Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
a. Melaksanakan rehabilitasi lahan dengan ditanami tanaman
tahunan yang mempunyai fungsi konservasi dan nilai ekonomi,
yang maksudnya disamping agar lahan-lahan tersebut dapat
segera berfungsi kembali sebagai daerah resapan air dan atau
daerah tangkapan air, juga diharapkan dapat berdampak positif
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu untuk mendukung program Gerhan dan GRLK perlu
diupayakan suatu program pendukung yang berbasis pada
pemanfaatan lahan untuk kepentingan ekonomi jangka pendek tanpa
menghilangkan kaidah ekologi.
2
Upaya untuk meningkatkan pendapatan jangka pendek bagi
masyarakat adalah dengan mengoptimalkan ruang pada kawasan
lahan kritis untuk kegiatan usaha pertanian. Selama ini kegiatan
usaha pertanian telah berjalan dalam bentuk tumpangsari yang
menjadi kegiatan bersamaan dengan pelaksanaan tanaman kayu.
Namun terbatas hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan.
Padahal pengembangan usaha pertanian bisa lebih ditingkatkan
dalam skala usaha yang mampu memberikan kontribusi pendapatan
apabila dikembangkan secara sinergis dengan pihak-pihak industri
pertanian. Dengan pengembangan tanaman tumpangsari secara
sinergis dengan pihak industri diharapkan dapat membantu dalam
penyediaan peluang usaha bagi masyarakat pemilik/penggarap
lahan kritis.
3
Subsidi hilir-hulu melalui sinergitas sektor-sektor ekonomi khususnya
ekonomi pertanian perlu digalang sehingga kegiatan akan berjalan
secara proporsional. Kegiatan penghijauan lahan dan tumpangsari
dengan dukungan permodalan dan kepastian pasar merupakan
program yang diharapkan dapat berjalan pada penanganan lahan
kritis di Jawa Barat sekaligus sebagai langkah nyata pemberdayaan
masyarakat desa yang berdomisili pada kawasan hulu.
4
dikembangkan. Pihak-pihak yang dapat dilibatkan kerjasama dalam
kegiatan usaha ini adalah :
1. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS);
2. Mitra Usaha dibidang Pertanian (industri pakan ternak,
perusahaan perdagangan komoditi pertanian);
3. Masyarakat pemilik dan atau penggarap lahan kritis.
4. Pemerintah melalui instansi terkait.
5
berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai
keberlanjutan fungsi dan manfaat lahan dapat diwujudkan secara
optimal dan proporsional.
1. Lahan kritis adalah lahan yang secara fisik, kimia ataupun biologi
telah mengalami kerusakan dan berkurang fungsinya, seperti
lahan kosong, lahan yang kurang vegetasinya, lahan terlantar
serta lahan rawan longsor. Kriteria lahan yang tergolong sebagai
lahan kritis adalah sebagai berikut :
Lahan kosong tidak produktif; dan atau
Lapisan olah tanah (solum) kurang dari 30 cm; dan atau
Lahan bekas penambangan yang tidak direklamasi; dan atau
Lahan kosong dengan kemiringan di atas 15 %; dan atau
Lahan dengan penutupan vegetasi di bawah 25 %; dan atau
Lahan yang telah mengalami erosi di atas ambang batas;
dan atau
Lahan rawan bencana longsor
6
2. Pengelolaan sumberdaya lahan kritis bersama masyarakat
(PLKBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya lahan kritis
yang dilakukan bersama oleh Badan Usaha Milik Swasta
(BUMS) dan Masyarakat Desa Hutan (MDH) dengan pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga
kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan
manfaat suberdaya lahan dapat diwujudkan secara optimal dan
proporsional.
II. PROGRAM
Objek Kegiatan
7
b. Budidaya penanaman tanaman rami mencakup semua tahapan
mulai dari pengadaan benih, penanaman, pemeliharaan,
pemanenan, proses pengolahan pasca panen sampai dengan
pemasaran.
