Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Inti tujuan dari Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit dan Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran – inti keduanya hampir mirip3,4, hanya ada penambahan mengenai
aksesibilitas5 untuk mendapatkan pelayanan pada Undang Undang RI Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Disamping itu Kementerian Kesehatan
RI telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1348/PER/MENKES/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran dimana
setiap setiap rumah sakit harus membuat Standar Prosedur Operasional
dalam bentuk Panduan Praktik Klinis.6
Sedangkan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance) adalah
penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit
klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja,
Disampaikan di Rumah Sakit Jiwa Bogor, 1 Desember 2010.
1
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 33 Ayat 1 dan 2
2
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 36
3
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3
4
Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 3
5
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3 Ayat 1
6
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010
1
pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan
profesional, dan akreditasi rumah sakit7 sebagaimana ilustrasi pada Gambar 1
di bawah. Oleh karena itu keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat
penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan
suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi medik
dalam atau wadah Komite Medis sangat penting untuk membangun dan
memajukan rumah sakit tersebut baik dari segi pelayanan, pendidikan
maupun penelitian.
7
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Penjelasan Pasal 33
2
Peran dan fungsi Komite Medis di rumah sakit adalah menegakkan etik dan
mutu profesi medik.8,9 Yang dimaksud dengan etik profesi medik disini
adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) 10, Kode Etik
Penelitian Kedokteran Indonesia (untuk saat ini dapat diadopsi dan digunakan
Kode Etik Penelitian yang dipakai oleh institusi pendidikan) 11 dan untuk rumah
sakit pendidikan ditambah dengan Kode Etik Pendidikan Kedokteran
Indonesia (untuk sementara ini bagi profesi medik dapat mengacu kepada
KODEKI). Pada makalah ini akan dibahas mengenai Komite Medis itu sendiri
dari konsep, struktur/kontruksi dan modelnya dalam implementasi Clinical
Governance serta tentang Mekanisme Pemilihan Komite Medis, Kredensial
profesi medis, sekilas tentang Penyusunan Panduan Praktik Klinis dan Clinical
Pathways.
Gambar 2. Konsep dan Filosofi Komite Medis RS: Etika, Mutu dan Evidence-
based Medicine (EBM)23
8
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/SK/Menkes/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit.
9
Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI Nomor HK 00.06.1.4.2895 tanggal
23 Mei 2007 tentang Fungsi, Tugas dan Wewenang Komite Medis di Rumah Sakit.
10
Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 8 huruf f dan penjelasannya.
11
Komunikasi pribadi dengan Prof. DR. Dr. FA. Moeloek, Sp.OG (Ketua Konsil Kedokteran) Rabu 16 Mei
2007.
12
Firmanda D. Sistem Komite Medis RS Fatmawati, 20 Februari 2003.
3
Struktur dan Kontruksi Komite Medis
Struktur Organisasi
4
rumah sakit, sedangkan didalam struktur organisasi rumah sakit swasta,
Komite Medis bisa berada di bawah Direktur rumah sakit atau dibawah
Pemilik dan sejajar dengan Direktur rumah sakit.
1. Bisa dijabat oleh dokter purna waktu atau dokter paruh waktu yang dipilih
secara demokratis oleh Ketua-ketua kelompok staf medis.
5
2. Surat Keputusan Pengangkatan Wakil Ketua Komite Medis tergantung
posisi Komite Medis di dalam struktur organisasi rumah sakit. Komite
Medis dibawah Direktur RS maka SK pengangkatan oleh Direktur RS,
Komite Medis sejajar dengan Direktur RS maka surat keputusan
pengangkatan Wakil Ketua Komite Medis oleh Pemilik RS.
3. Wakil Ketua Komite Medis dapat menjadi Ketua Sub Komite.
c. Sekretaris :
Anggota Komite Medis terdiri dari semua Ketua kelompok staf medis.
