You are on page 1of 26

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................ iii

DAFTAR TABEL........................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN................................................................ vi

BAB

I PENDAHULUAN.............................................................. 1

1.1. Latar Belakang........................................................... 1

1.2. Identifikasi Masalah..................................................... 3

1.3. Maksud dan Tujuan..................................................... 4

1.4. Kegunaan Penelitian.................................................... 4

1.5. Kerangka Pemikiran.................................................... 4

1.6. Waktu dan Tempat Penelitian...................................... 7


II BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN.............. 8

2.1. Bahan Penelitian.......................................................... 8

2.1.1. Ternak Penelitian........................................... 8

2.1.2. Bangun- bangun............................................. 8

2.1.3. Kandang Penelitian........................................ 10

2.1.4. Peralatan........................................................ 10

2.1.5. Ransum Penelitian ........................................ 10

2.2. Peubah Yang Diamati.................................................. 12

2.3 Metode Penelitian........................................................ 12

2.4 Tahap Penelitian.......................................................... 14

2.5 Tata Letak Kandang..................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 18

LAMPIRAN................................................................................. 16
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan nutrien dan EM bahan pakan penyusun ransum…… 11

2. Susunan ransum percobaan Marmot Induk menyusui...........…... 11

3. Kandungan Zat makanan Marmot induk menyusui…………………11

4 Daftar Sidik Ragam...............................................................…… 13


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rencana biaya penelitian....................................................... 16

2. Gambar Bangun-bangun…………….................................... 17
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Marmot merupakan rodensia jinak yang berasal dari Amerika Selatan

seperti Peru, Argentina, Brazil dan Uruguay. Marmot adalah hewan yang

mudah ditangani, bertubuh kecil dan kuat, kepala besar, telinga dan kaki

pendek, ekor sangat kecil dan ukuran tubuhnya dari kepala hingga badan 225-

355 mm, sangat mudah gugup dengan gerakan mendadak dan suara bising,

namun walau demikian jarang sekali menggigit.

Marmot memiliki potensi sebagai penghasil daging yang baik, didukung

oleh kelebihan biologisnya seperti umur dewasa yang pendek rata-rata 62 hari,

lama bunting rata-rata 68 hari, lama produksi ekonomis 1-2 tahun, kawin

sesudah beranak 6 sampai 20 jam, dan memiliki litter size 4-5 ekor, selain

sebagai penghasil daging marmot juga dijadikan sebagai hewan peliharaan,

hewan percobaan dan penghasil pelt. Pemeliharaan marmot relative mudah,

tahan pada kondisi lingkungan yang terbatas.


Marmut laktasi harus mendapatkan ransum dengan kualitas baik, hal ini

diperlukan untuk menunjang kebutuhan anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan

anak marmot dibutuhkan produksi air susu yang tinggi mengingat jumlah anak

perkelahiran banyak. Produksi air susu yang tinggi dapat dilihat dari bobot

sapih dan moralitas anak marmut.

Salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam beternak

marmot adalah pakan. Pakan yang diberikan harus mengandung zat-zat

makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan ternak. Kebutuhan zat-

zat makanan induk marmot masa laktasi lebih tinggi dari kebutuhan induk

bunting. Kebutuhan Ransum selama laktasi tergantung dari banyaknya anak

yang disusukan, sebab semakin banyak anak akan semakin besar perangsang

produksi susu induk. Upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan

produksi susu salah satunya adalah pemberian aditif tepung Bangun- bangun

dalam pakan.

Tanaman Bangun – bangun ini tumbuh liar didataran rendah dan tempat

lain sampai pada ketinggian 1100 meter diatas permukaan laut. Daun ini

bermanfaat sebagai obat sariawan, batuk rejan, influenza, demam, perut

kembung, mulas, sembelit, bahkan sebagai anti tumor, anti kanker, anti

vertigo, dan hipotensif. Manfaat lain adalah sebagai obat asthma dan bronchitis
(Jain dan Lata, 1996). Menurut tradisi masyarakat Batak di Propinsi Sumetera

Utara, daun Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dipercaya mampu

meningkatkan produksi susu ibu yang sedang menyusui (Damanik dkk, 2001).

