You are on page 1of 18

PAPER SOSIOLOGI

MASALAH KONFLIK SOSIAL

ANALISIS KONFLIK SOSIAL DI ACEH

OLEH :

ANNISA BONITA (

APRIFANNY (

ARIANI (0911233005)

FANANTIKA (

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010

1
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang masalah
Rumusan
Tujuan
Manfaat

II. DESKRIPSI
Pengertian Konflik social
Macam-macam konflik social
Faktor penyebab konflik
Solusi pemecahan konflik

III. PEMBAHASAN
Analisis Konflik Sosial di Aceh
Faktor penyebab konflik Aceh
Solusi Pemecahan Masalah

IV. PENUTUP
Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA

2
KATA  PENGANTAR

           Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan paper ini dengan
penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun paper ini tidak akan sanggup
terselesaikan dengan baik.

Paper ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang berbagai masalah konflik sosial mulai dari
faktor penyebab masalah sosial sampai bagaiamana cara pemecahannya, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Paper ini di susun unuk memenuhi nilai tugas
sosiologi. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan YME akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang “Masalah Konflik Sosial beserta analisis Konflik social di Aceh” yang
sangat berbahaya yang terjadi di Indonesia. Walaupun paper ini kurang sempurna tapi paper ini juga
memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen sosiologi yaitu Bapak Pof Dr.Ir.Sanggar
Kanto, MS yang telah membimbing kelompok kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami
menyusun paper ini.

Semoga paper ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun paper ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelompok kami mohon untuk saran dan kritiknya supaya paper
kami ke depan bisa menjadi lebih baik . Terima kasih.

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika
berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan
demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Masalah social sendiri merupakan suatu fenomena atau gejala abnormal yang terjadi dalam
masyarakat. Dikatakan abnormal karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
sehingga dapat menjadi patologi (penyakit) sosial yang mempengaruhi kelanggengan kehidupan
masyarakat. Masalah social terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara unsur-unsur dalam
kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan hidupnya kelompok sosial.

Konflik ini sudah banyak terjadi di Indonesia. Diantaranya konflik yang terjadi di:
a) Timor-Timur
b) Maluku Selatan yang membentuk Republic Maluku Selatan (RMS) yang terjadi Di Ambon
penyebabnya adalah ketidakadilan politik dalam arti posisi-posisi penting dalam jabatan politis dijabat
oleh orang-orang Muslim sehingga membuat kelompok Kristen tidak senang. Masalah itu kemudian
ditambah masalah ekonomi. Sebab-sebab substansial itu lalu dipicu oleh perkelahian pemuda mabuk.
Hal yang sama juga terjadi di Poso. Yang terjadi di Ambon ini sebenarnya bukan konflik antara
agama
Islam dan Kristen melainkan kaum penganut Islam atau kaum penganut Kristen keduanya adalah
korban dari taktik dan strategi gerakan separatis.
c) Papua yang membentuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang disebabkan oleh adanya sejumlah
orang yang meminta kerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk menyerahkan kemerdekaan
kepada Irian Jaya sesuai dengan Janji Alkitab, Janji Leluhur dan Janji tanah ini bahwa bangsa terakhir
yang terbentuk dan menuju akhir jaman adalah bangsa Papua.
d) Nanggroe Aceh Darussalam yang membentuk Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mendirikan
seluruh wilayah Indonesia menjadi sebuah Republik Islam dengan melancarkan sejumlah serangan
terhadap Negara Indonesia. Hal ini juga menjadi tujuan kelompok-kelompok Islam militan di
Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Pemberontakan ini berakhir pada tahun 1962. Pemberontakan
berakhir karena pada saat itu Pemerintahan Soekarno memberikan jaminan bahwa Aceh akan diberi
status sebagai sebuah daerah istimewa dengan otonomi luas di bidang agama, hukum adat dan

4
pendidikan. Tetapi, selama bertahun-tahun, janji yang diberikan kepada masyarakat secara umum
tidak terpenuhi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa sajakah macam-macam konflik yang terjadi di masyarakat ?

