Professional Documents
Culture Documents
Pernyataan ini tidak wajib diterapkan untuk unsur yang tidak material (immaterial items)
Pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia
Sejalan dengan perkembangan tersebut, timbul kebutuhan yang mendesak pula untuk
menyediakan standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk
mencatat dan melaporkan transaksi-transaksi sewa guna usaha sebagai salah satu cara
pembiayaan di samping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui
sektor perbankan dan pasar modal.
Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 yang berlaku saat ini belum sepenuhnya dapat
memenuhi kebutuhan akan standar akuntansi keuangan untuk transaksi sewa guna usaha.
Menyadari hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Asosiasi Leasing Indonesia (ALI),
Direktorat Jenderal Moneter (DJM) serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah
mengadakan kerjasama untuk menyusun Pernyataan ini, yang dituangkan dalam Piagam
Kerjasama tertanggal 10 Nopember 1989.
Berdasarkan Piagam Kerjasama tersebut, telah dibentuk suatu Tim Perumus untuk
menyusun Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha, dengan susunan anggota sebagai
berikut:
Sehubungan dengan itu Prinsip Akuntansi Indonesia - Pernyataan No. 6 ini disebut
"Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna Usaha". Standar Khusus Akuntansi Sewa Guna
Usaha ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam perlakuan dan pelaporan
transaksi sewa guna usaha.
Pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia
Prinsip Akuntansi Indonesia - Pernyataan No. 6 berjudul Standar Khusus Akuntansi Sewa
Guna Usaha telah disetujui dalam rapat komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal 15
September 1990 dan telah disahkan oleh rapat pengurus Pusat Ikatan Akuntan
Indonesia pada tanggal 19 September 1990.
Pengurus Pusat
Ikatan Akuntan Indonesia
Halaman
KATA PENGANTAR
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................30.1-30.4
1. Latar Belakang ................................................................................................................ 30.1-30.2
2 Jenis-jenis Sewa Guna Usaha ......................................................................................... 30.2-30.4
3. Pelaksanaan Transaksi Sewa Guna Usaha .............................................................................. 30.4
4. Sewa Guna Usaha Sindikasi (Syndikated Lease) ..................................................................... 30.4
LAMPIRAN
Masalah serta Perkembangan dalam Akuntansi Transaksi
Sewa Guna Usaha ................................................................................................30.13-30.21
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kegiatan sewa guna usaha (leasing) diperkenalkan untuk pertama kalinya di Indonesia
pada tahun 1974 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan,
Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep-122/MK/2/1974, No. 32/M/
SK/ 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74 tanggal 7 Pebruari 1974 tentang "Perizinan Usaha
Leasing". Sejak saat itu dan khususnya sejak tahun 1980 jumlah perusahaan sewa guna usaha
dan transaksi sewa guna usaha makin bertambah dan meningkat dari tahun ke tahun untuk
membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha.
Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (joint venture) bersama perusahaan
swasta nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna usaha sebagai
alternatif pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pengusaha di Indonesia,
disamping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan.
Perluasan cara-cara pembiayaan tersebut sejalan dengan definisi leasing atau sewa
guna usaha sebagaimana dituangkan dalam pasal 1 SKB Menteri Keuangan, Menteri
Perdagangan dan Menteri Perindustrian tersebut di atas yang menyatakan:
Definisi tersebut tampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha yang
lazim disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan. Namun demikian, dengan
ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 / KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988, jenis kegiatan sewa guna usaha telah diperluas sebagaimana tersirat dalam
pasal 1 keputusan tersebut yang menampung definisi-definisi berikut ini:
(a) Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal balk secara
30.1
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA
Finance Lease maupun Operating Lease untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
(b) Finance Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha, di mana Penyewa Guna Usaha pada
akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha
berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
(c) Operating Lease adalah kegiatan Sewa Guna Usaha di mana Penyewa Guna Usaha tidak
mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha.
(d) Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang
menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak Perusahaan Sewa Guna
Usaha (lessor)."
