You are on page 1of 13

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Penelitian ini dilatarbelakangi karena adanya rasa keingintahuan
untuk mengetahui macam macam zat pewarna yang beredar di
masyarakat dan akibatnya terhadap kesehatan.

B. Rumusan Masalah
o Apa itu zat pewarna ?
o Apa saja macam macam zat pewarna ?
o Apa dampak zat pewarna bagi kesehatan ?
o Apakah solusi yang tepat untuk menanggulangi masalah ini ?

C. Tujuan Penelitian
o menambah pengalaman dan pengetahuan dalam
melakukan penelitian dan analisis dalam suatu penelitian
o agar kita dapat menjadi mahir dan tahu dalam melakukan
suatu penelitian
o dapat mengetahui akibat yang timbul atau bahaya yang
terjadi apabila zat pewarna pakaian disalahgunakan.
o mengetahui bahaya penggunaan zat pewarna untuk tekstil yaitu
rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan.

Halaman 1 dari 13
D. Metode Penelitian
 Metode Pustaka, yaitu mencari data-data atau dasar
teori yang bersangkutan dengan penelitian.

E. Manfaat Penelitian
 Agar setiap murid atau siswa menjadi tahu dan
mengerti tata cara agar tercipta hasil pengamatan yang benar.
 mengetahui cara dan tehnik yang baik dalam

membedakan mana zat pewarna pakaian dan yang tidak


pada makanan.

Halaman 2 dari 13
BAB II
Landasan Teori

Zat pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu


benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang
diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut
di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk
meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna.

Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka


menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan
bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki
afinitas terhadap substrat.

Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur


Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan
pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang
diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang
rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan,
khususnya akar-akaran, beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian
dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.

Halaman 3 dari 13
BAB. III
Pembahasan Masalah

Penampilan makanan, termasuk warnanya, sangat berpengaruh untuk


menggugah selera. Penambahan zat pewarna pada makanan bertujuan agar
makanan lebih menarik. Zat pewarna sendiri secara luas digunakan di
seluruh dunia. Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan
pewarna makanan tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit
untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau dan daun jambu untuk
warna merah. Pewarna alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai
kelemahan, yakni ketersediaannya terbatas, dan warnanya tidak homogen
sehingga tidak cocok digunakan untuk industri makanan dan minuman.
Penggunaan bahan alami untuk produk massal akan meningkatkan biaya
produksi menjadi lebih mahal dan lebih sulit karena sifat pewarna alami
tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil. Kemajuan
teknologi pangan pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis.
Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil
pada produk pangan. Dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih
banyak pilihan warna untuk menarik perhatian konsumen.

Zat pewarna pada makanan secara umum digolongkan menjadi dua


kategori yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami
merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman atau buah-buahan. Secara
kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat
pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada
kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan
aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna

Halaman 4 dari 13
yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna
sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna
sintetis.

Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat


pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif
untuk menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah
warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih
banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Disamping itu
penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan
harga per unit dan efisiensi produksi akan jauh lebih murah bila
dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para konsumen pun hendaknya
selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen yang
terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut.

Dewasa ini keamanan penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan


masih dipertanyakan di kalangan konsumen. Sebenarnya konsumen tidak
perlu khawatir karena semua badan pengawas obat dan makanan di dunia
secara kontinyu memantau dan mengatur zat pewarna agar tetap aman
dikonsumsi. Jika ditemukan adanya potensi risiko terhadap kesehatan, badan
pengawas obat dan makanan akan mengevaluasi pewarna tersebut dan
menyebarkan informasinya ke seluruh dunia. Pewarna yang terbukti
mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak
organ tubuh dan berpotensi memicu kanker, akan dilarang digunakan. Di
Indonesia tugas ini diemban oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam
makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama

Halaman 5 dari 13
pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan
berbahaya bagi kesehatan, misalnya Rhodamine B sebagai pewarna untuk
tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah,
lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah, dan produsen
pangan belum menyadari bahaya dari pewarna tersebut.

Tabel perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami

Pembeda Zat pewarna Sintetis Zat pewarna alami


Lebih cerah Lebih pudar
Warna yang
dihasilkan Lebih homogen Tidak homogen
Variasi warna Banyak Sedikit
Harga Lebih murah Lebih mahal
Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas
Kestabilan Stabil Kurang stabil

Baik zat pewarna sintetis maupun alami yang digunakan dalam


industri makanan harus memenuhi standar nasional dan internasional.
Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang batas maksimum atau
penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan dapat
mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut dan
bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan
fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker
(Lee 2005).

Halaman 6 dari 13
Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan
:

1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.

2. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan.

3. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna.


Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas
yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila
menggunakan zat pewarna yang berbahaya.

4. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau


temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.

5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar
matahari selama produk disimpan.

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan


(Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna
berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan
sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan
(Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine B sebagai
zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan
di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada
makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar
pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel
makanan dan minuman ringan (Anonimus 2006).

Halaman 7 dari 13
Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya
cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna
hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau
serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat
pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain Food Red 15, ADC
Rhodamine B, Aizen Rhodamine, Brilliant Pink B Tetra Ethyl, Rheonine B,
D & C Red No. 19, CI Basic Violet 10, dan CI No. 45179.

. Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat


ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat
pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan
hanya di industri tekstil, rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik
kertas. Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga
dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang
seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut digunakan
pula sebagai pewarna makanan.