Bangun-bangun juga dapat berfungsi sebagai vitamin C . Vitamin C sangat

dibutuhkan dalam pakan marmot dikarenakan marmot secara genetik memiliki

sedikit enzim L-gulanolactone oksidase, suatu enzim yang berfungsi untuk

mensintesis asam askorbat dari glukosa. Apabila kekurangan vitamin C terus

berlanjut dapat menyebabkan kematian pada marmot. Seekor marmot yang

kekurangan vitamin C akan menghasilkan performa yang buruk seperti bobot

badan turun, scurvy dan dapat menyebabkan kematian.

Secara ilmiah, khasiat daun bangun – bangun telah dikemukakan

beberapa peneliti. Silitonga (1993) melaporkan bahwa penggunaan daun

bangun – bangun dapat meningkatkan produksi susu induk tikus putih laktasi

sampai 30%. Penelitian lain yang dilakukan Santosa(2001) mendapatkan

bahwa 4 jam setelah pemberian daun bangun – bangun volume air susu ibu

menyusui meningkat sebesar 14,3% dan 8.0%. Demikian halnya, Damanik et

al.(2006) melaporkan bahwa ibu – ibu yang mengkomsumsi daun bangun –

bangun berada dalam keadaan segar, tidak merasa lelah dan lebih sehat. Selain

itu,pada ibu melahirkan, komsumsi daun bangun – bangun membantu


mengontrol postpartum bleeding dan berperan sebagai uterine cleansing agent.

Pada ibu menyusui, komsumsi daun bangun – bangun meningkatkan produksi

ASI sebesar 65% dan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun ibu

menyusui yang mengkomsumsi fenugreek capsule, yang hanya meningkatkan

produksi ASI sebesar 20%. Manfaat lain daun bangun – bangun telah diteliti

oleh Sihombing (2000) yang melaporkan bahwa penggunaan daun bangun –

bangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C, dapat meningkatkan

ketersediaan Fe, yang direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin

darah.

Berdasarkan uraian di atas, antara peranan tepung bangun-bangun dan sifat

marmot laktasi penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

pengaruh pemberian tepung bangun-bangun pada ransum marmot laktasi

terhadap bobot sapih dan mortalitas anak marmot .

1.2 . Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai

berikut :

1. Berapa besar pengaruh pemberian tepung bangun-bangun (Coleus

amboinicus L) terhadap bobot sapih dan mortalitas anak marmot.


2. Pada tingkat berapa pemberian tepung bangun-bangun (Coleus

amboinicus L) sehingga dapat menghasilkan bobot sapih dan mortalitas

anak marmot yang paling baik.

1.3. Maksud dan Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung bangun-bangun (Coleus

amboinicus L) terhadap bobot sapih dan mortalitas anak marmot.

2. Untuk megetahui tingkat pemberian tepung bangun-bangun (Coleus

amboinicus L) sehingga dapat menghasilkan bobot sapih dan mortalitas

anak marmot yang paling baik.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pemanfaatan tepung bangun-bangun (Coleus amboinicus. L) pada ransum

marmot laktasi terhadap bobot sapih dan mortalitas anak.marmot

4.1. Kerangka Pemikiran

Secara teoritis pakan yang sempurna untuk induk yang sedang bunting

harus menyediakan zat-zat makanan untuk secara simultan dapat digunakan


untuk hidup pokok, mensuplai energy untuk proses-proses hidup, untuk

perkembangan anak-anak yang sedang dikandung, membuat atau menyimpan

suatu cadangan zat-zat makanan untuk digunakan dalam waktu menyusukan

anak-anak setelah partus dan mensuplai zat-zat makanan yang dapat menjamin

pertambahan berat badan induk yang bersangkutan.