Ketentuan tersebut ternyata tidak banyak merubah pengertian dasar sewa guna
usaha di Indonesia karena hanya membuka peluang bagi perusahaan sewa guna usaha
untuk melakukan kegiatan usahanya dalam operating lease yang pada hakikatnya
merupakan usaha sews-menyewa biasa.
Namun demikian, dengan terbukanya kemungkinan bagi perusahaan sewa guna usaha
untuk memperluas bidang usahanya yang mencakup balk sewa guna usaha pembiayaan
(finance lease) maupun sewa-menyewa biasa (operating lease) maka dirasakan adanya
kebutuhan yang mendesak untuk menyediakan standar akuntansi keuangan yang dapat
digunakan sebagai pedoman untuk mencatat dan melaporkan transaksi-transaksi sewa
guna usaha sesuai dengan karakteristik serta ruang lingkup yang telah ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Keuangan tersebut. Kebutuhan ini terutama lebih
dirasakan pentingnya mengingat selama ini belum ada ketetapan tentang status hukum
maupun perlakuan akuntansi yang jelas mengenai transaksi sewa guna usaha.
Di samping itu, meskipun kegiatan sewa guna usaha di negara-negara maju relatif
lebih dikenal dan berkembang, perlakuan akuntansi atas transaksi sewa guna usaha
ternyata masih terbentur pada berbagai masalah pelik dan rumit yang senantiasa menjadi
obyek pertentangan.
Jenis-jenis sewa guna usaha yang sudah dikenal secara umum, termasuk dua jenis
sewa guna usaha yang telah ditampung dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut,
adalah sebagai berikut:
30.2
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang
membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang
modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang
modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang
menjadi obyek transaksi sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha
melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala di mana jumlah seluruhnya ditambah
dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian harga
perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan
perusahaan sewa guna usaha.
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan
selanjutnya disewagunausahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance
lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak
mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut
dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahaan sewa guna usaha
mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang
disewagunausahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha Iainnya.
Dalam sewa guna usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan sewa
guna usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang
disewagunausahakan sehingga, berbeda dengan finance lease, perusahaan sewa guna usaha
dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya-biaya pelaksanaan sewa guna
usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.
Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara
langsung (direct finance lease) di mana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang
diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa guna
usaha. Sewa guna usaha jenis ini sering kali merupakan suatu jalur pemasaran bagi
produk perusahaan tertentu.
30.3
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
Transaksi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni penyewa
guna usaha, perusahaan sewa guna usaha dan kreditor jangka panjang yang membiayai
bagian terbesar dari transaksi sewa guna usaha.
Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, transaksi sewa guna usaha dapat dilaksanakan
sebagai berikut:
Dalam transaksi jenis ini penyewa guna usaha belum pernah memiliki barang modal
yang menjadi obyek sewa guna usaha sehingga atas permintaannya perusahaan sewa guna
usaha membeli barang modal tersebut.
Tujuan utama penyewa guna usaha adalah mendapatkan pembiayaan melalui sewa
guna usaha untuk memperoleh barang modal yang dapat digunakan dalam proses produksi.
Dalam transaksi ini, penyewa guna usaha terlebih dahulu menjual barang modal yang
sudah dimilikinya kepada perusahaan sewa guna usaha dan atas barang modal yang
sama ini kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha antara penyewa guna usaha
(pemilik semula) dengan perusahaan sewa guna usaha.
Dalam sewa guna usaha sindikasi beberapa perusahaan sewa guna usaha secara
bersama melakukan transaksi sewa guna usaha dengan satu penyewa guna usaha. Sewa guna
usaha ini dilakukan karena nilai transaksi yang terlampau besar atau karena faktor-faktor
lain. Salah satu perusahaan sewa guna usaha akan ditunjuk sebagai koordinator sehingga
penyewa guna usaha cukup berkomunikasi dengan perusahaan ini untuk
melaksanakan segala sesuatu yang menyangkut transaksi sewa guna usaha. Pelaksanaan
transaksi ini dapat dilakukan baik melalui sewa guna usaha langsung maupun penjualan dan
penyewaan kembali.