6
Fungsi Komite Medis secara rinci sebagai berikut:
7
Wewenang Komite Medis
Tanggung jawab Komite Medis adalah terkait dengan mutu pelayanan medis,
pembinaan etik kedokteran dan pengembangan profesi medis. Tanggung jawab
Komite Medis kepada :
8
2. Membuat standarisasi format untuk standar pelayanan medis, standar
prosedur operasional dibidang manajerial/adminitrasi dan bidang
kelimuan/profesi, standar profesi dan standar kompetensi.
3. Membuat standarisasi format pengumpulan, pemantauan dan pelaporan
indikator mutu klinik.
4. Melakukan pemantauan mutu klinik, etika kedokteran dan pelaksanaan
pengembangan profesi medis.
Sumber Daya
Untuk memperlancar tugas sehari-hari perlu tersedia ruangan pertemuan dan
komunikasi bagi Komite Medis dan kelompok staf medis dan ada tenaga
administrasi penuh waktu yang dapat membantu Komite Medis dan kelompok
9
staf medis. Biaya operasional Komite Medis dibebankan pada anggaran rumah
sakit.
SUB KOMITE
Dalam melaksanakan tugasnya Komite Medis dibantu oleh sub komite. Sub
Komite dibentuk disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit.
Sub komite tersebut dapat terdiri dari:
1. Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi Medis
2. Sub Komite Kredential
3. Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
4. Sub Komite lainnya yang dianggap perlu, antara lain Sub Komite/Komite
farmasi dan terapi, Sub Komite/Komite rekam medis dan Sub
Komite/Komite pengendalian infeksi nosokomial rumah sakit, Sub Komite
Transfusi Darah, dan lain-lain.
1. Sub Komite ditetapkan oleh Direktur rumah sakit atas usul Ketua
Komite Medis setelah mendapat kesepakatan dalam rapat pleno Komite
Medis.
2. Dalam melaksanakan kegiatannya sub komite agar menyusun kebijakan,
program dan prosedur kerja.
3. Sub Komite membuat laporan berkala dan laporan akhir tahun kepada
Komite Medis. Laporan akhir tahun antara lain berisi evaluasi kerja
selama setahun dan rekomendasi untuk tahun anggaran berikutnya.
4. Sub Komite mempunyai masa kerja 3 (tiga) tahun.
5. Biaya operasional dibebankan kepada anggaran rumah sakit.
10
Rincian komposisi, fungsi, tugas, wewenang dan tanggungjawab masing
masing sub komite sebagai berikut :
11
i. Melakukan review permohonan untuk menjadi anggota staf
medis rumah sakit secara total obyektif, adil, jujur dan
terbuka.
ii. Membuat Rekomendasi hasil review berdasarkan kriteria
yang ditetapkan dan sesuai dengan kebutuhan staf medis
di rumah sakit.
iii. Membuat laporan kepada Komite Medis apabila
permohonan sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam
Perturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws ) di
Rumah Sakit.
iv. Melakukan review kompetensi staf medis dan memberikan
laporan dan rekomendasi kepada Komite Medis dalam
rangka pemberian clinical privileges, reapoinments dan
penugasan staf medis pada unit kerja.
v. Membuat rencana kerja Sub Komite Kredensial.
vi. Melaksanakan rencana kerja Sub Komite Kredensial.
vii. Menyusun tata laksana dan instrumen kredensial,
viii. Melaksanakan kredensial dengan melibatkan lintas fungsi
sesuai kebutuhan,
ix. Membuat laporan berkala kepada Komite Medis.
d. Wewenang : Melaksanakan kegiatan keredensial secara adil, jujur
dan terbuka secara lintas sektoral dan lintas fungsi sesuai
kebutuhan
e. Tanggung Jawab : Bertanggung jawab kepada Komite Medis
Etika profesi terkait dengan masalah moral yang baik dan moral yang buruk,
karena itu etika profesi merupakan dilema norma internal, sedangkan disiplin
profesi terkait dengan perilaku pelayanan dan pelanggran standar profesi.
a. Komposisi : Sub Etika dan Disiplin Profesi terdiri dari Ketua, Wakil
Ketua dan Anggota yang dipilih dari anggota Kelompok Staf Medis.
b. Fungsi : Melaksanakan kebijakan Komite Medis dibidang etika dan
disiplin profesi medis.
c. Tugas :
i. Membuat rencana kerja.
ii. Melaksanakan rencana kerja.
