Professional Documents
Culture Documents
KINERJA GURU
Diposkan oleh Mohamad Yasin Yusuf
BAB I
PENDAHULUAN
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus penelitian dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana kepemimpinan Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar
dalam pembinaan guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru ?
2. Bagaimana kepemimpinan Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar
dalam memotivasi guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru ?
3. Bagaimana kepemimpinan Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar
dalam meningkatkan kesejahteraan guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru ?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu
Blitar dalam pembinaan guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru.
2. Untuk mengetahui kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu
Blitar dalam memotivasi guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru.
3. Untuk mengetahui kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu
Blitar dalam meningkatkan kesejahteraan guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut :
1. Secara teoritis
a. Memberikan kontribusi akademis dalam upaya peningkatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kepemimpinan lembaga pendidikan.
2. Secara praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi pengelola lembaga pendidikan khususnya Madrasah Ibtidaiyah
Negeri Slemanan Udanawu Blitar sehingga lembaga tersebut dapat lebih maju dari sebelumya
dan tetap eksis serta bisa menjadi lembaga pendidikan alternatif.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi imput bagi para praktisi dan peneliti pendidikan dalam
rangka kontribusi kajian ilmiah untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan untuk meningkatkan
mutu kependidikan.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian mengenai kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah dalam meningkatkan mutu
kependidikan yang peneliti lakukan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar ini
menggunakan pendekatan kualitatif sebab jenis penelitian ini tidak bisa berambisi mengumpulan
data dari segi kualitasnya tetapi ingin juga memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dari
data yang hasil direkam. Penulis tidak menemukan sumber datanya atau nara sumber secara
kuantitatif menggunakan purvose sampling. Pola tersebut lazim disebut dengan Creation baset
sampling artinya bahwa penggunaan sumber data atau nara sumber dianggap cukup mana kala
informasi yang diperlukan sudah cukup memadai sehingga sering kali jumlah nara sumber atau
sumber data memungkinkan untuk selalu berkembang dan bertambah.
Tesis ini menggunakan rancangan studi kasus penelitian yang berupaya mencari kebenaran
ilmiah dengan cara mempelajari secara mendalam perkembangan dari satu individu, kelompok
orang. Lembaga dan tidak mustahil perkembangan suatu kejadian khusus.
Studi kasus ini dimaksudkan untuk mencoba mengamati perkembangan dan fonemena yang
terjadi pada sebuah organisasi dalam hal ini organisasi yang menjadi obyek penelitian adalah
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar
Sifat penelitian ini adalah berupa penelitian deskriptif kualitatif. Oleh sebab itu pendekatan yang
dilakukan adalah melalu pendekatan kualitatif dengan memakai bentuk study kasus (case study).
Maksudnya adalah dalam penelitian deskriftif kualitatif data yang dikumpulkan bukan berupa
angka-angka melainkan data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan
dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainya sehingga yang menjadi tujuan dalam
penelitian deskriftif kualitatif ini adalah ingin menggambarkan dan menginterprestasikan objek
sesuai dengan apa adanya.
2. Kehadiran Peneliti.
Insrumen utama dalam penelitian ini adalah manusia . Karena itu untuk menyimpulkan data
secara koprehensif maka kehadiran peneliti di lapangan sangat diutamakan karena
mengumpulkan data dilakuakn yang sebenarnya tanpa dimanipulasi dibuat dan dipanjang
lebarkan
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus mengumpul data sehingga
dapat dikatakan peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai instrumen kunci. Penelitian dalam
hal ini akan melakuakn observasi. Wawancara dan mengambil dokumen.
3. Lokasi Penelitian
Peneliti sengaja memilih lokasi penelitian di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu
Blitar dengan pertimbangan Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar adalah
madrasah yang favorit dan menjadi central madrasah-madrasah lain. Dan Madrasah Ibtidaiyah
Negeri Slemanan Udanawu Blitar memiliki guru guru yang variatif dengan latar belakang
pendidikan yang beragam Dengan demikian sesuai dengan fokus masalah penelitia yang telah
dikemukakan diatas, yang menjadi objek dalam tesis ini adalah Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Slemanan Udanawu Blitar mengenai kepemimpinan Kepala madrasah dalam meningkatkan
prestasi kinerja guru
4. Sumber Data Penelitian
Sumber data adalah “subyek dari mana data diperoleh”. Sumber data diidentifikasikan menjadi 3
yaitu person, place paper.
1. Person yaitu sumber data berupa orang yang bisa memberikan data berupa jawaban lesan
melalui wawancara. Dalam penelitian ini personnnya adalah Kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Slemanan Udanawu Blitar
2. Place yaitu sumber data berupa tempat atau sumber data yang menyajikan tampilan berupa
keadaan diam dan bergerak, meliputi fasilitas gedung, kondisi lokasi, kegiatan belajar-mengajar,
kinerja, aktifitas dan sebagainya yang ada di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu
Blitar
3. Paper yaitu data berupa simbol atau sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf,
angka, gambar, simbol-simbol dan lain-lain. Dalam penelitian ini papernya adalah berupa benda-
benda tertulis seperti buku-buku arsip, catatan-catatan, dokumen yang ada di Kepala Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar
5.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Obsevasi Partisipan
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek
penelitian. Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa observasi meliputi kegiatan pemusatan
perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera. Jadi observasi dapat
dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap.
Dengan demikian dapat difahami bahwa observasi merupakan suatu teknik yang digunakan
dalam mengumpulkan data dengan memusatkan segenap perhatian terhadap suatu obyek
penelitian dengan menggunakan seluruh indera.
Jenis observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi partisipan, menurut
Burhan Bungin Observasi partisipan adalah pengumpulan data melalui observasi terhadap obyek
pengamatan langsung dengan hidup bersama, merasakan serta berada dalam sirkulasi kehidupan
obyek.
Dengan demikian peneliti melibatkan diri atau berinteraksi pada kegiatan yang dilakukan subyek
dalam lingkungannya dengan mengumpulkan data secara sistematis dari data yang diperlukan.
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data karena dengan teknik ini akan diperoleh
informasi dan data tentang letak geografis, keadaan madrasah, sarana dan prasarana, kondisi
organisasi serta segala aspek yang ada dalam lingkup kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah
negeri Slemanan Udanawu Blitar . Adapun kisi-kisi atau pedoman observasi terdapat dalam
lampiran.
2. Metode Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Patton sebagaimana dikutip Mantja
mengemukakan bahwa tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan atau menemukan apa yang
terdapat di dalam pikiran orang lain. Wawancara digunakan untuk menemukan sesuatu yang
tidak mungkin diperoleh melalui pengamatan secara langsung.
Metode wawancara digunakan dalam penelitian ini karena mempunyai beberapa keunggulan
yang mungkin tidak dimiliki oleh metode penelitian lainnya. Keunggulan tersebut sebagaimana
diungkap oleh Sukardi berikut ini:
a. Penelitian memperoleh rerata jawaban yang relatif tinggi dari responden.
b. Peneliti dapat membantu menjelasakan lebih, jika ternyata responden mengalami kesulitan
menjawab karena ketidak jelasan pertanyaan.
c. Peneliti dapat mengontrol jawaban responden secara lebih teliti dengan mengamati reaksi atau
tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan dalan proses wawancara.
d. Peneliti dapat memperoleh informasi yang tidak dapat diungkapkan dengan cara kuesioner
maupun observasi. Informasi tersebut misalnya, jawaban yang sifatnya pribadi dan bukan
pendapat kelompok, atau informasi alternatif dari suatu kejadian penting.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, bentuk wawancara yang digunakan peneliti adalah
wawancara mendalam, yaitu dalam melakukan wawancara peneliti tidak menggunakan guide
tertentu, dan semua pertanyaan bersifat spontan sesuai dengan apa yang dilihat, didengar,
dirasakan pada saat pewawancara bersama responden dalam hal ini kepala madrasah dan guru
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar.
3. Metode Dokumentasi
Data penelitian kualitatif sebagian besar diperoleh dari manusia dan perilakunya, walaupun data
itu lebih banyak diperoleh dari sumber wawancara, tetapi data tersebut juga dapat diperoleh dari
sumber data yang bukan manusia dan bersifat non interaktif.
Data non interaktif ini biasanya berupa dokumen/arsip. “Dokumentasi berarti catatan (bahan
tertulis ataupun film), surat bukti. Pada penelitian, dokumentasi digunakan sebagai sumber data
untuk menguji, menafsirkan serta meramalkan”.
Mantja menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif data dokumen biasanya dianggap sebagai
data sekunder, karena data primer adalah data yang diperoleh langsung dari tangan pertama yaitu
subyek penelitian, partisipan dan informan.
Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berupa
dokumen atau catatan-catatan yang ada di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu
Blitar Adapun kisi-kisi atau pedoman dokumentasi terdapat dalam lampiran.
6. Analisis Data
Dalam suatu penelitian, setelah data terkumpul maka perlu diadakan pengolahan data atau
disebut juga dengan analisis data. Analisis data menurut Patton sebagaimana dikutip Moleong
adalah Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan
satuan uraian dasar.
Dengan demikian data yang berhasil dikumpulkan dari lokasi penelitian, maka langkah
selanjutnya menganalisa dan kemudian menyajikannya secara tertulis dalam laporan tersebut,
yaitu berupa data yang ditemukan dari observasi partisipan, wawancara mendalam, dan
dokumentasi yang diperoleh dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar
Adapun langkah-langkah yang diterapkan peneliti dalam menganalisa data yaitu mengikuti alur
yang dinyatakan oleh Miles dan Huberman bahwa analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, paparan/penyajian data dan penarikan
kesimpulan yang dilakukan selama dan sesudah penelitian.
Reduksi data merupakan suatu kegiatan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah yang didapat dari catatan-catatan
tertulis di lapangan.
Dengan demikian reduksi data ini akan berlangsung secara terus menerus selama penelitian
berlangsung, dimulai pada awal kegiatan sampai dilanjutkan selama kegiatan pengumpulan data
dilaksanakan, peneliti membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus
dan mambuat memo.
Data yang di dapat dalam penelitian ini berupa kalimat, kata-kata yang berhubungan dengan
fokus penelitian, sehingga sajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun secara
sistematis yang memberikan kemungkinan untuk ditarik kesimpulan. Dengan kata lain penyajian
data ini merupakan proses penyusunan informasi secara sistematis dalam rangka memperoleh
kesimpulan sebagai temuan penelitian.
Pada saat kegiatan analisis data yang berlangsung secara terus menerus selesai dikerjakan, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan penarikan kesimpulan. Untuk mengarah pada hasil
kesimpulan ini didasarkan pada hasil analisis data baik yang berasal dari catatan lapangan,
obervasi partisipan, wawancara mendalam, dokumentasi yang didapat saat melakukan kegiatan
di lapangan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk dapat melakukan pembahasan secara sistematik, maka diambil langkah-langkah
sebagaimana dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bagian awal, meliputi perangkat legalitas tesis, halaman sampul, halaman, judul, persetujuan
pembimbing, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, dan
abstrak.