1.2.2 Bagaimanakah penyelesain konflik yang terjadi ?

1.2.3 Analisis salah satu konflik yang terjadi di Indonesia yaitu di Aceh !

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya masalah sosial dalam
masyarakat.

1.3.2 Untuk mengetahui cara pemecahan masalah konflik sosial yang terjadi di masyarakat.

1.3.3 Untuk mengetahui masalah konflik yang terjadi di Aceh

1.4 Manfaat

 Bagi mahasiswa

Memperluas wawasan serta membantu mahasiswa dalam mengetahui dan memahami masalah
konflik sosial yang meliputi faktor penyebab serta bagaimana cara pemecahannya.

 Bagi penulis

Makalah ini secara tidak langsung membantu kami dalam memahami lebih jauh masalah
konflik sosial yang terjadi di masyarakat sehingga kami dapat menghindarinya.

 Bagi masyarakat

Manfaat makalah ini bagi masyarakat khususnya pembaca adalah membantu memberi
pemahaman mengenai masalah konflik social, khususnya konflik konflik social yang terjadi
di masyarakat sekitar mereka sendiri sehingga tidak sampai mengakibatkan kerugian baik
materil maupun non materil.

5
BAB II

DESKRIPSI

2.1 Pengertian Konflik Sosial

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya
atau membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) diartikan
sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Menurut Kartono & Gulo (1987), konflik berarti
ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain. Keadaan mental
merupakan hasil impuls-impuls, hasrat-hasrat, keinginan-keinginan dan sebagainya yang saling
bertentangan, namun bekerja dalam saat yang bersamaan. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai
satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak
atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang pada umumnya
berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam
bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-
violent).

Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki
tujuan atau kepentingan yang berbeda. Dalam bermasyarakat terjadi jalinan atau interaksi sosial
antarpribadi, antarkelompok, antarkomunitas, dan antarorganisasi. Dalam berinteraksi terdapat
kecenderungan terjadi bias persepsi, streotipe diantara pihak-pihak yang terlibat. Terkadang salah satu
pihak mempersepsikan dengan caranya sendiri sehingga menjadi bias. Stereotip merupakan salah satu
faktor timbulnya prasangka yang akan berlanjut pada ketidakpercayaan, kecurigaan, kecemburuan,
dan diskriminasi. Pada akhirnya terjadi tindakan kekerasan. Prasangka menimbulkan gejolak sosial
dan memungkinkan terjadi pertentangan dan rusaknya hubungan sosial yang telah terbangun.
Prasangka merupakan sifat negatif terhadap kelompok atau individu tertentu semata-mata karena
keanggotaannya dalam kelompok tertentu. Prasangka muncul karena adanya bias persepsi (stereotip)
yang memunculkan generalisasi lebih awal tanpa di dasarkan fakta atau bukti akurat. Hal ini
mengakibatkan dampak negatif terhadap pihak lainnya. Jika sasaran prasangka mencakup kelompok
minoritas dalam arti jumlah maupun status. Prasangka kemudian direalisasikan dalam perilaku atau
tindakan diskriminasi kepada kelompok lain.

6
Konflik sosial adalah Secara teoritis, konflik sosial muncul karena adanya perbedaan otoritas
dan kepentingan. Munculnya kelompok konflik ini berawal dari kelompok semu (quasi group),
kemudian terbentuk kelompok kepentingan (interest group), dan baru muncul kelompok konflik
(conflict group).

2.2 Macam-Macam Konflik Sosial

Konflik sosial dapat dibedakan :

Konflik sosial horisontal : antar etnis, antar agama, antar kampung, dll

Konflik sosial vertikal : antar pelapisan sosial, antar pemimpin dan rakyat, antar daerah dan pusat, dll

Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya.
Soetopo(1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:
1. Konflik tujuan

Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik peranan

Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan
tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.
3. Konflik nilai

Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam
organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok,
kelompok dengan organisasi.

