You are on page 1of 24

Arah Kiblat

Pengertian Kiblat

Kiblat berasal dari bahasa arab yaitu arah yang merujuk ke suatu tempat di mana bangunan Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab
Saudi. Ka’bah juga sering disebut dengan Baitullah. Menghadap arah Kiblat merupakan suatu masalah yang penting dalam syariat
Islam. Menurut hukum syariat, menghadap ke arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah
Ka'bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam bagi menyempurnakan ibadah-ibadah tertentu. Pada
awalnya, kiblat mengarah ke Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsa Jerusalem di Palestina, namun pada tahun 624 M ketika Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah, arah Kiblat berpindah ke arah Ka’bah di Makkah hingga kini atas petunjuk wahyu dari Allah
SWT. Beberapa ulama berpendapat bahwa turunnya wahyu perpindahan kiblat ini karena perselisihan Rasulullah SAW di Madinah.
Menghadap ke arah kiblat menjadi syarat sah bagi umat Islam yang hendak menunaikan shalat baik shalat fardhu lima waktu sehari
semalam atau shalat-shalat sunat yang lain. Kaidah dalam menentukan arah kiblat memerlukan suatu ilmu khusus yang harus
dipelajari atau sekurang-kurangnya meyakini arah yang dibenarkan agar sesuai dengan syariat.

Hukum Arah Kiblat

Kiblat sebagai tumpuan umat islam dalam mengerjakan ibadah dalam konsep arah terdapat beberapa hukum yang berkaitan yang
telah ditentukan secara syariat yaitu :

 Hukum Wajib
1. Ketika shalat fardhu ataupun shalat sunah menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat.
2. Ketika melakukan tawaf di Baitullah.
3. ketika menguburkan jenazah maka harus diletakkan miring bahu kanan menyentuh liang lahat dan muka
menghadap kiblat.
 Hukum Sunah Bagi yang ingin membaca al-qur'an, berdoa, berzikir, tidur(bahu kanan di bawah) dan lain-lain yang
berkaitan.
 Hukum Haram Ketika membuang air besar atau kecil di tanah lapang tanpa ada dinding penghalang.
 Hukum Makruh Membelakangi arah kiblat dalam setiap perbuatan seperti membuang air besar atau kecil dalam keadaan
berdinding, tidur menelentang sedang kaki selunjur ke arah kiblat dan sebagainya.

Konsep Ijtihad dalam Menentukan Arah Kiblat

Ke semua empat mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali telah bersepakat bahwa menghadap kiblat salah satu merupakan
syarat sahnya shalat. Bagi mazhab Syafi'i telah menambah dan menetapkan tiga kaidah yang bisa digunakan untuk memenuhi
syarat menghadap kiblat yaitu:

1. Menghadap Kiblat Yakin (Kiblat Yakin) Seseorang yang berada di dalam Masjidil Haram dan melihat langsung Ka'bah,
wajib menghadapkan dirinya ke Kiblat dengan penuh yakin. Ini yang juga disebut sebagai “Ainul Ka’bah”. Kewajiban
tersebut bisa dipastikan terlebih dahulu dengan melihat atau menyentuhnya bagi orang yang buta atau dengan cara lain
yang bisa digunakan misalnya pendengaran. Sedangkan bagi seseorang yang berada dalam bangunan Ka’bah itu sendiri
maka kiblatnya adalah dinding Ka’bah.
2. Menghadap kiblat Perkiraan (Kiblat Dzan) Seseorang yang berada jauh dari Ka'bah yaitu berada di luar Masjidil Haram
atau di sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka’bah, mereka wajib menghadap ke arah
Masjidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah Kiblat secara dzan atau kiraan atau disebut sebagai “Jihadul Ka’bah”.
Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan bertanya kepada mereka yang mengetahui seperti penduduk Makkah atau
melihat tanda-tanda kiblat atau “shaff” yang sudah dibuat di tempat–tempat tersebut.
3. Menghadap kiblat Ijtihad (Kiblat Ijtihad) Ijtihad arah kiblat digunakan seseorang yang berada di luar tanah suci Makkah
atau bahkan di luar negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tidak dapat mengira Kiblat Dzannya maka ia
boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai Arah Kiblat. Namun bagi yang dapat mengira maka ia wajib ijtihad
terhadap arah kiblatnya. Ijtihad dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat dari suatu tempat yang terletak jauh dari
Masjidil Haram. Diantaranya adalah ijtihad menggunakan posisi rasi bintang, bayangan matahari, arah matahari terbenam
dan perhitungan segitiga bola maupun pengukuran menggunakan peralatan modern.Bagi lokasi atau tempat yang jauh
seperti Indonesia, ijtihad arah kiblat dapat ditentukan melalui perhitungan falak atau astronomi serta dibantu
pengukurannya menggunakan peralatan modern seperti kompas, GPS, theodolit dan sebagainya. Penggunaan alat-alat
modern ini akan menjadikan arah kiblat yang kita tuju semakin tepat dan akurat. Dengan bantuan alat dan keyakinan
yang lebih tinggi maka hukum Kiblat Dzan akan semakin mendekati Kiblat Yakin. Dan sekarang kaidah-kaidah
pengukuran arah kiblat menggunakan perhitungan astronomis dan pengukuran menggunakan alat-alat modern semakin
banyak digunakan secara nasional di Indonesia dan juga di negara-negara lain. Bagi orang awam atau kalangan yang
tidak tahu menggunakan kaidah tersebut, ia perlu taqlid atau percaya kepada orang yang berijtihad.
Perubahan Arah Kiblat Dibahas
06 Jul 2010

 Koran Tempo

 Nasional

JOMBANG - Kesimpangsiuran soal kabar melenceng-nya arah kiblat masjid di Indonesia gara-gara gempa

besar beberapa waktu lalu membuat resah sebagian kalangan umat Islam. Untuk memperjelas masalah

tersebut, perwakilan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah akan berkumpul di Pondok Pesantren Seb-lak-

Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

"Ini untuk menjawab keresahan umat," kata Imam Subkhi, Ketua Panitia Acara "Semiloka Nasional

Pembahasan Arah Kiblat dan Jadwal Waktu Sholat" kemarin. Menurut Imam, acara seminar dan lokakarya

itu akan berlangsung pada 12-14 Juli 2010. Selain menghadirkan para ahli dari Muhammadiyah dan NU,

acara tersebut itu akan mengundang sejumlah akademisi dari perguruan tinggi Islam di Indonesia. Di luar

para tokoh, masyarakat umum juga diperkenankan menghadiri acara tersebut.

Sejumlah tokoh yang diundang untuk mengikuti kajian pelurusan arah kiblat dan ketepatan waktu salat

antara lain Tolchah Hasan (mantan Menteri Agama), Ali Mustofa Yaqub (Majelis Ulama Indonesia), Muhyidin

Khazin (Kepala Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama), dan Suziknan Azhari (Majelis Tarjih

Muhammadiyah).