Bagian utama, terdiri dari enam bab yaitu:
Bab I, pendahuluan. Dalam bab ini dipaparkan latar belakang masalah, fokus penelitian yang
dikaji dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan, tujuan dan kegunaan penelitian dirumuskan secara
jelas, penegasan istilah, studi pendahuluan dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.
Bab II, , Kajian teori. Dalam hal ini membahas tentang pengertian kepemimpinan kepala
madrasah, pendekatan-pendekatan dalam kepemimpinan, fungsi dan tipe kepemimpinan,
kepemimpinan sebagai kunci keberhasilan kepala madrasah, hakekat prestasi kerja guru,
peningkatan prestasi kerja guru, kepala madrasah dalam peningkatan prestasi kerja guru.
Bab III, Metodologi Penelitian, dalam hal ini membahas proses penelitian yang digunakan dalam
penelitian.
Bab IV, Paparan data dan temuan hasil penelitian, memuat tentang apa saja yang diperoleh dari
penelitian yang meliputi gambaran obyek dan hasil penelitian dari fokus penelitian.
Bab V, Pembahasan hasil Penelitian
Bab VI, Penutup, berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.
Bagian akhir, memuat daftar rujukan, lampiran-lampiran dan biodata penulis.
BAB II
KAJIAN TEORI
4. Gaya mendelegasikan
Gaya ini diterapkan jika kemampuan dan kemauan anak buah telah tinggi. Gaya ini disebut
mendelegasikan karena anak buah dibiarkan melaksanakan kegiatannya sendiri, melalui
pengawasan umum. Hal ini dilakukan jika anak buah berada pada tingkat kedewasaan yang
tinggi. Dalam tingkat kematangan seperti ini upaya tugas hanya diperlukan sekedarnya saja,
demikian upaya hubungan.
Berdasarkan pendekatan dan teori kepemimpinan tersebut, tampak adanya dua konsepsi tentang
bagaimana seseorang dapat dikatakan memegang peranan sebagai pemimpin. Berdasarkan
pandangan tentang sifat seorang pemimpin, seseorang melaksanakan kepemimpinannya karena
memiliki sifat pribadi dan kemampuan sebagai pemimpin. Sedangkan berdasarkan situasinya,
maka situasi dan kondisi organisasilah yang mendorong seseorang berperan sebagai pemimpin.
Terlepas dari adanya teori yang seakan-akan kontradiktif tersebut, yang jelas bahwa pemimpin
itu harus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggota biasa lainnya.
Sebab dengan kelebihan-kelebihan tersebut, pemimpin bisa berwibawa dan dipatuhi
bawahannya.
Dari uraian tersebut diatas, maka seorang pemimpin bukanlah sekedar seorang tukang atau juru,
melainkan seseorang dengan sifat-sifat unggulnya harus mampu menempatkan posisinya secara
efektif terhadap segala hubungan yang terjadi diantara sesama anggota atau antar kelompok,
masalah-masalah yang dihadapi, serta situasi dan kondisi organisasi yang dipimpinnya. Oleh
sebab itu, kepemimpinan yang efektif adalah keberhasilan pemimpin dalam memerankan fungsi-
fungsi kepemimpinan dengan baik yang sekaligus mampu membawa para bawahan untuk
melakukan tugas-tugasnya dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
3. Fungsi Kepemimpinan
Dalam kehidupan organisasi, fungsi kepemimpinaan adalah sebagian dari tugas utama yang
harus dilaksanakan. Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan suatu hal
atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan
situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan
bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu.
Proses kepemimpinan pada dasarnya merupakan interaksi antara manusia dengan makhluk
sosial. Kepemimpinan tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan situasi sosial yang terbentuk
dan sedang berlangsung di lingkungan suatu organisasi. Oleh karena situasi itu selalu
berkembang dan dapat berubah-ubah, maka proses kepemimpinan tidak mungkin dilakukan
sebagai kegiatan rutin yang diulang-ulang. Tidak satupun cara bertindak/berbuat yang dapat
digunakan secara persis sama dalam menghadapi dua situasi yang terlihat sama, apalagi berbeda
di lingkungan suatu organisasi oleh seorang pemimpin.
Dengan demikian berarti juga suatu cara bertindak yang efektif dari seorang pemimpin tidak
dapat ditiru secara tepat dengan mengharapkan hasil yang sama efektifnya oleh pemimpin yang
lain. Cara bertindak sama di lingkungan organisasi yang berbeda dengan situasi sosial yang tidak
sama, maka hasilnya juga akan berbeda.
Cara bertindak dari seorang pemimpin didasari oleh keputusan yang ditetapkannya, yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuan menganalisa situasi sosial organisasinya. “Pemimpin yang efektif
akan selalu berusaha mengembangkan situasi sosial yang bersifat kebersamaan yang mampu
memberikan dukungan positif terhadap keputusan yang ditetapkannya”
Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar
individu dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi kepemimpinan tersebut memiliki
dua dimensi utama yaitu kemampuan pemimpin dalam mengarahkan (direction) dan tingkat
dukungan (support) dari anggota organisasi, yang secara operasional dibedakan menjadi lima
pokok fungsi kepemimpinan antara lain:
1) Fungsi Instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang
menentukan apa, bagaimana, kapan, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat
dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan
menggerakkan dan memotifasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
2) Fungsi konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan
keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskannya
berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan
informasi yang diperlukan dalam menetapkan putusan. Tahap berikutnya konsultasi dari
pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan
sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dilaksanakan dengan maksud untuk memperoleh
umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah
ditetapkan.
3) Fungsi partisipatif
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya,
baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi
tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilaksanakan secara terkendali dan terarah berupa
kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan
pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
4) Fungsi delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat dan menetapkan
keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi
pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan
pembantu pimpinan yang memiliki persamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.
5) Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses mampu mengatur aktifitas
anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan
tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalaian ini dapat diwujudkan
melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Berkaitan dengan fungsi kepemimpinan, Gerungan sebagaimana mengutip pendapat Ruch bahwa
ada tiga fungsi utama dari pemimpin antara lain:
1. Seorang pemimpin bertugas memberikan struktur yang jelas dari situasi-situasi yang rumit
yang dihadapi oleh kelompoknya ( Structuring the situation).
2. Seorang pemimpin bertugas mengawasi dan menyalurkan perilaku kelompok yang
dipimpinnya (controlling group behavior). Ini juga berarti bahwa seorang pemimpin bertugas
mengendalikan perilaku anggota kelompok dan kelompok itu sendiri.
3. Seorang pemimpin bertugas sebagai juru bicara kelompok yang dipimpinnya (spokesman of
the group). Seorang pemimpin harus dapat merasakan dan menerangkan kebutuhan-kebutuhan
kelompok yang dipimpinnya ke dunia luar, baik mengenai sikap kelompok, tujuan, harapan-
harapan atau hal-hal yang lain.
Krech dan Crutchfield mengemukakan pendapat mengenai fungsi pemimpin, bahwa pemimpin
itu sebagai:
1. Seorang eksekutif, yaitu ikut berkiprah dalam mencapai tujuan kelompok, juga bertanggung
jawab atas pelaksanaan hal-hal yang telah digariskan dalam kelompok yang dipimpinnya.
2. Seorang perencana, yaitu pemimpin bertugas membuat rencana kegiatan dari yang
dipimpinnya. Apa yang semestinya dikerjakan oleh kelompok perlu direncanakan, digariskan
oleh pemimpin.
3. Seorang pembuat kebijakan, yaitu pemimpin menentukan kebijakan kelompok yang
dipimpinnya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4. Seorang Ahli, yaitu pemimpin sebagai sumber informasi dari anggota kelompok yang
dipimpinnya. Sehingga diharapkan seorang pemimpin adalah seorang yang ahli dalam bidang
yang dipimpinnya.
5. Seorang yang mewakili kelompok keluar, yaitu pemimpin mewakili kelompoknya ke dunia
luar kelompoknya. Pemimpin sebagai cerminan sifat-sifat atau kepribadian kelompok yang
dipimpinnya.
6. Seorang pengontrol perilaku atau hubungan para anggotanya. Karena itu seorang pemimpin
harus peka terhadap keadaan atau situasi dalam kelompoknya.
7. Seorang pemberi hadiah atau hukuman. Seorang pemimpin dalam keadaan yang diperlukan
perlu memberikan hukuman atau hadiah.
8. Seorang penengah atau pelerai, yaitu seorang pemimpin bertugas sebagai pelerai atau sebagai
penengah bila dalam kelompok terdapat perselisihan diantara para anggota, dan pemimpin juga
berkewajiban untuk memulihkan kembali hubungan yang kurang baik itu.
9. Seorang panutan, yaitu seorang pemimpin harus mampu menjadi panutan, menjadi teladan
baik dalam ucapan maupun dalam perilaku dari yang dipimpinnya.
10. Seorang pengambil alih tanggung jawab, yaitu bahwa seorang pemimpin berkewajiban
mengambil alih tangguing jawab atas tindakan anggotanya, disadari atau tidak seorang pemimpin
ikut memikul tanggung jawab segala tindakan dari yang dipimpinnya.
11. Seorang simbol dari kelompok, bahwa seorang pemimpin merupakan lambang dari yang
dipimpinnya.
12. Seorang idealis, bahwa seorang pemimpin perlu benar-benar memahami ideologi
kelompoknya, sehingga dalam kepemimpinannya akan sesuai dengan aspirasi yang ada dalam
kelompoknya. Seorang pemimpin harus mempunyai pendirian kuat agar tidak mudah terobang-
ambing oleh pengaruh dari luar kelompoknya.
13. Figur seorang ayah, yaitu sebagai tempat identifikasi, pencurahan isi hati dari para anggota
kelompoknya.
14. Kambing hitam, yaitu seorang pemimpin harus bersedia menjadi kambing hitam, keadaan ini
terutama akan terjadi bila kelompok yang dipimpinnya membuat kesalahan, hal tersebut biasanya
akan dilemparkan kepada pemimpin.
Seluruh fungsi tersebut diselenggarakan dalam aktifitas kepemimpinan secara integral. Adapun
dalam pelaksanaannya pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja, mampu
memberikan petunjuk yamg jelas, berusaha mengembangkan kebebasan berfikir dan
mengeluarkan pendapat, mengembangkan kerjasama yang harmonis, mampu memecahkan
masalah dan mengambil keputusan sesuai dengan batas tanggung jawab masing-masing,
berusaha menumbuh-kembangkan kemampuan memikul tanggung jawab, mendayagunakan
pengawasan sebagai alat pengendali.
Fungsi kepemimpinan dalam kehidupan organisasi adalah bagian dari tugas utama yang harus
dilaksanakan. Tetapi untuk merumuskan apa yang menjadi fungsi kepemimpinan adalah sulit,
sama sulitnya memberikan definisi kepemimpinan itu sendiri. Kesulitan ini terjadi sebab
kepemimpinan menarik perhatian para ahli untuk menelitinya, sehingga melahirkan penelitian
kepemimpinan yang berbeda-beda, hampir sebanyak para ahli yang melakukan penelitian.
