You are on page 1of 19

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI


PASARAN (KLORAMFENIKOL) TERHADAP ANTIBIOTIKA
STANDAR DENGAN UJI POTENSI DUA DOSIS

Disusun Oleh :
RIDA RUFAIDAH (260110080075)
AULIA ASSARI (260110080077)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2010
PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI
PASARAN (KLORAMFENIKOL) TERHADAP ANTIBIOTIKA
STANDAR DENGAN UJI POTENSI DUA DOSIS

I. Tujuan
Menentukan besarnya potensi sample antibiotika di pasaran terhadap
antibiotika standar.

II. Prinsip
1. Membandingkan respon, yaitu derajat hambatan pertumbuhan dari jasad
renik yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama dari
dosis sediaan yang diuji terhadap dosis sediaan baku

2. Baku Pembanding (references standar)


Sebagai baku yang potensinya dinyatakan dalam unit (satuan/milligram)
dari zat kering, telah ditetapkan secara internasional maupun nasional.

3. Biakan mikroorganisme
- harus dipilih dari strain murni
- harus memberi respon bertahap sesuai dengan kenaikan dosis

4. Media pembenihan
- harus dapat mendukung pertumbuhan jasad renik yang digunakan
- tidak mengandung zat lain yang mengganggu aktivitas baku

5. Pengenceran
Konsentrasi suatu zat akan berkurang setengahnya bila x mL zat dilarutkan
dalam x mL pelarut.
6. V1N1 = V2N2
Hasil perkalian normalitas dengan volume senyawa yang semula
digunakan (V1N1) adalah sama dengan hasil akhir senyawa tersebut setelah
pengenceran (V2N2).

III. Teori
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat yang mematikan atau menghambat pertumbuhan
kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil.
Antibiotik yang pertama kali ditemukan adalah Penisillin, ditemukan oleh
Alexander Fleming, secara kebetulan saat Alexander Fleming menanamkan
bakteri pada cawan tetapi lupa tidak ditutup. Besoknya diamati, terlihat
adanya organisme asing yang di sekelilingnya ada daerah bening, organisme
asing ini diselidiki, dan ternyata organisme itu adalah Penicillium notatum.
Organisme ini lalu diekstraksi, ditanamkan lagi pada pembenihan yang baru.
Sejak ditemukannya Penisillin oleh Alexander Fleming sampai saat ini sudah
beribu-ribu antibiotika yang ditemukan, dan hanya sebagian kecil yang dapat
dipakai untuk maksud terapeutik Antibiotika adalah zat kimia yang dihasilkan
oleh mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama jamur-jamur dan
bakteri-bakteri tanah yang mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid
terhadap banyak bakteri dan beberapa virus besar. Toksisitasnya untuk tubuh
manusia adalah relatif kecil.
Antibiotik adalah obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan
bakteri.. Antibiotik adalah salah satu kelas "antimikroba", yaitu kelompok
obat yang mencakup termasuk obat antivirus, anti jamur, dan antiparasit.
Obat semacam ini tidak berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga dapat
digunakan sebagai mengobati infeksi. Istilah ini awalnya hanya digunakan
untuk formulasi yang diperoleh dari makhluk hidup, tetapi sekarang
antimikroba buatan juga termasuk di dalamnya, seperti sulfonamida.
Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun
seperti striknin, antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik
penyakit tanpa melukai tuannya. Individu antibiotik sangat beragam
keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang
membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya
lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan
kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotik yang dimakan
adalah pendekatan yang mudah jika efektif, dan antibiotik melalui infus
dignakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik kadangkala dapat
digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.Mekanisme kerja antibiotik
umumnya dapat dijelaskan secara terperinci:
a. Menghambat biosintesis dinding sel (penisilin, sefalosporin, sikloserin,
basitrasin).
b. Meninggikan permeabilitas membran sitoplasma (sefalosporin,
sikloserin, basitrasin).
c. Mengganggu sintesis protein normal bakteri (tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, novobiosin, antibotika aminoglikosida).
Antibiotika yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau
permeabilitas membran sel bekerja bakterisid, sedangkan yang bekerja pada
sintesis protein bekerja bakteriostatik.