2. Pengembangan Kelembagaan
a. Pelatihan
b. Pendampingan oleh LSM
c. Penyuluhan dan bimbingan teknis
d. Pembentukan Forum PLKBM
e. Terbangunnya lembaga masyarakat lahan kritis
f. Tersusunnya nota kesepahaman antara masyarakat dengan
pihak donatur dan mitra usaha
g. Terbentuknya kerjasama operasional antara masyarakat
dengan mitra usaha yang dituangkan dalam perjanjian
kerjasama (Akta Notaris
8
a. Pembangunan sarana prasarana
b. Pengadaan bibit
c. Penanaman
Kesesuaian lahan.
Ketersediaan jalan angkutan sebagai pertimbangan ekonomis
(maksimal 2 km dari jalan angkutan).
Lokasi relatif mengelompok.
Kondisi dan dukungan masyarakat.
9
Potensi lahan pada kawasan lahan kritis di propinsi Jawa Barat yang
dapat dikerjasamakan digambarkan seperti bagan pada Gambar 1
dan Tabel 1 berikut :
LAHAN KRITIS
LAHAN KRITIS DALAM KAWASAN HUTAN [Ha]
DILUAR KAWASAN
NO KABUPATEN / KOTA
HUTAN / TANAH
Hutan Hutan Jum lah
Hutan Lindung MILIK (Ha)
Konservasi Produksi (3+4+5)
1 2 3 4 5 6 7
1 KAB BOGOR 551 - 21.917 22.468 21.329
2 KAB SUKABUMI 2.417 392 12.683 15.492 36.794
3 KAB CIANJUR 4.313 2.179 10.639 17.130 27.911
4 KAB CIREBON - - - - 8.056
5 KAB KUNINGAN 33 1.177 3.530 4.740 22.766
6 KAB INDRAMAYU - - 6.957 6.957 13.304
7 KAB MAJALENGKA 7.635 8.866 4.039 20.540 33.880
8 KAB BEKASI 2.108 290 2.929 5.327 18.960
9 KAB KARAWANG 4,113 10.341 1.410 15.865 88.580
10 KAB PURWAKARTA 50 - 216 266 10.987
11 KAB SUBANG 9 - 14.271 14.280 16.630
12 KAB BANDUNG 7.635 8.866 4.039 20.540 33.880
13 KAB SUMEDANG 2.108 290 2.929 5.327 18.960
14 KAB GARUT 4.113 10.341 1.410 15.865 88.580
15 KAB TASIKMALAYA - - 14.523 14.523 30.030
16 KABUPATEN CIAMIS 106 - 2.789 2.895 26.893
JUMLAH 31.085 42.746 104.286 182.221 497.547
Sumber : Dinas Kehutanan Prop. Jabar, Perum Perhutani Unit III, Dinas Kehutanan Kab/Kota dan BP DAS.
10
KAWASAN LAHAN KAWASAN
KRITIS TANAH LAHAN KRITIS
NEGARA TANAH MILIK
HUTAN PEMANFAATAN
HUTAN RAKYAT LAHAN SEBELUM
KEMASYARAKATAN
REBOISASI
2-5 THN
AGROFORESTRY BUDIDAYA
TANAMAN KAYU & SETELAH 5 TANAMAN
TANAMAN PERTANIAN TAHUN PERTANIAN
KERJASAMA
KERJASAMA PEMASARAN
PEMASARAN KAYU
KOMODITI PERTANIAN
Produk berbahan baku jati memiliki pangsa pasar yang luas, baik
dalam maupun luar negeri, karena jati termasuk kayu berkualitas
tinggi. Beragamnya penggunaan kayu jati yang menyebabkan
tingginya permintaan akan bahan baku kayu jati, selama ini tidak
diimbangi dengan laju produksi tanamannya. Produksi hutan jati
yang dikelola Perum Perhutani rata-rata 600.000 m 3/tahun,
sementara kebutuhan untuk industri furniture dalam negeri saat ini
berkisar 2 juta m3 per tahun sehingga masih terdapat kekurangan
cukup tinggi (Asosiasi Meubel Indonesia, 2001). Sebagian besar
produksi hutan jati (85%) di jual dalam bentuk log, sedangkan
11
sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri
milik Perum Perhutani dan Industri Mitra Kerja Sama Pengelolaan
(Mitra KSP) Perhutani dengan swasta.
