Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih
generasi.
dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi
Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic
1
Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya
menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih
menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai
mendasar.
dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi
memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia
berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas
pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh
sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya
2
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam
berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal
sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years
Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan
sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years
Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang
3
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
Indonesia” ini.
B. Rumusan Masalah
pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
di Indonesia.
pendidikan di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
pendidikan di Indonesia.
4
2. Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya
3. Bagi Mahasiswa
umumnya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa
Indonesia.
surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan
Albert Einstein pernah berkata bahwa, “Education is what remains after one
pendidikan. Tanpa pendidikan, taraf hidup serta standar kualitas seorang manusia
6
bisa dikatakan akan berdampak buruk. Seseorang yang memperoleh pendidikan
yang semakin tinggi tentunya akan mempunyai kualitas yang jauh lebih baik
anggaran lainnya. China dan Korea Selatan menjadi dua negara yang begitu
Indonesia adalah karena kesalahan pada sistem pendidikan serta pelayanan dalam
kurikulum pada setiap pergantian menteri. Tidak bakunya standar pendidikan kita
kebingungan. Tidak hanya sekedar masalah kurikulum, kualitas pengajar pun bisa
dibilang tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Kebanyakan para guru
yang ditugaskan oleh tiap sekolah untuk memberikan transfer ilmu seperti
7
kebingungan dalam mengajar. Entah karena bingung dengan standar pendidikan
yang selalu berubah atau karena memang tidak ahli dalam bidang yang diajarkan.
yang beratapkan langit pun sering kita temui. Lantainya pun terbuat langsung dari
tanah, serta tidak cukupnya buku-buku yang seharusnya didapatkan oleh setiap
siswa. Belum lagi mahalnya biaya sekolah dan kuliah yang menyebabkan banyak
semua tahu bahwa pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara
secara signifikan terhadap kualitas manusia itu sendiri. Begitu banyaknya masalah
yang dihadapi pemerintah tentunya tidak bisa kita selesaikan secara cepat.
mencapai 20% dari total APBN negara harus bisa segera direalisasikan oleh
pemerintah. Jangan sampai anggaran yang telah besar ini justru dikorup oleh
baku serta tidak harus berubah pada setiap pergantian menteri harus bisa menjadi
8
target pemerintah. Hal ini bisa memberikan kepastian bagi setiap pengajar dan
warga negara, khususnya daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Daerah-daerah
seperti ini seharusnya menjadi fokus pemerintah karena banyak sekali masyarakat
perbaikan kualitas para pendidik pun harus bisa diperhatikan oleh pemerintah.
Jangan sampai para guru yang mengajari para calon pemimpin bangsa ini justru
merupakan orang-orang yang tidak mengerti apa yang mereka ajarkan. Inilah
beberapa hal yang harus segera dilakukan pemerintah untuk segera menyelesaikan
memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-
muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka
Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau
pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi
masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi
yang pensiun.
9
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya
terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang
menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada
lain yaitu:
kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam
ujian nasional.
10
Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di
pendidikan.
fasilitas penddikan.
terhadap mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, dan secara tidak langsung
juga merujuk pada mutu pendidikan yang menghasilkan SDM itu sendiri. Meskipun
sudah merdeka lebih dari setengah abad, akan tetapi mutu pendidikan Indonesia dapat
dikatakan masih sangat rendah dan memprihatinkan. Hal tersebut setidaknya dapat
kita ketahui dengan melihat 2 (dua) indikator sekaligus, yaitu indikator makro seperti
11
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNDP pada Human Development
Report 2005, ternyata Indonesia menduduki peringkat 110 dari 177 negara di dunia.
menurun dari tahun-tahun sebelumnya, di mana pada tahun 1997 HDI Indonesia
berada pada peringkat 99, lalu menjadi peringkat 102 pada tahun 2002, dan kemudian
Menurut IMD (2000), dalam hal daya saing, Indonesia menduduki peringkat ke-
45 dari 47 negara. Sedangkan, Singapura berada pada peringkat 2 dan Malaysia serta
Thailand masing-masing pada urutan ke-25 dan ke-23. Terkait masalah produktivitas,
kreatif, dan sulit berprakarsa sendiri (selfstarter). Itu semua disebabkan oleh sistem
pendidikan yang top down dan tidak mengembangkan inovasi dan kreativitas (N.
