan (Fauzi, D.A,

2007, hlm 11).

4. Indikasi seksio sesarea

a. indikasi medis

Dalam prose persalnan terdapat tiga faktor penentu yaitu power

( tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim ), passageway

( keadaan jalan lahir ), dan passanger ( janin yang dilahirkan ).

Mula – mula indikasi seksio sesaria hanya karena ada kelainan passageway,

misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalina serius pada

jalan lahir atau pada anak, dan adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa

menular kepada anak, sehingga kelahiran tidak bisa melalui jalan yang benar yaitu

melalui vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power dan passanger. Kelainan

power yang memungkinkan dilakukannya seksio sesaria, misalnya mengejan lemah,

ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga.

Sedangkan kelainan passanger diantaranya anak terlalu besar, anaka dengan kelainan

letak jantung, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan

terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrom

(denyut jantung janin kacau dan melemah).

Universitas Sumatera Utara


Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjualani

seksio sesarea, yaitu :

1. Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan ukuran

panggul ibu ( disporsi ). Oleh karena itu, penting untuk melakukan

pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal dengan tujuan

dapat memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal atau

tergolong sempit untuk dilalui bayi nantinya.

2. Pada kasus sudah terjadi gawat janin akibat terinfeksi, misalnya, kasus

ketuban pecah dini ( KPD ) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang

busuk, atau bayi ikut memikul demam tinggi. Bisa juga akibat ibu mengalami

eklamsia (keracunan kehamilan), sehingga bayi ikut terpengaruh akibat

penderitaan ibu. Kondisi bayi – bayi seperti ini termasuk gawat biasanya jika

dokter menilai denyut jantung bayi lebih cepat dari biasa termasuk jika terjadi

lilitan tali pusat pada leher bayi.

3. Pada kasus plasenta terletak di bawah ( plasenta previa ). Biasanya plasenta

melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa letak

plasma dibagian bawah sehingga menutupi liang rahim dan akhirnya bayi

tidak bisa keluar normal melalui liang rahim ibu.

4. Pada kasus kalainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya

melintang dan terlambat dikoreksi selagi kehamilan belum tua ( letak lintang

kasep ). Dalam situasi ini, persalinan normal sudah tidak mungkin dilakukan

lagi, baik kepala atau kaki yang turun lebih dahulu.

Universitas Sumatera Utara


5. Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi. Hal ini

menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari

rahim ( incoordinate uterine – action ).

6. Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala

darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat

bayangan ganda. Pada eklamsia timbul gejala yang lebih berat lagi, yakni

selain gejala preeklamsia tersebut ibu mulai kejang – kejang tak sadarkan diri.

7. Jika yang pernah di seksio sesarea sebelumnya maka pada persalinan berikut

umumnya juga harus di seksio karena takut terjadi robekan rahim. Namun

sekarang, teknik seksio adalah dilakukan sayatan dibagian bawah rahim

sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian

bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan teknik seksio dulu yang

sayatannya dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan melintang.

Persalinan lewat vagina pada ibu yang pernah di seksio dapat dilakukan

dengan catatan : persalianan harus dilakukan di rumah sakit ibu sudah dirawat

beberapa hari sebelum hari persalinan ( harapan partus ), persalinan kala II,

yakni setelah mulas – mules timbul, yang berarti otot rahim berkonsentrasi

dan tidak boleh berlangsung lama (Llewellyn, D, 2001, hlm 189).

b. Indikasi sosial

Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis untuk melakukan seksio

sesaria yang indikasi sosial. Persalinan seksio sesarea karena indikasi sosial timbul

Universitas Sumatera Utara


karena adanya permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk

melakukan persalinan normal.

Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan

tindakan seksio caesaria atau disebut dengan seksio sesarea elektif

(Kasdu, 2003, hlm 14).

5. Kontra indikasi seksio sesarea

Mengenai kontra indikasi, perlu diketahui bahwa seksio sesaria dilakukan baik

untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, seksio sesarea

tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa. Seksio sesaria tidak boleh dilakukan

pada kasus – kasus seperti di bawah ini :

Anak sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini, dokter menilai apabila denyut

jantung anak sudah tidak ada, ibu sudah tidak merasakan adanya gerakan anak dan

pencitraan ultrasonografi ( USG ), atau Doppler, dan tidak ada lagi tanda – tanda

kehidupan dari anak tersebut.

1. Jika anak terlalu kecil untuk mampu hidup diluar rahim ibu.

2. Jika anak dikandungan ibu terbukti cacat, misalnya kepala anak besar

( hydrocepalus ), atau anak tanpa kepala ( anencepalus ).

