You are on page 1of 32

KONSEP TEORI

A. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi
jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung,
volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor
penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi, maka
akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri normal sebagai kompensasi
peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung
menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika hipotensi menetap dan
vasokonstriksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis laktat, oliguria,
dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan otot
jantung (Mansjoer, 1999).
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian
Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok
adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok
merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif (Ashadi,
1999).

B. Etiologi
1. Syok Hipovolemik
a. Kehilangan darah/syok hemoragik
Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
Hemoragik internal : hematoma, hematoraks/himoperitoneum
b. Kehilangan plasma
Luka baker
Dermatitis eksfoliatif
c. Kehilangan cairan dan elektrolit
Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebihan
Internal : pankreatitis, asites, obstruksi usus
2. Syok Kardiogenik
a. Disritmia
b. Kegagalan pompa jantung
c. Disfungsi katup akut
d. Ruptur septum ventrikel
3. Syok Obstruktif
a. Tension pneumothorax
b. Penyakit perikardium
c. Penyakit pembuluh darah paru
d. Tumor jantung (miksoma atrial)
e. Trombus mural atrium kiri
f. Penyakit katup obstruktif
4. Syok Distributif
a. Syok septik
b. Syok anafilaktik
c. Syok neurogenik
d. Obat-obatan vasodilator
e. Insufiensi adrenl akut

C. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite
Medik, 2000):
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan
melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan
otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor
humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan
volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung
untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk
memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun,
tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah
menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu
mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah
jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan
seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran
darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya
terjadi kematian sel. 
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi
tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan
trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang
luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.
Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya
dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar
memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata,
integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga
rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari
aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi
peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di
jaringan.
3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga
tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya
ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu
lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema
interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea.

D. Manifestasi Klinis (Mansjoer, 1999)


1. Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik
<100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah
diketahui.
2. Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3. Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4. Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5. Asidosis metabolik.
Pemantauan hemodinamik :
1. Tekanan darah arteri
2. Tekanan vena sentral
3. Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk
pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
4. Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu
kulit.
E. Penatalaksanaan (Mansjoer, 1999)
Pasien diletakkan dalam posisi Trendelenburg atau telentang dengan
kaki ditinggikan.
Untuk syok yang tidak terdiagnosis :
1. Bebaskan jalan napas dan yakinkan ventilasi yang adekuat
2. Pasang akses ke intravena
3. Mengembalikan cairan
4. Pertahankan produksi urine >0,5 ml/kgBB/jam

F. Derajat syok
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti
kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih
lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang
menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal
atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus,
ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama
seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin
kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada
syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi
oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia
jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun)
G. Pemeriksaan
1. Anamnesis 
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat
sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang
yang mengetahui kejadiannya, cari :
 Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
 Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
 Riwayat infeksi (suhu tinggi)
 Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan fisik
 Kulit
suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara,
karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok
kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
 Tekanan darah 
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada
penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau
meninggi pada awal syok septik)
 Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
 Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian
menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi
menjelek) 
 Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi
menurun, sopor sampai koma.
 Fungsi Ginjal
Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
 Fungsi Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok
septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui).
Alkalosis respirasi akibat takipnea
 Sirkulasi
Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi
pada syok kardiogenik
 Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena
takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
3. Pemeriksaan Penunjang
 Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar
ureum, kreatinin, glukosa darah.
 Analisa gas darah
 EKG 

I. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan
alveolus kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan
kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan
jenjang koagulasi.
Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa macam syok.
A. Syok Kardiogenik 
1. Definisi
Kardiogenik syok adalah ketidakmampuan jantung
mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme basal akibat gangguan fungsi pompa
jantung. Definisi klinis di sini mencakup curah jantung yang
buruk dan bukti adanya hipoksia dengan adanya volume darah
intravaskular yang cukup. Syok terjadi jik kerusakan otot
jantung lebih dari 40% dan angka kematiannya lebih dari 80%
(Mansjoer, 1999).
2. Etiologi (Anonim, 2007)
a. Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark
ventrikel kanan. Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau
kardiomiopati hipertropik.
b. Mekanis
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif
Obstruksi :
Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium
Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma
atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium.
c. Aritmia : Bradiaritmia/takiaritmia 
3. Patofisiologi (Anonim, 2007)
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan
menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas
miokard. Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah,
dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi
miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan.
Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah
menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8
ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata.
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi,
akan menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan
miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta
peningkatan asam laktat. 
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2)
tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang
oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan.
Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan
menghilangan VO2 yang "supplay-dependent", "oxygen debt"
dan asidosis. Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel,
akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya
diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk
tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary
capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi
sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap
hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan
SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After
load". Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup,
peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
4. Gambaran Klinik
Gambaran syok pada umumnya, seperti takikardi, oligouri,
vasokontriksi perifer, asidosis metabolik merupakan gambaran
klinik pada kardiogenik syok. Arythmia akan muncul dalam
bentuk yang bervariasi yang merupakan perubahan ekstrem
dari kenaikan denyut jantung, ataupun kerusakan miokard.
Dengan adanya kerusakan miokard, enzim-enzim kardiak pada
pemeriksaan laboratorium akan meningkat.
Sebagian besar penderita kardiogenik syok dengan edema paru
disertai naiknya PCWP, LVEDP (Left Ventrikel Diastolic
Pressure). Edema paru akan mencetuskan dyspnoe yang berat
ditunjukkan dengan meningkatnya kerja nafas, sianosis, serta
krepitasi. Sedang kardiogenik syok yang tidak tertangani akan
diikuti gagal multi organ, metabolik asidosis, kesadaran yang
menurun sampai koma, yang semakin mempersulit
penanganannya.
5. Diagnosis
Tanda karakteristik syok kardiogenik adalah penurunan curah
jantung dengan kenaikan tekanan vena sentral yang nyata dan
takikardia. Tahanan vascular sistemik umumnya juga
meningkat. Bila perangsangan vagus meningkat misalnya pada
IM inferior, dapat terjadi bradikardia, Diagnosis dapat juga
ditegakkan sebagai berikut:
a. Tensi turun : sistolis < 90 mmHg atau menurun lebih dari
30-60 mmHg dari semula, sedangkan tekanan nadi < 30
mmHg.
b. Curah jantung, indeks jantung < 2,1 liter/menit/m2.
c. Tekanan diatrium kanan (tekanan vena sentral) biasanya
tidak turun, normal redah sampai meninggi. 
d. Tekanan diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah
sampai meninggi.
e. Resistensi sistemis.
f. Asidosis 
6. Penanganan
Penanganan hemodinamik kardiogenik syok meliputi
mengkoreksi patofisiologi abnormal, tanpa menyebabkan
peninggian kebutuhan oksigen miokard. Oleh karena jantung
yang gagal, sangat sensitif terhadap peningkatan after load,
tahanan vaskuler sistimik harus dipertahankan pada nilai
normal rendah. Hal yang sama penting adalah mempertahankan
pre load optimal. Penanganan meliputi suportip umum,
stabilisasi hemodinamik, optimalisasi O2 "miokard supplay",
ratio demand supplay, serta pengobatan spesifik.
a. Suportip Umum
Penanggulangan nyeri, koreksi status asam basa, gangguan
elektrolit, serta pengobatan terhadap arrythia. Pemberian
O2 untuk mengoreksi hipoksemia, bila hipoksemia menetap
atau potensial untuk timbulnya syok berulang, lakukan
intubasi dan mekanikal ventilasi dengan PEEP. (Positive
end expiratory pressure), dengan penggunaan PEEP serta
sedasi dalam mekanikal ventilasi harus waspada timbulnya
hipotensi yang berat.
b. Monitoring
1) Pengukuran tekanan arteri
a) Pengukuran tekanan vena dengan CVP
b) Penilaian terhadap curah jantung, perfusi kulit,
produksi urin/jam, serta status mental penderita
sebagai petunjuk perfusi jaringan.
2) Penilaian lain :
a) EKG dan ensim kardial
b) AGD (analisa gas darah) dan laktat plasma
Hb, elektrolit, ureum, creatinin.
c. Penanganan terhadap gangguan hemodinamik
1) Pada PCWP kurang dari 18 mmHg.
Tindakan awal, dilakukan dengan ekspansi volume
plasma, untuk menentukan status volume plasma.
2) Pada PCWP dengan nilai lebih dari 18 mmHg.
Sebagian besar penderita dengan gambaran ini,
sehingga pengobatan bertujuan untuk menurunkan,
serta tetap normotensip setelah loading cairan. Untuk
memperbaiki fungsi hemodinamik dapat dipergunakan
obat dan "mechanical circulatory assistance".
d. Perawatan
Pada dekompensasi jantung kiri tidak dengan bantal, tetapi