Masing-masing penelitian berdiri sendiri tidak saling terkait sesuai dengan latar belakang konsep
yang dimiliki oleh pakar.
Dalam proses kepemimpinan selalu terlihat titik berat yang berbeda dalam mewujudkan fungsi-
fungsi kepemimpinan, antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya. Diantaranya ada yang
lebih mengutamakan fungsi instruktif, sedang yang lainnya menerapkan fungsi delegasi, yang
berikutnya partipasi dan lain-lain. Disamping itu mungkin pula ada yang melaksanakannya
dalam bentuk kombinasi. Perbedaan-perbedaan tersebut mengakibatkan terjadinya berbagai tipe
kepemimpinan.
Melihat fungsi-fungsi tersebut tidaklah ringan beban yang diemban oleh seorang pemimpin,
sehingga sudah barang tentu untuk menjadi pemimpin dituntut persyaratan-persayaratan tertentu
agar dalam melaksanakan kepemimpinannnya dapat berlangsung dengan baik.
4. Tipe Kepemimpinan
Dalam menggerakkan atau memotivasi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu
terarah pada pencapaian tujuan organisasi, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan atau
kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya.
Pengetahuan dan keterampilan tersebut diperoleh dari pengalaman belajar secara teori maupun
dari pengalamannnya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Dalam melaksanakan
kepemimpinannnya, berbagai cara ditempuh oleh seorang pemimpin, cara-cara yang digunakan
merupakan pencerminan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, yang
memberikan gambaran pula tentang bentuk (tipe) kepemimpinan yang dijalankan.
Secara teoritis tipe kepemimpinan yang pokok dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: Otokratis,
Laizes faire, Demokratis.
1) Kepemimpinan Otokratis
Tipe kepemimpinan ini otokratis merupakan tipe kepemimpinan yang paling tua dikenal
manusia, oleh karena itu tipe ini juga merupakan yang paling banyak dikenal. Dalam
kepemimpinan yang otokratis, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap angota-anggotanya.
Baginya, memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Kekuasaan pemimpin yang
otokratis hanya dibatasi oleh undang-undang, penafsirannya sebagai pemimpin tidak lain adalah
menunjukkan dan memberi perintah. Kewajiban bawahan adalah hanya mengikuti dan
menjalankan, tidak boleh membantah ataupun mengajukan saran.
Pemimpin yang otokratis tidak menghendaki musyawarah, rapat hanyalah sebagai sarana untuk
menyampaikan instruksi-instruksi. Setiap perbedaan pendapat diantara para anggotanya diartikan
sebagai kepicikan, pembangkangan atau pelanggaran disiplin terhadap instruksi yang telah
ditetapkan.
Pemimpin tidak dapat diganggu gugat, baik balam tindakan maupun perbuatan. Supervisi bagi
pemimpin yang otokratis hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah
diberikan itu ditaati atau dijalankan dengan baik oleh para anggotanya, hal ini berarti bukan
supervisi yang dilakukan akan tetapi sebagai inspeksi, yaitu mencari kesalahan dari para
anggotanya. Jika ada angota yang tidak taat akan diberi hukuman dan jika ada yang taat dan
patuh akan diberi penghargaan bahkan dianak emaskan.
Kepemimpinan otoriter tersebut mempunyai dampak negatif dalam kehidupan organisasi, antara
lain: 1) anggota akan menjadi pengekor yang tidak mampu dan tidak mau berinisiatif, takut
mengambil keputusan, dan mematikan kreatifitas, 2) kesediaan anggota dalam melaksanakan
tugas didasari oleh perasaan takut dan tertekan, 3) organisasi menjadi statis, karena pimpinan
tidak menyukai perubahan, perkembangan biasanya datang dari para anggota.
Kepemimpinan dengan tipe otokratis, banyak ditemui dalam pemerintahan absolut, sehingga
ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau ketentuan hukum yang mengikat. Disamping itu
kepemimpinan ini sering pula terlihat pada kepemimpinan diktator sebagaimana terjadi di masa
Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.
2) Kepemimpinan Laizes Faire
Sebenarnya pemimpin dalam kepemimpinan Laises faire tidak memberikan pimpinan. Tipe ini
diartikan sebagai membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Pemimpin yang temasuk tipe
ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggotanya. Pemberian
tugas dan kerjasama diserahkan kepada anggotanya tanpa ada petujuk atau saran dari pimpinan.
Kekuasaan dan tanggung jawab bersimpang-siur, berserakan diantara anggota kelompok, dengan
demikian mudah terjadi kekacauan. Tingkat keberhasilan organisasi dengan kepemimpinan
laizes faire ini disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan
bukan karena pengaruh dari pemimpinnya.
Biasanya, dalam tipe kepemimpinan laizes faire ini struktur organisasinya tidak jelas dan kabur.
Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana yang terarah dan tanpa pangawasan dari pimpinan.
3) Kepemimpinan Demokratis
Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannnya bukan sebagai diktator,
melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Pemimpin yang
demokratis selalu berusaha menstimulasi anggotanya agar bekerja secara kooperatif untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya selalu berpangkal pada
kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan serta
kemampuan kelompoknya.
Pemimpin demokratis dalam melaksanakan tugasnya mau menerima dan bahkan mengharapkan
pendapat dan saran-saran dari kelompoknya. Juga kritik-kritik yang membangun dari para
anggota sebagai umpan balik dan dijadikan bahan pertimbangan dalam tindakan-tindakan
berikutnya.
Pemimpin demokratis mempunyai kepercayaan diri sendiri dan menaruh perhatian dan
kepercayaan pada anggota bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan
bertanggung jawab. Pemimpin yang demokratis selalu memupuk rasa kekeluargaan dan
persatuan, selalu membangun semangat anggota kelompok dalam menjalankan dan
mengembangkan daya kerjanya.
Dalam prakteknya, dari beberapa tipe kepemimpinan tersebut dapat saling mengisi, terutama
antara kepemimpinan otoriter dan kepemimpinan demokratis. Dengan kata lain dalam
kepemimpinan masih diperlukan kepemimpinan otoriter walaupun sifatnya yang lebih lunak.
Sifat otoriter tersebut diperlukan sebagai perwujudan kesatuan perintah agar tidak
membingungkan. Disamping itu dalam batas-batas tertentu kepemimpinan otoriter masih sangat
diperlukan dalam kegiatan mengontrol dan pengawasan.
Dari beberapa tipe kepemimpinan yang utama tersebut, terdapat beberapa tipe kepemimpinan
yang sifatnya sebagai pelengkap antara lain: tipe kepemimpinan Karismatik, simbol, pengayom,
tipe kepemimpinan ahli, organisatoris dan administrator, serta tipe agiator.
1) Tipe kepemimpinan karismatik
Pemimpin diterima karena kepribadiannya yang berpengaruh, dipercaya, dihormati, disegani,
dan dipatuhi secara rela dan ikhlas sehingga diikuti pendapat dan keputusannya.
2) Tipe kepemimpinan simbol
Pemimpin yang secara tradisional ini diakui sebagai simbol kebesaran kelompok/organisasi,
walaupun tidak berfungsi dan kepemimpinannnya diselenggarakan oleh orang lain yang menjadi
pembantunya.
3) Tipe kepemimpinan pengayom
Pemimpin yang ditempatkan sebagai kehormatan karena pengalaman dan posisinya dalam
masyarakat. Tipe ini menunjukkan gejala bahwa seorang pemimpin selalu bersedia melakukan
segala sesuatu untuk kepentingan orang banyak, khususnya anggota organisasinya. Pemimpin
selalu bertindak sebagai pelopor, sedia berkorban, penuh pengabdian dan kesungguhan dalam
menghadapi masalah dalam menjalankan kepemimpinannya.
4) Tipe kepemimpinan ahli
Dalam tipe ini seorang yang mempunyai keterampilan atau keahlian profesional dalam bidang
tertentu, menjalankan kepemimpinan di lingkungan organisasi yang bergerak di bidang yang
sesuai dengan keahlian tersebut. Misalnya guru diangkat sebagai kepala sekolah, seorang dokter
diangkat sebagai kepala rumah sakit.
5) Tipe kepemimpinan organisatoris dan administrator
Tipe kepemimpinan ini berupa kemampuan membina dan mengelola kerjasama yang efektif
dalam melaksanakan kegiatannya yang terarah pada tujuan yang jelas. Pemimpin menyenangi
hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin tipe ini bekerja
secra terencana, sistematis, dan tertib, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan
memanfaatkan masukan dari orang lain dari dalam dan luar organisasinya.
6) Tipe kepemimpinan agiator
Tipe kepemimpinan agiator ini dilakukan dengan memberikan tekanan-tekanan, mengadu
domba, menimbulkan dan mempertajam perselisihan, memecah belah dan menghasut anggota
organisasi dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi pimpinan dengan atau tanpa
kelompoknya. Pemimpin seperti ini sering kali mampu memanfaatkan pertentangan yang
ditimbulkannya untuk memperoleh dukungan dari kedua belah pihak yang bertentangan.
Walaupun masing-masing memiliki alasan yang berbeda, misalnya pemimpin dalam lingkungan
partai politik.
Terjadinya perbedaan-perbedaan mengenai tipe kepemimpina tersebut adalah atas dasar
hubungan antara pemimpin dan kelompok yang dipimpinnya. Berpijak dari teori dan tipe
kepemimpinan tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa agar seseorang dapat tampil sebagai
pemimpin yang baik dan sukses dalam melaksanakan kepemimpinannya, maka semua kualitas
kepemimpinan haruslah memenuhi persyaratan dan tuntunan yang diajukan oleh situasi.
5. Kepemimpinan Kunci Keberhasilan Kepala Madrasah
Madrasah adalah lembaga pendidikan yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks
karena madrasah sebagai organisasi yang di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama
lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik menunjukkan bahwa madrasah
sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi
lainnya. Ciri-ciri yang menempatkan madrasah memiliki karakteristik tersendiri, dimana terjadi
proses belajar-mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manuisia.
Karena sifatnya yang komplek dan unik, madrasah memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi.
Koordinasi yang baik diantara para anggota organisasi madrasah khususnya kepala madrasah
sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Keberhasilan madrasah dalam
mewujudkan tujuan dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan kepemimpinan kepala
madrasah, sebagaimana dinyatakan oleh Wahjosumidjo bahwa “keberhasilan sekolah adalah
keberhasilan kepala sekolah”.
Kepala madrasah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan madrasah sebagai
organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala madrasah
sebagai seorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin madrasah.
Dalam satuan pendidikan, kepala madrasah menduduki dua jabatan penting untuk bisa menjamin
kelangsungan proses pendidikan. Pertama, kepala madrasah adalah pengelola pendidikan secara
keseluruhan. Kedua, kepala madrasah sebagai pemimpin formal pendidikan di lingkungannya.