Produksi susu induk untuk kebutuhan anak-anaknya dapat disintesis

dari pakan yang dikonsumsi yang memiliki kandungan zat gizi yang memadai

seperti kalsium yang merupakan precursor pembentukan air susu dalam

ambing. Salah satu aditif alami yang mengandung kalsium cukup tinggi adalah

Bangun- bangun.

Menurut Mardisiswojo Rajakmangunsudarso (1985), menyatakan

bahwa pada daun ini terkandung minyak atsiri (0, 043 % pada daun segar atau

0,2 % pada daun kering). Heyne (1987) menemukan bahwa dari 120 kg daun

segar kurang lebih terdapat 25 ml minyak atsiri yang mengandung fenol

(isoprofyl-o-tresol) dan atas dasar itu ia menyatakan sebagai antisepticum yang

bernilai tinggi. Minyak atsiri dari daun Bangun-bangun selain berdaya

antiseptika ternyata mempunyai aktivitas tinggi melawan infeksi cacing

(Vasquez et al., 2000). Selain minyak atsiri phythocemical database Duke

(2000), melaporkan bahwa dalam daun ini terdapat juga kandungan vitamin C,
B1, B12, betacaroten, niacin, carvarol, kalsium, asam-asam lemak, asam

oksalat dan serat.

Menurut phythocemical database Duke (2000), senyawa – senyawa

kimia yang terkandung dalm daun Bangun – bangun berpotensi terhadap

bermacam – macam aktivasi biologi misalnya antioksidan, diuretic analgesic,

mencegah kanker, anti tumor, anti hipotensif. Menurut Damanik et al (2006),

daun Bangun – bangun dapat memberikan manfaat kesehatan dan pertumbuhan

bayi yang ibunya mengkomsumsi daun Bangun – bangun karena daun ini

dapat meningkatkan produksi air susu ibu. Peningkatan volume air susu terjadi

karena adanya penigkatan aktivitas sel epitel yang ditandai dengan

meningkatnya DNA dan RNA kelenjer mammae, peningkatan metabolism

yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi T4 dan glukosa serum

(Silitonga, 1993).

Vitamin C dibutuhkan juga untuk menjaga struktur kolagen, sejenis

protein yang menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang rawan,

dan jaringan lain di tubuh. Struktur kolagen yang baik dapat menyembuhkan

luka, patah tulang, memar, pendarahan kecil dan luka ringan. Hewan yang

memerlukan vitamin C dalam makanannya apabila kekurangan vitamin C akan

menderita luka-luka dalam selaput lendir mulutnya. Tanda-tandanya adalah


selaput lendir mulut membengkak, berdarah, luka-luka, gigi lepas, tulang

lemah, mudah pecahnya kapiler darah yang berakibat pendarahan yang

mungkin dapat meluas ke seluruh tubuh. Apabila kekurangan vitamin C terus

berlanjut dapat menyebabkan kematian pada marmot. Seekor marmot yang

kekurangan vitamin C akan menghasilkan performa yang buruk seperti bobot

badan turun, scurvy dan dapat menyebabkan kematian.

Jaringan kelenjar susu dirangsang untuk berkembang lebih cepat pada

saat estrus yang kejadiannya berulang dan fisiologis kelenjar susu erat

hubungannya dengan mekanisme hormonal dan neurohormonal. Hormon

merupakan satu-satunya perangsang laktasi yang laju sekresinya

mempengaruhi pertumbuhan kelenjar susu dan laktasi (Anggorodi, 1994).

Menurut Adelien (1996), estradiol dan progesteron berperan dalam

pertumbuhan dan perkembangan fetus dan juga berperan dalam perkembangan

kelenjar susu selama masa kebuntingan. Estradiol menyebabkan

perkembangan kelenjar air susu, kemudian progesteron bertanggungjawab

terhadap pertumbuhan alveoli dan akhirnya laktogen, luteotropin, galaktin,

prolaktin. Fungsi prolaktin adalah merangsang aktivitas enzim dan enzim

tersebut selanjutnya menggertak sekresi susu (Anggorodi, 1994).