tidak terlalu tinggi, supaya tidak memberatkan anoksia
serebral. Bebaskan jalan napas dan berikan O2, kalau perlu
dengan pipa endotrakea dan bantuan pernapasan. Sesuaikan
dengan hasil analisis gas darah. Pasang alat pantau jantung
dan tensi serta masukkan jalur arteri (arterial line) dengan
pencatatan tekanan (pressure recording) TVS, atau lebih
baik memakai kateter Swan – Ganz untuk mengukur
tekanan atrium kanan (TAK), tekana arteri pulmonalis
(TAP), tekanan kapiler baji paru (TBKP) dan curah
jantung. Pantau produksi urin dengan memasang kateter
tetap (dauer katheter).
7. Pengobatan
a. Bila karena aritmia. Diberikan pengobatan aritmia yang
sesuai. Untuk fibrilasi atrium cepat, takikardia atrium
paroksismal, takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel,
diberikan terapi defibrilasi (DC shock). Pada bradiaritmia
diberikan salfas atropin, isopreterenol 1-2 mcg/menit atau
dengan pace maker.
b. Gangguan mekanis. Pada efusi perikardial, dilakukan
fungsi perikard. Pada ruptur septum interventrikular dan
aneurisma, dilakukan operasi.
c. Obstruksi aliran masuk (inflow). Pada stenosis mitral untuk
mengontrol takiaritmia, diberikan digitalis, isoptin dan
kalau perlu dioperasi. Sedangkan pada trombus atau
miksoma, dicarikan posisi yang terbaik untuk curah
jantungnya. Dengan mengubah posisi dapat mengurangi
obstruksi aliran masuk oleh miksoma atau trombus, yang
masih mobil di atrium kiri. Kalau perlu dilakukan operasi 
d. Obstruksi aliran ke luar dan kardiomiopati restriktif atau
kardiomiopati hipertrofik. Memerlukan vasodilator (arterio-
venul, seperti nitroprusside, capoten dan lain-lain). Pada
stenosis atrium dapat juga dipertimbangkan untuk
melakukan operasi.
e. Gangguan kontraktilitas.
1) Penambahan volume (cairan).
Tanpa pemantauan, lakukan tes dengan memberikan
cairan (misalnya dekstrose 5%) dalam waktu cepat 100
cc/5-10 menit, lalu tekanan darah diukur. Bila tekanan
darah meninggi, berarti memang perlu penambahan
volume, maka pemberian cairan lebih perlahan-lahan,
sambil memantau tekanan darah. Perhatikan juga
apakah pasien tambah sesak dan ronki basah di paru
bertambah, yang berarti pemberian cairan harus
dihentikan. Dengan pemantauan TVS, bila TVS < 15
cm H2O, maka dapat dilakukan tes dengan memberikan
cairan lebih cepat yaitu 100 cc/5-10 menit, sampai TVS
naik 2-3 cm H2O, dan ukur tekanan darah. Bila tekanan
darah meninggi, berarti cairan perlu ditambah. Bila
tekanan darah tidak naik, dan pasien tambah sesak serta
ronki juga bertambah, maka cairan dihentikan (Raharjo,
S., (1997). Dengan pemantauan memakai kateter Swan-
Ganz, perhatikan tekanan atrium kanan (TAK), tekanan
vena sentral (TVS) dan tekanan kapiler baji paru
(TKBP).
Bila TAK 5-12 cm H2O, boleh ditambah s/d 18 cm
H2O dan bila TKBP 5-12 mmHg, boleh ditambah s/d
18 mmHg. Bila TAK <12 cm H2O dan TKBP <15
mmHg maka cairan diberikan dengan cepat, sedangkan
bila TAK 12-15 cm H2O dan TKBP 15-18 mmHg,
cairan diberikan lebih perlahan. Pemberian cairan harus
meninggikan tekanan darh dan menambah curah
jantung serta indeks jantung.
2) Obat-obatan
a) Vasopresor
Diberikan sesudah koreksi cairan dan ventilasi.
Bila ada bradikardi, terutama diberikan
isoproterenol untuk meninggikan O2 miokard,
sehingga tidak dapat memperluas infark jantung.
Noradrenalin 16 mg atau 10 mg pentolamin dalam
500 cc dekstrose 5% atau Metaraminol. Pemberian
Dopamin atau Dobutamin drip intravena paling
dianjurkan, karena aliran darah ginjal dapat
bertambah.
b) Vasodilator
Nitroglycerine mengurangi prabeban (preload)
sebagai vasodilator koroner. Na Nitroprusside
mengurangi prabeban dan pasca beban (pre &
afterload). Dosis Na Nitropruside 0,5-3
mcg/kg/menit. Captopril juga mengurangi prabeban
dan pasca beban.
c) Inotropik
Digitalis dipakai pada takikardia, dengan tujuan
menaikkan konsumsi oksigen. Glukogen tidak nyata
manfaatnya pada takikardia.
d) Diuretik. Dengan memberikan diuretik, berarti
mengurangi prabeban.
e) Kortikosteroid
Efek pemberian kortikosteroir banyak. Selalu
bermanfaat, untuk mencegah kerusakan-kerusakan
yang disebabkan oleh anoksia. Karena itu bila
mungkin dan tidak ada kontraindikasi, selalu harus
diberikan.
f) Pemilihan obat-obat.
Sesudah dilakukan evaluasi dan koreksi volume
darah. Bila ekstremitas tidak dingin, diberikan
vasopressor, yaitu noradrenalin atau metaraminol.
Tekanan darah sistolik tidak usah lebih dari 90-100
mmHg. Bila mungkin diperiksa asam laktat. Kalau
kemudian meninggi, maka harus diganti dengan
obat vasodilator. Bila ekstremitas agak dingin,
sebagai vasopresor dipakai Dopamin. Bila
ekstremitas dingin sekali, kulit lembab dan pucat,
(asam laktat pasti meninggi), maka diberikan obat
vasodilator. Bila dengan cara ini tekanan darah
turun maka volum ditambah selama pasien tidak
bertambah sesak dan ronki basah tidak bertambah.
Setelah itu dapat diberikan Dopamin
g) Obat
Pada kardiogenik syok setelah tercapai pre load
yang optimal sering dibutuhkan inotropik untuk
memperbaiki kontraktilitas dan obat lain untuk
menurunkan after load.
(1) Katekolamin
Termasuk dalam kelompok ini, adrenalin,
noradrenalin, isoproterenol, dopamin dan
dobutamin, secara umum akan menaikkan
tekanan arteri, perfusi koroner, kontraktilitas
dan kenaikan denyut jantung, serta vasokontriksi
perifer. Kenaikan tekanan arteri akan
meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja
yang tidak diinginkan potensial menimbulkan
arrythmia.
(2) Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol
Mempunyai aktivitas stimulasi alfa kuat.
Aktivitas kronotropik dipunyai ke 3 obat
tersebut. Stimulai alfa kuat menyebabkan
vaskontriksi kuat, sehingga meningkatkan
tension dinding miokard yang dapat
mengganggu aktivitas inotropik. Isoproterenol
merupakan vasodilator kuat dan cenderung
menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi
koroner. Disamping itu isoproterenol akan
sangat meningkatkan kontraktilitas miokard dan
laju jantung, sebagai akibatnya terjadi
peningkatan konsumsi oksigen miokard yang
sangat berbahaya pada kardiogenik syok.
(3) Dopamin 
Merupakan prekusor endogen noradrenalin,
menstimuli reseptor beta, alfa dan
dopaminergik. Dopamin juga mempunyai efek
