Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dengan mengingat bahwa ilmu kedokteran atau kedokteran gigi bukanlah ilmu pasti, maka
keberhasilan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi bukan pula suatu kepastian, melainkan
dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat berbedabeda dari satu kasus ke kasus lainnya.
Sebagai masyarakat yang beragama, perlu juga disadari bahwa keberhasilan tersebut
ditentukan oleh izin Tuhan Yang Maha Esa.
Adanya asas bahwa ilmu kedokteran adalah bukan ilmu pasti maka, dasar penerapan
dari ilmu kedokteran bukanlah menjanjikan hasil, tetapi menjajikan usaha yang sebaik-
baiknya. Usaha sebaik-baiknya ini, kemudian didasarkan pada pertimbangan ilmiah dan
diwujudkan dengan adanya standart pelayanan.
PEMBAHASAN
1. Definisi
Persetujuan yang sudah didasari adanya informasi, sudah didasari pengertian dan
pemahaman akan tindakan yang akan disetujui.
Pernyataan setuju terhadap tindakan diagnostik / terapetik, setelah mendapat
penjelasan tentang tujuan, resiko, alternatif tindakan yang akan dilakukan, serta
prognosis penyakit jika tindakan itu dilakukan / tidak dilakukan.
Pada Bab I butir Id. Pedoman Persetujuan Tindakan Medik, disebutkan bahwa :
Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapat informasi
dan Consent berarti persetujuan (ijin).
Ada perbedaan penekanan antara informed consent ini dengan persetujuan dalam
kontrak terapetik (sesuai pasal 1320 KUH perdata). Informed Consent dalam profesi
kedokteran (juga tenaga kesehatanan lainnya) adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin
dari pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup
tentang tindakan kedokteran yang dimaksud.
a. Adalah persetujuan pasien atau yang sah mewakilinya atas rencana tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah
menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan.
b. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi adalah pernyataan sepihak dari
pasien dan bukan perjanjian antara pasien dengan dokter atau dokter gigi, sehingga
dapat ditarik kembali setiap saat.
c. Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi merupakan proses sekaligus
hasil dari suatu komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter atau dokter gigi,
dan bukan sekedar penandatanganan formulir persetujuan.
Sebagai tambahan juga di dalam Buku Kemitraan KKI menyebutkan, persetujuan
tindakan kedokteran (Informed consent) adalah proses komunikasi antara pasien dan dokter,
dimulai dari pemberian informasi kepada pasien tentang segala sesuatu mengenai penyakit
dan tindakan medis yang akan dilakukan, pasien memahaminya, dan kemudian memutuskan
persetujuannya. Disebutkan dalam manual persetujuan tindakan kedokteran tersebut bahwa
persetujuan tindakan kedokteran adalah pernyataan sepihak pasien atau yang sah
mewakilinya yang isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang
cukup untuk dapat membuat persetujuan atau penolakan.
5. Penatalaksanaan informed consent
a. Isi informed consent
Menurut Bab II butir 4 Pedoman di atas informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat)
jika paling sedikit enam hal pokok di bawah ini disampaikan dalam memberikan informasi
dan penjelasan, yaitu :
Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik
yang akan dilakukan (purpose of medical procedures).
lnformasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan
(contemplated medical prosedures).
Informasi dan penjelasan tentang tentang risiko (risk inherent in such medical
prosedures) dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan serta
risikonya masing-masing (alternative medical prosedure and risk),
informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut
dilakukan (prognosis with and without medical procedure).
Diagnosis.
Bentuk informed consent dapat tersembunyi (implied conset) dan yang terwujud (express
consent). Bentuk dari infoermed consent yang tersembunyi, merupakan bentuk yang paling
sering terjadi, karena di dalam hubungan dokter pasien proses pelayanan dokter kepada
pasien berupa anamnesa, pemeriksaan, dan tindakan-tindakan medis yang sering terjadi sudah
dianggap sebagai kebiasaan oleh pasien dan dokter sehingga perwujudan informed consent
merupakan hal yang tidak umum. Bentuk informed consent yang tersembunyi tersebut tidak
menghilangkan hakekat dari adanya saling setuju antara dokter dengan pasien. Bahkan
dengan tersembunyinya bentuk informed consent tersebut menunjukkan adanya kedalaman
dari masing-masing pihak akan pemahaman dari tugas dan tanggungjawab masing-masing
pihak. Hanya saja, pada perkembangannya seiring dengan semakin berkembangnya ilmu dan
teknolgi kedokteran mengakibatkan beberapa kondisi yang menuntut semakin seringnya
mewujudkan informed consent tersebut.
Informed consent yang terwujud dapat berupa oral consent (terucap) dan written
consent (tertulis). Bentuk oral consent ini terwujud dengan kata-kata persetujuan dari pasien
terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh dokter. Bentuk oral consent ini lebih sering
terdapat jika dibanding dengan yang writen consent. Bentuk yang tertulis ini banyak dipakai
untuk tidakan yang bersifat infasiv, seperti tindakan operasi, tindakan diagnostik (foto dengan
kontras), dan tindakan dengan biaya mahal dan lain sebagainya. Untuk kepentingan rekam
medik ada baiknya untuk selalu mencatat persetujuan dari pasien yang berupa kata 'setuju' ke
dalam lembaran rekam medik saat dokter visite.