Sebagai pengelola pendidikan, kepala madrasah bertanggung jawab atas keberhasilan
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi madrasah dengan
seluruh substansinya. Disamping itu kepala madrasah bertanggung jawab terhadap kualitas
sumber daya manusia yang ada, agar mereka mampu menjalankan tugas-tugas pendidikan. Oleh
karena itu sebagai pengelola, kepala madrasah memiliki tugas untuk mengembangkan kinerja
para personil terutama guru kearah profesionalime yang diharapkan.
Sebagai pemimpin formal, kepala madrasah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan
pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan kearah pencapaian tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kepala madrasah bertugas melaksankan fungsi-fungsi
kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun
pencapaian iklim madrasah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar-mengajar secar
efektif dan efisien.
Kualitas kepemimpinan kepala madrasah dalam rangka melaksanakan tugas sangatlah penting,
oleh karena laju perkembangan kegiatan/program pendidikan yang ada di setiap madrasah
ditentukan oleh arahan, bimbingan serta visi dan misi yang ingin dicapai oleh kepala madrasah.
Robert C. Bog sebagaimana dikutip Idhochi Anwar mengemukakan empat kemampuan yang
harus dimiliki seorang pemimpin pendidikan, antara lain:
a. Kemampuan mengorganisasikan dan memantau staf dalam merumuskan perbaikan pengajaran
di sekolah dalam bentuk program yang lengkap.
b. Kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri sendiri dan para
guru serta staf sekolah.
c. Kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam mengajukan dan melaksanakan
program supervisi.
d. Kemampuan untuk mendorong dan mambimbing para guru serta staf agar dengan penuh
kerelaan dan tanggung jawab berpartisipasi secara aktif pada setiap usaha sekolah untuk
mencapai tujuan madrasah dengan sebaik-baiknya.
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala madrasah perlu memiliki kompetensi dasar yang
disyaratkan, yaitu berupa kekuatan-kekuatan kepemimpinan yang sangat mempengaruhi kegiatan
persekolahan. Kekuatan-
kekuatan tersebut adalah: kekuatan teknikal, kekuatan manusia, kekuatan pendidikan, kekuatan
simbolik, dan kekuatan budaya.
1) Kekuatan teknikal
Kekuatan teknikal ini berasal dari teknik-teknik manajemen dan berhubungan dengan aspek-
aspek teknis kepemimpinan. Prinsip kekuatan teknikal ini bisa dikatakan sama dengan prinsip
perencanaan dan manajemen. Kekuatan teknikal ini sangat penting karena akan menjamin
terselenggaranya pengaturan kegiatan persekolahan yang baik.
2) Kekuatan manusia
Kekuatan manusia ini berasal dari pemanfaatan potensi sosial dan antar pribadi suatu madrasah
yaitu unsur manusianya. Prinsip kekuatan manusia ini bisa dianggap merupakan pengaturan
manusia meliputi hubungan antar manusia, kecakapan antar pribadi, serta teknik-teknik
pemberian motifasi dengan berbagai instrumen. Sedangkan prinsip pengaturan manusia meliputi
pemberian dukungan dan kesempatan oleh kepala madrasah kepada para guru dan pegawai
lainya.
3) Kekuatan pendidikan
Kekuatan pendidikan merupakan kekuatan kepemimpinan yanng berasal dari pengetahuan
mengenai permasalahan pendidikan dan persekolahan. Prinsip-prinsip kekuatan pendidikan ini
mengandunng unsur-unsur pengajaran, pengembangan program pendidikan dan supervisi.
Prinsip kekuatan pendidikan adalah menemukan masalah pendidikan, memberi penyuluhan pada
guru, mengadakan supervisi dan evaluasi serta pengembangan staf dan kurikulum.
4) Kekuatan simbolik
Kekuatan ini berhubungan dengan aspek-aspek simbolik kepemimpinan. Ketika menunjukkan
kekuatan ini kepala madrasah memainkan peranan sebagai kepala dan memberikan model bagi
tujuan-tujuan dan tingkah laku yang baik, serta memberi tanda pada yang lain mengenai apa
yang penting dan berharga bagi kegiatan persekolahan.
5) Kekuatan budaya
Kekuatan budaya merupakan kekuatan kepemimpinan yang berasal dari suatu kebudayaan
madrasah yang unik dan berhubungan dengan aspek-aspek kebudayaan suatu madrasah. Ketika
menunjukkan kekuatan budaya ini kepala madrasah bertindak sebagai seorang yang
mendefinisikan, memperkuat serta mengartikulasikan nilai-nilai, kepercayaan dan segi-segi
budaya yang memberikan identitas yang unik pada madrasahnya.
Kepala sekolah/madrasah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapapun yang diagkat menjadi kepala madrasah
harus ditentukan melalui prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu seperti: latar belakang
pendidikan, pengalaman, usia, pangkat dan integritas. Persyaratan-persyaratan formal tersebut
bukanlah yang dimaksudkan sebagai persyaratan kepemimpinan. Persyaratan itu adalah
ketentuan untuk menduduki suatu jabatan tertentu yang mengharuskan seseorang yang
mendudukinya menjalakan fungsi kepemimpinan.
M. Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa syarat minimal bagi seorang kepala sekolah antara
lain:
1. Memiliki ijasah yang sesuai dengan ketentuan/peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
2. Menpunyai pengalaman bekerja yang cukup, terutama di sekolah yang sejenis dengan sekolah
yang dipimpinya.
3. Memiliki kepribadian yang baik, terutama sikap dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan
bagi kepentingan pendidikan.
4. Mempunyai keahlian dan berpengetahuan luas, terutama mengenai bidang-bidang
penngetahuan dan pekerjaan yang diperlukan bagi sekolah yang dipimpinya.
5. Mempunyai ide dan inisiatif yanng baik untuk kemajuan dan pengembangan sekolahnya.
Pihak madrasah dalam menggapai visi dan misi pendidikan perlu ditunjang oleh kemampuan
kepala madrasah dalam menjalankan roda kepemimpinanya. Meskipun pengangkatan kepala
madrasah tidak dilakukan secara sembarangan, bahkan diangkat dari guru yang sudah
berpengalaman atau mungkin sudah lama menjabat sebagai wakil kepala madrasah, namun tidak
dengan sendirinya membuat kepala madrasah menjadi profesional dalam melaksanakan tugas.
Berbagai kasus menunjukkan masih banyak kepala madrasah yang terpaku dengan urusan-urusan
administrasi yang sebenarnya bisa dilimpahkan kepada tenaga administrasi. Dalam
pelaksanaanya pekerjaan kepala madrasah merupakan pekerjaan berat yang menuntut
kemampuan ekstra.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan, kepala
sekolah/madrasah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator,
supervisor, leader, innovator, dan motivator.
a. Kepala madrasah sebagai edukator
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai edukator, kepala madrasah harus memiliki strategi yang
tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan dimadrasahnya. Menciptakan
iklim yang konduktif, memberikan nasehat kepada warga madrasah, memberikan dorongan
kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik.
Dalam peranan sebagai pendidik, kepala madrasah harus berusaha menanamkan, memajukan,
dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai yaitu: pembinaan mental, moral, fisik dan
artistik bagi para guru dan staf di lingkungan kepemimpinanya.
a) Pembinaan mental yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan sikap batin dan watak. Dalam hal ini kepala madrasah harus mampu menciptakan iklim
yang kondusif agar setiap tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugas secara proporsional
dan profesional.
b) Pembinaan moral yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan ajaran baik-buruk mengenai suatu perbuatan, sikap dan kewajiban sesuai dengan tugas
masing-masing tenaga kependidikan. Kepala madrasah harus berusaha memberi nasehat kepada
seluruh warga madrasah.
c) Pembinaan fisik yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yanng berkaitan
dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah. Kepala
madrasah profesional harus mampu memberikan dorongan agar para tenaga kependidikan
terlibat secara aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan olahraga, baik yang diprogramkan di
sekolah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat sekitar.
d) Pembinaan artistik yaitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kepekaan manusia terhadap seni keindahan.
Sebagai edukator, kepala madrasah harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman akan sangat
mempengaruhi profesionalisme kepala madrasah, terutama dalam mendukung terbentuknya
pemahaman tenaga kependidikan terhadap pelaksanaan tuganya. Pengalaman semasa menjadi
guru, menjadi wakil kepala madrasah, atau menjadi anggota organisasi kemasyarakatan sangat
mempengaruhi kemampuan kepala madrasah dalam melaksanakan pekerjaanya, demikian halnya
pelatihan dan penataran yang pernah diikutinya.
Sesuai dengan yang ditetapkan dalam penilaian kinerja kepala madrasah, kepala madrasah harus
memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinanya dengan baik, yang
diwujudkan dalam kemampuan menyusun program sekolah, organisasi personalia,
memberdayakan tenaga kependidikan, dan mendayagunakan sumberdaya madrasah secara
optimal.
c. Kepala madrasah sebagai administrator
Kepala madrasah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai
aktifitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan
seluruh program pengajaran. Secara spesifik, kepala madrasah harus memiliki kemampuan untuk
menngelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia,
mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola
administrasi keuangan.
Adapun fungsi pokok dari administrasi pendidikan seperti diungkap oleh Purwanto adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, komunikasi, supervisi, kepegawaian,
pembiayaan dan evaluasi.
d. Kepala madrasah sebagai supervisor
Kegiatan utama pendidikan di madrasah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan
pembelajaran, sehingga seluruh aktifitas organisasi madrasah bermuara pada pencapaian efisiensi
dan efektifitas pembelajaran. Oleh karena itu salah satu tugas kepala madrasah adalah sebagai
supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.
Sebagaimana kutipan E. Mulyasa dari Carter Good’s Dictionary of education, dikemukakan
bahwa supervisi adalah:
Segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainya, untuk
memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, meyeleksi pertumbuhan dan perkembangan
guru-guru, menyeleksi, dan merefisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode-
metode mengajar serta evaluasi pengajaran.
Kepala madrasah dalam menjalankan tugasnya sebagai supervisor harus mampu melakukan
berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.
Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di madrasah
terarah pada tujjuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalianjuga merupakan
tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan
penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
Secara umum kegiatan atau usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah
sesuai dengan fungsinya sebagai supervisor antara lain:
1. Membangkitkan dan meranngsang para guru dan pegawai sekolah di dalam menjalankan
tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
2. Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media
insruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar-mengajar.
3. Bersama para guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode
mengajar yang lebih sesuai dengan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku.
4. Membina kerjasama yang baik dan harmonis diantara para guru dan pegawai sekolah lainya.
5. Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan para guru dan pegawai sekolah, antara lain
dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, menyediakan perpustakaan sekolah, dan atau
menngirim mereka untuk mengikuti penataran-penataran, seminar, sesuai dengan bidangnya
masing-masing.