12
iii. Menyusun tatalaksana pemantauan dan penanganan
masalah etika dan disiplin profesi.
iv. Melakukan sosialisasi yang terkait dengan etika profesi
dan disiplin profesi.
v. Mengusulkan kebijakan yang terkait dengan bioetika
vi. Melakukan koordinasi dengan komite etik rumah sakit
vii. Melakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala
d. Wewenang :
i. Melakukan pemantauan dan penanganan masalah etika
profesi
ii. kedokteran dan disiplin profesi dengan melibatkan lintas
sektor dan
iii. lintas fungsi sesuai kebutuhan.
e. Tanggung Jawab : Bertanggung jawab kepada Komite Medis.
13
Medis/Penanggung Jawab Pelayanan Medis sehingga terjadi tranparansi
dalam melaksanakan kegiatan. Pada prinsipnya secara administrasi staf medis
dibawah Direktur rumah sakit. Namun secara fungsional sebagai profesi
bertanggung jawab kepada Komite Medis melalui Ketua kelompok staf medis.
Kewenangan
Kewenangan masing-masing anggota kelompok staf medis disusun oleh Ketua
kelompok staf medis dan kemudian diusulkan oleh Ketua Komite Medis kepada
Direktur RS untuk dibuatkan surat keputusannya.
Tanggung jawab.
Kelompok staf medis mempunyai tanggung jawab yang terkait dengan mutu,
etik dan pengembangan pendidikan staf medis. Tanggung jawab tersebut
sebagai berikut :
1. Memberikan rekomendasi melalui Ketua Komite Medis/Sub Komite
Kredensial kepada Direktur RS terhadap permohonan penempatan
dokter baru di rumah sakit yang diatur dalam Medical Staf Bylaws
rumah sakit. Penempatan dokter di RS berdasarkan Surat Keputusan
Direktur RS atau Pemilik RS. Untuk membuat surat keputusan tersebut
Direktur RS/Pemilik perlu meminta masukan dari organisasi staf
medis/sub komite kredensial.
14
2. Melakukan evaluasi penampilan kinerja praktek dokter berdasarkan data
yang komprehensif. Evaluasi penampilan kinerja praktek dokter
dilakukan melalui peer review, audit medis atau program quality
improvement.
3. Memberikan rekomendasi melalui Ketua Komite Medis/Sub Komite
Kredensial kepada Direktur RS atau pemilik rumah sakit terhadap
permohonan penempatan ulang dokter di rumah sakit yang diatur dalam
Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws ) di Rumah Sakit.
Penempatan ulang dokter di RS berdasarkan Surat Keputusan Direktur
RS atau Pemilik RS. Untuk membuat surat keputusan tersebut Direktur
RS/Pemilik perlu meminta masukan dari organisasi staf medis/sub
komite kredensial.
4. Memberi kesempatan bagi para dokter untuk mengikuti ―continuing
professional development ― (CPD). Masing-masing kelompok staf medis
wajib mempunyai program CPD bagi semua anggotanya .
5. Memberikan masukan kepada Direktur RS melalui Ketua Komite Medis,
hal-hal yang terkait dengan praktek kedokteran. Kelompok staf medis
mempunyai tangggung jawab memberikan masukan kepada Direktur
medis/Direktur RS mengenai hal-hal yang terkait dengan praktik
kedokteran. Misalnya mengenai perkembangan ilmu dan teknologi
kedokteran, temuan terapi yang baru, dan lain-lain.