Adapun ilmuwan yang diundang antara lain Thomas Djamaluddin (ahli riset Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional), Amin Haedari (Kepala Litbang dan Diklat Kementerian Agama), Mudjito Ra-harto (pakar

astronomi Institut Teknologi Bandung), serta Hakim L. Malasan (Kepala Observatorium Boss-cha, Bandung).

"Semiloka akan mempelajari teori dan praktek pengukuran arah kiblat dan waktu salat yang benar," kata

Imam.

Sejauh ini, menurut Imam, pihaknya telah mendapat penjelasan dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional, yang menganggap kabar melenceng-nya arah kiblat tidak berdasar karena belum melalui proses

kajian ilmiah. Tapi penjelasan itu belum cukup membuat umat Islam yakin. muhuuud ijuri

Entitas terkaitAdapun |Antariksa |Hakim |Imam |Indonesia |Islam |Jawa |JOMBANG |


Kesimpangsiuran |Malasan |Menteri |Mudjito |Muhammadiyah |Sejauh |Semiloka |Amin Haedari
|Diklat Kementerian |Institut Teknologi |Jadwal Waktu |Kepala Litbang |Kepala Observatorium |
Lembaga Penerbangan |Majelis Tarjih |Majelis Ulama |Muhyidin Khazin |Nahdlatul Ulama |
Pondok Pesantren |Rukyat Kementerian |Suziknan Azhari |Thomas Djamaluddin |Tolchah Hasan
|Ali Mustofa Yaqub |Kepala Badan Hisab |Ketua Panitia Acara |Perubahan Arah Kiblat Dibahas |
Semiloka Nasional Pembahasan Arah Kiblat |Ringkasan Artikel Ini
Sejumlah tokoh yang diundang untuk mengikuti kajian pelurusan arah kiblat dan ketepatan
waktu salat antara lain Tolchah Hasan (mantan Menteri Agama), Ali Mustofa Yaqub (Majelis
Ulama Indonesia), Muhyidin Khazin (Kepala Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama), dan
Suziknan Azhari (Majelis Tarjih Muhammadiyah). "Semiloka akan mempelajari teori dan praktek
pengukuran arah kiblat dan waktu salat yang benar," kata Imam.

Kiblat Bayangan Arah ke Baitullah

Sumber : Swaramuslim

RABU pekan lalu merupakan hari baik untuk menggali

fondasi masjid. Hari itu muncul kejadian alam yang bisa dipakai sebagai acuan keabsahan arah kiblat.

Dengan begitu, mimbar imam persis mengarah ke Ka'bah di Mekkah. Uji keabsahan itu bisa dilakukan

secara sederhana, cukup berbekal sebatang tongkat.

Rabu tengah hari di Mekkah, pukul 16.18 di Jakarta, matahari bertengger di atas Masjidil Haram. Jika pada

saat itu ditancapkan sebatang tongkat di atas tanah datar terbuka, pancaran sinar matahari sore akan

memberikan segaris bayangan. Nah, garis bayangan ke pangkal tongkat itu merupakan arah lurus ke

Ka'bah. Metode sederhana ini dikenal dengan teori tongkat istiwa.

image Metode ini, menurut Dr. Mudji Raharto, Direktur Observatorium Boscha di Lembang, Bandung,

merupakan cara mudah dan paling akurat untuk menuntun ke arah kiblat. Namun, cara ini cuma bisa
dilakukan dua kali setahun. Selain 28 Mei, matahari kembali berada di atas Ka'bah pada 16 Juli pukul 16.27

waktu Jakarta.

''Arah kiblat bisa ditentukan pada waktu itu selama masih bisa melihat matahari,'' kata ahli falak dan

astronomi, alumnus University of Tokyo, itu. Jika matahari terhalang awan, tentu tak ada bayangan tongkat.

Teori tongkat itu berangkat dari kenyataan bahwa bumi mengitari matahari (berevolusi) selama satu tahun,

dengan bentuk seperti telur (ekliptika). Sambil mengitari matahari, bumi juga berotasi sekali dalam 24 jam.

Namun, poros rotasi ini tak berimpit dengan poros revolusi, melainkan membentuk sudut 23,5 derajat.

Maka, matahari berada di belahan bumi utara dan selatan secara periodik. Jarak maksimal pergerakan

matahari di utara dan selatan khatulistiwa itu 23,5 derajat. Pada Desember hingga Juni, matahari seperti

bergerak ke selatan ekuator. Ini membuat musim dingin di belahan utara. Sedangkan Juni hingga

Desember, arah utara ekuator yang dilintasi matahari.

Ketika bergerak menuju (juga meninggalkan) titik 23,5 derajat, matahari selalu melewati langit di atas

Ka'bah. Koordinat Ka'bah sendiri ada di 21 derajat 25 menit lintang utara dan 39 derajat 50 menit bujur

timur.

image Menurut Mudji Raharto, jadwal matahari berada di atas Ka'bah selalu sama setiap tahun. ''Kecuali

pada tahun kabisat, matahari agak bergeser namun masih dalam hitungan menit,'' katanya. Hal ini terjadi

lantaran masa edar bumi mengelilingi matahari yang sesungguhnya berdurasi 365,25 hari.

Meski demikian, ketepatan metode ini tetap bisa diandalkan. Cara ini pun diakui kesahihannya oleh

Departemen Agama RI. ''Itu cara tradisional ala pesantren, tapi cukup memenuhi kaidah ilmiah,'' kata

Wahyu Widiana, MA, Direktur Pembinaan Peradilan Agama, Departemen Agama, kepada reporter GATRA

Rini Sulistyowati.

Dibandingkan dengan rumus ilmu ukur sudut (trigonometri bola) dan kompas, tongkat istiwa lebih akurat.

Pemakaian kompas sering menyimpang lantaran sumbu magnetik bumi tak berimpit dengan arah mata

angin. Ia juga sering meleset bila dipakai di daerah yang banyak mengandung unsur logamnya.
Trigonometri bola memiliki kelemahan karena bentuk bumi yang tak bulat sempurna, tapi pepat di bagian

kutub. Untuk menerapkan teori ini, syarat pertama harus diketahui koordinat Ka'bah dan masjid setempat,

yang tentu memerlukan peranti global positioning system, selain data magnetik bumi dan koreksi bentuk

bumi.

Agak rumit, memang. Tapi, ada cara gampang dan disajikan gratis oleh dosen Astronomi Institut Teknologi

Bandung, Ferry M. Simatupang, di situs internet (http://www.as.itb.ac.id/ferry/Articles/Kiblat/Kiblat.html).

Cukup memasukkan data koordinat masjid yang akan dibangun, lalu tekan hitung, maka keluar arah kiblat.

Di situsnya itu, Simatupang juga menyediakan 16 kota besar di Indonesia.