6. Membina hubungan kerja sama anatara sekolah dengan masyarakat dan instansi-instansi lain
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Pada prinsipnya setiap tenaga kependidikan harus disupervisi secara periodik dalam
melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala madrasah dapat meminta
bantuan wakilnya atau guru senior untuk melaksanakan supervisi. Keberhasilan kepala madrasah
sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh: meningkatnya kesadaran tenaga
kependidikan untuk meningkatkan kinerjanya dan meningkatnya keterampilan tenaga
kependidikan dalam melaksanakan tugasnya.
e. Kepala madrasah sebagai leader
Kepala madrasah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk, arahan, pengawasan,
meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan
mendelegasikan tugas. Wahjosumidjo mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader
harus memiliki karakter yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pengetahuan
profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
Kepemimpinan adalah satu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan, oleh sebab itu
kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci keberhasilan kepala madrasah. Kepala
madrasah sebagai seorang pemimpin harus mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat
dengan penuh semangat dan percaya diri para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas
masing-masing. Selain itu juga harus memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, staf
dan siswa serta memberikan dorongan memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan
memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan.
f. Kepala madrasah sebagai inovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai inovator, kepala madrasah harus memiliki
strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari
gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga
kependidikan di madrasah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.
Kepala madrasah sebagai inovator akan tercermin dari cara-cara melakukan pekerjaanya secara
konstruktif, kreatif, rasional dan obyektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan
fleksibel, sekaligus mampu mencari, menemukan, dan melaksanakan berbagai pembaharuan di
madrasah.
g. Kepala madrasah sebagai motivator
Sebagai motivator, kepala madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan
motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya.
Motivasi dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja,
disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui
pengembangan pusat sumber belajar.
Mulyasa mengungkapkan beberapa prinsip yang dapat diterapkan kepala madrasah untuk
mendorong tenaga kependidikan agar mau dan mampu meningkatkan profesionalismenya.
Antara lain;
1. Para tenaga kependidikan akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik,
dan menyenangkan.
2. Tujuan kegiatan perlu disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada para tenaga
kependidikan dan para tenaga kependidikan dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.
3. Para tenaga kependidikan harus selalu diberitahu tentang hasil dari setiap pekerjaanya.
4. Pemberian hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga
diperlukan.
5. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan dengan jalan memperhatikan
kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa kepala madrasah memperhatikan
mereka, mengatur pengalaman sedemikian rupa sehingga setiap pegawai pernah memperoleh
kepuasan dan penghargaan.
Kunci keberhasilan suatu madrasah pada hakekatnya terletak pada efektifitas dan efisiensi
penampilan kepala madrasah. Pada saat ini masalah ke-kepala sekolahan merupakan suatu peran
yang menuntut persyaratan kualitas kepemimpinan yang kuat. Bahkan telah berkembang menjadi
tuntutan yang meluas dari masyarakat, sebagai keberhasilan madrasah diperlukan adanya
kepemimpinan kepala madrasah yang profesional.
Dalam usaha melakukan pembinaan kepala madrasah, terdapat cara yang perlu dilaksanakan,
yaitu memberikan perhatian secara sistematik dan terus menerus terhadap siklus kegiatan antara
lain; rekruitmen, seleksi, pengangkatan, pemempatan, pembinaan, evaluasi terhadap kepala
sekolah.
Peningkatan kualitas dan profesionalisme kepala madrasah perlu dilaksanakan secara terus
menerus dan terencana dengan melihat permasalahan-permasalahan dan keterbatasan yang ada.
Segala bentuk kegiatan sekolah perlu diarahkan kepada peningkatan profesionalisme tenaga
kependidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan agar dapat berkembang dan maju sesuai
dengan kebutuhan pembangunan dan perkembangan zaman.
Peningkatan profesionalisme kepala madrasah harus merupakan proses keseluruhan dalam suatu
organisasi madrasah, berjalan dengan nyata, jangka panjang, membudaya baik dari personil
maupun bagi peserta didik. Setiap tenaga kependidikan, baik kepala sekolah, para guru, dan
pegawai lainya, maupun peserta didik dituntut untuk memiliki kepedulian yang muncul secara
integral, bahwa apa yang dilakukan adalah dalam rangka peninngkatan profesionalisme kepala
madrasah serta pencapaian mutu dan prestasi belajar.
Upaya peningkatan mutu sekolah dan profesionalisme kepala madrasah tidak terlepas dari peran
pengawas sekolah selaku pimpinan pendidikan, yang bersama kepala madrasah memilikki
tanggung jawab terhadap perkembangan madrasah. Hal ini penting, karena pengawas sekolah
dalam melaksanakan upaya peningkatan profesionalisme cnderung kuranng memperhatikan ide-
ide baru yang berkembang di masyarakat.
Usaha-usaha yang dilakukan pengawas sekolah/madrasah dalam mengembangkan profesional
kepala madrasah, sebagaimana dikemukakan oleh E. Mulyasa sebagai berikut:
1. Mengadakan kunjungan langsung ke sekolah-sekolah dan memberikan masukan kepada
kepala sekolah mengenai penyelenggaraan sekolah.
2. Menciptakan suatu iklim yang kondusif sehingga memungkinkan kepala sekolah berdiskusi
dengan kepala sekolah lain untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kaitanya dengan
peningkatan kualitas pendidikan.
3. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para kepala sekolah untuk melanjutkan
pendidikanya dalam rangka menunjang karier dan meninngkatkan kemampuanya.
4. Memberikan perhatian dan jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi oleh kepala
sekolah dalam melaksanakan tugasnya.
Kepala madrasah profesional dalam pelaksanaan fungsinya akan memberikan dampak posotif
dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaharuan sistem pendidikan di madrasah.
Dampak tersebut meliputi efektifitas pendidikan, kepemimpinan madrasah yang kuat,
pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, kerjasama yang kompak, kemauan untuk berubah
serta evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan demi sukses dan lancarnya program madrasah
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Prestasi kerja sebagaimana dijelaskan oleh Sudarmayanti, berarti juga kinerja, pelaksanaan kerja,
pencapaian kerja, atau hasil kerja/ unjuk kerja/ penampilan kerja. . sedangkan August W. Smit
menyatakan bahwa kinerja adalah “ …out drive from processes, human or otherwise”
Maksudnya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Jadi prestasi
kerja/kinerja merupakan hasil dari perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dengan demikian prestasi kerja guru adalah hasil yang telah dicapai guru dalam menjalankan
pekerjaannya. Dari pengertian tersebut pada dasarnya terdapat tiga prinsip utama prestasi kerja,
yaitu hasil yang lebih baik, kesatuan waktu, dan ukuran waktu. Sehingga prestasi kerja guru
lebih merupakan kesanggupan guru dalam melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan, bermutu dan tepat sasaran.
Dalam penilaian prestasi kerja, seharusnya dilakukan dengan melihat berbagai segi, sehingga
sistem penilaian tersebut akan menjadikan suatu alat untuk lebih meningkatkan prestasi kerja
yang dihasilkan, sebab apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilakukan dengan baik, tertib, dan
bena-benar dapat membantu meningkatkan prestasi kerja sekaligus juga meningkatkan loyalitas
organisasi dari para anggota organisasi tersebut. Apabila hal ini dilakukan di sekolah, paling
tidak akan memberikan keuntungan bagi sekolah pada umumnya, dan bagi guru khususnya akan
mengetahui sampai dimana dan bagaimana prestasi kerjanya dinilai oleh atasan atau tim penilai.
Kelebihan dan kekurangan yang ada dapat merupakan cambuk bagi kemajuan-kemajuan para
guru mendatang, penilaian prestasi kerja guru pada dasarnya merupakan penilaian yang
sistematik terhadap penampilan guru sendiri dan terhadap taraf potensi guru dalam upayanya
mengembangkan diri untuk kepentingan madrasah.
Kinerja sangat terkait dengan produktifitas, karena kinerja merupakan indikator dalam
menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktifitas yang lebih tinggi dalam
suatu organisasi. Oleh sebab itu upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja/ prestasi
kerja suatu lembaga atau organisasi merupakan hal yang sangat penting. Dalam mengadakan
penilaian terhadap pekerjaan seseorang perlu ditetapkan standar kinerja atau standar
performance.
Sedangkan pokok-pokok atau hal-hal yang diperlukan dalam suatu sistem penilaian prestasi kerja
menurut TV Rao adalah sebagai berikut:
1. Karyawan akan bekerja keras apabila mereka merasa diperlukan dalam organisasi.
2. karyawan bekerja lebih baik apabila mereka merasa jelas mengerti apa yang diharapkan dari
mereka dan apabila sesekali mereka berwenang mengubah harapan-harapan itu.
3. Karyawan akan bekerja lebih baik apabila mereka mulai mengalami keberhasilan dalam tugas-
tugas yang mereka laksanakan.
4. Karyawan akan bekerja lebih baik apabila mereka merasa bahwa organisasi menyediakan
peluang bagi prestasi mereka untuk dihargai dan diberi ganjaran.
5. Karyawan akan bekerja lebih baik apabila mereka mengetahui bahwa organisasi mereka
berkembang, dan sejauh mungkin mempergunakan kemampuan mereka.
6. Karyawan akan mempunyai taraf kehidupan yang lebih tinggi apabila melihat bahwa
organisasi mereka bersedia menginvestasi waktu dan sumber daya yang lain untuk
pengembangan-pengembangan orang-orangnya.
7. Karyawan akan bekerja lebih baik apabila mereka dipercaya dan diperlakukan dengan hormat.
Standar kerja perlu dirumuskan sebagai tolok ukur dalam mengadakan perbandingan antara apa
yang telah dilakukan dengan yang diharapkan, kaitannnya dengan pekerjaan atau jabatan yang
telah dipercayakan kepada seseorang. Standar dapat pula dipandang dan dijadikan ukuran dalam
mengadakan pertanggung jawaban terhadap sesuatu yang telah dilakukan.
Mitchell menyatakan bahwa kinrja meliputi beberapa aspek, yaitu quality of work, proptness,
initiative, capability, and comunication. Kelima aspek tersebut dapat dijadikan ukuran dalam
mengkaji tingkat kerja seseorang. Disamping kelima aspek tersebut, Mitchell juga mengatakan
bahwa untuk mengadakan pengukuran terhadap kinerja seseorang dapat berdasarkan formula
“Performance = Ability X Motivation”.
Dari pernyataan tersebut jelas bahwa kinerja merupakan hasil interaksi antara motivasi dengan
ability (kemampuan), orang yang tinggi abilitynya tetapi rendah motivasinya akan menghasilkan
kinerja yang rendah, demikian halnya orang yang bermotivasi tinggi tetapi abilitynya rendah.
Jika dikaitkan dengan tenaga kependidikan, maka prestasi kerja guru merupakan hasil yang telah
dicapai guru dengan menunjukkan efektifitas, efisiensi serta kualitas kerja guru. Hasil kerja guru
pada gilirannya dipengaruhi oleh kinerja guru, pada penerapannya kinerja guru merupakan
hubungan antara kemampuan yang dimiliki guru dengan motivasi yang ada pada guru tersebut.
