You are on page 1of 4

EFEKTIVITAS PENDEKATAN

KETERAMPILAN PROSES DALAM


PENGAJARAN IPA TERHADAP PRESTASI
BELAJAR SISWA SD INPRES PAJJAI
MAKASSAR
abstraks: 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh praktikum lapangan terhadap hasil belajar IPA
siswa SLTP Negeri 3 Pangkajene Kabipaten Pangkep. Penelitian ini termasuk jenis penelitian
eksperimental, dimana terdapat dua kelompok sampel (eksperimen dan kontrol). Data dalam peneltian
dikumpul dengan menggunakan instrumen berupa soal (test) hasil belajar yang dilakukan setelah
pengajaran berlangsung (praktikum lapangan dengan konvensional). Data yang terkumpul selanjutnya
diolah dan dianamisi dengan statistik infresial uji t (t-test) untuk mengetahui variabel bebas terhadap
variebel terikat. Hasil analis menunjukkan dengan db = 39, t hitung = 0,321, dan t tabel = 1,70 yang
dikonsultasikan dengan syarat penerimaan dan penolakan hipotesis, ternyata hipotesis yang diajukan
(H1) di tolak. Berarti praktikum lapangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar
IPA siswa SLTP Negeri 3 Pangkajene Kabupaten Pangkep. Penolakan H1 oleh penulis diduga karena
faktor-faktor kurangnya penguasaan materi siswa sebelum praktikum, kelengkapan alat dan bahan,
serta pengalaman praktikum yang sangat minim. Meski demikian jika data diprosentasekan
menunjukkan hasil siswa yang memperoleh nilai 7 dengan praktikum lapangan sebesar 42,5 % dengan
pengajaran konvensional (ceramah) sebesar 37,5 %, memperoleh nilai 8 dengan praktikum sebesar 30
% dengan pengajaran konvensional sebesar 5 %.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks, karena terkait dengan masalah
kuantitas, masalah kualitas, masalah relevansi dan masalah efektivitas. Masalah kuantitas
timbulsebagai akibat hubungan antara pertumbuhan sistem pendidikan dan pertumbuhan penduduk.

Masalah kualitas adalah masalah bagaimana meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Masalah kualitas pendidikan merupakan masalah yang cukup serius di dalam rangka kelangsungan
hidup brbangsa dan bernegara, dakam konteks hubungan bangsa dengan beradapan dunia. Penanganan
masalah aspek kualitas berhubungan erat dengan penanganan aspek kuantitas, oleh karenannya perlu
ada keseimbangan antara keduanya.
Masalah relevansi timbul dari hubungan antara sistem pendidikan dan pembangunan nasional, dan
harapan masyarakat tentang peningkatan output pendidikan. Masalah efektivitas merupakan masalah
kemampuan pelaksanaan pendidikan. Sedangkan masalah efisiensi pada hakekatnya juga merupakan
masalah pengelolaan pendidikan.

Sehubungan dengan aspek permasalahan aspek di atas pemerintah telah banyak melakukan serangkaian
kegiatan secara terus menerus melalui tahapan pembangunan di bidang pendidikan. Kesemunya
diarahkan pada pencapaian peningkatan mutu pendidikan atau menyangkut aspek kualitas pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka pembangunan pendidikan sekarang harus mengalami perubahan.
Misalnya penyampaian pelajaran tidaklah cukup dengan mengutarakan secara tulisan saja. Ini berarti
bahwa sistem intruksional menghendaki para pengajar berusaha menjadikan keterlibatan mental
maupun fisik siswa dalam proses pengajaran. Sehingga pengajaran yang efektif dan berhasil guna dapat
tercapai untuk menunjang pencapaian tujuan. Hal ini menuntut pihak pengajar sedapat mungkin
mencari pola organisasi pengajaran yang tepat sebagai alternatif yang sesuai dengan karakteristik
materi yang diajarkan. Salah satu acuannya adalah analisis materi atau strukturisasi konsep.
Untuk mewujudkan harapan tersebut di atas, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan yang dituangkan
dalam berbagai program pembaharuan pendidikan. Misalnya perubahan kurikulum, pemberdayaan
guru-guru bidang studi melalui penataran, pengadaan buku-buku paket serta pemilihan metode dan
pendekatan pengajaran yang tepat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu
“Apakah penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pengajaran IPA berpengaruh atau efektif
terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Inpres Pajjai Makassar khususnya mata pelajaran IPA ”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan penelitian yakni untuk mengetahui apakah
penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pengajaran IPA berpengaruh atau efektif terhadap
prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Inpres Pajjai Makassar khususnya mata pelajaran IPA.
2. Manfaat Penelitian
Secara umum diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peserta didik, pendidik, lembaga
pendidikan dalam meningktakan kualitas pendidikan. Secara khusus penelitian ini diharapkan
memberikan informasi tentang bagaimana pengaruh pendekatan keterampilan proses dalam pengajaran
IPA yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan melakukan pengajaran IPA di
Sekolah Dasar.

D. Variabel dan Definisi Operasional.


Agar dapat dipahami arah dan tujuan penelitian ini, dipandang perlu memberikan gambaran tentang
variabel penelitian yang sekaligus sebagai batasan operasional.
1. Pendekatan Keterampilan proses
Yang dimaksudkan di sini adalah pendekatan dalam melakukan keinginan pengajaran IPA yang
menekankan pada keterampilan mengamati, mengumpulkan data, menemukan persamaan dan
perbedaan materi yang dikaji. Pada gilirannya diharapkan siswa dalam belajarnya menggunakan
pengetahuan atau perolehnya.
2. Prestasi Belajar IPA
Prestasi belajar yang dimaksud di sini adalah hasil perolehan siswa setelah dilakukan testing terhadap
materi yang telah diajarkan dengan pendekatan keterampilan proses.