Bab II butir 5 Kep Dirjen Yanmed Pedoman Pertindik menyebutkan bahwa : Dokter yang
akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan informasi
dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus
diberikan dapat diwakilkan kepada dokter lain dengan sepengetahuan dokter yang
bersangkutan. Pasal 6 PERMENKES TENTANG PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
menyebutkan:
(1) Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya, informasi harus
diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri
(2) Datam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat informasi
harus diberikan oleh dokter lain dengan sepengetahuan atau petunjuk dokter yang
bertanggung jawab.
(3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasif lainnya,
informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan sepengetahuan atau petunjuk
dokter yang bertanggung jawab.
b. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan
keputusan/persetujuan.
Seperti pada syarat sahnya suatu kontrak, hal mana di dalamnya disebutkan salah satu
unsur untuk sahnya suatu kontrak yaitu adanya saling setuju. Maka untuk sahnya informed
consent itu juga mengacu pada ketentuan yang sama dengan konsep saling setuju seperti yang
terdapat dalam kontrak terapetik. Menekankan hanya pada adanya tanda-tangan persetujuan
tindakan kedokteran akan menjebak dokter hanya bekerja secara formal tanpa ada beban
moral dari pekerjaannya. Bahkan dokter dapat saja terbawa oleh susana formalitas dari
pekerjaannya itu. Padahal yang terpenting adalah munculnya kesadaran dari pasien tindakan
dokter itu tidak menjanjikan hasil, dokter hanya berusaha denga iptek yang saat ini ada.
Persetujuan harus diberikan secara bebas, tanpa adanya tekanan dari manapun,
termasuk dari staf medis, saudara, teman, polisi, petugas rumah tahanan/Lembaga
Pemasyarakatan, pemberi kerja, dan perusahaan asuransi. Bila persetujuan diberikan atas
dasar tekanan maka persetujuan tersebut tidak sah. Pasien yang berada dalam status tahanan
polisi, imigrasi, LP atau berada di bawah peraturan perundangundangan di bidang kesehatan
jiwa/mental dapat berada pada posisi yang rentan. Pada situasi demikian, dokter harus
memastikan bahwa mereka mengetahui bahwa mereka dapat menolak tindakan bila mereka
mau.
Pasal 4.
(1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta.
(2) Dokter harus memberikan informasi seiengkap- tengkapnya, kecuali biIa dokter menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kesehatan pasien atau pasien menolak diberi
informasi.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud aya (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh perawat sebagai
saksi.
Pasal 5.
(1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang
akan dilakukan, balk diagnostik maupun terapeutik.
(3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu
dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
(4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
Istilah kedokteran tidak boleh dipakai dalam memberikan informasi dan penjelasan
karena mungkin tidak dimengerti oleh orang awam agar supaya tidak terjadi salah pengertian
sehingga mengakibatkan masalah yang serius. Informasi harus diberikan sesuai dengan
tingkat pendidikan, kondisi dan situasi pasien.
Pihak yang wajib memberikan informasi adalah dokter atau tenaga kesehatan lain
yang akan langsung memberikan tindakan tersebut kepada pasien. Adalah tanggung jawab
dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/tindakan untuk memastikan bahwa
persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Dokter memang dapat mendelegasikan
proses pemberian informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada
pada dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar
dan layak. Jika seseorang dokter akan memberikan informasi dan menerima persetujuan
pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya mampu
menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien berkenaan dengan tindakan
yang akan dilakukan terhadapnya untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut dibuat
secara benar dan layak.
Dalam Pedoman Persetujuan Tindakan medik hal ini diatur dalam pasal 7. yaitu :
a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah menikah.
b. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan
Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
c. Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya
berhalangan hadir, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan
oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, Persetujuan (informed consent) atau
Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
( 1 ) Ayah/ibu kandung.
( 3 ) Saudara-saudara kandung.
(1) Wali.
(2) Curator.
f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah / orang tua, persetujuan atau
penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai
berikut :
a. Suami/istri.
b. Ayah/ibu kandung.
c. Anak-anak kandung.
d. Saudara-saudara kandung.
Bab II butir 8 Pedoman Persetu,juan Tindakan Medik menyebutkan bahwa cara pasien
menyatakan persetujuan dapat secara :
2. lisan (implied).
Persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang mengandung risiko tinggi,
sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung
risiko tinggi.
Lebih lanjut KKI dalam buku petunjuknya menjelaskan memberikan petunjuk bahwa
persetujuan tertulis diperlukan pada keadaan-keadaan sbb:
- Bila tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko atau efek samping yang
bermakna.
Pasal 45 UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ayat (5) menyatakan bahwa "
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan."
Persetujuan akan tindakan yang sedang direncanakan mutlak ada ditangan pasien. Jadi
setelahpasien menerima informasi dari dokter atau yang bertugas untuk memberikan
keterangan, maka selanjutnya psien akan bersikap, menerima atau menolak. Dalam setiap
masalah seperti ini rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik.