Meski akurat, metode tongkat itu tak bisa dipakai di kawasan Indonesia Timur pada Rabu lalu. Matahari di

atas Ka'bah hanya bisa menyapu kawasan kurang dari 90 derajat. Saat Mekkah tengah hari, mentari sudah

tenggelam untuk warga Maluku dan Irian.

Tapi, jangan khawatir, pada 29 November pukul 06.09 dan 17 Januari pukul 06.29 (waktu Jayapura),

matahari tepat berada di bawah Ka'bah. Saat itulah waktu yang tepat untuk meletakkan tongkat. Bayangan

yang dihasilkan akan menunjukkan arah Baitullah.

Sebagaimana diketahui bahwa untuk melaksanakan sholat bagi umat Islam, mengahadap Kiblat merupakan syarat sah
shalat. Ironisnya, tidak semua orang Islam bisa dan mengetahui cara mengukur arah kiblatnya.
Di bawah ini adalah makalah saya tentang teori menghitung arah Kiblat, utamanya diperuntukkan bagi mereka yang
mempunyai kepedulian terhadap arah Kiblat.
Dan teori ini juga untuk mengetahui arah yang benar. Sebab beberapa hari yang lalu saya browsing dan ternyata ada yang
masih kesulitan menentukan arah Uatara yang sebanarnya (true nort). Di makalah di bawah ini juga dideskripsikan tentang
teori mencari arah utara sebenarnya.

Memenuhi undangan Majelis Ulama Indonesia cabang Malang, Departemen Agama yang
diwakili Achmad Hadiri S.Ag Penghulu Lowokwaru dan Achmad Shampton Penghulu
Kedungkandang, hadir dalam pertemuan terbatas MUI dengan Takmir Masjid Muhajirin
Pondok Blimbing Indah (PBI).

Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari keluhan sebagian warga PBI yang melihat arah
kiblat Masjid Mujahidin melenceng dari yang semestinya. Dalam pertemuan itu disampaikan
bahwa sebelumnya, tanggal 10 Juni 2008 team MUI  yang terdiri dari KH. Gatot Dardiri, KH.
Susaf Al Aminullah dan KH.Moh. Murtadho Amin mengadakan pengecekan arah kiblat di
lokasi Masjid Muhajirin.

Pengukuran arah kiblat dilakukan dengan dua tahap, pertama masing-masing melakukan
pengukuran secara individual dan tahap kedua team melakukan pengukuran secara
bersama-sama.

Pada tahap pertama, masing-masing anggota team melakukan pengukuran arah kiblat
secara individual, dari hasil pengukuran itu ditemukan bahwa mihrab Masjid Muhajirin
menuju arah 90 derajat dari titik utara ke barat. Hal ini berarti terdapat deviasi 15 derajat
lebih selatan dari seharusnya. Shaf Masjid Muhajirin mengarah ke Utara Selatan, padahal
seharusnya untuk daerah kota Malang, shaf menuju arah 24 derajat 13 menit titik utara ke
timur (U-T).

Pada tahap kedua, dilakukan pengukuran bersama yang menghasilkan kesimpulan bahwa
arah kiblat Masjid Muhajirin menuju pada titik 0 derajat arah Barat., dengan demikian
mengalami deviasi (perbedaan) dengan arah kiblat sekitat 24 derajat.

Dalam kesempatan tersebut KHM. Murtadlo Amin menjelaskan bahwa batas toleransi
arah jihat ka’bah untuk kota Malang dengan memperhatikan rekomendasi (teori) Imam
Nawawi al Bantani dan teori Modern Cinus Cosinus, meliputi rentangan 20 derajat sampai
25 derajat dari titik barat ke utara (B-U). Dari teori tersebut setidaknya arah kiblat yang bisa
ditoleransi dengan menggunakan prinsipJihah (arah)  dari Imam Abu Hanifah untuk Kota
Malang adalah antara 24 hingga 22 derajat (B-U) atau 65 hingga 67 derajat  (U-B). Sehingga
arah kiblat Masjid harus disesuaikan.

Takmir Masjid, menjelaskan bahwa sebenarnya penentuan arah kiblat ini sudah atas
rekomendasi seorang kyai. Dan hasil musyawarah takmir memutuskan untuk tetap dengan
arah kiblat yang ada.

Dalam Tausiyah akhir, KH.Baidlowi Muslih menyarankan agar minimal ada penyesuaian shof
tidak harus dalam bentuk pemugaran bangunan. Shalat yang telah dilakukan selama ini sah
tidak harus diulang, namun kedepan perubahan arah kiblat menjadi kebutuhan utama.
Acara ditutup dengan doa oleh KH. Chamzawi selaku ketua komisi fatwa MUI>

Usai acara, team dari Departemen Agama mencoba mengklarifikasi ulang dengan dua
system, Achmad Hadiri Penghulu KUA Lowokwaru dengan menggunakan kompas magnetic
dan Achmad Shampton menggunakan satelit google earth, yang hasilnya sama persis
dengan temuan team MUI.
Mengantisipasi kekeliruan penentuan arah kiblat seperti ini, Drs. Zainuddin Is, M.Si Kasi
Urusan Agama Islam Departemen Agama dalam satu kesempatan, menawarkan layanan
pengukuran arah kiblat kepada masyarakat se Malang Raya yang diverifikasi dengan satelit
google earth.

Keterangan gambar :

Perhatikan gambar masjid Muhajirin Pondok Blimbing Indah dibawah ini, searah dengan
garis-garis utara selatan sejati, yang berarti arah kiblatnya mengambil arah barat sejati, dan
Arah kiblat yang seharusnya, yang ditunjukkan garis kuning yang langsung bisa diarahkan ke
pojok gambar hajar aswad Ka'bah dengan fasilitas satelit google earth (KUA Kedung
Kandang/JTM)

 
(BI-Net 16/06). Memenuhi undangan Majelis Ulama Indonesia cabang Malang, Departemen
Agama yang diwakili Achmad Hadiri S.Ag Penghulu Lowokwaru dan Achmad Shampton
Penghulu Kedungkandang, hadir dalam pertemuan terbatas MUI dengan Takmir Masjid
Muhajirin Pondok Blimbing Indah (PBI).

Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari keluhan sebagian warga PBI yang melihat arah
kiblat Masjid Mujahidin melenceng dari yang semestinya. Dalam pertemuan itu disampaikan
bahwa sebelumnya, tanggal 10 Juni 2008 team MUI  yang terdiri dari KH. Gatot Dardiri, KH.
Susaf Al Aminullah dan KH.Moh. Murtadho Amin mengadakan pengecekan arah kiblat di
lokasi Masjid Muhajirin.
Pengukuran arah kiblat dilakukan dengan dua tahap, pertama masing-masing melakukan
pengukuran secara individual dan tahap kedua team melakukan pengukuran secara
bersama-sama.