E. Hipotesis Penelitian
Untuk memberikan arah terhadap kesimpulan yang hendak dicapai, maka perlu dirumuskan hipotesis,
sebagai berikut : Penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pengajaran IPA berpengaruh
secara efektif terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Inpres Pajjai Makassar, khususnya mata
pelajaran IPA.

Pendekatan Kontektual dalam Pembelajaran IPA

Mata pelajaran IPA sebagai proses pembelajaran yang menekankan pada pemberian
pengalaman lansung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara alamiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inquiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitar (Depdiknas 2006:57). Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses
dan sikap ilmiah.

Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran IPA menurut kurikulum 2004 berorientasi
pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan ”apa yang akan dipelajari” ke ”bagaimana
menyediakan dan memperkaya pengalaman siswa”. Pengalaman belajar diperoleh melalui
serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman,
lingkungan dan nara sumber lain.
Depdiknas (2006:8) menjelaskan ada beberapa pertimbangan lain yang perlu diperhatikan
dalam melaksanakan pembelajaran IPA di SD yaitu: (1) Empat pilar pendidikan (belajar untuk
mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar untuk hidup dalam kebersamaan dan belajar untuk
menjadi dirinya sendiri). (2) Inquiri sains. (3) Kontruktivisme. (4) Sains, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.(5) Pemecahan masalah dan pembelajaran sains yang bermuatan nilai.

Prinsip-prinsip yang dapat diturunkan dari konststruksivisme ialah bahwa anak-anak


memperoleh banyak pengetahuan diluar sekolah, dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal
itu dan menunjang proses alamiah ini. Untuk melaksanakan proses belajar seperti ini Ratnawilis
(1989:160) menyarankan beberapa prinsip mengajarkan sains/IPA di Sekolah Dasar sebagai
berikut:

(a) Siapkan benda-benda nyata untuk digunakan para siswa.

(b) Pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak

(c) Perkenalkan kegiatan yang layak, dan menarik, dan berilah para siswa untuk menolak
saran-saran guru.

(d) Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah dan demikian pula


pemecahan-pemecahannya.

(e) Anjurkan para siswa untuk berinteraksi

(f) Hindari istilah teknis dan tekankan berpikir.

(g) Anjurkan siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.

(h) Perkenalkan ulang (reintroduce) materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun.

Siswa menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti dalam membangun


pengetahuannya dalam pembelajaran. Siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui
konteks kehidupan mereka, dan menemukan arti di dalam proses pembelajaran tersebut.

Sesuai dengan Standar Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI 2006 mata pelajaran IPA di SD
dalam Depdiknas (2006:57) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

(a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

(b) Mengembangan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

(c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan
yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tegnologi dan masyarakat.

(d) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan


masalah dan membuat keputusan.

(e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.

(f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai
salah satu ciptaan tuhan.

(g) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Kompetensi-kompetensi dasar dalam pembelajaran IPA di SD harus ditumbuhkan dalam diri


siswa sesuai dengan taraf perkembangan pemikirannya. Kompetensi-kompetensi ini akan menjadi
roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan
pengembangan sikap, wawasan dan nilai. Dengan kata lain lulusan SD diharapkan memiliki
kompetensi-kompetensi IPA diaplikasikan dalam kehidupannya.
Penerapan pendekatan kontektual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan
bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari
dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman konsep
akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh
kebutuhan praktis kehidupan mereka baik dilingkungan kerja, maupun masyarakat (Masnur
2007:40)

Penyusun program pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, dirancang


guru yang akan melaksanakan pembelajaran di kelas. Program berisi skenario tentang apa yang
dilakukan siswanya sehubungan dengan materi yang akan dipelajarinya. Saran pokok dalam
penyusunan program pembelajaran kontekstual menurut Depdiknas (2002:23) adalah sebagai
berikut:

(a) Nyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian
hasil belajar.

(b) Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.

(c) Rincilah media untuk melakukan kegiatan itu.

(d) Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa.

(e) Nyatakan authentic assessment-nya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati
partisipasinya dalam pembelajaran.

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menetapkan komponen


utama pembelajaran efektif ini dalam pembelajarannya. Penerapan pendekatan kontektual secara
garis besar menurut Syaiful (2003:92) adalah (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar
lebih bermakna dengan bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya; (2) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok
bahasan; (3) mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya; (4) menciptakan
masyarakat belajar; (5) menghadirkan model; (6) melakukan refleksi; (7) melakukan penilaian.

Pembelajaran IPA dengan pendekatan kontektual mendorong para guru untuk memilih dan
mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan untuk mengaitkan berbagai bentuk
pengalaman sosial, budaya, fisik dan psikologi dalam meningkatkan hasil dan keaktifan siswa dalam
belajar. Pemanfaatan pendekatan kontekstual akan menciptakan ruangan kelas yang di dalamnya
siswa menjadi aktif bukan hanya pengamat yang pasif dan bertanggung jawab dalam belajarnya.

Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru untuk menghubungkan


materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membentuk hubungan
antara pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehai-hari sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Dengan pemaknaan sebuah pembelajaran akan dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa. Melalui pendekatan kontekstual siswa menemui hubungan yang
sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata.

You might also like