30.4
Akuntansi Sewa Guna Usaha
PSAK No. 30
BAB II
1. Dasar Pertimbangan
Menurut ketentuan dalam pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 /
KMK.01 3/1988 tanggal 20 Desember 1988 dinyatakan bahwa sepanjang perjanjian sewa
guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna
usaha berada pada perusahaan sewa guna usaha. Dengan demikian, selama jangka waktu
sewa guna usaha, hak milik (legal title) atas aktiva yang disewagunausahakan tetap
berada pada perusahaan sewa guna usaha meskipun berdasarkan suatu perjanjian sewa
guna usaha tanggung jawab atas penggunaan aktiva tersebut diserahkan kepada penyewa
guna usaha.
Terlepas dari ketentuan tersebut, ditinjau dari aspek akuntansi, paragraf 35 Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa laporan keuangan
lebih menekankan pada makna ekonomi (economic substance) dari suatu peristiwa/
transaksi daripada bentuk hukumnya (legal form).
Oleh karena itu, apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna
ekonominya merupakan pemindahan dari seluruh manfaat serta risiko yang melekat pada
kepemilikan suatu aktiva, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai perolehan
suatu aktiva dan terjadinya kewajiban (capitallease) bagi penyewa guna usaha, dan suatu
penjualan atau pembiayaan (finance lease) bagi perusahaan sewa guna usaha.
Sebaliknya apabila suatu transaksi sewa guna usaha yang berdasarkan makna
ekonominya tidak merupakan suatu pemindahan seluruh manfaat dan risiko yang melekat
pada kepemilikan aktiva tersebut, maka transaksi tersebut harus dipandang sebagai
transaksi sewa menyewa biasa (operating lease) antara perusahaan sewa guna usaha
dengan penyewa guna usaha.
2. Tujuan
30*. 5
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
Berhubung dasar pertimbangan utama yang digunakan adalah asas makna ekonomi, maka
suatu transaksi sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease bagi penyewa guna
usaha atau finance lease bagi perusahaan sewa guna usaha apabila dipenuhi semua kriteria berikut
ini:
(a) Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aktiva yang
disewagunausahakan pada akhir masa sewa guna usaha dengan harga yang telah
disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewa guna usaha;
(b) Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha ditambah
dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang
disewagunausahakan serta bunganya, sebagai keuntungan perusahaan sewa guna usaha
(full payout lease);
(c) Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
Kalau salah satu kriteria tersebut di atas tidak terpenuhi maka transaksi sewa guna usaha
dikelompokkan sebagai transaksi sewa menyewa biasa (operating lease).
4. 1. Finance Lease
(1) Penanaman neto dalam aktiva yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan
dicatat sebagai penanaman neto sewa guna usaha. Jumlah penanaman neto tersebut terdiri
dari jumlah piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang akan
diterima oleh perusahaan sewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha dikurangi
dengan pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui (unearned lease income), dan
simpanan jaminan (security deposit).
30.6
AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30
(2) Selisih antara piutang sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) dengan harga
perolehan aktiva yang disewagunausahakan diperlakukan sebagai pendapatan sewa
guna usaha yang belum diakui (unearned lease income).
(3) Pendapatan sewa guna usaha yang belum diakui harus dialokasikan secara konsisten
sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu tingkat pengembalian berkala
(periodic rate of return) atas penanaman neto perusahaan sewa guna usaha.
(4) Apabila perusahaan sewa guna usaha menjual barang modal kepada penyewa guna
usaha sebelum berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara harga jual
dengan penanaman neto dalam sewa guna usaha pada saat penjualan dilakukan harus
diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian periode berjalan.
(5) Pendapatan lain yang diterima sehubungan dengan transaksi Sewa Guna Usaha harus
diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan.
(1) Barang modal yang disewagunausahakan harus diperlakukan dan dicatat sebagai
aktiva sewa guna usaha berdasarkan harga perolehan.