Pada tahap pertama, masing-masing anggota team melakukan pengukuran arah kiblat
secara individual, dari hasil pengukuran itu ditemukan bahwa mihrab Masjid Muhajirin
menuju arah 90 derajat dari titik utara ke barat. Hal ini berarti terdapat deviasi 15 derajat
lebih selatan dari seharusnya. Shaf Masjid Muhajirin mengarah ke Utara Selatan, padahal
seharusnya untuk daerah kota Malang, shaf menuju arah 24 derajat 13 menit titik utara ke
timur (U-T).

Pada tahap kedua, dilakukan pengukuran bersama yang menghasilkan kesimpulan bahwa
arah kiblat Masjid Muhajirin menuju pada titik 0 derajat arah Barat., dengan demikian
mengalami deviasi (perbedaan) dengan arah kiblat sekitat 24 derajat.

Dalam kesempatan tersebut KHM. Murtadlo Amin menjelaskan bahwa batas toleransi
arah jihat ka’bah untuk kota Malang dengan memperhatikan rekomendasi (teori) Imam
Nawawi al Bantani dan teori Modern Cinus Cosinus, meliputi rentangan 20 derajat sampai
25 derajat dari titik barat ke utara (B-U). Dari teori tersebut setidaknya arah kiblat yang bisa
ditoleransi dengan menggunakan prinsipJihah (arah)  dari Imam Abu Hanifah untuk Kota
Malang adalah antara 24 hingga 22 derajat (B-U) atau 65 hingga 67 derajat  (U-B). Sehingga
arah kiblat Masjid harus disesuaikan.

Takmir Masjid, menjelaskan bahwa sebenarnya penentuan arah kiblat ini sudah atas
rekomendasi seorang kyai. Dan hasil musyawarah takmir memutuskan untuk tetap dengan
arah kiblat yang ada.

Dalam Tausiyah akhir, KH.Baidlowi Muslih menyarankan agar minimal ada penyesuaian shof
tidak harus dalam bentuk pemugaran bangunan. Shalat yang telah dilakukan selama ini sah
tidak harus diulang, namun kedepan perubahan arah kiblat menjadi kebutuhan utama.
Acara ditutup dengan doa oleh KH. Chamzawi selaku ketua komisi fatwa MUI>

Usai acara, team dari Departemen Agama mencoba mengklarifikasi ulang dengan dua
system, Achmad Hadiri Penghulu KUA Lowokwaru dengan menggunakan kompas magnetic
dan Achmad Shampton menggunakan satelit google earth, yang hasilnya sama persis
dengan temuan team MUI.

Mengantisipasi kekeliruan penentuan arah kiblat seperti ini, Drs. Zainuddin Is, M.Si Kasi
Urusan Agama Islam Departemen Agama dalam satu kesempatan, menawarkan layanan
pengukuran arah kiblat kepada masyarakat se Malang Raya yang diverifikasi dengan satelit
google earth.

Keterangan gambar :

Perhatikan gambar masjid Muhajirin Pondok Blimbing Indah dibawah ini, searah dengan
garis-garis utara selatan sejati, yang berarti arah kiblatnya mengambil arah barat sejati, dan
Arah kiblat yang seharusnya, yang ditunjukkan garis kuning yang langsung bisa diarahkan ke
pojok gambar hajar aswad Ka'bah dengan fasilitas satelit google earth (KUA Kedung
Kandang/JTM)

Join Multiply to get updates


from mukhtar

Abu Harits
 Home
 Blog
 Photos
 Video
 Music
 Calendar
 Reviews
May 23, '08 7:03 PM
[lagi] Meluruskan arah kiblat for everyone

dari blognya Pak Mutoha...


http://mutoha.blogspot.com/2008/05/rashdul-qiblat-2008.html 

---------
abuhilya

Rashdul Qiblat 2008 mukhtar


Photos of

Personal
Message
RSS Feed [?]
Report Abuse

                 


Apakah arah kiblat bisa berubah? Tentu Tidak! Artinya pengukuran sebelumnya memang yang tidak tepat.

"Dan dari mana saja engkau keluar (untuk mengerjakan shalat), maka hadapkanlah
mukamu ke arah  Masjidil Haram (Ka'bah), dan sesungguhnya perintah berkiblat ke Ka'bah
itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan  segala apa
yang kamu lakukan." ( QS. Al-Baqarah : 149 )
.
“ Baitullah ( Ka'bah ) adalah  kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid
Al-Haram adalah  kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram ( Makkah ) dan
Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi, Timur danBarat dari umatKu” ( Hadith
Riwayat Al-Baihaqi )
Dalam ajaran Islam, mengadap ke arah kiblat ( Masjidil Haram / Ka'bah ) adalah
suatu tuntutan syariah di dalam melaksanakan ibadah tertentu, ia wajib dilakukan
ketika hendak mengerjakan shalat dan menguburkan jenazah orang Islam, ia juga
merupakan sunah ketika azan, berdoa, berzikir, membaca Al-Quran, menyembelih
binatang dan sebagainya.
Berdasarkan tinjauan astronomis atau falak, terdapat beberapa teknik
yang dapat digunakan untukmeluruskan arah kiblat antaranya menggunakan
kompas, theodolit, rasi bintang serta fenomena posisi matahari serta transit utama
matahari di atas kota Makkah yang dikenal dengan istilah Istiwa A'zam (Istiwa
Utama). Di kalangan pesantren di Indonesia istilah yang cukup dikenal adalah
"zawal" atau "rashdul qiblat".
...

Di atas Ka'bah matahari tepat berada di titik Zenith saat Istiwa A'zam
.
Istiwa adalah fenomena astronomis saat posisi matahari melintasi meridian langit.
Dalam penentuan waktu shalat, istiwa digunakan sebagai pertanda masuknya waktu
shalat Zuhur. Pada saat tertentu di sebuah daerah dapat terjadi peristiwa yang
disebut Istiwa Utama atau 'Istiwa A'zam' yaitu saat posisi matahari berada tepat
di titik Zenith (tepat di atas kepala) suatu lokasi dimana peristiwa ini hanya terjadi di
daerah antara 23,5˚ Lintang Utara dan 23,5˚ Lintang Selatan.
.
Istiwa Utama yang terjadi di kota Makkah dapat dimanfaatkan oleh kaum Muslimin di
negara-negara sekitar Arab khususnya yang berbeda waktu tidak lebih dari 5 (lima)
jam untuk menentukan arah kiblat secara presisi menggunakan teknik bayangan
matahari. Istiwa A'zam di Makkah terjadi dua kali dalam setahun yaitu pada tanggal
28 Mei sekitar pukul 12.18 Waktu Makkah dan 16 Juli sekitar pukul 12.27 Waktu
Makkah pada tahun-tahun biasa. Sedangkan untuk tahun-tahun Kabisat tanggal ini
dapat maju 1 hari (27 Mei dan 15 Juli) seperti yang terjadi pada tahun 2008 ini.
.
Fenomena Istiwa Utama terjadi akibat gerakan semu matahari yang disebut gerak
tahunan matahari (musim) sebab selama bumi beredar mengelilingi matahari sumbu
bumi miring 66,5˚ terhadap bidang edarnya sehingga selama setahun terlihat di bumi
matahari mengalami pergeseran 23,5˚ LU sampai 23,5˚ LS. Saat nilai azimuth
matahari sama dengan nilai azimuth lintang geografis sebuah tempat maka di tempat
tersebut terjadi Istiwa Utama yaitu melintasnya matahari melewati zenith lokasi
setempat.