3. Terjadi infeksi dalam kehamilan (Oxorn, 2001, hlm 14).

Universitas Sumatera Utara


B. Anestesi

Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk

operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang

lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi. Anestesi general bekerja

secara jau lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang

cepat (Gallagher, C.M, 2004, hlm 20 ).

a. Anestesi general

Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak

mungkin diberikan, baik karena alasan tekis maupun karena dianggap tidak aman.

Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah

selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena.

Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar,

akan disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorokkan pasien untuk membantu pasien

bernafas dan mencegah muntah. Jika digunakan anestesi total, pasien akan dimonitor

secara konstan oleh seorang ahli anestesi. Dan biasanya pasangan tidak boleh

mendampingi pasien kala persalinan dengan anestesi general.

b. Anestesi spinal

Dalam operasi caesar elektif, pasien diberi penawaran untuk menggunakan

spinal anestesi. Kedua pilihan itu dapat membuat pertengahan ke bawah tubuh pasien

mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal

ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan sakit, dan pasangan

juga bisa mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat.

Universitas Sumatera Utara


c. Komplikasi – komplikasi yang mungkin terjadi

Komplikasi yang umum terjadi saat anestesi spinal adalah turunnya tekanan

darah. Beberapa wanita merasakan sakit kepala yang parah setelah operasi caesar

dengan anestesi spinal, sementara ada pula yang merasakan sakit pada daerah

punggung.

Anestesi general mungkin membuat pasien merasa pusing ; kerongkongan

terasa kering dan sakit. Selain itu, pasien mungkin juga akan mengalami rasa mual

yang hebat dan muntah. Jika obat bius yang diberikan mengandung morfin, mungkin

akan merasa gatal di sekujur tubuh. Efek – efek samping itu dapat hilang dalam

waktu 24 sampai 48 jam setelah persalinan (Gallagher, C.M, 2004, hlm 21 ).

C. Mobilisasi

Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas

dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemuihan pasca bedah;

mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena

hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan demikian mobilisasi

dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara

membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologi

( Carpenito, 2000 hlm 6 ).

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk berjalan, bangkit,

berdiri dan kembali ketempat tidur, kursi, kloset, duduk dan sebagainya. Disamping

kemampuan menggerakkan akstremitas bawah mobilisasi tercakup dalam pengkajian

Universitas Sumatera Utara


terhadap aktivitas kehidupan sehari – hari pasien untuk menyusun rencana askeb yang

bersifat individual (Suchinchliff, 1999 hlm 7).

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat

tidur dengan melatih bagian – bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar

berjalan (Soelaiman, 2000, hlm 17).

Mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi pasien yang membaik. Pada

pasien post operasi seksio sesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segera

menggerakkan anggota tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah

menggerakkan lengan, tangan, kaki dan jari – jarinya agar kerja organ pencernaan

segera kembali normal ( Kasdu, 2003, hlm 71 ).

Konsep mobilisasi mula – mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan

pengembalian secara berangsur – angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk

mecegah komplikasi (Ancheta, R.,S, 2005, hlm 31).

1. Faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi

a). Faktor fisiologis; frekuensi penyakit atau operasi dalam 12 bulan terakhir, tipe

penyakit, status kardiopulmonar, status musculskletal, pola tidur, keberadaan nyeri,

frekuensi aktifitas dan kelainan hasil laboratorium. b).faktor emosional; faktor

emosional yang mempengaruhi mobilisasi adalah suasana hati, depresi, cemas,

motivasi, ketergantungan zat kimia, dan gambaran diri. c). faktor perkembangan;

faktor perkembangan yang mempengaruhi moilisasi adalah usia, jenis kelamin,

kehamilan, perubahan masa otot karena perubahan perkembangan, perubahan sistem

skletal (Potter & Perry, 2006, hlm 9).

Universitas Sumatera Utara


2. Indikator pemulihan pasca seksio sesaria dengan mobilisasi

Pada hari ketiga sampai kelima setelah operasi ibu diperbolehkan pulang ke

rumah apabila tidak terjadi komplikasi. Perkembangan kesembuhan ibu pasca seksio

sesaria dapat dilihat dari hari kehari. Hari kedua setelah operasi ibu berusaha buang

air kecil sendiri tanpa bantuan kateter, dan melakukannya di kamar mandi dengan

dibantu suami atau keluarga. Hari ketiga umumnya ibu baru akan buang air besar,

dimana saat awal setelah persalinan ibu mengalami sembelit. Pada hari keempat lokia

pada ibu pasca seksio sesarea normalnya 2 x ganti doek/ hari, perubahan ini

menunjukkan bahwa rahim berkontraksi yaitu mengalami proses untuk kembali ke

kondisi dan ukuran yang normal. Pada hari kelima fundus uteri berada pada

pertengahan pusat simfisis dan hari ketujuh setelah operasi luka bekas sayatan

mengering (Kasdu, 2003, hlm 69).