Begitu pula dari berbagai data perbandingan antar negara dalam hal anggaran
pendidikan yang diterbitkan oleh UNESCO dan Bank Dunia dalam “The World Bank
(Indonesia Education Sector Review), Volume 2, hal. 2-4”, Indonesia adalah negara
yang terendah dalam hal pembiayaan pendidikan. Pada tahun 1992, menurut
UNESCO, pada saat Pemerintah India menanggung pembiayaan pendidikan 89% dari
12
negara lain, termasuk negara yang lebih terbelakang seperti Srilanka, persentase
terendah.
Hasil studi penelitian yang dilakukan oleh Vincent Greanery dalam “Literacy
dengan mempersiapkan generasi yang akan datang. Hati seorang anak bagaikan
sebuah plat fotografik yang tidak bergambar apa-apa dan akan merefleksikan semua
sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan
untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing serta memiliki
mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masihlah sangat lemah untuk
13
terpenting dikarenakan masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi
dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar materi untuk memperkaya diri
Walter W. McMahon dan Terry G. Geske dalam bukunya yang berjudul “Financing
bahwa nilai penting pendidikan adalah suatu investasi sumber daya manusia yang
harus terlebih dahulu mengarah pada pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang
super canggih. Berpedoman pada apa yang telah dicanangkan oleh UNESCO, proses
pendidikan pada pendidikan dasar setidaknya harus bertumpu pada 4 (empat) pilar,
Oleh karena itu, penting sekali sebagai negara berkembang seperti Indonesia
untuk menentukan metode yang terbaik bagi dunia pendidikannya, yaitu dengan jalan
“invest in man not in building”, sebagaimana telah dibuktikan hasilnya oleh negara
Jepang, India, Korea Selatan, Taiwan, ataupun Malaysia sekalipun dalam dua dekade
belakangan ini.
14
2. Anggaran Pendidikan dalam Bingkai Hukum
mencatat ada 2 (dua) hambatan utama dalam upaya meningkatkan bidang pendidikan
di Indonesia. Pertama, kurangnya biaya dan perlengkapan yang bisa dibeli dengan
penambahan uang tidak akan segera memperlihatkan efeknya. Hal tersebut sejalan
dengan salah satu temuan penting dari studi empiris terhadap referensi pencapaian
negara terbukti memberikan pengaruh sangat positif dan signifikan terhadap kinerja
Satu dari sekian masalah utama namun klasik yang selalu membelit sistem
negara. Rendahnya anggaran pendidikan itu diyakini sebagian kalangan sebagai akar
utama buruknya pendidikan nasional. Alokasi dana yang rendah untuk pendidikan, di
mana penganggaran selalu dialokasikan dibawah 10% dari APBN, dinilai sebagai
cermin tidak adanya political will pemerintah terhadap dunia pendidikan. Padahal
dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, secara jelas pemerintah mempunyai suatu
dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan harus
15
dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari
APBD.