_________________________________________________________

SELASA, 27 MEI 2008 @ 16:18 WIB (Hari ke-1)

SELASA, 15 JULI 2008 @ 16:27 WIB (Hari ke-2)


MATAHARI TEPAT DI ZENITH KOTA MAKKAH

POSISI MATAHARI = ARAH KIBLAT

BAYANGAN MATAHARI = ARAH KIBLAT

_________________________________________________________

Teknik penentuan arah kiblat menggunakan Istiwa Utama sebenarnya sudah dipakai
lama sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah. Demikian halnya di Indonesia
dan beberapa negara Islam yang lain juga banyak menggunakan teknik ini. Sebab
teknik ini memang tidak memerlukan perhitungan yang rumit dan siapapun dapat
melakukannya. Yang diperlukan hanyalah sebatang tongkat lurus dengan panjang
lebih kurang 1 meter dan diletakkan berdiri tegak di tempat yang datar dan
mendapat sinar matahari. Pada tanggal dan jam saat terjadinya peristiwa Istiwa
Utama tersebut maka arah bayangan tongkat menunjukkan kiblat.

Karena di negara kita peristiwanya terjadi pada sore hari maka arah bayangan
tongkat adalah ke Timur, sedangkan arah bayangan sebaliknya yaitu yang ke arah
Barat agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang benar. Cukup sederhana dan
tidak memerlukan ketrampilan khusus serta perhitungan perhitungan rumus-rumus.
Jika hari itu gagal karena matahari terhalang oleh mendung maka masih diberi
roleransi penentuan dilakukan pada H+1 atau H+2.

Saat matahari di atas Ka'bah semua bayangan matahari mengarah ke Ka'bah juga

Penentuan arah kiblat menggunakan teknik seperti ini memang hanya berlaku untuk
daerah-daerah yang pada saat peristiwa Istiwa Utama dapat melihat secara langsung
matahari dan untuk penentuan waktunya menggunakan konversi waktu terhadap
Waktu Makkah. Sementara untuk daerah lain di mana saat itu matahari sudah
terbenam misalnya wilayah Indonesia bagian Timur praktis tidak dapat menggunakan
teknik ini. Sedangkan untuk sebagian wilayah Indonesia bagian Tengah barangkali
masih dapat menggunakan teknik ini karena posisi matahari masih mungkin dapat
terlihat. Namun demikian masih ada teknik lain yang juga menggunakan bayangan
matahari untuk menentukan arah kiblat misalnya teknik sudut azimuth, teknik
lingkaran, teknik bayangan muka dan bayangan belakang dan penggunaan theodolit
dengan bantuan posisi matahari. Salah satunya yang cukup popiler adalah teknik
bayangan matahari (sundial) dengan data bayangan matahari dapat dicari DISINI.

Tempat yang memungkinkan penentuan arah kiblat di daerah terang saja.

Berdasarkan perhitungan astronomis menggunakan program Simulator Planetarium


Starrynight Pro Plus 6.2.3 diperoleh posisi matahari secara presisi saat terjadinya
Istiwa Utama di Makkah tahun 2008 ini. Pertama, tanggal 27 Mei 2008 pukul
09:18:00 GMT atau 12:18:00 Waktu Makkah atau 16:18:00 WIB, lalu yang kedua
terjadi pada tanggal 15 Juli 2008 pukul 09:26:50 GMT atau 12:26:50 Waktu Mekkah
(GMT+3) atau 16:26:50 WIB (GMT+7) dengan posisi matahari berada di azimuth
294° 40.124' dan ketinggian (altitude) 14° 56.32'. Seperti tertera pada gambar di
bawah ini..
Dari Yogyakarta Posisi matahari masih cukup tinggi untuk melakukan pengukuran.

.Teknik Penentuan Arah Kiblat menggunakan Istiwa Utama :

1. Tentukan lokasi masjid/mushalla/langgar atau rumah yang akan diluruskan


arah kiblatnya.
2. Sediakan tongkat lurus sepanjang 1 sampai 2 meter dan peralatan untuk
memasangnya. Lebih bagus menggunakan benang berbandul agar tegak
benar. Siapkan juga jam/arloji yang sudah dicocokkan / dikalibrasi
waktunya secara tepat dengan radio/televisi/internet.
3. Cari lokasi di samping Selatan atau di halaman depan masjid yang masih
mendapatkan penyinaran matahari pada jam-jam tersebut serta memiliki
permukaan tanah yang datar lalu pasang tongkat secara tegak dengan
bantuan pelurus berupa tali dan bandul. Persiapan jangan terlalu mendekati
waktu terjadinya istiwa utama agar tidak terburu-buru.
4. Tunggu sampai saat istiwa utama terjadi amatilah bayangan matahari yang
terjadi dan berilah tanda menggunakan spidol, benang kasur yang
dipakukan, lakban, penggaris atau alat lain yang dapat membuat tanda
lurus.
5. Di Indonesia peristiwa Istiwa Utama terjadi pada sore hari sehingga arah
bayangan menuju ke Timur. Sedangakan bayangan yang menuju ke arah
Barat agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang tepat.
6. Gunakan tali, susunan tegel lantai, atau pantulan sinar matahari
menggunakan cermin untuk meluruskan arah kiblat ini ini ke dalam masjid /
rumah dengan menyejajarkannya terhadap arah bayangan.
7. Tidak hanya tongkat yang dapat digunakan untuk melihat bayangan.
Menara, sisi selatan bangunan masjid, tiang listrik, tiang bendera atau
benda-benda lain yang tegak. Atau dengan teknik lain misalnya bandul
yang kita gantung menggunakan tali sepanjang beberapa meter maka
bayangannya dapat kita gunakan untuk menentukan arah kiblat.

=============================================================
UNTUK ORIENTASI LAKUKAN UJI COBA PADA 1 ATAU 2 HARI SEBELUMNYA

=============================================================

Sebaiknya bukan hanya masjid atau mushalla / langgar saja yang perlu diluruskan
arah kiblatnya. Mungkin kiblat di rumah kita sendiri selama ini juga saat kita shalat
belum tepat menghadap ke arah yang benar. Sehingga saat peristiwa tersebut ada
baiknya kita juga bisa melakukan pelurusan arah kiblat di rumah masing-masing.
Dan juga melakukan penentuan arah kiblat menggunakan teknik ini tidak mutlak
harus dilakukan pada saat tersebut bisa saja mundur atau maju 1-2 hari pada jam
yang sama atau dalam rentang +/- 5 menit pada hari itu. Hal ini dikarenakan
pergeserannya hanya relatif sedikit yaitu sekitar 1/6 derajat setiap hari atau sekitar 3
menit setiap harinya. Sebelum hari H dikurangi (-) dan sesudah hari H ditambah (+)
3 menit setiap hari.