6. Memberikan laporan melalui Ketua Komite Medis kepada Direktur
Medis/Direktur RS Kelompok staf medis diharapkan dapat memberikan
laporan secara teratur minimal satu tahun sekali kepada Direktur
RS/Direktur Medis melalui Komite Medis. Laporan tersebut antara lain
meliputi hasil pemantauan indikator mutu klinik, hasil evaluasi kinerja
praktek klinis, pelaksanaan program pengembangan staf dan lain-lain.
7. Melakukan perbaikan (up-dating) standar prosedur operasional dan
dokumen terkaitnya. Standar prosedur operasional dan dokumen terkait
lainnya perlu disempurnakan secara berkala sehingga sesuai dengan
situasi dan kondisi.
Kewajiban
1. Menyusun Standar Prosedur Operasional pelayanan medik yang terdiri
dari :
a. Standar Prosedur Operasional bidang administrasi/manajerial
antara lain meliputi pengaturan tugas rawat jalan, pengaturan
tugas rawat inap, pengaturan tugas jaga, pengaturan tugas rawat
15
intensif, pengaturan tugas di akamr operasi, kamar bersalin dan
lain sebagainya, pengaturan visite/ronde, pertemuan klinik,
presentasi kasus (kasus kematian, kasus sulit, kasus langka, kasus
penyakit tertentu), prosedur konsultasi, dan lain-lain.
b. Penyusunan Standar Prosedur Operasional ini dibawah koordinasi
Direktur Rumah Sakit/Direktur Medis.
c. Standar Prosedur Operasional pelayanan medik bidang
keilmuan/keprofesian adalah standar pelayanan medis. Masing-
masing kelompok menyusun standar pelayanan medis minimal untuk
10 jenis penyakit. Penyusunan Standar Prosedur Operasional ini
dibawah koordinasi Komite Medis
2. Menyusun indikator mutu klinis: Masing masing kelompok staf medis
menyusun minimal 3 (tiga) jenis indikator mutu output atau outcome.
3. Menyusun uraian tugas dan kewenangan untuk masing-masing anggotanya.
Rekrutmen dan proses kredensial tenaga medis merupakan input dari sumber
daya rumah sakit dalam rangka implementasi Clinical Governance yang telah
disusun kerangka konsep kerjanya sejak tahun 2001 oleh Komite Medis RSUP
Fatmawati Jakarta sebagaimana dalam Gambar 4 berikut.
16
Gambar 4. Model dan Kerangka Kerja Komite Medis RSUP Fatmawati Jakarta
– rekrutmen dan proses kredensial termasuk dalam structure kotak nomor 2-
7. 23
13
Joint Commission. The medical staff handbook – a guide to Joint Commission Standards. 2nd Ed.
JCAHO; 2004.
14
UK Department of Health. Literature review relating to credentialing in medical professions.
17
Kredensial adalah salah satu proses dalam rangkaian rekrutmen tenaga medis
di rumah sakit sesuai kebutuhan (needs) tenaga profesi medis tersebut.
Kebutuhan (needs) dan kriteria akan tenaga medis di setiap Staf Medis
Fungsional (SMF) disesuaikan dengan hasil analisis dan rencana kebutuhan
dari SMF terkait serta dilakukan setiap tahun (sebagaimana contohnya dapat
dilihat dalam Gambar 5).
February 2010.
15
Kristeller AR. Medical staff: privileging and credentialing. N J Med.1995;92:26–28
16
American Medical Association. Physician privileges and credentials, In: CME resource guide.
Chicaho, IL;1993.
17
Shaw C. Standards in the NHS. J R Soc Med 2005;98:224-7
18
British Medical Association. Patient safety and clinical risks. December 2002
19
New South Wales Department of Health. The clinician’s toolkit for improve patient care. 1 st Ed.