Ciri-ciri tersebut ditunjukkan untuk profesi pada umumnya, maka dengan melihat ciri-ciri
tersebut, khusus untuk profesi seorang guru dalam garis besarnya ada tiga yaitu:
a. Seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkan
dengan baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkan.
b. Seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan
ilmu yang dimilikinya kepada para siswa secar efektif dan efisien, untuk itu seorang guru harus
memiliki ilmu keguruan.
c. Seorang guru yang profesional harus berpegang teguh kepada kode etik profesional.
Seluruh operasionalnya, ciri tersebut belum dimiliki secara kokoh (sempurna) oleh para guru,
sebab masih ada anggapan masyarakat bahwa setiap orang bisa menjadi pendidik, atau setiap
orang bisa mendidik. Memang dalam ini sukar dihindari, walaupun telah ada batas yang jelas
antara pendidikan formal dengan pendidikan informal, atau antara pendidikan profesional
dengan non profesional, tetapi orang-orang yang tidak memiliki profesi tersebut dalam bidang
pendidikan juga melaksanakan tugas-tugas pendidikan formal profesional dan menganggap
dirinya telah memiliki profesi tersebut. Pada sisi lain, mengingat banyaknya jenis pendidikan
yang harus disediakan bagi berbagai kategori peserta didik, juga tidak bisa dihindari banyaknya
tenaga non profesional pendidikan yang melaksanakan tugas-tugas pendidikan.
Berkenaan dengan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang guru, Nana
Sudjana mengemukakan kompetensi yang harus dimiliki guru antara lain: kompetensi pribadi,
kompetensi profesional, kompetensi sosial/ kemasyarakatan.
Secara teoritis ketiga kompetensi tersebut dapat dipisah-pisahkan, akan tetapi secara praktis
sesungguhnya ketiga kompetensi tersebut tidak mungkin dapat dipisahkan. Diantara ketiga jenis
kompetensi tersebut saling menjalin secara terpadu dalam diri guru, guru yang terampil mengajar
harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan pengembangan dalam masyarakat.
Lebih lanjut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merinci kemampuan atau kompetensi
yang harus dimiliki guru dalam 10 kemampuan yaitu:
1. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
2. Pengelolaan program belajar-mengajar.
3. Pengelolaan kelas.
4. Penggunaan media dan sumber pembelajaran.
5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan.
6. Pengelolaan interaksi sumber belajar-mengajar.
7. Penilaian prestasi siswa.
8. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan.
9. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah.
10. Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan
peningkatan mutu pengajaran.
Penerapan kompetensi tersebut menekankan penting adanya kinerja terpadu oleh seorang guru
dalam melaksanakan tugasnya. Keterpaduan itu tercermin dari adanya integritas antar
penguasaan bahan ajar, proses, fondasi profesional kependidikan, penyesuaian diri tehadap
suasana kerja dan kepribadian.
Kompetensi profesional merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menunjang fungsi dan
peranan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Sejalan dengan hal tersebut,
kompetensi adalah mutlak dimiliki dan dikuasai oleh setiap guru dalam menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas.
Dengan demikian, maka semakin jelas bahwa faktor kompetensi dan faktor motivasi merupakan
hal yang sangat penting dalam menciptakan prestasi kerja guru. Prestasi kerja guru merupakan
perkalian antara kemampuan guru dalam mengajar dan motivasi. Jika guru rendah pada salah
satu komponen, maka prestasi kerjanya akan rendah pula. Prestasi kerja guru yang rendah
merupakan hasil dari kemampuan yang rendah dan motivasi yang rendah. Sehingga dalam
peningkatan prestasi guru harus diikuti pula peningkatan dalam kemampuan dan peningkatan
motivasi.
a. Pembinaan disiplin.
Seorang pemimpin harus mampu menumbuhkan displin, terutama disiplin diri. Dalam kaitan ini,
kepala madrasah harus mampu membantu para guru mengembangkan pola dan meningkatkan
standar perilakunya, serta menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan
displin. Peningkatan profesionalisme guru perlu dimulai dengan sikap demokratis. Oleh karena
itu dalam membina disiplin perlu berpedoman pada sikap tersebut, yakni dari, oleh dan untuk
guru. Sedangkan kepala sekolah sebagai pengemban ketertiban, yang patut diteladani, tetapi
tidak diharapkan sikap yang otoriter.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu mendisiplinkan seseorang, Paul
Harsey mengemukakan bahwa pemimpin dalam mendisiplinkan seseorang hendaknya jangan
terlalu emosi, jangan menyerang pribadi, spesifik, tepat waktu, konsisten, jangan mengancam,
bersikap adil, dan ingat bahwa pendisiplinan tidak untuk memperkuat perilaku yang jelek.
Wahjosumidjo memberikan beberapa petunjuk yang dapat dilakukan oleh kepala madrasah
dalam meningkatkan disiplin antara lain:
1. Memberikan informasi yang lengkap terhadap bawahan tentang peraturan dan hukuman bagi
yang melanggar.
2. Mengelola disiplin secara tepat dan konsisten.
3. Memberikan peringatan yang cukup sebelum memberikan hukuman.
4. Mencari bukti sebelum menjatuhkan teguran dan hukuman.
5. Selalu memelihara harga diri kepala sekolah.
6. Menggunakan segala macam hukuman secara tepat.
7. Secara pribadi memberikan peringatan tertentu pada bawahan.
b. Pemberian motivasi
Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang datang
dari dalam maupun dari lingkungan. Motivasi merupakan salah faktor yang cukup dominan dan
dapat mengerakkan faktor-faktor yang lain kearah efektifitas kerja.
Setiap guru memiliki karakteristik khusus, yang satu sama lainnya berbeda, hal tersebut
memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari pemimpinnya, agar mereka dapat
memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kinerjanya. Perbedaan guru tidak hanya dalam bentuk
fisik, tetapi juga dalam psykisnya, misalnya motivasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kinerja guru perlu diupayakan untuk membangkitkan motivasi para guru dan faktor lain yang
mempengaruhinya.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan kerja. H.D. Sudjana
menyatakan bahwa motivasi adalah upaya membangkitkan keinginan seseoran atau kelompok
sehingga ia atau mereka berbuat sesuatu sesuai dengan yang dikehendaki untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Mengacu pada pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan suatu bagian yang
sangat penting dalam suatu lembaga/organisasi. Motivasi dapat merupakan upaya pemimpin
untuk memberikan dorongan kepada pihak yang dipimpin atau pelaksana kegiatan supaya pihak
yang dipimpin mengarahkan perbuatannya dengan menggunakan potensi yang ada pada dirinya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Para guru akan bekerja dengan sungguh-sungguh
apabila mempunyai motivasi tinggi. Apabila para guru mempunyai motivasi yang positif, ia akan
memperlihatkan minat, mempunyai perhatian, dan ingin ikut serta dalam suatu tugas atau
kegiatan. Dengan kata lain guru akan melakukan pekerjannya dengan baik apabila ada faktor
pendorong..
Lebih lanjut Lazaruth mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya
semangat kerja seseorang dalam organisasi adalah perasaan puas, karena merasa kesejahteraan
material dan spiritual terpenuhi. Dengan diperolehnya kepuasaan dalam memenuhi keinginan
dan cita-cita hidupnya, para guru akan bekerja dengan efektif dan penuh semangat. Oleh sebab
itu, dalam kaitan ini kepala madrasah dituntut untuk berusaha mamahami keinginan-keinginan
dan cita-cita para guru atau bawahan serta berusaha memenuhinya.
Dalam usaha mendorong para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan atau pekerjannya dengan
baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, kepala madrasah dapat menggunakan langkah-
langkah sebagaimana disarankan oleh Douglas Dunn berikut ini:
1. Menjelaskan alasan motivasi.
2. Memberikan pengakuan terhadap kegiatan dan orang yang dimotivasi.
3. Menjelaska dan mengkomunikasikan tujuan motivasi.
4. Menyelenggarakan pertemuan untuk merangsang pihak yang dimotivasi.
5. Memberikan penghargaan melalui komunikasi.
6. Mendengarkan informasi dari yang dimotivasi.
7. Melihat keadaan diri sendiri.
8. Mengatasi suatu konflik.
9. Menghindari resiko.
Langkah-langkah tersebut dilakukan oleh penggerak yaitu kepala madrasah sebagai pemimpin
suatu lembaga pendidikan secara bertahap dan berangkai, dimulai dari langkah pertama sampai
dengan langkah terakhir.
c. Penghargaan
Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan kegiatan yang produktif dan mengurangi
kegiatan yang kurang produktif. Dengan penghargaan guru akan terangsang untuk meningkatkan
kinerja yang positif dan produktif. Penghargaan ini akan bermakna apabila dikaitkan dengan
prestasi guru secara terbuka sehingga setiap guru memiliki peluang untuk meraihnya.
Penggunaan penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat dan efektif, agar tidak menimbulkan
dampak negatif.
d. Persepsi
Persepsi adalah kecakapan untuk cepat melihat dan memahami perasaan-perasaan, sikap-sikap,
dan kebutuhan-kebutuhan anggota kelompok. Persepsi yang baik akan menumbuhkan iklim kerja
yang kondusif serta sekaligus akan meningkatkan produktifitas kerja. Kepala madrasah perlu
menciptakan persepsi yang baik bagi setiap tenaga kependidikan terhadap kepemimpinan dan
lingkungan madrasah, agar para guru beserta pegawai lainnya akan meningkatkan kinerjanya.
Kepala madrasah merupakan komponen yang sangat penting dan bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan, dalam kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja guru, kepala
madrasah bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik untuk anggotanya sedangkan dia
sendiri harus berbuat baik. Kepala madrasah harus menjadi contoh, sabar dan penuh pengertian.
Fungsi kepala madrasah hendaknya diartikan seperti motto Ki Hajar Dewantara yaitu “ Ing
Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani (di depan menjadi teladan,
di tengah membina kemauan, di belakang menjadi pendorong)”
BAB III
METODE PENELITIAN
Berdasarkan dari taraf pembahasan masalah, penelitian yang dilakukan ini termasuk penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian deskriptif bertujuan
menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan
memeriksa suatu gejala tertentu.
Adapun studi kasus merupakan kajian dari suatu penelitian yang terdiri dari suatu unit secara
mendalam, sehingga hasilnya merupakan gambaran lengkap atau kasus pada unit tersebut.
Dalam menggunakan studi kasus ini terdapat manfaat yang dapat diambil yaitu: 1) peneliti dapat
melakukan penelitian secara mendalam dengan memperhatikan keadaan sekarang, masa lampau,
latar belakang dan lingkungannya. 2) kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai
konsep-konsep dasar dan tingkah laku manusia.
Penelitian ini berusaha mengungkap secara mendalam dan menjawab dari fokus penelitian yaitu
tentang bagaimana kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar
dalam pembinaan guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru?, bagaimana kepemimpinan
kepala Madrasah Ibtidaiayah Negeri Slemanan Udanawu Blitar dalam memotifasi guru untuk
meningkatkan prestasi kerja guru?, bagaimana kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah
Negeri Slemanan Udanawu Blitar dalam meningkatkan kesejahteraan guru untuk meningkatkan
prestasi kerja guru?,
Semua karakteristik dari variabel yang diteliti dalam penelitian ini dideskripsikan sebagaimana
adanya tanpa ada perlakuan atau pengendalian secara khusus, juga mempertahankan keutuhan
dalam rangka mempelajari tentang obyek dan subyek sebagai suatu keseluruhan yang
terintegrasi.
C. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data sebanyak mungkin dan mendalam selama kegiatan di lapangan, “dalam
pendekatan kualitatif, penulis sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul
data utama. Sejalan dengan pandangan tersebut, selama pengumpulan data dari subyek penelitian
di lapangan peneliti menempatkan diri sebagai instrumen sekaligus pengumpul data.
Peran instrumen sekaligus pengumpul data, peneliti realisasikan dengan meneliti Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar secara langsung. Kehadiran peneliti berlangsung
beberapa bulan yang dilaksanakan dua sampai tiga kali dalam seminggu menyesuaikan dengan
kesibukan peneliti, dimulai jam 07.00 Wib. sampai selesai dengan mencari celah-celah
kesibukan dari subyek yang dikehendaki tanpa menganggu aktivitas formal mereka.
Penulis secara resmi memberikan izin penelitian dari INSURI Ponorogo kepada Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar pada tanggal 4 Mei 2009. Penulis menyerahkan
surat izin tersebut kepada Bapak Darmaji S.Ag selaku Kepala madrasah.
Selama dilapangan, peneliti berperan sebagai pengamat partisipasi, senantiasa menghindari
segala sesuatu yang dipandang bisa merugikan subyek dan mengganggu lingkungan
pembelajaran. Hal ini dilakukan supaya peneliti bisa diterima dengan sepenuh hati dan bisa
menyatu dengan subyek yang diteliti.
D. Lokasi Penelitian
Dipilihnya Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar sebagai latar penelitian pada
penelitian ini, karena madrasah ini merupakan madrasah negeri yang berada dibawah naungan
Departemen Agama Kabupaten Blitar dan bekerja sama dengan Yayasan Al-Qodiriyah, dan
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar mempunyai prestasi yang
membanggakan, diantara prestasi yang dimiliki adalah sudah bertahun tahun para siswa selalu
lulus 100 %, pada tahun 2006 dan 2007 Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan dapat meraih
juara umum pada PORSENI tingkat kecamatan. Dan tidak sedikit yang dikirim ke tingkat
kabupaten bahkan ke tingkat proponsi , dan pada mulai tahun 2008 dipercaya oleh DEPAG dan
diberi piagam penghargaan untuk merintis madrasah bersetandar nasional.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, bentuk wawancara yang digunakan peneliti adalah
wawancara mendalam, yaitu dalam melakukan wawancara peneliti tidak menggunakan guide
tertentu, dan semua pertanyaan bersifat spontan sesuai dengan apa yang dilihat, didengar,
dirasakan pada saat pewawancara bersama responden dalam hal ini kepala madrasah dan guru
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar.
6. Metode Dokumentasi
Data penelitian kualitatif sebagian besar diperoleh dari manusia dan perilakunya, walaupun data
itu lebih banyak diperoleh dari sumber wawancara, tetapi data tersebut juga dapat diperoleh dari
sumber data yang bukan manusia dan bersifat non interaktif.
Data non interaktif ini biasanya berupa dokumen/arsip. “Dokumentasi berarti catatan (bahan
tertulis ataupun film), surat bukti. Pada penelitian, dokumentasi digunakan sebagai sumber data
untuk menguji, menafsirkan serta meramalkan”.
Mantja menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif data dokumen biasanya dianggap sebagai
data sekunder, karena data primer adalah data yang diperoleh langsung dari tangan pertama yaitu
subyek penelitian, partisipan dan informan.
Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berupa
dokumen atau catatan-catatan yang ada di Madrasah Aliyah Ma’arif Bakung Udanawu Blitar.
Adapun kisi-kisi atau pedoman dokumentasi terdapat dalam lampiran.
G. Analisis Data
Dalam suatu penelitian, setelah data terkumpul maka perlu diadakan pengolahan data atau
disebut juga dengan analisis data. Analisis data menurut Patton sebagaimana dikutip Moleong
adalah Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan
satuan uraian dasar.
Dengan demikian data yang berhasil dikumpulkan dari lokasi penelitian, maka untuk membahas
analisa data yang bersifat kualitatif, penulis menggunakan Metode induktif
Metode induktif digunakan untuk mengolah data dengan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan kemudian akhirnya ditarik suatu kesimpulan dan diperoleh suatu kebenaran.
Adapun langkah-langkah yang diterapkan peneliti dalam menganalisa data yaitu mengikuti alur
yang dinyatakan oleh Miles dan Huberman bahwa analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu
Reduksi Data, paparan/penyajian data dan penarikan kesimpulan yang dilakukan selama dan
sesudah penelitian.
a.Reduksi data
Reduksi data merupakan suatu kegiatan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah yang didapat dari catatan-catatan
tertulis di lapangan.
Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, mengfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori. Dengan demikian data
yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
b. Penyajian data
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan
data kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraia singkat, bagan, grafik dan matrik. Bila
pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selamaa penelitian berlangsung, maka pola
tersebut menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan disajikan pada lporan akhir penelitian.
c. Penarikan kesimpulan
Menurut chasan bisri dlam bukunya “ metodologi penelitian” dijelaskan bahwa menarik
kesimpulan bahwa menarik kesimpulan penelitian selalu mendasarkan dari atas semua data yang
diperoleh dalam kegiatan penelitian.
Hal ini data yang telah dikumpulkan, secepatnya peneliti berusaha mengambil kesimpulan mulai
dari awal pengumpulan data, sehingga data yang sanagat banyak dan meragukan dapat
diverivikasi. Untuk lebih jelasnya, setelah data dikumpulkan kemudian diolah dan disajikan
dengan menggunakan pola sebagai berikut :
a. Informasi diskriptif
Informasi diskriptif adalah penyajian data dengan memberikan keterangan semestinya sesuai
data yang terkumpul.
b. Analisis diskriptif
Analisis diskriptif yaitu penyajian data dengan menganalisa data yang diperoleh itu guna
mencapai pada suatu maksud. Sehingga penelitian bisa berkembang
GAMBAR I
LANGKAH-LANGKAH ANALISIS DATA
H. Pengecekan Keabsahan Temuan
Untuk memperoleh keabsahan terhadap data-data yang sudah didapat dari lokasi penelitian
lapangan, maka cara yang diusahakan oleh peneliti adalah:
a. Perpanjangan kehadiran penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menjadi instrumen utama dalam pengumpulan data. Dalam
pengumpulan data kualitatif, kehadiran peneliti dalam lokasi tidak bisa hanya dalam waktu
singkat, sebab kehadiran peneliti sangat menentukan keberhasilan dalam pengumpulan data.
Perpanjangan volume dan waktu kehadiran peneliti pada penelitian ini sangat diperlukan agar
terjadi peningkatan derajat kepercayaan atas data yang dikumpulkan. Sebagaimana dinyatakan
oleh Moleong bahwa maksud dari perpanjangan kehadiran adalah untuk membangun
kepercayaan pada subyek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.
Perpanjangan waktu dalam penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan situasi dan kondisi di
lapangan serta data yang telah terkumpul. Dengan perpanjangan waktu tersebut peneliti dapat
mempertajam fokus penelitian dan diperoleh data yang lengkap. Perpanjangan penelitian ini
peneliti lakukan dengan memperpanjang waktu penelitian yang pada awalnya penelitian
dilakukan hanya sampai tanggal 25 Mei , peneliti memperpanjang penelitian sampai pada awal
bulan Juli. Dari pengalaman yang peneliti lakukan, bahwa perpanjangan waktu didalam
penelitian amat sangat dibutuhkan guna untuk mendapatkan data-data yang valit dan lengkap.
b. Triangulasi
Triangulasi dilakukan untuk mengecek kebenaran data tertentu dan membandingkannya dengan
data yang diperoleh dari sumber lain. Triangulasi menurut Moleong adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Dalam penelitian ini peneliti membandingkan data hasil observasi partisipan dengan data hasil
wawancara mendalam, yaitu peneliti membandingkan data hasil observasi partisipan yang
dilakukan peneliti dengan data hasil wawancara mendalam yang diperoleh dari kepala madrasah
dan guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar. Selain itu peneliti menerapkan
triangulasi dengan mengadakan pengecekan derajat kepercayaan beberapa subyek penelitian
selaku sumber data yaitu membandingkan data hasil wawancara mendalam dari kepala madrasah
dengan data hasil wawancara dengan guru dengan metode yang sama.
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar tentunya juga mempunyai visi dan misi
dalam melaksanakan proses pendidikannya antara lain: .
A. Visi Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar yaitu : terwujudnya generasi
islami serta unggul dalam prestasi
B. Misi Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar adalah :
1. mendidik dan membimbing siswa-siswi untuk selalu beriman bertaqwa kepada Allah SWT.
2. mendidik dan membimbing siswa-siswi untuk berbudi pekerti luhur.
3. mendidik dan membimbing siswa-siswi untuk berprestai dalam pendidikan agama dan umum
4. mendidik dan membimbing siswa-siswi untuk terampil dan berdikari untuk masa depan yang
lebih baik.
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar tepatnya di Jalan Raya Wonorejo. Lokasi
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar kira-kira 700 m sebelah timur dari jalur
Jalan Raya Kediri Blitar, Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar jauh dari
keramaian, hal ini sangat bermanfaat terhadap proses belajar mengajar siswa. Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar juga berdekatan dengan SDN Slemanan II .
Adapun kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan
Udanawu Blitar terbagi menjadi dua, yaitu kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Kegiatan
kurikuler sebagaimana yang dilaksanakan di dalam kelas setiap hari oleh bapak dan ibu guru,
akan tetapi sebagaimana pengamatan peneliti dalam lapangan, ditemukan bermacam-macam
pelajaran yang mana mata pelajaran tersebut jarang diajarkan pada madrasah-madrasah
ibtidaiyah pada umumnya. antaralain :
1. Pelajaran tentang ketrampilan menjahit.
2. Baca Tulis Al-Qur’an,
3. Komputer,
4. Tilawatil Qur’an.
5. Pembiasaan do’a sehari-hari
6. Hafalan Juz ‘Amma. Ayat-ayat pilih
Sedangkan kegiatan ekstra kurikuler sebagaimana dokumentasi yang penulis peroleh dari bapak
Samsuri selaku kepala Tata Usaha Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar, dan
dapat di peroleh data tentang kegiatan ekstra kurikuler antara lain:
1. Drumband
2. Pramuka.
3. Olah Raga prestasi yang dilombakan dalam porseni yang antara lain:
Tennis Meja
Catur
Bulu tangkis
Volli
4. Khitobah yang dilombakan dalam porseni yang antara lain:
Khitobah Bahasa Arab
Khitobah Bahasa Inggris
Khitobah Bahasa Indonesia
Lebih lanjut bapak Samsuri menjelaskan bahwa semua kegiatan ektra kurikuler dilaksanakan
pada Jum’at sore dan Minggu pagi, dikarnakan selain hari dan waktu itu anak-anak sekolah TPA.