Dalam farmakope Indonesia dinyatakan bahwa semua potensi adalah


perbandingan dosis sediaan uji dengan dosis larutan standar atau larutan
pembanding yang menghasilkan derajat hambatan pertumbuhan yang sama
pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Aktivitas (potensi) antibiotik
dapat ditunjukkan pada pada kondisi yang sesuai dengan efek daya
hambatannya pada mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba juga
dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh
metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya
merupakan suatu standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan
hilangnya aktivitas. Farmakope Indonesia menentukan bahwa potensi
antibiotica standar berkisar antara 95-105%. Namun potensi tersebut dapat
menurun karena kadaluwarsa, penyimpanan yang tidak benar dan terjadinya
penguraian obat yang menghasilkan zat lain yang tidak memiliki efek lagi.
Aktivitas suatu antibiotica dapat dilihat pada dua criteria yaitu MIC
dan besar diameter hambatan. Makin rendah MIC makin kuat potensialnya,
demikian pula makin besar diameter hambatan, makin kuat pula potensialnya.
Namun pada umumnya, antibiotic yang mempunyai potensi tinggi memiliki
MIC yang rendah dan diameter yang besar.
Ada dua metode umum pengujian potensi antibiotica yang dapat
digunakan:
1. Metode penetapan dengan lempeng silinder
Metode ini berdasarkan difusi antibiotika dari silinder yang dipasang
tegak lurus pada lapisan agar dapat dalam cawan petri atau lempeng,
sehingga mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhanya pada
daerah berupa lingkaran atau zona disekeliling silinder yang berisi
larutan antibiotika.
2. Metode Turbidimetri
Metode ini berdasarkan hambatan perkembang biakan mikroba dalam
larutan serbasama antibiotika, dalam media cair yang dapat
menumbuhkan microba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotika.

KLORAMFENIKOL : Kemicitine
Kloramfenikol semula diperoleh dari sejenis Streptomyces (1947),
tetapi kemudian dibuat secara sintetis. Antibiotikum broadspectrum ini
berkhasiat terhadap hampir semua kuman Gram-positif dan sejumlah
kuman Gram-negatif, juga terhadap spirokhaeta, Chlamydia trachomatis
dan Mycoplasma. Tidak aktif terhadap kebanyakan suku Pseudomonas,
Proteus, dan Enterobacter.
Obat ini merupakan obat yang paling unggul terhadap basil tifus.
Keberatannya adalah tidak berkhasiat mematikan kuman, sehingga
seringkali timbul “pembawa basil”, juga dapat mengakibatkan anemia
aplastis fatal. Resistensi sudah sering dilaporkan.
Penggunaanya berhubung resiko anemia aplastis fatal, kloramfenikol di
negara Barat sejak 1970-an jarang digunakan lagi per oral untuk terapi
manusia. Dewasa ini hanya dianjurkan pada beberapa infeksi bila tidak
ada kemungkinan lain, yaitu pada infeks tifus (Salmonella typhi) dan
meningitis (khususnya akibat H. Influenzae) juga pada infeksi anaerob
yang sukar dicapai obat, khususnya abces otak oleh B. Fragilis. Untuk
infeksi tersebut juga tersedia antibiotika lain yang lebih aman dengan
efektivitas sama.
Khasiatnya bersfat bakteriostatis terhadap Enterobacter dan Staph.
aureus berdasarkan peringatan sintesa polipeptida kuman. Kloramfenikol
bekerja bakterisid terhadap Str. pneumoniae, Neiss. meningitides, dan H.
influenzae. Resistensi dapat timbul dengan agak lambat (tipe banyak
tingkat), tetapi resistensi ekstra-kromosomal melalui plasmid juga
terdapat, antara lain terhadap basil tifus perut.