Formad isian Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent) atau Penolakan Tindakan
Medik, digunakan seperti contoh formulir terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut :
Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak sebagai salah satu
saksi ;
○ Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan.
○ Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa telah diberikan
informasi dan penjelasan secukupnya.
○ Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus membubuhkan
cap jempol ibu jari tangan kanan.
k. Sanksi Hukum
Sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan yang telah
ditetapkan berdasarkan peraturan-peraturan tersebut diatas dapat dijatuhi sanksi hukum
maupun sanksi administratif apabila pasien dirugikan oleh kelalaian tersebut.
Di dalam pedoman persetujuan tindakan kedokteran disebutkan juga sanksi yang akan
dapat menimpa dokter jika tidak melakukan informed consent dalam praktiknya.
Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran yang sah, maka
dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami masalah :
1. Hukum Pidana
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan
sebagai "penyerangan" (assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk mengadukan
dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus semacam ini sangat jarang terjadi.
2. Hukum Perdata
Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus dapat
menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari
tindakan dimaksud - padahal apabila dia telah diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak
akan mau menjalaninya, atau menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa
persetujuan (perbuatan melanggar hukum).
Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang
Pasal 45 ayat (3) Undang Undang Praktik Kedokteran memberikan batasan minimal
informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu:
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) termasuk pilihan
pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau pengobatan
yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien
seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah
tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang serius
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor atau dinilai
kembali
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan tersebut, serta
bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan, maka sebaiknya
dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan dilakukan
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap waktu. Bila hal
itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut.
Segala bentuk kegiatan apapun yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian
dan melakukan interfensi pada subyeknya baik berbentuk fisik (pemberian material: obat-
obatan, pakaian, makanan, dan lain sebagainya), mental (pemberian pertanyaan, kuesner yg
dibagikan, dan lain sebagainya), dan sosial (mengisolasi subyek dari tempat tinggalnya),
maka wajib memberi tahu dahulu kepada sampel subyek penelitian dari maksud dan tujuan
dari penelitian itu. Dari informasi yang telah diberikan tersebut maka subyek penelitian itu
akan memutuskan bersedia atau tidak menjadi sampel penelitian. Juga subyek tidak boleh di-
intervensi keputusannya dengan pemberian imbalan atau janji, hal mana dapat dikatakan
subyek calon sampel penelitian akan terarah memberi persetujuannya.
Pada prinsipnya dokter dan dokter gigi dalam melakukan penelitian dengan
menggunakan manusia sebagai subjek harus memperoleh persetujuan dari mereka yang
menjadi subjek dalam penelitian tersebut secara bebas dan sukarela. Persetujuan harus
diperoleh dengan suatu proses, yaitu proses komunikasi antara pihak peneliti dan calon
subjek penelitian (informed).
Komunikasi dalam hal ini adalah berupa pemberian informasi tentang segala sesuatu
mengenai tindakan dan berisi hal-hal yang sesuai dengan keperluan maupun penapisan yang
akan dilakukan, juga informasi tentang kompensasi yang akan diterima pasien jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, dalam proses penelitian. Sedang informasi yang diberikan,
kecuali lisan sebaiknya juga tertulis agar bukti yang ada dapat didokumentasikan Code of
Nuremberg serta Declaration of Helsinki yang sejak 1964, diperbaiki dalam World Medical
Assembly dan terakhir di Afrika Selatan tahun 1996, telah menyatakan hal tersebut.
Kaidah dasar moral yang mendasari keharusan adanya informed consent pada
penelitian adalah otonomi, maka jika akan memberikan perlakuan pada subyek penelitian
diharuskan adanya persetujuan. Baik itu tindakan medik, maupun tindakan yang hanya
mencari data dengan suatu kuesioner, serta tindakan penapisan (skrining) untuk memilih
subjek yang akan digunakan dalam penelitian.
Konsil Kedokteran Indoneia dalam Buku Pedoman Persetujuan Tindakan Kedokteran merinci
hal- hal yang seharusnya diinformasikan pada subyek penelitian, yaitu, informasi seharusnya
berisi:
5. kemungkinan ketidaknyamanan yang akan dijumpai, termasuk risiko yang mungkin terjadi
7. bahwa persetujuan tidak mengikat dan subyek dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri.
Tidak jauh berbeda dengan kegiatan penelitian, kegiatan skrining atau penapisan
dapat merupakan upaya yang penting untuk dapat memberikan informasi tindakan yang
efektif, sehingga persetujuan dari subyek tetap diperlukan.
BAB III
KESIMPULAN
Informed artinya sudah mendapat informasi, sudah memperoleh informasi, sudah diberi
informasi. Consent artinya persetujuan. Sehingga arti informed consent adalah persetujuan
yang sudah didasari adanya informasi, sudah didasari pengertian dan pemahaman akan
tindakan yang akan disetujui
Informed consent bertujuan melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara
hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan
pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang
bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat
canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu
dan tidak ada alasan medisnya;
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
“informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara
pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari
informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu
inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter.
DAFTAR PUSTAKA