November 2001
20
British Medical Association. Appraisal: a guide for medical practitioners. November 2003
Lugon M. Appraisal, revalidation and fitness to practice. Clin Gov Bull 2004;5(4):1-12
21
22
O’Connor ME, Committittee on Hospital Care. AAP – Medical staff appointment and delineation of
pediatric privileges in hospitals. Pediatr 2002;110(2):414-8
23
American College of Emergency Physician (ACEP). Physician credentialing and delineation of clinical
privileges in emergency medicine. Ann Emerg Med 2006;48:511
24
Hoekstra J. Credentialing, competency and ―see one, do one, teach one‖. Ann Emerg Med 2004;43:
475-6.
18
Gambar 5. Contoh analisis dan kriteria kebutuhan tenaga medis di salah satu
SMF di RSUP Fatmawati untuk tahun 2006 sampai dengan tahun 2018.
19
Gambar 6. Mekanisme alur rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati. 23
20
Gambar 7. Prosedur rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati. 23
21
Proses Kredensial di tingkat Komite Medis RSUP Fatmawati terdiri dari 2
tahap yakni :
1. Tahap pertama terdiri dari 2 ujian:
a. Tes Psikometrik MMPI-2
b. Tes Kepribadian
2. Tahap Kedua : Penilaian kompetensi profesi dan etika profesi
kedokteran.
Hasil dari kedua tahap tersebut berupa Berita Acara dan Rekomendasi yang
bersifat rahasia kepada Direktur Utama sebagai bahan pertimbangan
penerimaan atau penolakan tenaga medis tersebut Gambar 8 dan 9.
22
Gambar 9. Rekomendasi hasil penilaian kredensial tenaga medis. 23
23
Surat rekomendasi tersebut sebagai bahan pertimbangan Direkur Utama
untuk menolak atau menerima tenaga medis. Bila tenaga medis tersebut
diterima maka Direktur Utama akan menetapkan Clinical Appointment yang
bersangkutan di SMF tertentu dalam bentuk Surat Penugasan.
Pada tingkat SMF terkait dalam Sistem SMFnya yang meliputi dimensi fungsi
keprofesian dengan ruang lingkup pelayanan, pendidikan dan penelitian akan
menerbitkan Surat Penugasan di tingkat Divisi dalam SMF (sebagaimana
contoh dalam Gambar 10 dan 11).
24
Gambar 11. Contoh uraian tugas dalam portfolio dokter di salah satu SMF.
25
oleh organisasi profesi dan disahkan oleh Menteri Kesehatan RI, sedangkan
SPO dibuat di tingkat rumah sakit oleh profesi medis dengan koordinator
Komite Medis dan ditetapkan penggunaannya di rumah sakit tersebut oleh
pimpinan (direktur). Secara sederhana peraturan tersebut dapat dilihat
sebagaimana dalam Gambar 12 berikut.
26
diimplementasikan pada pasien; sedangkan buku ajar, text-books, jurnal,
bahan seminar maupun pengalaman pribadi adalah sebagai bahan
rujukan/referensi dalam menyusun Standar Pelayanan Kedokteran.
Namun bila PNPK tersebut belum ada atau tidak sesuai dengan kondisi
rumah sakit atau dalam PNPK belum mencantumkan jenis penyakit yang sesuai
dengan keadaan epidemiologi penyakit di daerah/rumah sakit tersebut –
maka profesi di rumah sakit tersebut wajib membuat Panduan Praktik Klinis
(PPK) untuk rumah sakit tersebut dan disahkan penggunaannya di rumah sakit
oleh direktur rumah sakit.
Dalam menyusun PNPK dari organisasi profesi maupun PPK untuk rumah sakit -
profesi medis memberikan pelayanan keprofesiannya secara efektif (clinical
effectiveness) dalam hal menegakkan diagnosis dan memberikan terapi
berdasarkan pendekatan evidence-based medicine. Secara ringkasnya
langkah tersebut sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 13 berikut.