(2) Pembayaran sewa guna usaha (lease payments) selama tahun berjalan yang diperoleh dari
penyewa guna usaha diakui dan dicatat sebagai pendapatan sewa. Pendapatan sewa
harus diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus sepanjang masa sewa guna
usaha, meskipun pembayaran sewa guna usaha mungkin dilakukan dalam jumlah yang
tidak sama setiap periode.
(3) Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan harus dilakukan dalam jumlah yang
layak berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
(4) Kalau aktiva yang disewagunausahakan dijual maka perbedaan antara nilai buku dan
harga jual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian tahun berjalan.
(1) Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva tetap dan
kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai tunai dari seluruh
30.7
PSAK No. 30
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA
pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi) yang harus dibayar oleh
penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha
setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan dicatat sebagai angsuran pokok
kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga berdasarkan tingkat bunga yang
diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa guna usaha.
(2) Tingkat diskonto yang digunakan untuk menentukan nilai tunai dari pembayaran sewa
guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan sewa guna usaha atau
tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa guna usaha.
(3) Aktiva yang disewagunausahakan harus diamortisasi dalam jumlah yang wajar
berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
(4) Kalau aktiva yang disewagunausahakan dibeli sebelum berakhirnya masa sewa guna
usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang dilakukan dengan sisa kewajiban
dibebankan atau dikreditkan pada tahun berjalan.
(5) Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai kewajiban lancar dan jangka
panjang sesuai dengan praktik yang lazim untuk jenis usaha penyewa guna usaha.
(6) Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales and leaseback) maka
transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua transaksi yang terpisah yaitu
transaksi penjualan dan transaksi sewa guna usaha. Selisih antara harga jual dan nilai
buku aktiva yang dijual harus diakui dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang
ditangguhkan. Amortisasi atas keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus
dilakukan secara proporsional dengan biaya amortisasi aktiva yang
disewagunausahakan apabila leaseback merupakan capital lease atau secara
proporsional dengan biaya sewa apabila leaseback merupakan operating lease.
Pembayaran sewa guna usaha selama tahun berjalan merupakan biaya sewa yang
diakui dan dicatat berdasarkan metode garis lurus selama masa sewa guna usaha,
meskipun pembayaran sewa guna usaha dilakukan dalam jumlah yang tidak sama setiap
periode.
30.8
AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30
6. Pelaporan dan Pengungkapan Transaksi Sewa Guna Usaha oleh Perusahaan Sewa
Guna Usaha
6. 1. Finance Lease
(3) Laporan laba rugi disajikan sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan
dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single step). Pendapatan sewa
guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok Pendapatan.
(4) Jumlah penanaman neto dan pendapatan sewa guna usaha dalam sewa guna usaha
sindikasi dan leveraged leases harus dilaporkan oleh masing-masing pihak secara
proposional sesuai dengan penyertaannya.
(5) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
(i) Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa
guna usaha;
(ii) Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya;
(iii) Sifat dari simpanan jaminan yang merupakan kewajiban perusahaan sewa guna
usaha kepada penyewa guna usaha;
(iv) Piutang sewa guna usaha yang dijaminkan kepada pihak ketiga;
30.9
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
(1) Barang modal yang disewagunausat akan dilaporkan berdasarkan harga perolehan
setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutannya.
(2) Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan secara terpisah dari aktiva tetap yang
tidak disewagunausahakan.
(3) Perhitungan laba rugi harus disusun sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan
dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya (single
step). Pendapatan sewa guna usaha harus dilaporkan sebagai komponen utama
dalam kelompok pendapatan.
(5) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
(i) Kebijakan akuntansi penting yang digunakan sehubungan dengan transaksi sewa
guna usaha;
(ii) Jumlah pembayaran sewa guna usaha paling tidak untuk 2 (dua) tahun berikutnya;
(iii) Sifat dari simpanan jaminan (jika ada);
(iv) Aktiva yang disewagunausahakan yang dijaminkan kepada pihak ketiga;
(v) Sewa guna usaha sindikasi dan leveraged leases.