Escherichia coli

Enterobakteriaceae adalah kelompok besar batang gram negatif yang


heterogen, yang habitat alamnya adalah saluran usus manusia dan hewan.
Famili ini mencakup banyak genus (misalnya Escherichia, Shigella,
Salmonella , Enterobacter, Klebsiella, Serratia, dan Proteus). Beberapa
organisme enterik, misalnya Escherichia coli, merupakan bagian flora normal
yang kadang-kadang menyebabkan penyakit.
Famili Enterobacteriaceae secara biokimia ditandai oleh kemampuannya
mereduksi nitrat menjadi nitrit, meragikan glukosa, dan menghasilkan asam
atau asam dan gas. Famili ini tidak membutuhkan peningkatan jumlah
natrium klorida untuk pertumbuhan dan bersifat oksidase negatif.
EMB, dan tes bercak positif untuk indol. Lebih dari 90% isolat E. coli
bersifat positif terhadap -glukoronidase yang menggunakan substrat 4-
metilumberiferil--glukoronida (MUG). Isolat dari tempat-tempat pada tubuh
selain urin, dengan ciri-ciri khasnya sering dapat dipastikan sebagai E. coli
dengan tes MUG positif.
E. coli dan kebanyakan bakteri enterik lain membentuk koloni yang
bundar, cembung, halus dengan tepi yang nyata. Koloni Enterobacter serupa
tetapi agak lebih mukoid. Koloni Klebsiella besar, sangat mukoid, dan
cenderung bersatu bila dieramkan. Beberapa strain E. coli menyebabkan
hemolisis pada agar darah.
E. coli secara khas memberi hasil positif untuk tes indol, lisin
dekarboksilase, dan peragian manitol serta membentuk gas dari glukosa.
Isolat urin dengan cepat dapat dikenali sebagai E. coli karena terjadi
hemolisis pada agar darah, morfologi koloni yang khas dengan kilau iridesen
pada perbenihan diferensial misalnya agar
Escherichia coli hidup pada usus besar manusia, biasanya tidak
membahayakan tetapi justru berguna dalam pembusukan feses. Walaupun
begitu, air atau makanan yang tidak dimasak dengan baik dapat
terkontaminasi dengan bakteri ini dan menyebabkan infeksi yang parah.
E coli adalah anggota flora usus normal. Bakteri enterik lain (spesies
Proteus, Enterobacter, Klebsiella, Morganella, Providencia, Citrobacter, dan
Serratia) juga ditemukan sebagai anggota flora usus normal tetapi masih lebih
jarang dibandingkan Escherichia coli. Bakteri enterik kadang-kadang
ditemukan dalam jumlah kecil sebagai bagian dari flora normal saluran
pernafasan bagian atas dan saluran genital. Bakteri enterik pada umumnya
tidak menyebabkan penyakit, dan dalam usus mungkin berperan terhadap
fungsi dan nutrisi normal. Ketika terjadi infeksi yang penting secara klinik,
biasanya disebabkan oleh Escherichia coli, tetapi bakteri enterik lain adalah
penyebab infeksi yang didapat di rumah sakit dan kadang-kadang
menyebabkan infeksi yang didapat dari komunitas. Bakteri menjadi bersifat
patogen hanya bila bakteri ini berada di luar usus, yaitu lokasi normal
tempatnya berada atau di lokasi lain dimana flora normal jarang terdapat.
Tempat yang paling sering terkena infeksi yang penting secara klinik adalah
saluran kemih, saluran empedu, dan tempat-tempat lain dirongga perut.
Beberapa bakteri enterik (misalnya Serratia marcescens, Enterobacter
aerogenes) merupakan bakteri patogen yang oportunis. Ketika pertahanan
inang tidak kuat khususnya pada bayi atau lanjut usia, pada stadium akhir dari
penyakit-penyakit lain, setelah pengobatan dengan imunosupresan, atau pada
pemasangan kateter uretra atau infus vena dapat menimbulkan infeksi lokal
yang penting secara klinik, dan bakteri dapat mencapai aliran darah lalu
menimbulkan sepsis.
Patogenesis & Gambaran klinik
Manifestasi klinis infeksi oleh Escherichia coli dan bakteri enterik lain
bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan oleh gejala atau
tanda-tanda akibat proses yang disebabkan oleh bakteri lain.
1. Infeksi saluran kemih.
E coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi
saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih
pertama pada kira-kira 90% wanita muda. Gejala dan tanda-
tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria.
Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian
atas. Tak satu pun darigejala atau tanda-tanda ini besifat khusus
untuk infeksi E coli . infeksi saluran kemih dapat mengakibatkan
bakteremia dengan tanda-tanda klinik sepsis.
E coli yang nefropatogenik secara khas menghasilkan
hemosilin. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh Escericia coli
dengan sejumlah kecil tipe antigen O. Antigen K tampaknya
penting dalam proses patogenesis infeksi saluran atas. Pielonefritis
berhubungan dengan jenis pilus khusus, pilus P, yang mengikat zat
golongan darah P.
2. Penyakit diare yang berkaitan dengan Escericia coli.
E coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di
seluruh dunia. E coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat
virulensinya, dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui
mekanisme yang berbeda. Sifat pelekatan sel epitel usus kecil atau
usus besar disandi oleh gen pada plasmid. Secara serupa, toksin
seringkali diperantarai plasmid atau faga.
E coli Enteropatogenik (EPEC)
Adalah penyebab penting diare pada bayi, khuusnya di
negara berkembang. EPEC sebalumnya dikaitkan dengan wabah
diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel
mukosa usus kecil. Faktor yang diperantarai secara kromosom
menimbulkan pelekatan yang kuat. Terjadi kehilangan mikrovili
(penumpulan), membentuk tumpuan filamen aktin atau struktur
mirip mangkuk, dan kadang-kadang, EPEC masuk ke dalam sel
mukosa. Dapat terlihat lesi yang khas pada mikograf elektron dari
biopsi lesi di usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare
cair., yang biasanya sembuh sendiri tetapi dapat juga menjadi
kronik.
E coli Enterotoksigenik (ETEC)
Adalah penyebab yang sering dari diera ”wisatawan” dan
sangat penting menyebabkan diare pada bayi di negara
berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia
manimbulkan pelekatan ETEC pada epitel sel usus kecil.
E coli Enterohemoragik (EHEC)
menghasilkan verotoksin. Terdapat sedikitnya dua bentuk
antigenik dari toksin. EHEC berhubungan dengan kolitis
hemoragik, bentuk diare yang berat, dan dengan sindroma uremia
hemoragik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia
hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Verotoksin
memiliki banyak sifat yang mirip dengan vaksin Shiga yang
dihasilkan oleh beberapa strain Shella dysentriae tipe 1; namun
kedua toksin berbeda secara antigenik dan genetik.
E coli Enteroinvasif (EIEC)
menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan
shigelosis. Penyakit terjadi yang paling sering pada anak-anak di
negara berkembang dan pada para wisatawan yang menuju ke
negara tersebut. Seperti Shigella, strain EIEC bersifat nonlaktosa
atau melakukan fermentasi laktosa dengan terhambat serta bersifat
tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui
invasinya ke sel epitel mukosa usus.
E coli Enteroagregatif (EAEC)
menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di
negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas
pengikatannya pada sel manusia. Sangat sedikit yang diketahui
mengenai faktor virulensi EAEC dan epidemiologi penyakit yang
disebabkannya.
3. Sepsis.
Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E coli
dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang
baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis E coli karena tidak
memiliki antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran
kemih.
4. Meningitis.
E coli dan streptokokus golongan adalah penyebab utama
meningitis pada bayi. E coli merupakan penyebab pada sekitar
40% kasus meningitis neonatal, dan kira-kira 75% E coli dari kasus
meningitis ini mempunyai antigen KI. Antigen ini bereaksi silang
dengan polisakarida simpai golongan B dari N meningitidis.
Mekanisme virulensi yang berhubungan dengan antigen KI tidak
diketahui.