3. Tujuan mobilisasi pada ibu pasca bedah seksio sesaria

Tujuan mobilisasi dini yaitu membantu proses penyembuhan ibu yang telah

melahirkan, untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas luka sayatan setelah

operasi seksio sesarea, mengurangi resiko terjadinya konstipasi, mengurangi

terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot – otot di seluruh tubuh,

mengatasi terjadinya gangguan sirkulasi darah, pernafasan, peristaltik maupun

berkemih (Carpenito, 2000, hlm 2).

Universitas Sumatera Utara


4. Prosedur mobilisasi

1. Hari 1 – 4

a. Membentuk lingkaran dan meregangkan telapak kaki

Ibu berbaring di tempat tidur, kemudian bentuk gerak lingkaran dengan

telapak kaki satu demi satu. Gerakan itu seperti sedang menggambar

sebuah lingkaran dengan ibu jari kaki ibu ke satu arah, lalu ke arah lainnya.

Kemudian regangkan masing – masing telapak kaki dengan cara menarik

jari – jari kaki ibu ke arah betis, lalu balikkan ujung telapak kaki ke arah

sebaliknya sehingga ibu merasakan otot betisnya berkontraksi. Lakukan

gerakan ini dua atau tiga kali sehari.

b. Bernafas dalam – dalam

- Berbaring dan tekukkan kaki sedikit. Tempatkan kedua tangan ibu di bagian

dada atas dan tarik nafas. Arahkan nafas itu ke arah tangan ibu, lalu tekanlah

dada saat ibu menghembuskan nafas.

- Kemudian tarik nafas sedikit lebih dalam. Tempatkan kedua tangan di atas

tulang rusuk, sehingga ibu dapat merasakan paru – paru mrngembang, lalu

hembuskan nafas seperti sebelumnya.

- Cobalah untuk bernafas lebih dalam sehingga mencapai perut. Hal ini akan

merangsang jaringan – jaringan di sekitar bekas luka. Sangga insisi ibu

dengan cara menempatkan kedua tangan secara lembut di atas daerah

tersebut. Kemudian, tarik dan hembuskan nafas yang lebih dalam lagi

beberapa kali. Ulangi sebanyak tiga atau empat kali.

Universitas Sumatera Utara


c. Duduk tegak

- Tekuk lutut dan miring ke samping.

- Putar kapala ibu dan gunakan tangan – tangan ibu untuk membantu dirinya

ke posisi duduk. Saat melakukan gerakan yang pertama, luka akan tertarik

dan terasa sangat tidak nyaman, namun teruslah berusaha dengan bantuan

lengan sampai ibu berhasil duduk. Pertahankan posisi itu selama beberapa

saat.

- Kemudian, mulailah memeindahkan berat tubuh ke tangan , sehingga ibu

dapat menggoyangkan pinggul ke arah belakang. Duduk setegak mungkin

dan tarik nafas dalam – dalam beberapa kali, luruskan tulang punggung

dengan cara mengangkat tulang – tulang rusuk. Gunakan tangan ibu untuk

menyangga insisi. Cobalah batuk 2 atau 3 kali.

d. Bangkit dari tempat tidur

- Gerakkan tubuh ke posisi duduk. Kemudian gerakkan kaki pelan – pelan ke

sisi tempat tidur. Gunakan tangan ibu untuk mendorong ke depan dan

perlahan turunkan telapak – telapak kaki ibu ke lantai.

- Tekanlah sebuah bantal dengan ketat di atas bekas luka ibu untuk

menyangga. Kemudian, cobalah bagian atas tubuh ibu. Cobalah meluruskan

seluruh tubuh lalu luruskan kaki – kaki ibu.

Universitas Sumatera Utara


e. Berjalan

Dengan bantal tetap tertekan di atas bekas luka, berjalanlah ke depan. Saat

berjalan usahakan kepala tetap tegak, bernafas lewat mulut. Teruslah

berjalan selama beberapa menit sebelum kembali ke tempat tidur.

f. Berdiri dan meraih

Duduklah di bagian tepi tempat tidur, angkat tubuh hingga berdiri.

Pertimbangkanlah untuk mengontraksikan otot – otot punggung agar dada

mengembang dang meregang. Cobalah untuk mengangkat tubuh, mulai dari

pinggang perlahan – lahan, melawan dorongan alamiah untuk membungkuk,

lemaskan tubuh ke depan selama satu menit.

g. Menarik perut

- Berbaringlah di tempat tidur dan kontraksikan otot – otot dasar pelvis, dan

cobalah untuk menarik perut.