"tyramine like" yang akan menyebabkan
pelepasan noradrenalin endogen. Pengaruh
dopamin terhadap jantung adalah stimulasi
reseptor beta 1, pada dosis 5-10 mg/kgBB/
menit, sedang pada dosis melebihi 10
mcg/kgBB/menit, dopamin mulai mestimulasi
reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatan
tekanan arteri sistimik dan tekanan venosa, oleh
karena meningkatkan tahanan vaskuler sistimik
dapat memperburuk fungsi miokard. 
Dopamin meningkatkan aliran darah kortek
ginjal melalui stimulasi reseptor dopaminergik,
pada dosis 0,5 – 2 mcg/kgBB/menit. Takikardi
berlebihan, yang akan menurunkan waktu untuk
pengisian ventrikel dan peningkatan konsumsi
oksigen miokard merupakan efek-efek yang
tidak diingkan pada dopamin.
Diantara katekolamin di atas, dobutamin
merupakan inotropik standard yang digunakan
sebagai pembanding. Dobutamin mempunyai
efek terbatas pada tekanan darah serta
meningkatkan curah jantung tanpa pengaruh
bermakna pada tekanan darah, sebagai akibatnya
tahanan vaskuler sistimik, tekanan vena, denyut
jantung menurun. Pada penggunaan dobutamin,
bila terjadi penurunan rekanan darah umumnya
menandakan terdapat hipovolemia. Dobutamin
terutama bekerja pada reseptor beta, dengan
rentan dosis 2–40 mcg/kgBB/menit. Pada dosis
tersebut akan menaikkan kontraktilitas dengan
sedikit efek chronotropik tanpa vasokonstriksi.
(4) Digoxin
Digunakan untuk memperbaiki kontraksi
miokard, namun mempunyai mula kerja,
ekskresi yang lama, serta rasio terapi yang
rendah, sehingga kurang effektif pada
penggunaan sebagai inotropik pada kardiogenik
syok.
(5) Vasodilator
Kerja yang bermakna pada penggunaan
vasodilator untuk mengurangi kerja miokard dan
kebutuhan oksigen miokard. Shoemaker, 1989,
penggunaan vasodilator kurang efektif pada
kardiogenik syok, dibanding penggunaan pada
gagal ventrikel kiri akut/kronik, bila kerusakan
miokard dan kolaps kardiovaskuler begitu berat.
Sodium nitropruside, akan menaikan curah
jantung pada penderita gagal ventrikel kiri dan
syok setelah infark miokard. Dosis awal 10
mcg/kgBB/menit, maksimal dosis 500
mcg/kgBB/menit.
Nitrogliserine, berfungsi sebagai venodilator
pada penggunaan intravena, dengan mula kerja
yang cepat, dosis 10-40 mcg/kgBB/menit.
Salbutamol; beta 2 agonis, berfungsi sebagai
arteriol dilator. Pada beberapa keadaan
kombinasi katekolamin dan vasodilator sering
dipergunakan untuk mendapatkan status
hemodinamika yang baik.
h) Mechanical Circulatory Assitance
Dipergunakan pada penderita yang tidak responsif
dengan pengobatan diatas.
(1) IABP (Intra Aortic Ballon Pump)
Dimasukkan lewat arteri besar dengan bantuan
floroscop, disinkronasi dengan EKG pada aorta.
Balon dikembangkan saat diastolik, dengan
harapan akan meningkatkan tekanan diastolik,
sehingga memperkuat aliran koroner, perfusi
koroner menjadi baik. Dikempiskan saat
sebelum sistolik ventrikel yang akan
menurunkan tekanan aorta dan ventrikel "after
load". Hasil akhir akan menaikkan perfusi
koroner, menurunkan kerja miokard dan
kebutuhan oksigen miokard.
(2) VAD (Ventrikuler Assist Devices)
Digunakan pada kardiogenik syok yang dengan
IASP, obat tidak menunjukkan manfaat. Apabila
PCWP, curah jantung, tahanan vaskuler sistimik
dan tekanan darah dapat diukur, algoritme
tersebut dapat dipergunakan pada kardiogenik
syok.
B. Syok Neurogenik
1. Definisi
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor
sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik
terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara
mendadak di seluruh tubuh (Corwin, 2000).
Syok neurogenik juga disebut sinkope. Syok neurogenik terjadi
karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus sehingga
perdarahan otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya terjadi
pada suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri
(Jong, 2004).
2. Etiologi
Penyebab utamanya adalah trauma medula spinalis dengan
quadriplegia atau paraplegia (syok spinal). Syok pada trauma
medula spinalis lebih banyak disebabkan oleh hipovolemia
karena trauma abdomen atau rongga toraks. 
Penyebab lain :
a. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa
nyeri hebat pada fraktur tulang.
b. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat
anestesi spinal.
c. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom)
d. Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan
parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan
denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat
gangguan emosional
3. Manifestasi Klinis (Tambunan, 1990)
Mirip dengan analgesia spinal tinggi. Berbeda dengan syok
hipovolemik, walaupun tekanan darah turun, nadi tidak
bertambah cepat, malahan dapat lebih lambat (bradikardi).
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak
sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya
pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka
kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
4. Diagnosis
Tanda dan gejala serupa dengan syok hipovolemik tapi
kelainan neurologik seperti quadriplegia atau paraplegia harus
ada.
5. Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya syok neurogenik adalah vasovagal.
Keduanya sama-sama menyebabkan hipotensi karena
kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada sinkop
vasovagal hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan
menyeluruh dan menimbulkan gejala syok.
6. Penatalaksanaan (Tambunan, 1990)
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari
kaki (posisi Trendelenburg).
b. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih,
berikan obat-obat vasopresor (adrenergik; agonis alfa yang
indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) : 
1) Dopamin (dosis diatas 10-20 Ug/kgBB/menit)
2) Fenileferin (dosis 10 Ug/menit atau 0,25 ml/menit iv)
3) Noradrenalin (dosis 2-4 ampul dalam 500 cc cairan
infus)
Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi
sebaiknya diberikan per infus.
Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh
terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan
bila tekanan darah sudah normal kembali.
Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. 