4. Konflik kebijakan

Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap
perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.

Konflik dipandang destruktif dan disfungsional bagi individu yang terlibat apabila:
1. Konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar kesempatan individu untuk
berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem tidak diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang

7
konstruktif terjadi dalam frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya
berinteraksi secara harmonis.

2. Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan terjadi pembesaran
konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik maupun peningkatan jumlah individu
yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses
pemecahan masalah yang saling menguntungkan.

3. Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat.

Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap
terjaga. Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik menjadi 5 jenis yaitu:

(1) konflik dari dalam individu,

(2) konflik antar individu dalam organisasi yang sama,

(3) konflik antar individu dalam kelompok,

(4) konflik antara kelompok dalam organisasi,

(5) konflik antar organisasi

Menurut Dahrendorf (1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam:

(1) konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam
keluarga atau profesi (konflik peran (role),

(2) konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank),

(3) konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa),dan

(4) konflik antar satuan nasional (perang saudara).

Dari hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:

(1) meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami konflik dengan
kelompok lain;

(2) keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai;

(3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbul nya rasa dendam, benci, saling curiga dan
sebagainya;

(4) kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia; dan

8
(5) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

            Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan
respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan
pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai
berikut.
1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari
jalan keluar yang terbaik.

2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.

3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang
memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari
konflik.

2.3 Faktor Penyebab Konflik Sosial

a. Perbedaan Individu

Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya
perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap
manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika
berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan
berbedabeda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

b. Perbedaan latar belakang kebudayaan

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.


Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

9
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan


yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda- beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang
sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan
dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya
yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.
Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk
membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian
kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta
lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat
ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula
menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh
dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar
untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat


Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan
memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah
yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan
struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat
berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia
industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan prosesproses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap
semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang
telah ada.

10
2.4 Solusi Pemecahan Konflik

Konflik dapat berpengaruh positif atau negatif, dan selalu ada dalam kehidupan. Oleh karena itu
konflik hendaknya tidak serta merta harus ditiadakan. Persoalannya, bagaimana konflik itu bisa
dimanajemen sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan disintegrasi sosial. Pengelolaan konflik
berarti mengusahakan agar konflik berada pada level yang optimal. Jika konflik menjadi terlalu besar
dan mengarah pada akibat yang buruk, maka konflik harus diselesaikan. Alternatif pemecahan konflik
yaitu sebagai berikut.

• Memberdayakan berbagai komponen masyarakat dan pemerintah untuk menangkal dan


meredam konflik
• Melalui proses akomodasi, antara lain :

a) Compromise : pihak-pihak yang berselisih saling mengurangi

tuntutannya sehingga dicapai kesepakatan

b) Mediation : Ada pihak ketiga sebagai mediator dan bersifat netral

dalam penyelesaian konflik

c) Conciliation : Melalui organisasi yang merupakan perwakilan dari

pihak ketiga dan pihak-pihak yang berkonflik guna mencapai

kesepakatan bersama

d) Arbitration : Pihak ketiga bertindak sebagai wasit dalam penyelesai

an konflik. Pihak ketiga ini bisa dipilih oleh pihak-pihak yang

berkonflik atau oleh lembaga yang kedudukannya lebih tinggi.

e) Coercion : upaya penyelesaian konflik dengan cara paksaan

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisis konflik sosial yang terjadi di Aceh