Masyarakat yang skeptis memandang nasib pendidikan saat ini, baik itu berasal
dari pihak perorangan maupun institusi pendidikan seperti PGRI dan ISPI,
pendidikan yang tidak sejalan dengan amanah Pasal 31 UUD 1945. Hal itu mereka
terhadap UUD 1945 (judicial review) sebanyak dua kali kepada Mahkamah
Konstitusi (MK) selaku Lembaga Negara pengawal konstitusi, yaitu UU APBN 2005
dan UU APBN 2006. Terjadinya permohonan Judicial Review atas pemenuhan hak-
hak asasi manusia yang bersifat fundamental tersebut dapat kita katakan sebagai
pertanda bahwa telah terjadi suatu permasalahan yang sangat krusial, bahkan Mark
sebagai tindakan warga negara dalam mencari keadilan yang hakiki yang tidak boleh
mengalokasikan anggaran pendidikan dalam APBN sebesar 8,1 % pada tahun 2005
dan 9,1 % pada tahun 2006 dianggap bertentangan dengan UUD 1945
(inkonstitusional) karena tidak sesuai (unvereibar) dengan amanat Pasal 31 ayat (4)
16
yang pada intinya menyatakan bahwa keberadaan Pasal 31 UUD 1945 mempunyai
sifat imperatif (dwingend recht) yang tidak dapat dielakkan selama masih tercantum
(constitutional interpretation) terhadap rumusan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 yang
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
maka tidak akan membuka adanya kemungkinan penafsiran lain selain bahwa negara
dinyatakan secara expres verbis, sehingga tidak boleh direduksi oleh peraturan
Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang membuat norma
bertahap, faktanya pun sudah melenceng jauh dari skenario progresif pemenuhan
17
anggaran pendidikan yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah pada tanggal
4 Juli 2005 yang lalu. Padahal, skenario itu hanya menetapkan kenaikan bertahap 2,7
persen per tahun hingga 2009, dengan rincian kenaikan 6,6 % (2004), 9,29 % (2005),
12,01 % (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008), dan 20,10 % (2009). Bandingkan
dengan anggaran yang ternyata hanya dialokasikan sebesar 8,1 % pada tahun 2005
Belum lagi jika kita mencermati minderheids notes yang sebenarnya telah
pengesahan RUU APBN 2006 menjadi APBN 2006 pada sidang paripurna DPR RI
tanggal 28 Oktober 2005 berkaitan dengan alokasi anggaran pendidikan yang belum
mencapai 20% APBN. Tanpa menambah atau mengurangi satu kata pun,
Tahun 1945.
2. Tidak terpenuhinya “kesepakatan 4 Juli 2005” antara DPR (yang diwakili oleh
18
APBN menunjukan lemahnya kemauan politik DPR RI dan Pemerintah dalam
Jelas bagi penulis untuk menyatakan bahwa ini adalah suatu bentuk tindak
dilakukan oleh diri mereka sendiri. Dapat kita bayangkan, jika kenaikan bertahap 2,7
persen per tahun saja tidak terpenuhi, maka lompatan besar peningkatan anggaran
Bahkan, terkait dengan alokasi anggaran pendidikan pada tahun 2007, Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengatakan bahwa Pemerintah hanya akan
menaikkan anggaran pendidikan maksimal menjadi 10 persen dari APBN. Hal itupun
dihadapan anggota DPR dan DPD bahwa pada tahun 2007 nanti sektor pendidikan
hanya akan mendapatkan alokasi sebesar 10,3 persen dari total belanja pemerintah
pusat. Rencana kebijakan tersebut diambil dengan berlindung pada salah satu
menaikkan tarif dasar listrik (TDL) untuk periode 2006 sehingga anggaran
pendidikan tidak dapat seluruhnya dipenuhi. Menjadi pertanyaan kita bersama, hanya
inikah jalan keluar yang dapat dipikirkan oleh Pemerintah guna mengatasi krisis
pendidikan nasional?
19
Rencana menaikkan alokasi anggaran pendidikan sekedarnya guna menghindar
”vonis mati” dari Mahkamah Konstitusi telah mencerminkan bahwa Pemerintah tidak
cukup serius dalam melaksanakan amanat UUD 1945 dan harus dipandang tidak
sesuai dengan semangat UUD 1945 (the spirit of constitution) dan moralitas
konstitusi (constitutional morality). Dengan kata lain, penulis sangat yakin jika
komitmen pemerintah terhadap dunia pendidikan tidak kunjung berubah, maka masih
mendatang dan bisa dipastikan akan kembali terjadi krisis konstitusi yang berakibat
4. Problematika Anggaran
bahwa sulitnya pemenuhan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD
obligation) dengan menyalahkan ketentuan yang tercantum pada UUD 1945 dan
kondisi “tragis” bangsa ini adalah hal yang tidak patut lagi dijadikan alasan, sebab
20
hampir setiap pergantian kepemimpinan alasan tersebut selalu dijadikan dalih.