Adrenalin (dosis 0,1-0,5 cc subkutan atau im).


Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan
sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan.
Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya
terhadap jantung.
Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi
perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik.
c. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen.
d. Obat-obat lain tergantung dari kasus dan penyebabnya.
e. Pemberian cairan kalau perlu dengan pengawasan.
C. Syok Anafilaksis
1. Definisi
Reaksi syok anafilaksis adalah terjadinya reaksi renjatan (syok)
yang memerlukan tindakan emergency karena bisa terjadi
keadaan yang gawat bahkan bisa menimbulkan kematian.
Kalangan awam menerjemahkan keracunan, padahal
sesungguhnya adalah resiko dari tindakan medis atau penyebab
lain yang disebabkan faktor imunologi. Perlu diingat bahwa
reaksi alergi tidak semata ditentukan oleh jumlah alergen,
namun pada kenyataannya setiap pemberian obat tertentu
(umumnya antibiotika secara parenteral) dilakukan test kulit
untuk melihat ada tidaknya reaksi alergi (Anonim, 2006).
Dikatakan “medical error” apabila nyata-nyata seseorang yang
mempunyai riwayat alergi obat tertentu tetapi masih diberikan
obat sejenis. Karena itu penting untuk memberikan penjelasan
dan cacatan kepada penderita yang mempunyai riwayat alergi,
agar tidak terjadi reaksi syok anafilaksis.
2. Penyebab (Anonim, 2006) :
a. Obat-obatan: 
 Protein: Serum heterolog, vaksin,ektrak alergen 
 Non Protein: Antibiotika,sulfonamid, anestesi lokal,
salisilat. 
b. Makanan: Kacang-kacangan, mangga, jeruk, tomat, wijen,
ikan laut, putih telor, susu, coklat, zat pengawet. 
c. Lain-lain: Olah raga, berlari, sengatan (tawon, semut) 
3. Reaksi Tubuh:
a. Lokal: Urtikaria, angio-edema 
b. Sistemik: 
1) Kulit/mukosa: konjungtivitis,rash,urtikaria 
2) Saluran napas: edema laring, spasme
bronkus 
3) Kardiovaskuler: aritmia 
4) Saluran cerna: mual, muntah, nyeri perut,
diare 
4. Derajat Alergi:
a. Ringan:
Rasa tidak enak, rasa penuh di mulut, hidung tersumbat,
edema pre-orbita, kulit gatal, mata berair.
b. Sedang:
Seperti di atas, ditambah bronkospasme
c. Berat (syok):
1) Gelisah, kesadaran menurun 
2) Pucat, keringat banyak, acral dingin 
3) Jantung berdebar, nyeri dada,
takikardi, takipneu 
4) Tekanan darah menurun, oliguri 
5) Penatalaksanaan Reaksi Alergi
(Anonim, 2006)
a. Ringan:
Stop alergen, beri Antihistamin
b. Sedang:
1) Seperti di atas di tambah: aminofilin atau inj. Adrenalin
1/1000 0,3 ml sc/im, dapat diulang tiap 10-15 menit
sampai sembuh, maksimal 3 kali. 
2) Amankan jalan nafas, Oksigenasi. 
c. Berat:
1) Seperti sedang ditambah: posisi terlentang, kaki di atas 
2) Infus NaCl 0,9% / D5% 
3) Hidrokortison 100 mg atau deksametason iv tiap 8 jam 
4) Bila gagal: beri difenhidramin HCl 60-80 mg iv secara
pelan > 3 menit 
5) Jika alergen adalah suntikan, pasang manset di atas
bekas suntikan (dilepas tiap 10-15 menit) dan beri
adrenalin 0,1-0,5 ml im pada bekas suntikan 
6) Awasi tensi, nadi, suhu tiap 30 menit 
7) Setelah semua upaya dilakukan, jika dalam 1 jam tidak
ada perbaikan rujuk ke RS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYOK

A. PENGKAJIAN
Pengkajian menurut Gleadle (2005).
Syok adalah manifestasi klinis yang penting. Syok harus segera
dikenali dan diagnosis penyebabnya harus langsung ditegakkan secara akurat.
Definisi syok adalah tidak cukupnya perfusi pada organ-organ vital. Bisa
menimbulkan manifestasi tidak spesifik seperti malaise, pusing, pingsan
dengan gejala dari penyebab yang mendasari. Etiologi tersering antara lain
adalah hipovolemia (misalnya akibat perdarahan gastrointestinal), syok
kardiogenik (akibat MI), emboli paru, anafilaksis, cedera intraabdomen, dan
septikemia.
Anamnesis
Kapan awal penyakit? Apa gejala?
Pernahkah ada nyeri dada, hemoptisis, atau sesak napas?
Adakah gejala yang menunjukkan penurunan volume?
Pernahkah terpajan alergen potensial (misalnya makanan, obat, bisa ular)?
Adakah gejala yang menunjukkan septikemia (misalnya demam, menggigil,
berkeringat, infeksi lokak)?
Dapatkan anamnesis tambahan dari kerabat, khususnya jika pasien sakit
sangat berat dan tidak mampu memberikan anamnesis yang jelas.
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat episode syok sebelumnya?
Adakah riwayat penyakit jantung yang serius sebelumnya (misalnya MI)?
Adakah riwayat imunosupresi?
Adakah riwayat kelainan abdomen yang diketahui?
Obat-obatan
Apakah pasien sedang mengkonsumsi atau baru saja mengkonsumsi
kortikosteroid?
Apakah pasien mengkonsumsi obat dengan potensi anafilaktik?
Adakah kemungkinan overdosis obat kardiodepresan?
Alergi
Adakah alergi pada pasien yang diketahui?
Seperti pada pasien lain yang sakit berat, pastikan jalan napas terjaga, pasien
bernapas adekuat, dan lakukan pemeriksaan fisik lengkap. Khususnya, periksa
tanda-tanda syok.
Denyut nadi : takikardia atau bahkan bradikardia.
TD : menurun dengan perubahan posisi jika tidak hipotensif
Warna kulit (pucat) dan suhu.
Keluaran urin berkurang
Adanya syok memerlukan terapi segera, serta tegakkan diagnosis akurat.
Periksa dengan teliti status hidrasi :
Periksa turgor kulit
Periksa membran mukosa
Periksa JVP (mungkin memerlukan pemeriksaan CVP atau PCWP)
Periksa denyut nadi
Periksa semua kemungkinan sumber kehilangan volume
Periksa tanda-tandan penyakiy jantung atau pernapasan mayor, gesekan
pleura, tanda kussmaul, sianosis, atau peningkatan laju pernapasan.
Periksa dengan teliti tanda-tanda atau sumber sepsis dan patologi abdomen
(misalnya konsolidasi paru, meningmus, nyeri lepas, tahanan, dan ileus).
Periksa tanda-tanda yang sesuai dengan reaksi anafilaktik : ruam, edema oral
dan laring, serta stridor.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cepat sambil memberikan terapi antara
lain :
Oksigen
Jalur intravena
Cairan intravena
Antibiotik intravena
Dan pemeriksaan penunjang yang termasuk :
EKG (dan pemantauan EKG)
Analisis gas darah
Rontgen toraks
Kultur darah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien antara lain
(Santosa, 2005):
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan
hipovolemia, peningkatan beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan volume cairan aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan
dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler,
hipoventilasi