Wilayah Aceh juga dikenal dengan sebutan “Serambi Makkah” yang bermakna bahwa bagian
wilayah ini merupakan wilayah terdekat dari tanah suci al-Makkah al-Mukarramah. Di daerah ini
terjadi konflik separatis dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang disebut Gerakan Aceh
Merdeka atau GAM. Gerakan Aceh Merdeka atau yang sering kita sebut GAM adalah suatu gerakan
separatis yang terdapat disemua wilayah Nanggroe Aceh Darrusallam. GAM berdiri pada 4 Desember
1976 atas prakarsa dari Teungku Hasan Muhammad Tiro yang tidak lain adalah keturunan dari Cik Di
Tiro seorang pembela bumi Aceh.
Separatisme atau Separatis merupakan suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan
memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya
kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain (atau suatu
negara lain). Separatis merupakan suatu pemisahan yang dilakukan oleh suatu daerah
terhadap daerah yang sebelum.

GAM ini lahir karena tujuan para anggotanya yang ingin merubah wilayah Indonesia menjadi
7 Wilayah Republik Islam. Awal dari pemberontakan yang dilakukan para anggota GAM yaitu pada
masa kemerdekaan lebih tepatnya ketika pemerintahan Soekarno-Hatta baru berumur sebulan, yaitu
pada tanggal 15 September 1945 yang pada saat Teuku Muhammad Daud Cumbok, putra Ulee Balang
menentang kemerdekaan RI di Aceh.

Hal yang paling mendasar dari konflik ini adalah adanya keinginan dari masyarakat untuk
menjadikan seluruh wilayah Indonesia menjadi wilyah islam. Keinginan tersebut sering melahirkan
perlawanan terhadap pemerintah. Puncaknya yaitu pada saat mereka melancarkan perlawanan Islam
terhadap Republik Indonesia di tahun 1953. Perlawanan tersebut disebut Darul Islam, yang
menekadkan tujuan mereka yaitu untuk mendirikan seluruh wilayah Indonesia menjadi sebuah
Republik Islam. Hal ini juga menjadi tujuan kelompok-kelompok Islam militan di Jawa Barat dan
Sulawesi Selatan.

Pemberontakan ini berakhir pada tahun 1962. Pemberontakan berakhir karena pada saat itu
Pemerintahan Soekarno memberikan10 jaminan bahwa Aceh akan diberi status sebagai sebuah daerah
istimewa dengan otonomi luas di bidang agama, hukum adat dan pendidikan. Tetapi, selama

12
bertahuntahun, janji yang diberikan kepada masyarakat secara umum tidak terpenuhi. Pada 4
Desember 1976, ketika Muhammad Hasan di Tiro mendeklarasikan kemerdekaan Aceh. Mereka
menamai pemberontakan itu dengan nama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang mempunyai tujuan
yaitu berniat untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. 2 Faktor Penyebab Terjadinya Konflik

Hal yang paling mendasar dari konflik ini adalah adanya keinginan dari masyarakat untuk menjadikan
seluruh wilayah Indonesia menjadi wilyah islam. Keinginan tersebut sering melahirkan perlawanan
terhadap pemerintah. Puncaknya yaitu pada saat mereka melancarkan perlawanan Islam terhadap
Republik Indonesia di tahun 1953. Perlawanan tersebut disebut Darul Islam, yang menekadkan tujuan
mereka yaitu untuk mendirikan seluruh wilayah Indonesia menjadi sebuah Republik Islam. Hal ini
juga menjadi tujuan kelompok-kelompok Islam militan di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.
Pemberontakan ini berakhir pada tahun 1962. Pemberontakan berakhir karena pada saat itu
Pemerintahan Soekarno memberikan 10 jaminan bahwa Aceh akan diberi status sebagai sebuah
daerah istimewa dengan otonomi luas di bidang agama, hukum adat dan pendidikan. Tetapi, selama
bertahuntahun, janji yang diberikan kepada masyarakat secara umum tidak terpenuhi. Kemudian
akibat dari itu semua, muncul pemberontakan separatis yang dimulai 4 Desember 1976, ketika
Muhammad Hasan di Tiro mendeklarasikan kemerdekaan Aceh. Mereka menamai pemberontakan itu
dengan nama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang mempunyai tujuan yaitu berniat untuk
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. 3 Solusi Pemecahan Masalah