Catatan : Untuk keterangan lebih lanjut bisa menghubungi markas Rukyat Hilal
Indonesia (RHI) di 0274-552630 atau 08122743082.

------------

tambahan dr milis.. 

----
Sekedar tambahan dari yang telah dijelaskan pak Mutoha.

Sebagaimana diketahui, pada 27 Mei 2008 pukul 12:18 waktu Makkah (GMT + 3)
Matahari mengalami transit (melintasi garis bujur kota Makkah) dimana posisi
Matahari pada saat itu sangat berdekatan dengan titik zenith Makkah
(koordinat 21° 25' LU 39° 50' BT) alias mempunyai tinggi mendekati 90°.
Dalam bahasa sederhananya, jika pada saat itu kita berada di kota Makkah
maka kita akan melihat Matahari persis di atas kepala. Kondisi ini disebut
rashdul qiblat istimewa dan dimanapun manusia berada di Bumi (asalkan masih
tersinari cahaya Matahari), maka arah kiblat setempat bisa
ditetapkan/dikalibr asikan karena setiap bayang-bayang benda yang tegak lurus
terhadap permukaan Bumi tepat mengarah ke kiblat.

Untuk itu ada catatan tambahan :

1. Akurasi

Berbeda dengan bintang-bintang lainnya yang berperanan sebagai sumber cahaya


titik (point source) jika dilihat dari Bumi, Matahari merupakan cakram
bercahaya kuat (disk source) dengan apparent diameter 0,5° dimana intensitas
cahayanya homogen di setiap titik dalam cakram ini. Konsekuensinya
pengukuran arah dengan menggunakan bayang-bayang Matahari pun selalu
mengandung ketidakpastian sebesar 0,5°.

Dengan diameternya yang besar, maka pada 26 Mei 2008 pukul 12:18 waktu
Makkah, meski tinggi pusat cakram Matahari baru senilai 87,75° namun tepi
cakram bagian barat telah menyentuh titik zenith. Demikian pula meskipun
deklinasi pusat cakramnya saat itu baru +21° 10' namun tepi cakram sebelah
utara sudah menyentuh deklinasi +21° 25' (alias berimpit dengan lintang kota
Makkah). Dan pada 28 Mei 2008 pukul 12:18 waktu Makkah juga mirip, dimana
walaupun tinggi pusat cakram Matahari senilai 87,75° namun tepi cakram
bagian timur masih menyentuh titik zenith. Demikian pula meskipun deklinasi
pusat cakramnya saat itu sudah +21° 40' namun tepi cakram sebelah selatan
masih menyentuh deklinasi +21° 25.

Kondisi yang sama juga kita jumpai bila pada ketiga tanggal tersebut jamnya
divariasikan menjadi 12:18:00 ± 00:00:30 WIB.

Sehingga dengan demikian rashdul qiblat terjadi pada 26 - 28 Mei 2008 pukul
12:18:00 ± 00:00:30 waktu Makkah atau 16:18:00 ± 00:00:30 WIB.

2. Keberlakuan

Per teori penetapan/kalibrasi arah kiblat dengan rashdul qiblat ini hanya
berlaku untuk daerah dengan zona waktu GMT + 1 sampai GMT + 7 dengan
perkecualian pada Asia Timur (karena Matahari di sini masih cukup tinggi
meski zona waktunya sudah GMT + 8).

Untuk Indonesia, metode ini bisa dilakukan pada kawasan Indonesia bagian


barat khususnya Pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan hingga ke sebagian Nusa
Tenggara dan pantai barat Sulawesi. Di Nusa Tenggara dan pantai barat
Sulawesi itu tinggi Matahari pada saat rashdul qiblat sudah cukup rendah
(yakni di sekitar 10°) sehingga cahaya sudah redup ataupun sudah tertutup
awan di dekat horizon.

3. Cara

- Kalibrasikan petunjuk waktu (jam/HP) dengan standar waktu (misalnya


dengan siaran BBC, RRI ataupun dengan men-dial nomor 103 lewat telpon fixed
line maupun Flexi).
- Gunakan sudut bangunan/sisi jendela, atau gunakan benang tebal yang
diberi pemberat dan digantung sebagai media yang tegaklurus permukaan tanah
setempat.
- Tetapkan tanggal pengukuran (26, 27 atau 28 Mei 2008).
- Pada pukul 16:18:00 ± 00:00:30 WIB tandai bayang-bayang bangunan/sisi
jendela/benang pada permukaan lantai/tanah pada dua titik sekaligus. Lantas
tarik garis lurus melintasi kedua titik tersebut. Itulah arah kiblat
setempat.

Selamat mencoba..

salam

Ma'rufin

Tags: ibadah

Prev: Pengakuan terhadap prestasi Pak Nur Mahmudi Ismail 


Next: [PKS] Bersih Tak Hanya Sekedar Slogan

replyshare
Sponsored Links

BINTANG LAUT menstrual pad


PROMOSINDO

Merupakan pembalut yang dapat


menyediakan berbagai kebutuhan dicuci ulang dan dipakai kembali.
promosi Menstrual Pad day & Night
specification : 1. Suede Cloth 2.
layer lite microfiber 3. 100% cotton
out

audio reply video reply

Add a Comment

Submit Preview & Spell Check


      

© 2010 Multiply · English · About · Blog · Terms · Privacy · Corporate · Advertise · Translate · API · Contact · Help 

Mengukur Kiblat dengan Matahari


 

Rashdul Qiblat 2008


Apakah arah kiblat bisa berubah? Tentu Tidak! Artinya pengukuran sebelumnya memang yang tidak
tepat.
"Dan
dari mana saja engkau keluar (untuk mengerjakan shalat), maka
hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka’bah), dan sesungguhnya
perintah berkiblat ke Ka’bah itu adalah benar dari Tuhanmu. Dan
(ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu
lakukan." ( QS. Al-Baqarah : 149 )
.
“ Baitullah ( Ka’bah )
adalah kiblat bagi orang-orang di dalam Masjid Al-Haram dan Masjid
Al-Haram adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di Tanah Haram (
Makkah ) dan Makkah adalah qiblat bagi seluruh penduduk bumi, Timur dan
Barat dari umatKu” ( Hadith Riwayat Al-Baihaqi )
Dalam ajaran Islam,
mengadap ke arah kiblat ( Masjidil Haram / Ka’bah ) adalah suatu
tuntutan syariah di dalam melaksanakan ibadah tertentu, ia wajib
dilakukan ketika hendak mengerjakan shalat dan menguburkan jenazah
orang Islam, ia juga merupakan sunah ketika azan, berdoa, berzikir,
membaca Al-Quran, menyembelih binatang dan sebagainya.
Berdasarkan
tinjauan astronomis atau falak, terdapat beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk meluruskan arah kiblat antaranya menggunakan kompas,
theodolit, rasi bintang serta fenomena posisi matahari serta transit
utama matahari di atas kota Makkah yang dikenal dengan istilah Istiwa
A’zam (Istiwa Utama). Di kalangan pesantren di Indonesia istilah yang
cukup dikenal adalah "zawal" atau "rashdul qiblat".