(1) Aktiva yang disewagunausahakan dilaporkan sebagai bagian aktiva tetap dalam
kelompok tersendiri. Kewajiban sewa guna usaha yang bersangkutan harus disajikan
terpisah dari kewajiban lainnya.
(2) Pengungkapan yang layak harus dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
30.10
AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA
PSAK No. 30
Jumlah pembayaran sewa guna usaha yang harus dibayar paling tidak untuk 2 (dua)
tahun berikutnya:
(i) Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan dalam tahun
berjalan;
(ii) Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa guna usaha;
(iii) Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta
amortisasinya sehubungan dengan transaksi sale and leaseback;
(iv) Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa guna usaha
(major covenants).
30.11
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
BAB III
TANGGAL BERLAKU
Pernyataan ini berlaku untuk transaksi sewa guna usaha yang dilakukan selambat-
Iambatnya mulai tanggal 1 Januari 1991. Namun demikian penerapan Iebih dini dianjurkan.
Transaksi sewa guna usaha yang telah dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 1991,
perlakuannya harus mengacu pada pernyataan ini mulai tanggal 1 Januari 1991, tanpa perlu
melakukan pernyataan kembali (restatement) terhadap laporan keuangan yang telah
dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya.
30.12
AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30
LAMPIRAN
Meskipun baru berkembang pada tahap dini, situasi yang dihadapi di Indonesia tidak
jauh berbeda. Selama ini, perkembangan perlakuan akuntansi transaksi sewa guna usaha yang
diterapkan oleh perusahaan sewa guna usaha dan penyewa guna usaha selama ini hanya
mengacu pada berbagai sumber serta ketentuan-ketentuan sebagai berikut ini:
_______________
1 SFAS S22, "Changes in the Provision of Lease Agreements Resulting from Refunding of Tax Exempt Debt;
SFAS 23, "Inception of the Lease"; SFAS 26,"Profit Recognition on Sales-Type Leases of Real Estate";
SFAS 27, "Classification of Renewals or Extensions of Existing Sales-Type or Direct Financing Leases";
SFAS 29, "Determining Contingent Rentals"; FASB Interpretation 19, "Lessee Guarantee of the Residual
Value of Leased Property"; FASB Interpretation 23, "Leases of Certain Property Owned by a
Governmental Unit or Authority"; FASB Interpretation 24, "Leases Involving Only Part of a Building"; FASB'
Interpretation 26, "Accounting for Purchase of a Leased Asset by the Lessee During the Term of the Lease"; dan FASB
Interpretation 27, "Accounting for a Loss on Sublease".
30.13
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri No. SE-499/MD/1 984 tanggal 24
Januari 1984 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penyampaian Laporan Perusahaan Leasing.
Butir 5 Surat Edaran tersebut menyatakan bahwa: "Neraca dan Perhitungan Laba Rugi
Perusahaan disusun berdasarkan finance method dengan ketentuan sekurang-kurangnya
harus dapat mencerminkan secara jelas posisi investasi dalam leasing, aktiva lancar,
aktiva tetap, hutang lancar/ jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal sendiri
(equity) perusahaan pada periode laporan"
Surat Edaran tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Keputusan Presiden
No. 61/1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 /KMK.01 3/1988 tanggal 20
Desember 1988.
Bila terjadi pemindahan risiko dan manfaat secara substansial dari lessor kepada.
lessee, lease demikian dikategorikan sebagai, "capital lease" oleh lessee, dan
merupakan "direct financing lease" atau "sales-type lease" bagi lessor. Bila terjadi
hal yang sebaliknya, baik lessor maupun lessee mempertanggung-
jawabkannya sebagai operating lease.
2.3. Perlakuan akuntansi untuk lease dalam laporan keuangan lessee dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
30.14
A K U N TA N S I S E W A G U N A U S A H A PSAK No. 30
tunai pembayaran sewa minimum selama periode lease atau nilai wajar
aktiva yang disewa pada awal periode lease.
Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha akan
dialokasikan sebagai pengurang kewajiban serta biaya bunga. Aktiva
yang disewagunausahakan berdasarkan capital lease serta akumulasi
penyusutannya harus disajikan dalam neraca lessee secara terpisah
ataupun diungkapkan secara wajar dalam catatan atas laporan keuangan.
Demikian pula dengan kewajiban karena suatu sewa guna usaha, harus
dinyatakan dan dikelompokkan sebagai kewajiban lancar atau kewajiban
jangka panjang dalam neraca sesuai dengan ketentuan yang lazim
dilakukan. Penyusutan aktiva yang disewagunausahakan yang dibebankan
terhadap pendapatan harus pula diungkapkan.
2.4.1. Direct financing lease. Pada neraca dicatat "tagihan pembayaran lease" (lease
payments receivable) sejumlah pembayaran sewa minimum ditambah
unguaranteed residual value. Selisih nilai tersebut dengan biaya atau nilai buku
aktiva yang disewakan, dicatat sebagai pendapatan yang ditangguhkan.
2.4.2. Sales-type lease. Perlakuan akuntansinya sama dengan direct financing lease.
Satu hal yang membedakan sales-type lease dengan direct financing
lease adalah adanya unsur "manufacturer's or dealer's profit" pada permulaan
lease.
2.4.3. Operating lease. Lessor tetap mencatat aktiva yang disewakan sebagai
aktiva tetap dan menyusutkannya sesuai dengan kebijaksanaan
30.15
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
Usul ini telah diputuskan untuk ditangguhkan dan tidak ditampung dalam Standar
Akuntansi Keuangan dengan catatan akan dikeluarkan dalam suatu pernyataan
tersendiri.
Pengelompokan sewa guna usaha oleh AS didasarkan pada pandangan makna ekonomi di
mana risiko serta manfaat yang melekat pada kepemilikan aktiva yang
disewagunausahakan ada pads pihak lessor atau lessee dan bukannya berdasarkan
kontrak sewa guna usaha.
Suatu sewa guna usaha dikelompokkan sebagai finance lease apabila seluruh risiko
serta manfaat yang melekat pada kepemilikkan diserahkan kepada lessee. Sewa guna
usaha jenis ini biasanya tidak dapat dibatalkan dan menjamin lessor terhadap
pengembalian modal maupun pendapatannya dalam penanaman sewa guna usaha
tersebut.
Sewa guna usaha yang tidak memenuhi kriteria ini dikelompokkan sebagai operating
lease.
Dalam pasal 48 dinyatakan bahwa suatu aktiva berdasarkan finance lease harus
dicatat dalam neraca sebagai piutang sejumlah yang sama dengan penanaman neto dalam sewa
guna usaha dan bukannya sebagai aktiva tetap.
Sedangkan dalam pasal 49 dinyatakan bahwa pendapatan dalam finance lease harus
didasarkan pada suatu pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian berkala
yang tetap dan harus diterapkan secara konsisten.
Dalam operating lease pendapatan sewa guna usaha harus diakui berdasarkan garis lurus
selama masa sewa guna usaha atau dengan dasar lain yang lebih sistimatis dan tetap
berdasarkan pola waktu pembentukan pendapatan.
30.16
AKUNTANSI SEW A GUNA USAHA PSAK No. 30
Atas transaksi sewa guna usaha yang dilaporkan sebagai finance lease pengungkapan
yang layak harus dilakukan pada setiap tanggal neraca mengenai jumlah bruto penanaman,
pendapatan yang belum dihasilkan serta nilai sisa aktiva yang dilease yang tidak terjamin.
Dasar yang digunakan untuk pengakuan pendapatan juga harus diungkapkan. Sedangkan
apabila sebagian besar kegiatan usaha lessor terdiri dari operating lease, pada setiap
tanggal neraca lessor harus mengungkapkan jumlah aktiva berdasarkan pengelompokkan
aktiva serta akumulasi penyusutannya.