Banyak hal yang sudah dilakukan oleh pemerintah terhadap penindakakan penindakan konflik ini,
namun banyak hal-hal tersebut masih tetap membuat konflik belum juga mereda diantaranya:
1) Di wilayah timur Indonesia, Otonomi Khusus Papua yang diberlakukan pada tahun 2002 belum
mampu menghilangkan secara tuntas keinginan sekelompok masyarakat atau golongan terhadap
keinginan untuk memperjuangkan kemerdekaan Papua. Beberapa aktivitas OPM, baik yang secara
terang-terangan melakukan perlawanan terhadap pemerintah NKRI maupun kegiatan politik
terselubung telah mampu menarik simpati dunia internasional. Oleh karena itu, upaya memperkuat
sistem intelijen dan diplomasi luar negeri sangat diperlukan untuk mengonter aktivitas propaganda
negatif OPM di luar negeri.
2) Aktivitas separatisme Republik Maluku Selatan (RMS) perlu diwaspadai. Bahaya laten yang
selama ini kurang mendapatkan perhatian sewaktuwaktu bisa muncul ke permukaan. Kejadian di Kota
Ambon berupa pengibaran bendera separatis oleh kelompok penari cakalele pada acara Hari Keluarga

13
Nasional XIV pada tanggal 29 Juni 2007 perlu disikapi dengan serius dan selalu waspada terhadap
ancaman laten kelompok separatis.
3) Namun yang paling mengesankan adalah langkah penyelesaian konflik yang terjadi di Timor
Timur. Wilayah ini sudah resmi berpisah. Bahkan yang sangat disayangkan lagi ketika itu BJ Habibie
selaku Kepala Negara 11 dari Indonesia sendiri memberikan pilihan yang sangat fatal yaitu dengan
memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih keinginan mereka sendiri. Entah apa
tujuannya. Tapi yang jelasnya kejadian-kejadian yang sudah terjadi itu menjadi motivasi bagi
pemerintah Negara Indonesia kedepannya. Melihat apa yang melatar belakangi dari semua konflik
diatas, maka perlu diadakan langkah-langkah kebijakan yang harus ditempuh. Langkah kebijakan
yang harus ditempuh dalam upaya pencegahan dan penanggulangan separatisme itu diantaranya
adalah:
1. Pemulihan kondisi keamanan dan ketertiban serta menindak secara tegas para pelaku separatisme
bersenjata yang melanggar hak-hak masyarakat sipil.
2. Peningkatan kualitas pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi serta demokratisasi.
3. Peningkatan deteksi dini dan pencegahan awal potensi konflik dan separatisme.
4. Peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah rawan konflik atau separatisme melalui perbaikan
akses masyarakat local terhadap sumber daya ekonomi dan pemerataan pembangunan antardaerah.
5. Pelaksanaan pendidikan politik secara formal, informal, dialogis, serta melalui media massa dalam
rangka menciptakan rasa saling percaya. Hal yang utama dalam mencapai keberhasilan penyelesaian
masalah separatisme Aceh adalah melalui kesepakatan yaitu Kesepahaman antara Pemerintah
Indonesia dan Kelompok. Pelaksanaan kesepahaman diawali dengan pemberian amnesti dan abolisi
kepada mantan anggota GAMoleh pemerintah sendiri. Selanjutnya Pemerintah perlu membahas
segala permasalahan secara intens, baik di Commision on Security Arrangement (CoSA) maupun
aktivitas penting lainnya seperti sosialisasi MoU.