25
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1348/MENKES/PER/IX/2010
27
PNPK/PPK
28
Sedangkan Format Panduan Praktik Klinis (PPK) adalah sebagaimana contoh
berikut dalam Gambar 14 sampai 16.
Gambar 14. Format Panduan Praktik Klinis Komite Medik RSUP Fatmawati (1)
29
Gambar 15. Format Panduan Praktik Klinis Komite Medik RSUP Fatmawati (2)
30
Gambar 16. Format Panduan Praktik Klinis Komite Medik RSUP Fatmawati (3)
31
Proses selanjutnya setelah menyusun Panduan Praktik Klinis (PPK) Rumah
Sakit adalah membuat Clinical Pathways sebagai salah satu komponen dari
Sistem Casemix (INA DRG) yang saat ini dipergunakan untuk Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (Jamkesmas) di rumah sakit.
Menjaga mutu layanan medis (dalam hal ini quality assurance di bidang profesi
medis) yang mencakup standar pelayanan kedokteran, audit medis dan
peningkatan mutu berkesinambungan. Maka diperlukan suatu instrumen yang
dapat merangkum seluruh kegiatan dan upaya tersebut di atas dalam
penyelenggaraan layanan kesehatan di rumah sakit melalui Clinical Pathways.
Untuk saat ini INA-DRG yang disusun berdasarkan data dari 15 rumah sakit
vertikal Depkes RI (tipe A, B dan rumah sakit khusus) telah berhasil
membuat 23 MDC (Major Diagnostic Categories). Upaya tersebut memang
belum sempurna dan belum mencerminkan realitas keadaan seluruh pelosok
tanah air – namun sebagai titik tonggak awal, hal tersebut merupakan suatu
keberhasilan dalam membuat suatu sistem pembiayaan layanan kesehatan
rumah sakit dan usaha baik menuju kepastian dan dapat diperbaiki serta
ditingkatkan kualitas maupun validitas datanya yang representatif untuk
Indonesia. Sebagai sistem yang baru lahir INA-DRG akan terus bergulir dan
berkembang sesuai tuntutan perkembangan layanan kesehatan baik nasional
maupun regional.26
26
Firmanda D. Sosialisasi INA DRG: Konsep INA-DRG dan keterkaitannya dengan peningkatan mutu
pelayanan di rumah sakit. Disampaikan pada Acara Rapat Kerja Kesehatan daerah (Rakerkesda) Dinas
Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2009 di Hotel Grand Elite Kompleks Riau Business Centre, Pekanbaru 2
– 5 Maret 2009.
32
Sistem Casemix adalah suatu cara mengelola sumber daya rumah sakit
seefektif mungkin dalam memberikan layanan kesehatan yang terjangkau
kepada masyarakat berdasarkan pengelompokkan spektrum diagosis penyakit
yang homogen dan prosedur tindakan yang diberikan. 27,28,29,30,31
Secara ringkas INA-DRG adalah variasi sistem casemix untuk Indonesia yang
disusun berdasarkan data dari 15 rumah sakit vertikal, mempergunakan ICD
10 untuk diagnosis dan ICD 9 CM untuk prosedur tindakan serta biaya
berdasarkan tarif yang berlaku pada waktu tersebut. (Gambar 17)
27
Goldman L. Cost-Effectiveness in a flat world — Can ICDs help the United States get rhythm? N
Engl J Med 2005;353(14 ):1513-5.
28
Dana B Mukame DB, Zwanziger J, Bamezai A. Hospital competition, resource allocation and quality
of care. BMC Health Services Research 2002; 2(10): 1472-81.
29
Diane Rowland D. Medicaid — Implications for the health safety net. N Engl J Med
2005;353(14):1439-41.
30
Greally C. After 12 years of Casemix in Ireland, a major review leading to its modernisation and
expansion as a central pillar in hospital funding policy. Ireland Department of Health, 2004.
31
Casemix Unit Department of Health and Children. Casemix Measurement in Irish Hospitals. Ireland
Department of Health, 2005.