Memang hingga saat ini baru Indonesia dan Taiwan yang secara tegas mencatumkan
Sudah seharusnya para pemimpin negeri ini sejak awal mengetahui betul secara
mencari jalan keluar dari kondisi terburuk yang seandainya terjadi selama
1945 adalah grundnorm dari suatu negara itu sendiri, di mana grundnorm tersebut
merupakan cerminan dari kesepakatan tertinggi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena
itu, mau tidak mau, suka tidak suka, Pemerintah harus melaksanakan amanah
konstitusi secara mutlak, sebab hal tersebut sama artinya dengan menjalankan titah
Dengan gambaran problematika seperti itu, maka kita tidak bisa mengharapkan
penganggaran yang ketat dan efisien. Sebagai alternatif, misalnya, pemerintah bisa
persentase kenaikan anggaran untuk pejabat tidak boleh lebih tinggi dari persentase
21
kenaikan anggaran untuk pendidikan atau dengan cara lain melakukan penundaan
kenaikan anggaran untuk lembaga dan departemen dalam APBN selanjutnya harus
diminimalisir sedemikian rupa, jika perlu dibatalkan demi konstitusi dan masa depan
anak negeri. Efek dari pendidikan yang tidak bermutu seperti ini selama bertahun-
demikian, pendidikan yang bermutu rendah justru memberikan isyarat terhadap biaya
peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat
22
penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm
pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak
mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini
Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia
dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang
dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan
bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia.
23
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih
baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa
melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita
pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses
randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem
Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika
pendidiakan.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara
tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau
informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti
24
pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang
biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya
adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang
ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang
lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat
misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul
07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena
ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal
mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan
sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas
25
peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil
peserta didik.
cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu
yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika
26
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat
dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika
keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan.
Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga
sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang
27
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh
standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam
terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan
pendidikan tersebut.
diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar
28
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti
kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah
standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN
yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem
evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah
evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik
yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama
beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya
mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang
Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam
ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang
hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan
jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita
29
mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan
akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita
yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah
yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang
kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi
baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau
umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun
30
2. Rendahnya Kualitas Guru
Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai
menggunakan internet sebagai media pembelajaran. Lebih ke bawah lagi. para guru
masih asing terdengar oleh para guru. Kurikulum ini hanya dipahami secara parsial
membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka
secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan KBM dalam sebuah
proyek secara bersama dengan guru-guru dari bidang studi lain. Guru belum
memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya
dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan
tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang studi lain. Guru masih melihat bidang
studinya berupa ‘text’ dan belum ‘context’ karena metode CTL (Contextual Teaching
and Learning) masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi
Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini
nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para
guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur
kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama
31
sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah
portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assesmen lama
adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak
belajar mengajarnya.
bahkan belum paham benar dengan prinsip ‘student-centered’ dan kegiatan belajar
mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum ini telah dikenalkan
masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Mereka hanya
berlomba-lomba menerapkan moving class tanpa tahu apa sebenarnya inti dari
moving class tersebut sehingga yang terjadi samasekali berbeda dengan apa yang
hendak dicapai oleh sistem moving class tersebut. Dan itu juga lagi-lagi karena
rendahnya kualitas guru sehingga mereka tidak mampu menyerap dan memahami apa
mengikuti tapi tidak paham apa sebenarnya yang mereka ikuti itu.
32
pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan
pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak
berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07%
(negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta),
untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu
sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru
itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma
S3).
sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang
33
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
dirasakan sebagai perilakukan diskriminatif para guru seperti antara guru dengan PNS
lain. Dari aspek imbalan jasa, baik yang bersifat materi maupun non-materi, harus
diakui masih jauh dari “memberikan kepuasan” dan “keadilan”. Pendapatan yang
diperoleh guru dibandingkan dengan tugas dan tanggung jawabnya masih sangat jauh.