Selain itu upaya pengembangan ketahanan nasional juga perlu perbaiki diantaranya dengan:
1. Penyelenggaraan pengkajian kebijakan ketahanan nasional dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional dan keselamatan negara dari ancaman terhadap kedaulatan, persatuan, dan kesatuan.
2. Pengembangan automasi sistem pemantapan nilai-nilai kebangsaan (pembangunan laboratorium
pengembangan ketahanan nasional)
3. Pendidikan strategis ketahanan nasional guna meningkatkan kualitas kader pemimpin nasional.

Setelah itu perlu diadakan proses penindaklanjutannya. Adapun upaya penindaklanjutan yang
diperlukan dalam pengembangan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan keamanan Negara
yaitu dengan:
1. Pengembangan intelijen negara yang didukung intelijen teritorial dan intelijen sektoral/fungsional
agar mampu melakukan deteksi dini terhadap gerakan separatisme dan penanggulangan perang urat

14
syaraf dari berbagai anasir separatisme yang sudah memasuki berbagai aspek kehidupan (melalui
counter opinion, peperangan informasi, dan pengawasan wilayah).
2. Pengoordinasian seluruh badan intelijen pusat dan daerah di seluruh wilayah NKRI untuk
mencegah dan menanggulangi separatisme.
3. Pengkajian analisis intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan
produk intelijen dalam hal deteksi dini untuk mencegah dan menanggulangi separatisme. Hal yang
lainnya yaitu penegakan kedaulatan dan penjagaan keutuhan wilayah NKRI. Yaitu dengan
mengadakan langkah:
1. Antisipasi dan pelaksanaan operasi militer atau nonmiliter terhadap gerakan separatisme yang
berusaha memisahkan diri dari NKRI, terutama gerakan separatisme bersenjata yang mengancam
kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia.
2. Antisipasi dan pelaksanaan operasi militer atau nonmiliter terhadap aksi radikalisme yang berlatar
belakang primordial etnik, ras, agama, dan ideologi di luar Pancasila, baik yang berdiri sendiri
maupun yang memiliki keterkaitan dengan kekuatan di luar negeri.
3. Pelaksanaan diplomasi untuk memperoleh dukungan internasional terhadap keutuhan wilayah dan
kedaulatan NKRI.

15
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi
dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian
konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu
bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau
lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang pada umumnya
berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam
bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-
violent). Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung, yakni
ditandai interaksi timbal balik di antara pihakpihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan itu
juga dilakukan di atas dasar kesadaran pada masing-masing pihak bahwa mereka saling berbeda atau
berlawanan. Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial, karena itu tidak ada
masyarakat yang steril dari realitas konflik. Konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah
proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda, merupakan bagian dari
setiap sistem sosial yang dapat dimengerti. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang
dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut
ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik meliputi: (1) koesistensi damai,
yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan
menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen;
(2) dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing
pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta
tidak memihak.

Faktor utama yang menjadi penyebab adanya Gerakan Aceh Merdeka atau GAM ini adalah
karena adanya suatu keinginan dari sekelompok orang untuk menjadikan seluruh wilayah Indonesia
menjadi wilayah Islam. Awalnya hal ini mendapatkan respon dari pemerintahan soekarno yang

16
kemudian menjanjikan bahwa wilyah Indonesia akan menjadi wilayah yang berbasis islam. Namun
hal itu tidak pernah ada kenyataannya. Sejak saat itu Muhammad Hasan di Tiro mendeklarasikan
kemerdekaan Aceh pada tanggal 4 Desember 1976. Kemudian mereka berniat untuk memisahkan diri
dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pada saat itu pula terjadi perlawanan terhadap
pemerintah yang pertam kali dilakukan. Banyak kejadian-kejadian yang dilakukan oleh para
propokator-propokator GAM. Setelah pemerintah melakukan perlawanan terhadap GAM, dan
mereka mengaku kalah, maka mereka menandatangani MoU Damai antara Pemerintah RI dan GAM
15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.

4.2 Saran

17
DAFTAR PUSTAKA

http://www.wikipedia.com
http://www.kbricanberra.org.au

18

You might also like