Dalam pasal 44 dinyatakan bahwa suatu finance lease harus dicerminkan dalam
neraca lessee dengan mencatat aktiva dan kewajiban sejumlah yang sama dengan nilai
pasar yang wajar atau dengan nilai tunai jumlah pembayaran sewa guna usaha berkala
pada saat permulaan masa sewa guna usaha.
Dalam finance lease, alokasi pembayaran sewa guna usaha harus dilakukan terhadap
pengurangan pokok kewajiban lessee serta pembayaran bunga berdasarkan tingkat bunga
yang tetap terhadap sisa kewajiban lessee. Suatu finance lease mengakibatkan timbulnya
penyusutan atas aktiva yang disewagunausahakan bagi lessee. Kebijaksanaan penyusutan
aktiva yang disewagunausahakan harus diterapkan secara konsisten sesuai dengan
kebijaksanaan penyusutan aktiva tetap lainnya.
Apabila tidak ada kepastian bahwa lessee akan mendapatkan kepemilikan pada
akhir masa sewa guna usaha, nilai aktiva yang disewa guna usaha harus disusutkan
seluruhnya dalam jangka waktu yang lebih singkat daripada masa sewa guna usaha
atau umur ekonomisnya.
Dalam transaksi sale-leaseback yang dilakukan secara finance lease, kelebihan hasil
penjualan terhadap nilai buku tidak boleh segera diakui sebagai pendapatan dalam laporan
keuangan penjual (lessee) melainkan pengakuannya ditangguhkan dan dialokasikan selama
masa sewa guna usaha.
30.17
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
Ikatan untuk pembayaran sewa guna usaha minimum berdasarkan finance lease
maupun dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan dan jangka waktunya melebihi
satu tahun, harus diungkapkan dalam bentuk ringkasan yang meliputi jumlah serta masa
berdasarkan jatuh tempo pembayarannya.
Dan apabila pada awal suatu sewa guna usaha terpenuhi salah satu dari
kriteria berikut, maka sewa guna usaha akan dikelompokkan sebagai capital lease bagi
lessee, apabila tidak, maka sewa guna usaha tersebut akan dikelompokkan sebagai
operating lease.
Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat pemindahan kepemilikan aktiva
yang disewagunausahakan dari lessor kepada lessee;
30.18
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
(2) Pada akhir masa sewa guna usaha terdapat hak opsi bagi lessee untuk membeli
aktiva yang disewagunausahakan pada suatu tingkat harga yang lebih rendah dari
taksiran nilai pasar yang wajar pada saat hak opsi dilakukan;
(3) Masa sewa guna usaha sama atau melebihi 75 % dari taksiran umur ekonomis aktiva yang
disewagunausahakan;
(4) Nilai tunai pada awal masa sewa guna usaha atas pembayaran sewa guna usaha
minimum, tidak termasuk biaya-biaya pelaksanaan, sama atau lebih besar dari 90 nilai
wajar aktiva yang disewagunausahakan.
Sedangkan bagi lessor untuk dapat dikelompokkan sebagai direct financing lease
selain salah satu dari kriteria di atas, dua kriteria lain juga mutlak harus dipenuhi. Apabila
tidak maka sewa guna usaha tersebut akan dikelompokkan sebagai operating lease.
Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa dalam direct financing lease pembayaran sewa
guna usaha minimum ditambah dengan nilai sisa yang tidak dijamin yang diperhitungkan
sebagai manfaat lessor harus dicatat sebagai penanaman bruto dalam sewa guna usaha.
Selisih jumlah penanaman bruto dengan harga perolehan akan dicatat sebagai
pendapatan yang belum diakui yang akan dialokasikan selama masa sewa guna usaha
untuk menghasilkan suatu tingkat pengembalian berkala terhadap penanaman neto dalam
sewa guna usaha. Penanaman bruto dikurangkan dengan pendapatan yang belum diakui,
akan merupakan penanaman neto dalam sewa guna usaha. Pengelompokkan penanaman
neto sebagai aktiva lancar dan aktiva jangka panjang dalam neraca dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Sedangkan dalam pasal 19 dinyatakan bahwa dalam operating lease, barang modal
y a n g m e n j a d i o by e k s e w a g u n a u s a h a a k a n d i c a ta t s e ba g a i a k ti va y a n g
disewagunausahakan, dan disajikan mendahului atau segera setelah aktiva tetap dalam
neraca lessor. Penyusutan dilakukan berdasarkan cara yang lazim dilakukan lessor untuk
penyusutan aktiva tetap lainnya dan akumulasi penyusutannya dikurangkan
atas penanaman dalam sewa guna usaha tersebut.