12
Bahan baku tekstil yang berupa serat kapas harus diimpor. Setiap
tahun Indonesia mengimpor kapas dalam jumlah besar. Pada tahun
1993 Indonesia mengimpor 414 000 ton atau di atas 96% total
kebutuhan nasional dan kurang dari 4% yang dapat disediakan dari
hasil kapas dalam negeri (Baharsjah, 1993).
13
Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah nomor
34/KEP/MENEG/VI/2001 tentang pembentukan tim terpadu
pengembangan usaha koperasi dan usaha kecil dan menengah di
bidang agroindustri serat rami (Kementerian Koperasi dan UKM,
2003).
14
merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan efisiensi pemasaran. Bentuk-bentuk pasar seperti
bursa komoditi dan pasar lelang merupakan bentuk pasar yang perlu
dikembangkan. Sudah tentu peningkatan kemampuan nilai tukar
petani harus menjadi priotitas perhatian dalam kebijaksanaan
perdagangan ini.
Pemasaran kayu jati dan serat rami merupakan salah satu tahapan
yang sangat menentukan, karena merupakan jaminan akan
kelangsungan kegaitan agribisnis jati dan rami dengan pola
agroforestry.
Untuk menjamin pemasaran kayu jati dan serat rami perlu ada
jaminan dari pihak lain baik badan usaha maupun perorangan yang
memproses atau mengolah kayu jati dan serat rami.
15
menganut pola kemitraan yaitu kerjasama dengan prinsip saling
membutuhkan, memperkuat, menguntungkan dan dapat
menciptakan pengembangan usaha yang mandiri, sehat dan
tangguh.
Produksi Hasil
Kerjasama Budidaya Penjualan langsung
Tanaman Jati & Rami
Industri Kayu
Pasar Lelang Pertukangan/Rami
16
Tabel 2. Analisis Usaha Agribisnis Jati dan Rami Dengan Pola
Agroforestry.
B PENERIMAAN
I. Jati
1 Penjarangan I 40.000.000,00
2 Penjarangan II 160.000.000,00
3 Pemanenan 2.072.000.000,00
Sub Total I 2.272.000.000,00
II. Rami
1 Serat rami 210.000.000,00
2 Daun pakan ternak 12.600.000,00
3 Kompos 80.640.000,00
Sub Total II 303.240.000,00
17
1 – Biaya Tidak Tetap
Penjualan
Rp 2.610.000.000,00
BEP = _________________________________
1 – Rp 4.652.470.000,00
Rp 7.262.470.000,00
BEP = Rp 7.262.470.000,00
Keuntungan
B/C = ______________________
Total Pengeluaran
Rp 9.334.120.000,00
B/C = ____________________________
Rp 7.262.470.000,00
B/C = 1,29
Dengan hasil B/C sebesar 1,29, berarti dari modal yang ditanam
akan menghasilkan keuntungan sebesar 1,29 kalinya.
III. KELEMBAGAAN
18
1. Kelompok Pemerintah
Terdiri dari jajaran pemerintah kabupaten yang meliputi beberapa
instansi terkait, sebagai Pembina.
2. Kelompok Profesional
Kelompok professional terdiri dari tenaga-tenaga ahli yang bersifat
temporer (konsultan, LSM, Perguruan tinggi) yang dapat dilibatkan
dalam kontribusi saran pengembangan usaha.
PEMERINTAH PROPINSI /
KABUPATEN
Kelompok Pelaksana
Forum Pengelolaan Lahan
KTH & BUMS
Kritis Daerah
KORWIL KABUPATEN
FASILITATOR KEGIATAN
KORWIL
KORWIL
KORWIL
KECAMATAN
KECAMATAN
19
KELOMPOK TANI MITRA
DESA - BUMS Industri Kayu/Rami
- BANK
1. Berbagi Rencana
Pengelolaan lahan kritis dengan melibatkan Mitra dan Masyarakat
Desa Hutan (MDH) pada saat penyusunan rencana mikro pada
wilayah kelola bersama atau hutan pangkuannya.