Semakin banyak anak menyusu cenderung menaikkan produksi air susu

induk walaupun tidak harus menjamin kebutuhan optimum dari anak-anak

tersebut (Parakkasi, 1983). Air susu mencit mengandung 12,1% lemak, 9%

protein, 3,2% laktosa (Malole dan Pramono, 1989). Induk yang memiliki

produksi susu tinggi akan menghasilkan anak dengan bobot sapih yang tinggi

pula.

Berdasarkan uraian diatas maka didapat hipotesis bahwa pemberian

tepung bangun-bangun 5 % pada ransum induk marmot dapat meningkatkan

bobot sapih dan menurunkan mortalitas anak marmot.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

Agustus 2010 di Kebun Muncang, Kiara Payung, Kec. Jatinangor, Kab.

Sumedang, Jawa Barat.


II
BAHAN DAN METODE PENELITIAN

2.1. Bahan Penelitian


2.1.1. Ternak Penelitian
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmot periode
induk sebanyak 18 ekor pada partus ke 2-3 dengan berat badan relative sama
yaitu rata-rata 800 gram dengan umur yang relatif sama.
2.1.2. Tepung bangun – bangun
Proses pengolahan tepung bangun-bangun dilakukan di Laboratorium
Industri Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.
2.1.3. Ransum Penelitian
Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum penelitian antara
lain: rumput gajah, tepung jagung, dedak padi, bungkil kelapa, premix, tepung
bangun-bangun. Ransum yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan
marmot yaitu 18% protein, 2700 kkal/Kg energi dapat dicerna, 4% lemak, 16%
serat kasar, 0,8% kalsium (Ca) dan 0,4% pospor (P) (Herman, 2002).

2.2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
2.2.1. Kandang Penelitian
Kandang yang digunakan untuk penelitian ini adalah kandang induk
individu yang berukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm, tinggi 25 cm dengan
lantai bambu dan beratap paralon. Setiap unit kandang dilengkapi dengan
tempat pakan dan tempat minum yang terbuat dari plastik serta dilengkapi
dengan tempat anak (nest box). Jumlah kandang yang digunakan sebanyak 18
unit. Kandang juga dilengkapi dengan lampu pijar untuk penerangan serta
peralatan kebersihan berupa sapu, ember, dan sekop.
2.2.2. Timbangan
Penelitian ini menggunakan dua macam timbangan, yaitu:
a. Timbangan biasa dengan kapasitas 5 kg dengan tingkat ketelitian 0,05
kg untuk menimbang bobot tubuh marmot dan pakan.
b. Timbangan santurius dengan kapasitas 100 gram dengan tingkat
ketelitian 0,2 gram untuk menimbang tepung bangun-bangun.

2.3. Prosedur Penelitian


2.3.1. Pembuatan ransum
Ransum yang diberikan merupakan ransum komplit berbentuk pellet.
Komposisi zat makanan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat-zat Makanan Marmot

Kandungan Zat Makanan


Bahan Pakan
PK LK SK Abu Ca P
......... % .........
Rumput Gajah 8,8 3,5 32,2 10,9 0,11 0,6
Jagung Kuning 8,6 3,9 2 1,5 0,02 0,1
Dedak Halus 12 9,03 8,34 4,9 1,39 0,16
Bungkil Kedelai 48,04 1,27 5,71 6,69 0,32 0,29
Ampas Tahu 21,52 7,20 17,51 3,33 0,9 0,65
Tepung Ikan 45,32 11,05 1,53 11,5 6,09 3,77
Dikalsium
phosphat 0 0 0 0 22 19

Sumber : Skerman (1990)

Untuk mengetahui jumlah masing-masing bahan pakan yang


digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum

Bahan Pakan Proporsi


……%……
Rumput Gajah 40
Jagung Kuning 25
Dedak Halus 4
Bungkil Kedelai 19
Ampas Tahu 9
Tepung Ikan 3
Dikalsium phosphat 0,005