C. INTERVENSI
Intervensi menurut Wilkinson (2006)
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan
beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular. 
Hasil yang disarankan NOC: 
a. Keefektifan pompa jantung : tingkat
pemompaan darah dari ventrikel kiri per menit untuk mendukung
tekanan perfusi sistemik.
b. Status Sirkulasi : \tingkat pengaliran darah
tanpa terhambat, satu arah, dan pada tekanan yang sesuai melalui
vena-vena besar dari aliran sistemik dan pulmonal.
c. Perfusi Jaringan : Organ Abdomen : tingkat
pengaliran darah dari vena-vena kecil dari visera abdomen dan
mempertahankan fungsi organ.
d. Perfusi Jaringan : Perifer : tingkat
pengaliran darah melalui vena-vena kecil dari ekstremitas dan
mempertahankan fungsi jaringan.
e. Status tanda vital : suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah dalam
rentang yang diharapkan dari individu.
Intervensi Prioritas NIC :
a. Perawatan Jantung :pembatasan komplikasi yang diakibatkan dari
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan pasien.
b. Regulasi Hemodinamik : optimalisasi denyut jantung. Preload,
afterload, dan kontraktilitas.
c. Penatalaksanaan Syok : Jantung : peningkatan keadekuatan perfusi
jaringan untk pasien dengan gangguan fungsi pompa jantung yang
berat.
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
a. Regulasi hemodinamik
b. Kaji toleransi aktivitas pasien
c. Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen.
Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :
a. Jelaskan tujuan pemberian oksigen
b. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi dan efek samping.
c. Instruksikan tentang mempertahankan keakuratan asupan dan
haluaran.
Aktivitas Kolaboratif :
a. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus perifer.
b. Tingkatkan penurunan afterload sesuai dengan program medis.
Aktivitas lain :
a. Ubah posisi pasien ke telentang.
b. Jangan mengukur suhu dari rektum.
c. Regulasi Hemodinamik (NIC) : minimalkan stresor lingkungan.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.
Hasil yang disarankan NOC: 
a. Keseimbangan Elektrolit dan Asam-Basa : keseimbangan elektrolit dan non
elektrolit dalam ruang intrasel.
b. Keseimbangan Cairan : keseimbangan air dalam ruang intrasel dan ekstrasel
tubuh.
c. Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan : jumlah makanan dan cairan
yang masuk dalam tubuh selama 24 jam. 
Intervensi Prioritas NIC :
a. Pengelolaan Elektrolit : peningkatan keseimbangan elektrolit dan
pencegahan komplikasi akibat dari kadar elektrolit serum yang tidak normal.
b. Pengelolaan Cairan : peningkatan keseimbangan cairan dan pencegahan
komplikasi akibat dari kadar cairan yang tidak normal.
c. Pengelolaan Syok, Volume : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan
untuk pasien dengan gangguan volume intravaskular yang berat.
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
a. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
b. Pantau perdarahan.
c. Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida, dan kreatinin
d. Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural.
Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :
a. Anjurkan pasien untuk menginformsikan perawat bila haus.
Aktivitas Kolaboratif :
a. Laporkan dan catat haluaran kurang dari......... ml.
b. Laporkan dan catat haluaran lebih dari........... ml.
c. Pengaturan cairan (NIC) : Berikan terapi IV sesuai dengan anjuran.
Aktivitas lain :
a. Bersihkan mulut secara teratur.
b. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam
c. Pengaturan Cairan (NIC) : pasang kateter urine, berikan cairan bila perlu
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport
oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, hipoventilasi.
Hasil yang disarankan NOC: 
a. Keefektifan pompa jantung ; tingkat pengeluaran darah dari ventrikel kiri
per menit untuk mendukung tekanan perfusi sistemik.
b. Perfusi Jaringan : Jantung : tingkat pengaliran darah melalui pembuluh
darah koroner dan mempertahankan fungsi jantung.
c. Status tandan-tanda Vital : suhu tubuh, nadi, respirasi, dan tekanan darah
dalam batas yang diharapkan.
Intervensi Prioritas NIC :
a. Perawatan Sirkulasi : peningkatan sirkulasi arteri dan vena.
b. Pemantauan respirasi : pengumpulan dan analisis data pasien untuk
memastikan potensi jalan napas serta keadekuatan pertukaran gas.
c. Penatalaksanaan Syok : Jantung : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan,
untuk pasien dengan masalah fungsi pompa jantung yang serius.
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
a. Pantau nyeri dada
b. Observasi adanya perubahan segmen ST pada EKG
c. Pantau frekuensi nadi
Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :
a. Ajarkan pasien dan keluarga untuk menghindari melakukan menuver
Valsalva (mengejan saat defekasi).
b. Jelaskan pembatasan asupan kafein, natrium, kolesterol, dan lemak.
c. Jelaskan alasan makan porsi sedikit tetapi sering.
Aktivitas Kolaboratif :
a. Berikan pengobatan berdasarkan permintaan atau protokol yang berlaku
(misalnya analgesik, vasodilator, diuretik, dan kontraktilitas/inotropik positif)
Aktivitas lain :
a. Beri jaminan penggunaan bel, lampu dan pintu yang terbuka akan direspon
dengan segera.
b. Tingkatkan istirahat.
c. Jangan melakukan pengukuran suhu tubuh rektal.