2. Berbagi Ruang
Pengelolaan kawasan lahan kritis dengan memanfaatkan ruang
diantara baris tanaman pokok (pemanfaatan secara horizontal) dan
ruang diantara tajuk tanaman pokok (pemanfaatan secara vertical)
3. Berbagi Waktu
Pengelolaan kawasan lahan kritis dengan memanfaatkan pergiliran
tanaman sebelum tanaman pokok ditanam.
4. Berbagi Kegiatan
Pengelolaan kawasan lahan kritis dengan membagi seluruh kegiatan
dan komponen-komponen mulai persemaian, penanaman,
pemeliharaan pemanenan dan pengolahan pasca panennya serta
pemasaran.
5. Berbagi Modal
Pengelolaan kawasan lahan kritis dengan penyertaan modal bersama.
Dalam berbagi modal dimungkinkan berbagi modal di luar kawasan
pengelolaan dengan perhitungan bagi hasil pada akhir daur
disesuaikan dengan komposisi kontribusi modal yang diberikan.
6. Berbagi Hasil
20
Pada prinsipnya konsep bagi hasil didasarkan atas kontribusi modal
yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak yang berkerjasama dalam
budidaya Tanaman Kayu atau Budidaya Tanaman Pertanian/
Perkebunan (BUMS, Mitra, dan Masyarakat).
Pada Kawasan Hutan Negara untuk wilayah Jawa Barat dan Banten
telah ada kelembagaan dengan nama Kelompok Tani Hutan Andalan
(KTH-A) yang bekerjasama dengan pihak pengelola hutan negara
yaitu Perum Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten. KTH-A
dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan hutan pada kawasan hutan
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten dengan pola PHBM
(Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat).
BERBAGI
(Samamanis PHBM 21
Sapapait)
KAWASAN
HUTAN RAKYAT HUTAN
1.000 Ha
HP TS HL NON TS
(Palawija) (Lebah madu, MPTS, Rumput)
22
Susunan organisasi pelaksana lapangan dapat dibentuk berdasarkan
kesepakatan antara kelompok tani dengan pihak penggagas untuk
menetapkan susunan Ketua, wakil ketua, sekertaris dan bendahara
serta seksi-seksi yang dibutuhkan.
a. Penggagas/BUMS
Hak – Hak :
Kewajiban :
23
Menyediakan benih, pupuk dan insektisida-herbisida sesuai
kebutuhan fisik budidaya tanaman Jati dan Rami.
Membeli/Memasarkan seluruh kayu dan rami dari hasil
produksi kerjasama ini dengan harga yang ditetapkan dalam
perjanjian sesuai dengan administrasi penjualan yang
berlaku.
Bersama para pihak melaksanakan pengawasan
pengamanan tanaman kayu dan tanaman rami.
b. Kelompok Tani
Hak – Hak :
Kewajiban :
24
penyulaman, Pemeliharaan tanaman Jati dan tanaman
Rami.
Melaksanakan kegiatan pengelolaan budidaya tanaman Jati
& Rami sesuai dengan bimbingan teknis dari pihak
penggagas/BUMS.
Menanggung biaya upah kerja pengolahan lahan dan
pelaksanaan penanaman tanaman kayu dan tanaman
pertanian, serta angkutan hasil panen sesuai dengan
tahapan kegiatan.
Mengembalikan seluruh pinjaman modal yang digunakan
untuk budidaya tanaman kayu dalam bentuk hasil panen
berupa kayu bulat. Nilai rupiah kayu bulat ditetapkan dalam
perjanjian (sesuai harga pasar).
25
2. PLKBM dengan Pelaksana Lapangan
Kerjasama penyediaan modal kerja/equity dari Rencana Kerja
Anggaran Jangka Pendek, Jangka Menengah dan Jangka
Panjang pada budidaya tanaman Jati dan tanaman Rami.