33
Gambar 17. INA-DRG : Sistem casemix versi Indonesia dengan berbagai
komponen ICD 10, ICD 9 CM, costing dan clinical pathways.
Untuk masa yang akan datang, bila telah berhasil terkumpul seluruh clinical
pathways – maka INA DRG akan lebih disempurnakan dengan menghitung
DRG Relative Weight dan Casemix Index serta Base Rate setiap
pengelompokkan jenis penyakit sebagaimana dalam Gambar 18 sebagi contoh;
dan selanjutnya dapat membandingkan (benchmarking) cost efficiency antar
rumah sakit dalam memberkan layanan kesehatan yang sama.
34
Gambar 18. Contoh penghitungan DRG RW, CMI dan Base Rate dari setiap
clinical pathways serta implementasi biaya setelah dilakukan penyesuaian
(adjustment) anggaran yang tersedia.
35
Sehingga secara ringkas akan peranan profesi dalam sistem pembiayaan
Casemix INA DRG dapat dilihat sebagaimana dalam Gambar 19 berikut.
STANDAR PELAYANAN
KEDOKTERAN
32
Firmanda D. Peran Profesi IDAI dan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia dalam Sistem
Pembiayaan Casemix. Disampaikan pada acara pertemuan perhimpunan profesi dan kolegium dengan
P2JK di Bali 23-25 November 2009 dan di Batam 7-9 April 2010.
36
Clinical Pathways
Definisi
33
Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix
di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 7 Oktober
2005.
34
Firmanda D. Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem DRGs Casemix di
rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik Medan 22 Desember 2005,
RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam
rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29
Desember 2005.
35
Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways
Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta 2006.
37
f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.
36
Firmanda D. Kodefikasi ICD 10 dan ICD 9 CM: indikator mutu rekam medik dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Disampaikan pada Sosialisasi Pola Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit. Diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI
di Hotel Panghegar Bandung 1-3 Juni 2006.
37
Departemen Kesehatan RI. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah
Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Jakarta 2005.
38
standar standar tersebut dapat dilakukan revisi sesuai kesepakatan
setempat.
4. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM
untuk hal tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing
masing.26
Agar dalam menyusun Clinical Pathways terarah dan mencapai sasaran serta
efisien waktu, maka diperlukan kerjasama dan koordinasi antar profesi di
SMF, Instalasi Rawat Inap (mulai dari gawat darurat, ruangan rawat inap,
ruangan tindakan, instalasi bedah, ICU/PICU/NICU) dan sarana penunjang
(instalasi gizi, farmasi, rekam medik, akuntasi keuangan, radiologi dan
sebagainya).
1. Profesi Medis – mempersiapkan Standar Pelayanan Medis (SPM/SPO)
sesuai dengan bidang keahliannya. Profesi Medis dari setiap divisi
berdasarkan data dari rekam medis diatas - mempersiapkan
SPM/SPO, bila belum ada dapat menyusun dulu SPM/SPOnya sesuai
kesepakatan.
2. Profesi Rekam Medis/Koder – mempersiapkan buku ICD 10 dan ICD 9
CM, Laporan RL1 sampai dengan 6 (terutama RL2). Profesi Rekam
Medis membuat daftar 5 - 10 penyakit utama dan tersering dari setiap
divisi SMF/Instalasi dengan kode ICD 10 serta rerata lama hari rawat
berdasarkan data laporan morbiditas RL2.
3. Profesi Perawat – mempersiapkan Asuhan Keperawatan.
4. Profesi Farmasi – mempersiapkan Daftar Formularium, sistem unit
dose dan stop ordering.
5. Profesi Akuntasi/Keuangan – mempersiapkan Daftar Tarif rumah sakit
Setiap varians yang didapatkan akan dilakukan tindak lanjut dalam bentuk
pelaksanaan audit medis.
39
Contoh Format Clinical Pathways
40
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Jakarta, 3 Desember 2010
41