You are on page 1of 2

Upaya pemulihan aset produktif korban bencana, terutama yang dilakukan oleh swadaya

masyarakat, bisa menggunakan skema pembiayaan musyarakah mutanaqisah (decreasing


partnership). Dalam skema ini, asetnya tidak dihibahkan secara langsung ke korban,
tetapi aset itu merupakan penyertaan modal dari pemberi bantuan. Hasil dari aset
produktif tersebut (misal daging dan susu dari usaha ternak, atau panenan dari pertanian
dan perkebunan) akan dibagi menjadi tiga bagian:

• Bagian pertama untuk pendapatan peternak


• Bagian kedua untuk mengangsur modal
• Bagian ketiga untuk imbalan pemilik modal

Berapa besar bagian masing-masing bisa disesuaikan dengan kebutuhan korban dan
kerelaan pemilik modal. Bisa jadi pemilik modal tidak ingin meminta bagian sama sekali,
hanya ingin uangnya suatu bisa balik, maka bagian ketiga ini digunakan untuk menambah
bagian kedua.

Adanya bagian untuk imbalan pemilik modal ini diperlukan untuk memberikan insentif
bagi pemberi bantuan. Kalau bentuk bantuan hibah, biasanya ada limit anggaran donatur
untuk keperluan hibah ini. Tapi kalau bentuknya kerjasama usaha seperti ini, maka
alokasi uang yang tadinya ditabung di deposito sekarang juga bisa digunakan untuk
membantu korban bencana.

Sangat dianjurkan bagi anda para pemilik deposito untuk mengalihkan uangnya ke dalam
investasi program pemulihan ini. Uang anda di bank kemungkinan hanya digunakan
untuk membeli SBI, jadi uang menganggur di brankasnya BI, malah membebani anggaran
negara untuk membayar bunga SBI tersebut. Bank juga sulit diharapkan langsung turun
memberikan kredit/pembiayaan bagi korban bencana, karena mayoritas tidak bankable
dan sudah tidak punya aset untuk agunan. Pemilik modal harus turun sendiri memberikan
bantuan pada korban bencana, dan mereka bisa melakukannya dengan tetap memperoleh
keuntungan sewajarnya.

APLIKASI MODEL NUCLEUS ESTATE SMALL HOLDER (NES) DALAM


SISTEM KOPERASI SYARIAH UNTUK MEMBANGUN KEMANDIRIAN
DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MISKIN

Abstrak
Salah satu penyebab masyarakat miskin tidak mampu keluar dari jerat kemiskinan adalah
minimnya asset produktif yang dimiliki dan terbatasnya kesempatan untuk mengembangkan
asset produktif yang ada. Kondisi tersebut terjadi karena terbatasnya akses masyarakat miskin
untuk memperoleh modal keuangan dari lembaga keuangan untuk digunakan sebagai langkah
awal memiliki dan mengembangkan asset produktif yang ada, karena masyarakat miskin
dianggap tidak memiliki kriteria yang layak bagi lembaga keuangan untuk mendapatkan
pinjaman modal keuangan.
Koperasi syariah yang berlandaskan pada prinsip kerjasama dan kebersamaan dapat digunakan
sebagai sarana bagi masyarakat miskin untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan secara
berjamaah melalui kepemilikan dan pengelolaan serta pengembangan asset-aset produktif yang
ada secara kolektif. Koperasi syariah akan menjadi media untuk menghimpun dan
mengoptimalkan asset-aset produktif yang ada melalui kegiatan produksi, konsumsi, dan
distribusi secara bersama-sama untuk menciptakan kesejahteraan secara berjamaah. Aplikasi
model nucleus estate small holder (NES) dalam sistem koperasi syariah akan menciptakan
mekanisme partisipatif dari setiap anggotanya dalam kegiatan produksi, konsumsi, dan distrubusi
dalam rangka menciptakan kesejahteraan bersama. Koperasi syariah dalam model NES akan
menjadi inti yang berfungsi meningkatkan nilai tambah atas asset produktif dari anggotanya,
sedangkan anggota koperasi menjadi plasma yang akan memberikan asset produktifnya kepada
inti. Koperasi syariah dengan model NES akan membentuk nilai tambah ekonomi dan nilai
tambah kemartabatan bagi masyarakat miskin untuk keluar dari jerat kemiskinan.
Paper ini berusaha untuk mengeksplorasi aplikasi model NES dalam sistem koperasi syariah
untuk mengoptimalkan peran koperasi syariah dalam membangun kemandirian dan
kesejahteraan bersama bagi masyarakat miskin.

You might also like