IV. Alat dan Bahan


 Alat
Cawan petri
Inkubator
Jangka sorong
Lampu spirtus
Mikropipet
Perforator
Pinset
Rak tabung
Spatel
Tabung reaksi
Volume pipet berukuran 1 ml dan 10 ml
 Bahan
Air suling steril
Larutan desinfektan
Media nutrien agar
Pelarut sediaan uji
Sedia antibiotika standar dan sample (kloramfenikol)
Suspensi Escherichia coli
V. Prosedur

Disiapkan suspensi bakteri dalam Nutrien broth yang berumur 18-24 jam,
bakteri ini harus homogen. Disiapkan pembenihan nutrien agar dengan cara
dilarutkan sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian disterilkan
dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Dimasukkan sediaan uji ke dalam
labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian ditambahkan air
suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk padat, digerus
dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam labu ukur. Direncanakan
pengenceran larutan sample dan larutan standar hingga didapat variasi dua seri
dosis yang diinginkan (dosis tinggi dan dosis rendah). Dibuat larutan inokulum
dengan cara dimasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam nutrien agar yang
telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, dituangkan nutrien agar yang
mengandung suspensi bakteri tersebut kedalam cawan petri secara aseptis
sebanyak 20 ml. Dibiarkan sampai membeku. Dibagi permukaan dasar cawan
menjadi empat area sama besar. Diberi label masing-masing area tersebut
tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Dibuat empat cetakan
reservoir (lubang) pada masing-masing cawan petri dengan menggunakan
perforator secara aseptis. Dibuat reservoir tersebut dengan cara membuang
agar yang ada dalam cetakan reservoir tersebut dengan digunakan spatel yang
telah disterilkan. Dimasukkan hasil buangan tersebut ke dalam larutan
desifektan yang telah disediakan. Dimasukkan larutan sampel dan standar pada
masing-masing reservoir sesuai dosis yang ditentukan dengan ,menggunakan
mikropipet secara aseptis. Diinkubasikan dalam ikubator pada suhu kurang
lebih 370 c selama 18-24 jam. Diukur dan dicatat diameter daerah bening (zone
lisis) yang terjadi di sekeliling reservoir yang telah mengandung antibiotika
tersebut dengan menggunakan jangka sorong. Dihitung potensi antibiotik.
V. Perhitungan
a) Konsentrasi Kloramfenikol dalam labu ukur = 250 mg /100 mL
= 250000µg/100000µL
= 125µg/50µL
b) Konsentrasi untuk larutan baku
 Dosis Tinggi = 120 µg / 50 µL
Konsentrasi per ml = 120 : 0,05 = 2400 µg/ml
V1 . N1 = V2 . N2
1,5 . 2500 µg /ml = V2 . 2400 µg/ml
V2 = 1,6 ml
Vol antibiotik = 1,5 ml
Vol aquadest = 0,1 ml

 Dosis Rendah = 60 µg / 50 µL
Konsentrasi per ml = 60 : 0,05 = 1200 µg/ml
V1 . N1 = V2 . N2
1,5 . 2500 µg /ml = V2 . 1200µg/ml
V2 = 3,125 ml
Vol antibiotik = 1,5 ml
Vol aquadest = 1,64 ml
c) Konsentrasi untuk larutan sampel
 Dosis Tinggi = 120 µg / 50 µL
Konsentrasi per ml = 120 : 0,05 = 2400 µg/ml
V1 . N1 = V2 . N2
1,5 . 2500 µg /ml = V2 . 2400 µg/ml
V2 = 1,6 ml
Vol antibiotik = 1,5 ml
Vol aquadest = 0,1 ml
 Dosis Rendah = 60 µg / 50 µL
Konsentrasi per ml= 60 : 0,05 = 1200 µg/ml
V1 . N1 = V2 . N2
1,5 . 2500 µg /ml = V2 . 1200µg/ml
V2 = 3,125 ml
Vol antibiotik = 1,5 ml
Vol aquadest = 1,64 ml
VI. Data Pengamatan

Cawan Petri Larutan Baku (mm) Larutan Sampel (mm)


Tinggi (Bt) Rendah (Br) Tinggi (St) Rendah (Sr)
I 21,6 17,7 17,2 14,5

PERHITUNGAN POTENSI
 Log dosis = log (dosis tinggi/dosis rendah)
= log (120 µg/µl /60 µg/µl)
= log 2
( ∑ St+ ∑ Sr )−( ∑ Bt + ∑ Br )
log θ= . log dosis
 ( ∑ St+ ∑ Bt )−( ∑ Sr + ∑ Br )