Di atas Ka’bah matahari
tepat berada di titik Zenith saat Istiwa A’zam.

Istiwa
adalah fenomena astronomis saat posisi matahari melintasi meridian
langit. Dalam penentuan waktu shalat, istiwa digunakan sebagai pertanda
masuknya waktu shalat Zuhur. Pada saat tertentu di sebuah daerah dapat
terjadi peristiwa yang disebut Istiwa Utama atau ‘Istiwa A’zam’ yaitu
saat posisi matahari berada tepat di titik Zenith (tepat di atas
kepala) suatu lokasi dimana peristiwa ini hanya terjadi di daerah
antara 23,5˚ Lintang Utara dan 23,5˚ Lintang Selatan.

Istiwa
Utama yang terjadi di kota Makkah dapat dimanfaatkan oleh kaum Muslimin
di negara-negara sekitar Arab khususnya yang berbeda waktu tidak lebih
dari 5 (lima) jam untuk menentukan arah kiblat secara presisi
menggunakan teknik bayangan matahari. Istiwa A’zam di Makkah terjadi
dua kali dalam setahun yaitu pada tanggal 28 Mei sekitar pukul 12.18
Waktu Makkah dan 16 Juli sekitar pukul 12.27 Waktu Makkah pada
tahun-tahun biasa. Sedangkan untuk tahun-tahun Kabisat tanggal ini
dapat maju 1 hari (27 Mei dan 15 Juli) seperti yang terjadi pada tahun
2008 ini.

Fenomena Istiwa Utama terjadi akibat gerakan semu


matahari yang disebut gerak tahunan matahari (musim) sebab selama bumi
beredar mengelilingi matahari sumbu bumi miring 66,5˚ terhadap bidang
edarnya sehingga selama setahun terlihat di bumi matahari mengalami
pergeseran 23,5˚ LU sampai 23,5˚ LS. Saat nilai azimuth matahari sama
dengan nilai azimuth lintang geografis sebuah tempat maka di tempat
tersebut terjadi Istiwa Utama yaitu melintasnya matahari melewati
zenith lokasi setempat.
________________________________________________________

SELASA, 27 MEI 2008 @ 16:18 WIB (Hari ke-1)


SELASA, 15 JULI 2008 @ 16:27 WIB (Hari ke-2)
MATAHARI TEPAT DI ZENITH KOTA MAKKAH
POSISI MATAHARI = ARAH KIBLAT
BAYANGAN MATAHARI = ARAH KIBLAT
_________________________________________________________

Teknik
penentuan arah kiblat menggunakan Istiwa Utama sebenarnya sudah dipakai
lama sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah. Demikian halnya di
Indonesia dan beberapa negara Islam yang lain juga banyak menggunakan
teknik ini. Sebab teknik ini memang tidak memerlukan perhitungan yang
rumit dan siapapun dapat melakukannya. Yang diperlukan hanyalah
sebatang tongkat lurus dengan panjang lebih kurang 1 meter dan
diletakkan berdiri tegak di tempat yang datar dan mendapat sinar
matahari. Pada tanggal dan jam saat terjadinya peristiwa Istiwa Utama
tersebut maka arah bayangan tongkat menunjukkan kiblat.

Karena
di negara kita peristiwanya terjadi pada sore hari maka arah bayangan
tongkat adalah ke Timur, sedangkan arah bayangan sebaliknya yaitu yang
ke arah Barat agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang benar.
Cukup sederhana dan tidak memerlukan ketrampilan khusus serta
perhitungan perhitungan rumus-rumus. Jika hari itu gagal karena
matahari terhalang oleh mendung maka masih diberi roleransi penentuan
dilakukan pada H+1 atau H+2.

 
Saat matahari di atas Ka’bah semua bayangan matahari mengarah ke Ka’bah juga

Penentuan
arah kiblat menggunakan teknik seperti ini memang hanya berlaku untuk
daerah-daerah yang pada saat peristiwa Istiwa Utama dapat melihat
secara langsung matahari dan untuk penentuan waktunya menggunakan
konversi waktu terhadap Waktu Makkah. Sementara untuk daerah lain di
mana saat itu matahari sudah terbenam misalnya wilayah Indonesia bagian
Timur praktis tidak dapat menggunakan teknik ini. Sedangkan untuk
sebagian wilayah Indonesia bagian Tengah barangkali masih dapat
menggunakan teknik ini karena posisi matahari masih mungkin dapat
terlihat. Namun demikian masih ada teknik lain yang juga menggunakan
bayangan matahari untuk menentukan arah kiblat misalnya teknik sudut
azimuth, teknik lingkaran, teknik bayangan muka dan bayangan belakang
dan penggunaan theodolit dengan bantuan posisi matahari. Salah satunya
yang cukup popiler adalah teknik bayangan matahari (sundial) dengan
data bayangan matahari dapat dicari DISINI.

Berdasarkan
perhitungan astronomis menggunakan program Simulator Planetarium
Starrynight Pro Plus 6.2.3 diperoleh posisi matahari secara presisi
saat terjadinya Istiwa Utama di Makkah tahun 2008 ini. Pertama, tanggal
27 Mei 2008 pukul 09:18:00 GMT atau 12:18:00 Waktu Makkah atau 16:18:00
WIB, lalu yang kedua terjadi pada tanggal 15 Juli 2008 pukul 09:26:50
GMT atau 12:26:50 Waktu Mekkah (GMT+3) atau 16:26:50 WIB (GMT+7) dengan
posisi matahari berada di azimuth 294° 40.124′ dan ketinggian
(altitude) 14° 56.32′. Seperti tertera pada gambar di bawah ini.

Dari Yogyakarta Posisi matahari masih cukup tinggi untuk melakukan pengukuran.
Teknik Penentuan Arah Kiblat menggunakan Istiwa Utama :

1. Tentukan lokasi masjid/mushalla/langgar atau rumah yang akan diluruskan arah kiblatnya.

2.
Sediakan tongkat lurus sepanjang 1 sampai 2 meter dan peralatan untuk
memasangnya. Lebih bagus menggunakan benang berbandul agar tegak benar.
Siapkan juga jam/arloji yang sudah dicocokkan / dikalibrasi waktunya
secara tepat dengan radio/televisi/internet.

3.
Cari lokasi di samping Selatan atau di halaman depan masjid yang masih
mendapatkan penyinaran matahari pada jam-jam tersebut serta memiliki
permukaan tanah yang datar lalu pasang tongkat secara tegak dengan
bantuan pelurus berupa tali dan bandul. Persiapan jangan terlalu
mendekati waktu terjadinya istiwa utama agar tidak terburu-buru.