Ciri - ciri pangan mengandung Rhodamin B :

• Berwarna merah menyala, bila produk pangan dalam bentuk


larutan/minuman warna merah berpendar atau berflueresensi.
• Dalam pengelolaan tahan terhadap pemanasan (direbus/digoreng
warna tidak pudar).
• Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya
pada kerupuk, es puter).

Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena


rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat, juga sangat berbahaya jika

Halaman 8 dari 13
terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa: iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit,
iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan, dan bahaya kanker hati.

Bahaya akut Rhodamin B bila sampai tertelan maka dapat


menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan air seni akan berwarna
merah atau merah muda. Apabila terpapar Rhodamin B dalam waktu yang
lama, maka dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati dan kanker hati.

Penyalahgunaan Rhodamin B untuk pewarna pangan telah ditemukan


untuk berapa jenis pangan. Pangan tersebut antara lain adalah kerupuk,
terasi, dan pangan jajanan yang berwarna merah.Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila
digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada
uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel
hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami
disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik
(sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi
lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus 2006).

Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian


diikuti dengan analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun
rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga
oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen (Subandi
1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan rhodamine B
berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun
kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang
menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau
Halaman 9 dari 13
zat pewarna dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat
terjadi salah satu diantaranya oleh zat pewarna untuk tekstil.

Tips Hindari Pewarna Makanan Tidak Aman:

1. Carilah makanan atau minuman yang warnanya tidak terlalu mencolok

Untuk produk makanan yang tidak dikemas secara khusus, sebaiknya anda
pilih makanan atau minuman dengan warna yang tidak terlalu mencolok. Hal
ini karena makanan yang terlihat mencolok atau ‘ngejreng’, kebanyakan dari
pewarna makanan sintetis yang biasa digunakan untuk pewarna tekstil.
Seperti halnya Rhodamin B yang membuat warna makanan terlihat lebih
‘ngejreng’.

2. Test terlebih dahulu jika memilih makanan atau minuman yang berwarna

Caranya, uji cobalah dengan menempelkan makanan ke tangan atau kain.


Jika warnanya menempel dan sulit untuk dihilangkan, berarti makanan
tersebut menggunakan pewarna yang tidak aman dan tidak layak untuk
dikonsumsi. “Lebih baik anda memilih warna makanan yang soft atau halus,
karena pewarna makanan alami warnanya tidak ‘ngejreng’ dan cenderung
soft,” jelas drg. Rini.

3. Kenalkan sejak dini pada anak

Tidak cukup dengan mengetahui pewarna yang aman atau tidak aman,
kenalkan juga sedini mungkin pada anak-anak, makanan yang aman dan

Halaman 10 dari 13
tidak aman. Sehingga anak-anak mengetahui makanan yang boleh ia makan
atau tidak. “Hal itu untuk mengantisipasi anak, jika terpaksa ia harus jajan
diluar, ia akan memilih makanan yang aman,” ungkap wanita berkacamata
itu.

4. Biasakan anak sarapan dirumah

Biasakan anak sarapan dirumah sebelum berangkat sekolah, dan beri bekal
untuk makan siang anak. Karena dengan anak sarapan pagi dirumah, maka
meminimalkan anak untuk jajan diluar yang memang belum terjamin
keamanan dan kebersihannya.

5. Baca jenis dan jumlah pewarna yang dipergunakan

Setiap kali membeli makanan dalam kemasan, teliti dan baca jenis dan
bahan pewarna yang dipergunakan dalam produk tersebut. Hal ini untuk
mengetahui jumlah kandungan bahan pewarna yang dipakai di makanan
tersebut.

6. Perhatikan label pada setiap kemasan produk

Pastikan di label makanan tercantum izin dari BPOM (Badan Pengawas Obat
dan Makanan) yang tertulis POM beserta no izin pendaftaran. Atau jika
produk tersebut hasil industri rumah tangga, maka harus ada nomor
pendaftarannya yang tertulis P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dan
nomor izin pendaftarannya.

Halaman 11 dari 13
BAB 4
Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi


kesan menarik bagi konsumen, Penambahan zat pewarna rhodamine B pada
makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun,
berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena
itu rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang
penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna
dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan,
terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang
dan berbahaya bagi kesehatan, yang pada umumnya mempunyai warna yang
lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan
produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.

B. SARAN

Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan zat pewarna sintetis


adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun suji, kunyit
dan ekstrak buah-buahan yang pada umumnya lebih aman. Di samping itu
masih ada pewarna alami yang diijinkan digunakan dalam makanan antara
lain caramel, beta-karoten, klorofil dan kurkumin.

Halaman 12 dari 13
Daftar Pustaka

Anonimus. 2006. Rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman di Makassar.


Republika Kamis 5 Januari 2006. http://www.republika.co.id/online_detail.asp?
=229881&kat_id=23. [30 September 2006].

Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food colouring. The Internet Journal
of Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers Network Research.

Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan
Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Subandi. 1999. Penelitian kadar arsen dan timbal dalam pewarna rhodamine B dan
auramine secara spektrofotometri: Suatu penelitian pendahuluan.
http://www.malang.ac.id/jurnal/fmipa/mipa/1999a.htm. [30 September 2006 ]

http://ksupointer.com/2010/kenali-zat-pewarna-pakaian-pada-makanan-serta-dampaknya
http://informasisehat.wordpress.com
http://www.dwp.or.id

Halaman 13 dari 13

You might also like