Keterangan : Perhitungan berdasarkan Tabel 1


Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Marmot

Zat Makanan Ransum


Protein Kasar (%) 18,57
Lemak Kasar (%) 3,96
Serat kasar (%) 16,32
Abu (%) 6,92
Calsium (%) 0,39
Phospor (%) 0,50
Energi (kkal/kg) 2794,17
Keterangan : Hasil perhitungan berdasarkan Tabel 1 dan 2

Kebutuhan energi marmot dihitung dengan cara perhitungan energi


kelinci, menggunakan rumus Fekette (1984).
DE (Kkal/Kg) = 4253 – 32,6 (% SK ) – 144.4 ( % Abu )
= 4253 – 32,6 (16,34) – 144,4 (6,76)
= 2794,17

Penambahan tepung Bangun-bangun yang akan diberikan pada setiap


perlakuan ransum adalah sebagai berikut :
R0 = Ransum kontrol
R1 = R0 + 3 % tepung Bangun-bangun
R2 = R0 + 5 % tepung Bangun-bangun

2.3.2. Pengandangan Marmot


Marmot yang digunakan dalam penelitian merupakan marmot lokal
indukan periode laktasi. Ternak ditimbang kemudian ditempatkan secara acak
pada kandang. Masing-masing kandang berisi 1 ekor marmot.
Proses adaptasi marmot terhadap kandang, perlakuan, dan lingkungan
yang baru berlangsung selama satu minggu. Untuk adaptasi pakan dilakukan
dengan cara memberikan pakan sebelumnya ditambah dengan pakan penelitian
hingga marmot sudah dapat beradaptasi terhadap pakan penelitian selama 1
minggu.
2.3.3. Pemberian Ransum dan Air Minum
Pemberian ransum diberikan 2 kali sehari, pada pukul 07.00 WIB dan
pukul 18.00 WIB. Jumlah ransum yang diberikan sebanyak 50 gram/ekor/hari
dan air minum diberikan secara ad libitum.
2.3.4. Tahap Pengumpulan dan Pencatatan Data
• Mengumpulkan dan menimbang feses segar setiap hari sebanyak satu
kali, yaitu sebelum jam 07.00 WIB selama 7 hari. Sampel feses diambil
sebanyak 10 % dari berat segar kemudian dimasukkan ke dalam kotak
kertas yang telah disiapkan sebelumnya dan dikeringkan dengan sinar
matahari. Sebelum diambil sampel, feses yang dihasilkan dialat
penampung feses tersebut disemprot terlebih dahulu dengan asam borak
5 %. Hal ini dilakukan untuk mengikat nitrogen agar tidak terurai
menjadi gas NH3. Kegiatan tersebut dilakukan selam 7 hari.
• Feses yang dikoleksi dalam keadaan kering tersebut diambil sebesar 100 gram

sebagai sampel untuk dianalisa di laboratarium.


2.4. Metode Penelitian

2.4.1. Peubah Yang Diamati

1. Bobot sapih

Berat sapih ditimbang pada saat ternak disapih umur 1 bulan.

Jumlah lahir marmot – jumlah sapih marmot


2. Mortalitas = x 100%
Jumlah sapih

2.4.2. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga

perlakuan dan lima ulangan, sehingga penelitian ini menggunakan 18 ekor

ternak marmot induk.laktasi

Model matematik yang digunakan (Steel dan Torrie, 1989) dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Yij = µ + αi + єij

Keterangan :

Yij = Nilai harapan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j


µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh ke i=1,2,3

Єij = Galat perlakuan ke-i pada ulangan ke-j=1,2,3,4,5,6

Asumsi :

1. Nilai harapan єij = 0 atau Σ (єij) = 0

2. Ragam dari єij = δ2 atau Σ (єij) = δ2

єij ~ NID (0, δ2)

Tabel 4. Daftar sidik ragam

Sumber keragaman dB JK KT Fhit


Perlakuan 3 JKP KTP KTP/KTG
Galat 15 JKG KTG
Total 17 JKT - -
Hipotesis

1. H0 : R0=R1=R2 : Perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon.

2. H1 : R0≠R1≠R2 : Paling sedikit ada sepasang perlakuan yang tidak

sama.