4.
Tunggu sampai saat istiwa utama terjadi amatilah bayangan matahari yang
terjadi dan berilah tanda menggunakan spidol, benang kasur yang
dipakukan, lakban, penggaris atau alat lain yang dapat membuat tanda
lurus.

5. Di Indonesia peristiwa Istiwa Utama


terjadi pada sore hari sehingga arah bayangan menuju ke Timur.
Sedangakan bayangan yang menuju ke arah Barat agak serong ke Utara
merupakan arah kiblat yang tepat.

6. Gunakan
tali, susunan tegel lantai, atau pantulan sinar matahari menggunakan
cermin untuk meluruskan arah kiblat ini ini ke dalam masjid / rumah
dengan menyejajarkannya terhadap arah bayangan.

7.
Tidak hanya tongkat yang dapat digunakan untuk melihat bayangan.
Menara, sisi selatan bangunan masjid, tiang listrik, tiang bendera atau
benda-benda lain yang tegak. Atau dengan teknik lain misalnya bandul
yang kita gantung menggunakan tali sepanjang beberapa meter maka
bayangannya dapat kita gunakan untuk menentukan arah kiblat.

=============================================================

UNTUK ORIENTASI LAKUKAN UJI COBA PADA 1 ATAU 2 HARI SEBELUMNYA


=============================================================

Sebaiknya
bukan hanya masjid atau mushalla / langgar saja yang perlu diluruskan
arah kiblatnya. Mungkin kiblat di rumah kita sendiri selama ini juga
saat kita shalat belum tepat menghadap ke arah yang benar. Sehingga
saat peristiwa tersebut ada baiknya kita juga bisa melakukan pelurusan
arah kiblat di rumah masing-masing. Dan juga melakukan penentuan arah
kiblat menggunakan teknik ini tidak mutlak harus dilakukan pada saat
tersebut bisa saja mundur atau maju 1-2 hari pada jam yang sama atau
dalam rentang +/- 5 menit pada hari itu. Hal ini dikarenakan
pergeserannya hanya relatif sedikit yaitu sekitar 1/6 derajat setiap
hari atau sekitar 3 menit setiap harinya. Sebelum hari H dikurangi (-)
dan sesudah hari H ditambah (+) 3 menit setiap hari.

Catatan : Untuk keterangan lebih lanjut bisa menghubungi markas Rukyat Hilal Indonesia (RHI) di
0274-552630 atau 08122743082.

Tambahan

Sekedar
tambahan dari yang telah dijelaskan pak Mutoha. Sebagaimana diketahui,
pada 27 Mei 2008 pukul 12:18 waktu Makkah (GMT + 3) Matahari mengalami
transit (melintasi garis bujur kota Makkah) dimana posisiMatahari pada
saat itu sangat berdekatan dengan titik zenith Makkah(koordinat 21° 25′
LU 39° 50′ BT) alias mempunyai tinggi mendekati 90°. Dalam bahasa
sederhananya, jika pada saat itu kita berada di kota Makkahmaka kita
akan melihat Matahari persis di atas kepala. Kondisi ini disebutrashdul
qiblat istimewa dan dimanapun manusia berada di Bumi (asalkan
masihtersinari cahaya Matahari), maka arah kiblat setempat
bisaditetapkan/dikalibr asikan karena setiap bayang-bayang benda yang
tegak lurusterhadap permukaan Bumi tepat mengarah ke kiblat.

Untuk itu ada catatan tambahan :

1. Akurasi

Berbeda
dengan bintang-bintang lainnya yang berperanan sebagai sumber
cahayatitik (point source) jika dilihat dari Bumi, Matahari merupakan
cakrambercahaya kuat (disk source) dengan apparent diameter 0,5° dimana
intensitascahayanya homogen di setiap titik dalam cakram ini.
Konsekuensinya pengukuran arah dengan menggunakan bayang-bayang
Matahari pun selalumengandung ketidakpastian sebesar 0,5°.

Dengan
diameternya yang besar, maka pada 26 Mei 2008 pukul 12:18 waktuMakkah,
meski tinggi pusat cakram Matahari baru senilai 87,75° namun tepicakram
bagian barat telah menyentuh titik zenith. Demikian pula
meskipundeklinasi pusat cakramnya saat itu baru +21° 10′ namun tepi
cakram sebelahutara sudah menyentuh deklinasi +21° 25′ (alias berimpit
dengan lintang kotaMakkah).

Dan pada 28 Mei 2008


pukul 12:18 waktu Makkah juga mirip, dimanawalaupun tinggi pusat cakram
Matahari senilai 87,75° namun tepi cakrambagian timur masih menyentuh
titik zenith. Demikian pula meskipun deklinasipusat cakramnya saat itu
sudah +21° 40′ namun tepi cakram sebelah selatanmasih menyentuh
deklinasi +21° 25.Kondisi yang sama juga kita jumpai bila pada ketiga
tanggal tersebut jamnyadivariasikan menjadi 12:18:00 ± 00:00:30 WIB.
Sehingga dengan demikian rashdul qiblat terjadi pada 26 - 28 Mei 2008
pukul12:18:00 ± 00:00:30 waktu Makkah atau 16:18:00 ± 00:00:30 WIB.2.

2. Keberlakuan

Per
teori penetapan/kalibrasi arah kiblat dengan rashdul qiblat ini
hanyaberlaku untuk daerah dengan zona waktu GMT + 1 sampai GMT + 7
denganperkecualian pada Asia Timur (karena Matahari di sini masih cukup
tinggimeski zona waktunya sudah GMT + 8).Untuk Indonesia, metode ini
bisa dilakukan pada kawasan Indonesia bagianbarat khususnya Pulau Jawa,
Sumatra dan Kalimantan hingga ke sebagian NusaTenggara dan pantai barat
Sulawesi. Di Nusa Tenggara dan pantai baratSulawesi itu tinggi Matahari
pada saat rashdul qiblat sudah cukup rendah(yakni di sekitar 10°)
sehingga cahaya sudah redup ataupun sudah tertutupawan di dekat horizon.

3. Cara

-
Kalibrasikan petunjuk waktu (jam/HP) dengan standar waktu
(misalnyadengan siaran BBC, RRI ataupun dengan men-dial nomor 103 lewat
telpon fixedline maupun Flexi).

- Gunakan sudut
bangunan/sisi jendela, atau gunakan benang tebal yangdiberi pemberat
dan digantung sebagai media yang tegaklurus permukaan tanahsetempat.

- Tetapkan tanggal pengukuran (26, 27 atau 28 Mei 2008).

-
Pada pukul 16:18:00 ± 00:00:30 WIB tandai bayang-bayang bangunan/sisi
jendela/benang pada permukaan lantai/tanah pada dua titik sekaligus.
Lantastarik garis lurus melintasi kedua titik tersebut. Itulah arah
kiblatsetempat. Selamat mencoba.

You might also like