D. EVALUASI
Evaluasi menurut Wilkinson (2006)
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan
beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular.
Tujuan/Kriteria Evaluasi:
a. Menunjukkan curah jantung yang memuaskan.
b. Menunjukkan status sirkulasi dengan indikator : tekanan darah, denyut
jantung, gas darah, bunyi napas, status kognitif.
c. Pasien akan mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi
d. Mengidentifikasi tanda dan gejala yang dapat dilaporkan dari kondisi yang
memburuk.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.
Tujuan/Kriteria Evaluasi:
a. Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan dengan keseimbangan
cairan, elektrolit dan Asam-Basa.
b. Keseimbangan Elektrolit dan Asam-Basa akan dicapai
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport
oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, hipoventilasi
Tujuan/Kriteria Evaluasi:
a. Menunjukkan keefektifan pompa jantung, perfusi jaringan jantung dan
perifer.
b. Menunjukkan status sirkulasi : ditandai dengan indikator berikut : tekanan
darah normal, tidak ada edema perifer dan asites, tidak ada bunyi angina, tidak
ada hipotensi ortostatik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Syok Anafilaksis, Online (terdapat pada) :


http://puskesmaspalaran.wordpress.com/2006/11/05/syok-anafilaksis/
Anonim, 2007, Syok Kardiogenik, Online (terdapat
pada):http://medlinux.blogspot.com/2007/09/syok-kardiogenik.html
Ashadi, T., 2001, Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) Pada Syok Hipovolemik,
Online (terdapat pada) :
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/sek-1.htm
Corwin, EJ., 2000., Buku Saku Patofi siologis., EGC., Jakarta.
Gleadle, J., Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Erlangga, Jakarta
Jong, W. D., 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta
Komite Medik RSUP Dr. Sardjito., 2000., Standar Pelayanan Medis., Ed Ketiga.,
Medika., Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada., Yogyakarta
Mansjoer, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ke-3 Jilid 1, Media
Aesculapius, Jakarta
Tambunan, K., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat., Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta
Santosa, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA, Prima Medika, Jakarta
Wilkinson, J. M., 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, EGC,
Jakarta

You might also like