Kaidah Keputusan :
1. Bila Fhit < F 0,05: perlakuan tidak berbeda nyata (terima

H0/tolak H1)

2. Bila Fhit > F 0,05: perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1)

Apabila terdapat perbedaan yang nyata (Fhit > F α 0,05) dan

perberbedaan sangat nyata (Fhit > F α 0,01) antar perlakuan, maka dilanjutkan

dengan uji Duncan dengan rumus :

KT galat
Sx =
r

LSRx = SSRxSx

Keterangan :

Sx : Simpangan Baku

R : Jumlah Ulangan

KTG : Kuadrat Tengah Galat

LSR : Least Significant Range

SSR : Studenttized Significant Range

Kaidah keputusan :
Bila d ≤ LSR, tidak berbeda nyata

Bila d > LSR, berbeda nyata

d = Selisih antara dua rata-rata perlakuan


Tabel 5. Tata Letak Kandang Penelitian

G
G18N2P2 G12N5P3
10N6P1

G15N8P1 G11N3P2 G13N11P3

G9N14P1 G7N17P2 G5N4P3

G14N10P1 G6N1P2 G8N12P3

G17N15P1 G1N13P2 G2N9P3

G3N18P1 G16N16P2 G4N7P3

Keterangan :

1. N1, …, N18 : Marmot yang digunakan untuk penelitian.


2. P1, P2, P3 : Perlakuan selama penelitian.
3. G1, G2,G 3 :Pakan yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-4. PT.


Gramedia. Jakarta.

Damanik, R, Damanik, N, Daulay Z, Saragih S, R. Premier, N.


Wattanapenpaibon, Wahlgvist ML. 2001. Comsumption of bangun-
bangun leaves (Coleus ambonicius lour) to increase breast milk
production among bataknesse women in North Sumatra Island,
Indonesia. APJCN; 10 (4): S67.

Damanik, R, Damanik, Wahlgvist ML and Wattanapenpaibon. 2006.


Lasctogogue effects of Bangun – bangun, a Bataknese traditional
cuisine. APJCN; 15 (2): 267 – 274.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid I. Diterjemahkan oleh


Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Yayasan Sarana Jaya, Jakarta.

Jain, S.K and S. Lata 1996. Unique indigenous Amazonian uses of same plants
growing in india. IK Manitor. 4 (3) Article 1996.
http://www.nutffic./ciran/ ikdm

Parakkasi, A. 1980. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit


Angkasa. Bandung. Hal 300 dan 302.

Silitonga, M. 1993. Efek laktakogum daun jinten (Coleus amboinicuc L.) pada
tikus laktasi. Tesis. Program pascasarjana. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Vasquez E. A., W. Kraus, A. D. Solsoloy, and B.M. Rejesus. 2000. The uses of
species and medicinal: antifungal, antibhacterial, anthelmintic, and
molluscicidal constituents of Philippine plant, http: //www.faoorg/
x2230e/x2230e8.
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BANGUN-BANGUN (COLEUS
AMBOINICUS LOUR) PADA MARMOT LAKTASI TERHADAP
BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS ANAK MARMOT.

Usulan penelitian

Oleh

Fazrin Harahap
200110060174

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2010
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BANGUN-BANGUN (COLEUS
AMBOINICUS LOUR) PADA MARMOT LAKTASI TERHADAP
BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS ANAK MARMOT.

Oleh :

FAZRIN HARAHAP
20011006010174

Menyetujui:

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Sri Martini., Msi


NIP. 19490606 1980032 001

Mengesahkan

Pembantu Dekan I Pembimbing Anggota

Dr. Iwan Setyawan, Ir., DEA. Sauland Sinaga., S.Pt., M.Si


NIP.19600501 198603 1 005 NIP. 19690125 199512 1 001

You might also like