- Perlahan – lahan letakkan kedua tangan di atas bekas luka dan

berkontraksilah untuk menarik perut menjauhi tangan ibu. Lakukan 5 kali

tarikan, dan lakukan 2 kali sehari.

h. Saat menyusui

Tarik perut semabari menyusui. Kontraksikan otot – otot perut selama

beberapa detik lalu lemaskan.lakukan 5 sampai 10 kali setiap kali ibu

menyusui.

Universitas Sumatera Utara


2. Hari 4 – 7

a. Menekuk pelvis

Kontraksikan abdomen dan tekan punggung bagian bawah ke tempat

tidur. Jika dilakukan dengan benar pelvis akan menekuk. Lakukan 4

hingga 8 tekukan selama 2 detik.

b. Meluncurkan kaki

Berbaring dengan lutut tertekuk dan bernafaslah secara normal, lalu

luncurkan kaki di atas tempat tidur, menjauhi tubuh. Seraya mendorong

tumit, ulurkan kaki, sehingga ibu akan merasakan sedikit denyutan di

sekitar insisi. Lakukan 4 kali dorongan untuk satu kaki.

c. Sentakan pinggul

- Berbaringlah di atas tempat tidur, tekukkan kaki ke atat dan remtangkan

kaki yang satu lagi. Lakukan gerakan menunjuk ke arah jari – jari kaki.

- Dorong pinggul pada sisi yang sama dengan kaki yang tertekuk ke arah

bahu, lalu lemaskan. Dorong kaki menjauhi tubuh dengan lurus. Lakukan

6 hingga 8 pengulangan untuk masing – masing tubuh.

d. Menggulingkan lutut

- Berbaring di tempat tidur , kemudian letakkan tangan di samping tubuh

untuk menjaga keseimbangan

- Perlahan – lahan gerakkan kedua lutut ke satu sisi. Gerakkan lutut hingga

bisa merasakan tubuh ikut berputar. Lakukan 3 kali ayunan lutut ke

masing – masing sisi. Akhiri dengan meluruskan kaki.

Universitas Sumatera Utara


e. Posisi jembatan

Berbaringlah di atas tempat tidur dengan kedua lutut tertekuk. Bentangkan

kedua tangan ke bagian samping untuk keseimbangan. Tekan telapak kaki

ke bawah dan perlahan – lahan angkat pinggul dari tempat tidur. Rasakan

tulang tungging terangkat. Lakukan gerakan ini 5 kali sehari.

f. Posisi merangkak

- Perlahan – lahan angkat tubuh dengan bertopang kedua tangan dan kaki di

atas tempat tidur. Saat ibu dapat mempertahankan posisi merangkak tanpa

merasa tak nyaman sedikitpun, ibu dapat menambah beberapa gerakan

dalam rangkaian ini.

- Tekan tangan dan kaki di tempat tidur, dan cobalah untuk melakukan

gerakan yang sama dengan sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong

ke arah bahu. Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu akan merasa

seolah – olah menggoyang- goyangkan ekor. Lakukan gerakan ini 5 kali

sehari.

- Tekan bagian tengah punggung ke arah bawah, saat melengkung tubuh ke

bawa, ibu bisa merasakan perut meregang. Kemudian, saat meluruskan

punggung, berkonsentrasilah menarik abdomen (Gallagher, C.M, 2004,

hlm 38).

5. Manfaat mobilisasi

Pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung, memperbaiki

kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan

Universitas Sumatera Utara


darah, memperbaiki aliran balik vena; pada sistem respiratori meningkatkan frekuensi

dan kedalaman pernafasan, meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja

pernafasan, meningkatkan pengembangan diafragma; pada sistem metabolik dapat

meningkatkan laju metabolisme basal, meningkatkan penggunaan glukosa dan asam

lemak, meningkatkan pemecahan trigliseril, meningkatkan mobilitas lambung,

meningkatkan produksi panas tubuh; pada sistem muskuloskletal memperbaiki tonus

otot, meningkatkan mobilisasi sendiri, memperbaiki toleransi otot untuk latihan,

mungkin meningkatkan masa otot; pada sistem toleransi otot, meningkatkan toleransi,

mengurangi kelemahan, meningkatkan toleransi terhadap stres, perasaan lebih baik,

dan berkurangnya penyakit (Potter., Perry, 2006, hlm 24).

6. Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi

Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik

sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu

dari gejala infeksi adalah peningkatan suhu tubuh; perdarahan yang abnormal, dengan

mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko

perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk

penyempitan pembuluh darah yang terbuka; involusi uterus yang tidak baik, tidak

dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa

plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus (Fauzi, C.M, 2007,

hlm 8).

Universitas Sumatera Utara

You might also like