26
IV. PELAKSANAAN PROGRAM
SKIM Program
27
Penyelenggara Dana Hibah
Konsultan Penggagas/Kontraktor
Program Penghijauan Lahan Kritis (MSK/LSM)
Perencana, Pengawas, (PLKBM) Pelaksana Kegiatan
Penilai & Pengendali - Pelatihan – transformasi skill
- Pembuatan Tanaman Hutan
- Agroforestry & KTA
- Pengembangan Kelembagaan &
Usaha Pertanian
Fungsi VERIFIKASI
Perencanaan
Kurang baik
Fungsi
Penilaian Penapisan Fungsi Pengendalian
Baik
Masy. Sekitar Lahan Kritis Harmonisasi Optimalisasi Program Penghijauan Lahan Kritis
Pola Interaksi
Peningkatan Nyata :
Fungsi Lahan, Pendapatan & Kesejahteraan
Masyarakat
28
Gambar 5. SKIM Program Kegiatan PLKBM
Kompilasi
Penataan Blok
Penanaman
Kegiatan
Rehabilitasi Lahan
Kritis
29
Kegiatan perencanaan wilayah pada kegiatan ini meliputi kegiatan
Pengumpulan data, Kompilasi data, Inventarisasi lapangan, Analisis,
dan Pelaporan.
Pengumpulan Data
30
Tipe Penggunaan Lahan
Peta Jenis Tanah/ Jenis tanah menurut Struktur dan Komposisi Tanah
Tanah Tinjau kepekaan
Kompilasi Data
31
yang telah dibakukan. Bakosurtanal (RBI), Kehutanan (untuk
penggunaan lahan dan bentuk lahan), Puslitanak (untuk
tanah), dan sebagainya.
32
o Format data vektor dapat dikonversi mengacu ke
Standard Exchange Format-nya Bakosurtanal.
d. Transformasi
33
yang digunakan pada pekerjaan ini adalah transformasi
koordinat dua dimensi (planimetris).
e. Editing Peta
34
Keberhasilan dalam kegiatan rehabilitasi lahan atau penghijauan di
suatu areal sangat ditentukan oleh keadaan tempat tumbuh dan
teknik silvikultur yang diterapkan untuk jenis Jati dan Rami.
a. Persyaratan Ekologis
b. Persyaratan Silvikultur
Kelayakan bibit
Pola Tanam dan Teknis Penanaman
Kemampuan Pertumbuhan
Tingkat Penguapan
Kegiatan Pemeliharaan
Kegiatan Rehabilitasi
35
Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan penanaman pohon di areal
rehabilitasi tersebut, yang melibatkan peran aktif dari masyarakat
sekitar areal untuk ikut berpartisipasi sesuai dengan kemampuan
dan kemauan masing-masing individu. Keterlibatan masyarakat
diperlukan karena yang melakukan pemeliharaan sehari-hari
terhadap tanaman adalah tenaga kerja dari desa setempat.
Pemancangan ajir
Pembuatan piringan dan lubang tanam
Pengangkutan bibit
Penanaman;
Penyiangan / Pendangiran;
Pemupukan
Penyulaman.
36
4. Negoisasi, tahapan penyusunan kesepakatan atas hak-hak dan
kewajiban para pihak;
PELAKSANAAN
JAMINAN
HUKUM •
Teknis
•
• T
NEGOSIASI td:
Mou
NKB
PKS
•
KELEMBAGAAN
Hak/Wajib •
• Notaris
Berbagi :
DIALOG - Peran
• K - T. Jawab
TH - Hasil
•
Forum : EV
• - Desa
SOSIALISASI Kesiapan - Kabupaten AL
•
Potensi UA
• Tahu desa/sda Pendampingan
• Paham - Pengawalan
SI
•
Sepakat
37
4.4 Monitoring dan Evaluasi
38
V. PENUTUP
Dukungan dan kerja keras semua pihak dalam jajaran BUMS untuk
merealisasikan KERJASAMA USAHA.
39
LAMPIRAN
Agribisnis Jati (Tectona grandis Lf.) dan Rami (Boehmeria nevia)
dengan Pola Kemitraan Agroforestry
40