 Log θ= (17,2+14,5)-(21,6+17,7) x log 2


( 21,6+17,2)-(17,7+14,5)
 Log θ= (31,7)-(39,3) x 0.301
( 38,8)-(32,2)
= -0,346
 log θ = - 0,0706327
θ = 0,4501
 Potensi sampel = 0,4501 x 100 %
= 45, 01 %
Jadi potensi Kloramfenikol sampel terhadap baku adalah 45, 01 %
VIII. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi
sampel terhadap antibiotika standar. Suatu antibiotika memerlukan
konsentrasi tertentu agar dapat menjalankan fungsinya yaitu sebagai
bakteriostatik atau bakteriosidik. Potensi yang diberikan menurut
farmakope haruslah 95% - 105%, di luar itu berarti antibiotik sampel tidak
memenuhi syarat untuk dapat diedarkan di pasaran.
Pada percobaan kali ini, metode yang digunakan dalam penentuan
potensi antibiotika adalah meode penetapan dengan lempeng silinder,
yaitu menggunakan perforator untuk menguji antibiotika pada media
nutrien agar yang berisi inokulum bakteri pada cawan petri. Potensi dapat
ditentukan dengan mengukur zona bening yang dihasilkan dan
membandingkannya dengan diameter zona bening dari antibiotika standar.
Syarat penggunaan biakan bakteri yang dipakai adalah
harus biakan murni (pure straired). Maksud dari biakan murni adalah
bakteri yang diambil dari alam secara langsung kemudian dibiakkan,
bukan dari bakteri yang diisolasi dari laboratorium klinis (sampel darah,
feses, urin, dan sebagainya). Pembuatan inokulum yaitu dengan cara
dicampurkannya 0,2 ml suspensi bakteri ke dalam setiap 20 ml nutrien
agar yang dibuat. Perlu diketahui, volume minimal agar dalam cawan petri
adalah 20 ml. Pada percobaan ini antibiotik yang digunakan adalah
Kloramfenikol dan suspensi bakterinya adalah Escherichia coli, karena
menurut farmakope dan literatur yang ada antibiotika Kloramfenikol dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
Sebelum memulai praktikum, dilakukan perencanaan pengenceran
dan perhitungan konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
penentuan nilai dosis tertinggi dan dosis terendah yang ingin digunakan
pada antibiotika ini, yaitu Kloramfenikol. Konsentrasi Kloramfenikol pada
awalnya adalah 2500 µg/ml pada larutan baku. Untuk larutan sampel
dianggap konsentrasinya sama dengan konsentrasi baku. Dari perencanaan
perhitungan konsentrasi, telah ditentukan konsentrasi pada dosis tinggi
adalah 120 µg/50 µl, untuk mendapatkannya, dicampurkan 1,5 ml
Kloramfenikol 2500 µg/ml lalu di tambahkan air suling steril hingga 1,6
ml, inilah dosis tingginya. Pada dosis rendah, konsentrasinya adalah 60
µg/50 µl, dengan cara mencampurkan 1,5 ml Kloramfenikol 2500 µg/ml
dengan 1,64 ml air suling steril dan inilah dosis rendahnya. Konsentrasi
untuk larutan baku dan larutan sampel dianggap sama.
Setelah dilakukan pengenceran pada tabung, dilakukan pembagian
pada permukaan dasar cawan petri menjadi 4 area sama besar. Setiap area
ini diberi label daerah untuk larutan baku tinggi, baku rendah maupun
larutan sampel tinggi maupun sampel rendah untuk mempermudah dalam
pengamatan. Untuk zona baku tinggi dan sampel tinggi diletakkan
berseberangan karena jika dua dosis yang sama-sama tinggi diletakkan
berdampingan, akan menyulitkan mengukur zona inhibisi karena
dikhawatirkan zonanya saling tumpang tindih. Pada penggunaan cawan
petri, jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka, agar isi cawan tidak
terkontaminasi oleh udara luar.
Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis,
hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang terjadi oleh
mikroba lain yang dapat merusak percobaan. Setelah suspensi bakteri
dicampurkan dengan nutrien agar, kemudian dituangkan sebanyak 20 ml
ke dalam cawan petri dan didiamkan hingga membeku. Untuk
mensterilkan peralatan, setelah dicuci dengan cairan desinfektan, semua
alat dikeringkan dan dipanaskan di dalam autoklaf agar tidak ada
mikroorganisme dalam peralatan.
Setelah perforator diambil dari larutan desinfektan, harus
dikeringkan dahulu dengan dibakar pada api spiritus, supaya tidak ada
desinfektan yang tercampur pada perforator, cetakan yang dibuat dengan
perforator digunakan untuk menampung antibiotika. Namun saat
memanaskan perforator dan spatel haruslah didiamkan terlebih dahulu
hingga tidak terlalu panas, tetapi tetap di dekat pembakar spiritus, agar
bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang berisi bakteri.
Suhu yang panas dapat meleburkan nutrien agar saat melubanginya dan
jika terlalu jauh dari api, ditakutkan akan terkontaminasi oleh bakteri.
Proses pembuatan lubang harus dilakukan dengan cepat, jangan biarkan
cawan petri terbuka terlalu lama untuk menghindari bakteri dari luar
masuk ke dalam cawan. Setelah keempat daerah yang dibagi tadi telah
dilubangi, maka dimasukkanlah larutan antibiotika dengan dosis tinggi dan
rendah dari larutan baku maupun larutan sampel. Pengisian antibiotika ke
lubang yang telah dibuat dilakukan dengan menggunakan mikro pipet 50
µl (masing–masing lubang diisi dengan 50 µl antibiotika). Berarti dosis
tinggi yang digunakan adalah 120 µg/50 µl, sedangkan untuk dosis
rendahnya adalah 60 µg/50 µl.
Pengisian antibiotika ke lubang yang telah dibuat harus dilakukan
di dekat api, agar tetap aseptis. Pada saat meneteskan antibiotika harus
tepat di lubang, dan lubang yang dibentuk harus bulat agar antibiotik
berdifusi sempurna dan zona yang dihasilkan juga bulat (diameter yang
dihitung mudah). Mikropipet yang digunakan haruslah bersih, setelah
digunakan harus dicuci dengan desinfektan. Saat penggunaan, harus benar-
benar kering, jika desinfektan masih di dalam mikropipet maka akan
mempengaruhi konsentrasi antibiotika (desinfektan juga bersifat
bakteriosida).
Setelah semua lubang terisi, cawan petri harus dibungkus dengan
koran kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam supaya
bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pada saat inkubasi, cawan petri tidak
boleh dibalik karena antibiotika yang ada di dalamnya bisa tumpah
sehingga tidak terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya. Percobaan ini
dibuat duplo (dua kali) dengan perlakuan yang sama.
Berdasarkan hasil pengamatan didapat zona bening pada sampel
dosis tinggi yakni sebesar 17,2 mm, sedangkan pada sampel dosis rendah
sebesar 14,5 mm. Pada antibiotik baku diperoleh zona bening pada dosis
tinggi sebesar 21,6 mm, dan pada dosis rendah sebesar 17,7 mm. Diameter
hambat dosis tinggi pada antibiotik sampel maupun baku lebih besar
daripada pada dosis rendah. Hal ini berarti dosis tinggi dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
Namun pada percobaan kali ini, hasil yang dapat diamati zona
hambat pertumbuhan bakterinya hanya satu cawan petri. Hal ini dapat
terjadi karena saat membuat lubang dengan menggunakan perfolator,
cawan petri yang dibuka terlalu besar sehingga cawan petri uji dalam
percobaan telah terkontaminasi dengan berbagai bakteri lain. Hal ini
menyebabkan timbulnya kesulitan saat akan dilakukan pengukuran karena
zona hambat bakteri yang didapatkan tidak merata dan tidak teratur.
Kemudian lubang yang dibuat dengan perforator tidak bulat sempurna,
sehingga difusi antibiotika tidak merata. Hal ini dapat mengganggu daya
kerja Kloramfenikol dan mengganggu percobaan.
Dari hasil pengukuran dan perhitungan yang didapat, potensi
larutan sampel Kloramfenikol yang diuji adalah sebesar 45,01 %. Hal ini
berarti, sampel uji berupa kloramhenicol potensi hambat bakterinya hanya
berkisar 45,01 % dari kloramphenicol bakunya. Sehingga seharusnya
sampel antibiotik yang diuji dalam percobaan ini, tidak layak untuk
diedarkan dipasaran. Karena potensi antibiotik yang layak untuk diedarkan
di pasaran adalah sebesar 95% - 105%.

IX. KESIMPULAN
Potensi dari sampel kloramfenikol terhadap baku pada bakteri
E.coli adalah 45, 01 %
DAFTAR PUSTAKA

Departtemen Kesehatan RI.1979.Farmakope Indonesia. Edisi III. DEPKES RI:


Jakarta.
Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI : Jakarta.

Jawetz, Melnick, and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC :
Jakarta.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi 5. Penerbit ITB : Bandung.
Pelczar, M.J. Jr and Chan, E.C.S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi.Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press) : Jakarta.
Rod,tobbing. 2008. Antibiotika. Tersedia
di:http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/antibiotic
mekanisme-cara-kerja-dan-klasifikasinya/ (diakses tgl : 8 April 2010)
Tanu, Ian. 1995. Farmakologi dan terapi .Edisi keempat (dengan perbaikan).
Bagian farmakologi FKUI : Jakarta.

You might also like