30.19
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
Pembayaran sewa guna usaha dalam operating lease akan dilaporkan sebagai
pendapatan selama masa sewa guna usaha pada saat terhutang oleh lessee sesuai dengan
ketentuan dalam kontrak sewa guna usaha.
Meskipun pembayaran sewa guna usaha berbeda dengan metode garis lurus, namun
pengakuan sebagai pendapatan dilakukan dengan metode garis lurus, kecuali apabila
terdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan pola waktu pengurangan
manfaat aktiva akibat penggunaan.
Pada setiap tanggal neraca dalam suatu direct financing lease harus diungkapkan
secara layak jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum yang harus diterima untuk
setiap tahun sampai tahun kelima, nilai sisa yang tidak dijamin yang diperhitungkan untuk
manfaat lessor serta pendapatan yang belum diakui. Sedangkan untuk operating lease harga
perolehan aktiva yang disewagunausahakan atau nilai sisanya apabila berbeda
diungkapkan dengan merinci berdasarkan sifat dan fungsi kelompok aktiva disertai dengan
akumulasi penyusutannya masing-masing. Jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum atas
sewa guna usaha yang tidak bisa dibatalkan harus diungkapkan untuk setiap tahun sampai
tahun kelima berikutnya.
Dalam pasal 10 dinyatakan bahwa dalam capita/ lease, lessee harus mencatat barang
modal sewa guna usaha sebagai aktiva, dan kewajiban pada suatu jumlah yang sama
dengan nilai tunai pembayaran sewa guna usaha minimum selama masa sewa guna usaha pada
saat permulaan sewa guna usaha. Dalam hal jumlah yang ditentukan terhadap aktiva
yang disewagunausahakan melebihi nilai pasar yang wajar pada saat permulaan sewa
guna usaha, jumlah yang dicatat sebagai aktiva dan kewajiban harus tetap
berdasarkan jumlah nilai pasar yang wajar. Selama masa sewa guna usaha setiap
pembayaran sewa guna usaha akan dialokasikan sebagai pengurang kewajiban serta
biaya bunga. Aktiva yang disewagunausahakan berdasarkan capitallease serta akumulasi
penyusutannya harus disajikan dalam neraca lessee secara terpisah ataupun diungkapkan secara
wajar dalam catatan atas laporan keuangan. Demikian pula dengan kewajiban karena
suatu sewa guna usaha, harus dinyatakan dan dikelompokkan sebagai kewajiban lancar atau
kewajiban jangka panjang dalam neraca sesuai dengan ketentuan yang lazim dilakukan.
30.20
AKUNTANSI SEWA GUNA USAHA PSAK No. 30
Apabila pembayaran sewa guna usaha tidak dilakukan berdasarkan metode garis
lurus, biaya sewa guna usaha tetap harus diakui berdasarkan metode garis lurus kecuali
terdapat dasar lain yang lebih sistematik dan mencerminkan pola waktu manfaat yang
diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.
Pengungkapan yang layak harus dilakukan dalam direct financing lease terhadap
jumlah bruto aktiva yang disajikan berdasarkan sifat dan fungsi aktiva serta jumlah
pembayaran sewa guna usaha minimum setiap tahun sampai tahun kelima.
Pengungkapan yang layak dalam operating lease yang tidak dapat dibatalkan harus
dilakukan terhadap jumlah pembayaran sewa guna usaha minimum untuk setiap tahun
sampai tahun kelima.
Pembayaran sewa guna usaha yang merupakan biaya dalam perhitungan laba rugi
yang disajikan harus pula diungkapkan.
30.21