Hubungan atar pribadi, yang sampai saat ini masih dirasakan belum memberikan
perwujudan yang memuaskan. Kondisi kerja para guru, baik yang bersifat fisik
maupun non fisik masih belum memberikan derajat kepuasan, meskipun relatif lebih
baik dibandingkan dengan masa lalu. Namun tempat mengajar yang belum memenuhi
dapat mempengaruhi kondisi kerja guru yang pada gilirannya akan berpengaruh pada
semangat dan kepuasan kerja. Kasusnya adalah kelas bocor, lantai pecah, ruang kelas
roboh, kekurangan alat bantu, halaman sempit dan kotor, dsb. Selanjutnya adalah
kesempatan meningkatkan dan mengembangkan karir yang masih sulit diakses oleh
guru. Dan yang terakhir adalah sistem pengolongan dan jenjang karir guru, yang ada
Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji
bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan
sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-
rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru
34
terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain,
memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen
(PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup.
Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang
pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada
gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain
mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen
dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9
Januari 2006).
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia
(TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara
35
dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi
sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development
Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia
Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki
posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga
pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5
(Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan
dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang
memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-
peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA,
ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week
36
dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di
Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
yang dimiliki masyarakat. Buktinya, dalam sebuah survei mutu pendidikan, Indonesia
birokrasi yang ada. Padahal menurut saya, itu bukanlah masalah utama dalam
Fenomena yang ada di Indonesia cukup ironis. Banyaknya lulusan sekolah tingkat
menengah dan perguruan tinggi setiap tahunnya, ternyata tidak sebanding dengan
lowongan pekerjaan yang disediakan. Hal itu jelas menambah jumlah pengangguran
Untuk menuju pemerataan pendidikan yang efektif dan menyeluruh, kita perlu
pendidikan. Banyak sekolah yang memiliki daya tampung tak seimbang dengan
37
jumlah murid yang diterima saat penerimaan murid baru. Akibatnya, proses belajar
mengajar pun menjadi kurang maksimal. Di Indonesia, kuota siswa dalam satu kelas
siswa dalam satu kelas. Jika kita bandingkan, berarti kuota siswa di Indonesia dalam
sekelas adalah dua kali lipat dibanding Australia. Itulah salah satu faktor yang
Sebenarnya hal itu masih berkaitan dengan jumlah tenaga pengajar yang ada.
Sekolah yang ada di beberapa daerah yang masih tertinggal mempunyai masalah
separuh dari jumlah siswa yang ada. Dengan adanya ketimpangan ini maka secara
otomatis akan menjadi problem tingginya angka anak yang putus sekolah.
beberapa solusi yang ada. Peran sekolah swasta dan sekolah terbuka cukup signifikan
mengingat makin tingginya jumlah siswa tiap tahun. Selain itu, kita dapat
meningkatkan program e-learning. Metode mengajar ini dapat diterapkan bagi anak-
anak yang memiliki kemapuan intelektual dan ekonomi di atas rata-rata. Dengan e-
Selain masalah itu, minimalnya sarana prasarana yang ada juga cukup berpengaruh.
38
peningkatan di bidang sarana prasarana. Padahal Sarana dan prasarana ini sangat vital
Di tahun 2008 ini, pemerintah telah menyisihkan sekitar 20% dana APBN untuk
tertinggal tentu membutuhkan anggaran dana yang tidak sedikit. Dana BOS yang
sepenuhnya, akan tetapi hal itu sudah cukup meminimalisasi biaya yang dikeluarkan
(APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa).
Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di
SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan
usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu
karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk
39
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data
pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0
sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama
yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap
tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup
antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, —
pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
40
dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite
unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya,
setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai
transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah
menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi
rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum
Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk
Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan
jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya
tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik
Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan
publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran
41
utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya
Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam
Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada
for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan
pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri
biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-
42
yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan
masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan
miskin.
sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-
hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi
Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa
pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia.
perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa
harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?
pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari
43
tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi
diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini
Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah : (1) langkah
awal adalah mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju jalan yang
benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada artinya mobil itu
diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu tetap berada di jalan
yang salah. (2) Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang benar, barulah mobil
diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan
Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan
yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain.
Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan
yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling
44
mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas
sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang
yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat
neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab
45
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut
mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang
ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam
atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini
wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis
46
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain
B. Saran
perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing
47
secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa
terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini
48
DAFTAR PUSTAKA
http://forum.detik.com.
http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.
http://www.detiknews.com.
http://www.sib-bangkok.org.
49