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekstra kurikuler tidak mengganggu aktivitas pokok siswa
yaitu kegiatan kurikuler karena semua kegiatan ektra kurikuler berada di luar jam pelajaran.
Guru merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam mencapai keberhasilan
pendidikan dan bertanggung jawab pula dalam pembentukan kepribadian siswa. Sebagai
pelaksana program mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar jumlah
tenaga pengajar sebanyak 16 orang dan 1 satpam 2 tenaga kebersihan.
Dalam menjalankan tugas sehari-hari, guru juga harus mematuhi tata tertib guru Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar, antara lain:
1. Harus mengutamakan mengajar dari pada kepentingan lainya sehingga harus masuk sesuai
dengan jadwal pelajaran, kecuali sangat terpaksa.
2. Apabila terpaksa tidak dapat melaksanakan tugas mengajar, harus dinyatakan dengan suat izin,
dan harus mengirimkan tugas atau pekerjaan untuk mengisi jam kosong yang ditinggalkan.
3. Harus hadir di madrasah 5 menit sebelum waktu dijadwalkan.
4. Keluar masuk kelas tepat waktu sesuai dengan jadwal pelajarannya.
5. Yang masuk jam pertama memerintahkan kepada siswa untuk membaca do’a sebelum
pelajaran dimulai.
6. Memulai dan mengalkiri kegiatan di kelas selalu dengan ucapan salam “Assalamu‘alaikum
Wr. Wb.”
7. Tidak diperkenankan memulangkan siswa sebelum waktunya kecuali ada perintah dari
pimpinan atau petugas piket apabila pimpinan tidak ada.
8. Harus bersikap baik, baik di luar maupun di dalam kelas, antara lain:
• Tidak merokok di dalam kelas atau waktu mengajar.
• Tidak duduk di atas bangku.
• Tidak mengeluarkan kata-kata kotor.
• Tidak emosional dalam menangani persoalan dengan siswa.
9. Harus berpakaian sesuai dengan ketentuan madrasah.
10. Dalam berpenampilan harus memperhatikan etika dan estetika, antara lain: teratur, rapi dan
bersih.
11. Tidak diperkenankan mengenakan pungutan apapun kepada siswa kecuali telah mendapat
persetujuan dari pimpinan madrasah.
12. Selain mengajar, diharapkan ikut aktif memantau dan membimbing ketertiban, kedisiplinan
dan tingkah laku siswa, serta mengkonsultasikan atau melaporkan kepada pimpinan madrasah
atau petugas piket apabila mendapatkan kejanggalan.
Mengenai jumlah siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar sebagaimana
data yang duberikan bapak Thoat fauzi pada kami selaku kesiswaan, jumlah siswa selalu
mengalami perubahan dari tahun ke tahun sehingga pada tahun ajaran 2008/2009 jumlah siswa
mencapai 125 siswa. Untuk mengetahui keadaan siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini :
TABEL I
KEADAAN SISWA
MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI SLEMANAN
UDANAWU BLITAR TAHUN AJARAN 2008/2009
No Asal murid Murid baru Murid mengulang Murid pindahan Jumlah murid
Kelas Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk/Pr
1 I 10 10 3 - - - 13 10 23
2 II 9 12 1 1 - - 10 13 23
Lanjutan tabel I
3 III 11 11 1 - - - 12 11 23
4 IV 10 14 - - - - 10 14 24
5 V 9 10 - - - - 9 10 19
6 VI 5 6 - - - - 5 6 11
7 Jumlah 54 63 5 1 - - 59 64 123
Organisasi sekolah merupakan bagian yang sangat berperan dalam pelancaran proses pendidikan.
Susunan kepengurusan Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar adalah sebagai
berikut:
GAMBAR II
STRUKTUR ORGANISASI
MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI SLEMANAN UDANAWU BLITAR
Ket:
___________ : Garis Komando
---------------- : Garis Koordinasi
Paparan Data Hasil Penelitian
1. Kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar dalam
pembinaan guru untuk meningkatkan prestasi kerja guru
Kepala madrasah merupakan pucuk pimpinan yang ada di madrasah, kepala madrasah harus
memiliki kiat-kiat yang tepat untuk meningkatkan prestasi kerja tenaga kependidikan
dimadrasahnya, dengan maksud untuk mensukseskan dan mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan bersama. Peningkatan prestasi kerja guru dilakukan dengan menggunakan
pembinaan-pembinaan terhadap para guru.
Untuk memperoleh data tentang kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan
Udanawu Blitar dalam pembinaan guru, pada hari Senin tanggal 11 Mei 2009 peneliti datang ke
Ruang kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar bermaksud untuk menemui
bapak kepala madrasah, , kemudian peneliti menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya,
selanjutnya peneliti menanyakan tentang Kepemimpinan kepala madrasah dalam pembinaan
guru, beliau menyatakan bahwa:
Sebagai kepala madrasah, pembinaan-pembinaan terhadap guru yang telah saya lakukan yang
pertama kali adalah pembinaan disiplin, artinya untuk melakukan kegiatan pendidikan secara
efektif dan efisien, maka segenap tenaga kependidikan harus mempunyai disiplin yang tinggi
dalam segala bidang. Langkah selanjutnya adalah melakukan pembinaan-pembinaan yang
berkaitan dengan kompetensi profesional dan kemampuan yang dimiliki guru.
Peneliti juga menanyakan tentang langkah-langkah yang di tempuh Kepala Madrasah dalam
membina dan meningkatkan disiplin guru, beliau menyebutkan bahwa:
Dalam setiap kali rapat/pertemuan, saya selalu mengingatkan akan pentingnya disiplin guru dan
pentingnya mentaati tata tertib guru yang telah dibuat bersama, dalam kegiatan sehari-hari
sebagai kepala madrasah saya berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan disiplin diri
dengan harapan dapat dicontoh dan diteladani oleh para guru. Dalam rangka melakukan
pengawasan terhadap disiplin guru saya juga membentuk staf khusus bidang kedisiplinan guru,
adapun koordinatornya saya percayakan kepada bapak Supriadi.
Peneliti juga menanyakan tentang sejauh mana pentingnya disiplin guru dalam peningkatan
prestasi kerja, Kepala Madrasah menjelaskan bahwa:
Disiplin guru dalam berbagai bidang adalah suatu hal yang sangat penting karena disiplin guru
merupakan salah satu faktor yang menentukan efektitas kelancaran pembelajaran di madrasah.
Apabila guru telah benar-benar disiplin dalam segala hal, maka segala program yang
direncanakan akan berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan dan waktu yang ditetapkan, selain
itu sesuai dengan ungkapan Jawa bahwa “guru harus digugu dan ditiru”, maka guru harus bisa
menjadi teladan bagi para siswa, sehingga apabila guru telah benar-benar disiplin diharapkan
para siswa juga akan meniru kedisiplinan yang telah diterapkan para guru, begitu juga sebaliknya
apabila guru tidak disiplin, maka program pembelajaran yang direncanakan akan tidak berjalan
sesuai dengan harapan dan yang lebih dikhawatirkan para siswa juga akan tidak disiplin.
Selanjutnya peneliti menanyakan tentang bagaimana bentuk nyata dari keteladanan yang telah
dilakukan dan diberikan oleh kepala madrasah terhadap kedisiplinan para guru, kepala madrasah
menjelaskan bahwa:
Dalam kegiatan sehari-hari di madrasah, saya berusaha untuk selalu tepat waktu, artiya dalam
melaksanakan program yang ditetapkan saya selalu berusaha untuk menepati waktu yang telah
dijadwalkan, misalnya setiap hari saya selalu berusaha untuk datang di madrasah sebelum pukul
06.20, karna madrasah MIN Slemanan jam pembelajaran dimulai pukul 06.30 pada hari tertentu
saya punya jam mengajar. Apabila saya punya jam mengajar pukul 10.00, maka pada jam itu
pula pelajaran saya harus sudah dimulai. Kesemuanya itu saya lakukan dengan harapan agar para
guru dengan sendirinya akan meningkatkan kedisiplinan.
Pada kesempatan yang sama peneliti juga menanyakan tentang tujuan dibentuknya staf khusus
bidang kedisiplinan guru, beliau menjelaskan bahwa:
Tujuan dibentuknya staf khusus bidang kedisiplinan guru ini adalah untuk membantu dalam
mengamati dan mengawasi kedisiplinan guru, yang diharapkan supaya para guru selalu disiplin
dan tepat waktu dalam melaksanakan tugasnya.
Selain menanyakan tentang pembinaan disiplin guru peneliti juga menanyakan tentang
bagaimana Kepemimpinan Kepala MIN Slemanan dalam pembinaan profesionalisme guru yang
dilakukan oleh kepala madrasah, beliau mengatakan bahwa:
Dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, saya mengirim para guru untuk mengikuti
seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan, mendatangkan para ahli, memberikan kesempatan
kepada para guru untuk melanjutkan pendidikannya, menempatkan guru pada proporsi yang
sesuai dengan bidangnya. Dan mengadakan rapat guru setiap satu semester yang dimaksudkan
untuk mengevaluasi kinerja guru sekaligus memberikan pengarahan-pengarahan terhadap
kekurangan-kekurangan. Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan madrasah
yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar-mengajar
Dalam kesempatan lain, yaitu pada hari Selasa 15 Mei 2009 peneliti berusaha untuk mengamati
tentang kedisiplinan yang benar-benar diterapkan oleh kepala sekolah, peneliti hadir di Madrasah
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar pada pagi hari bersamaan dengan siswa
berangkat ke madrasah. Ketika sampai di madrasah sekitar pukul 06.50 Wib, ternyata peneliti
mendapati bahwa kepala madrasah juga sudah datang dan Sambil meneliti pembelajaran di
madrasah.
Untuk memperoleh data lebih mendalam mengenai pembinaan guru, pada hari sabtu 16 Mei
2009 peneliti berusaha untuk mewawancarai bapak Supriadi sebagai koordinator bidang
kedisiplinan guru. Waktu itu, peneliti datang ke Madrasah Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan
Udanawu Blitar pada siang hari sekitar pukul 09.30 Wib, peneliti diterima oleh bapak Supriadi
yang kebetulan pada hari itu bertugas sebagai guru piket, kemudian peneliti dipersilahkan masuk
ke ruang tamu, kemudian peneliti menanyakan tentang tugas-tugas staf khusus bidang
kedisiplinan guru, beliau mengatakan:
“Staf khusus bidang kedisiplinan guru dibentuk dengan maksud untuk meningkatkan disiplin
guru, diantara tugas pokok yang dilaksanakan adalah mengkondisikan jam masuk guru ke kelas
sesuai dengan jadwal, menghubungi guru yang tidak disiplin. Jika ada guru yang tidak disiplin
maka saya akan berkoordinasi dan melaporkan kepada kepala madrasah. Yang selanjutnya
merupakan wewenang kepala madrasah untuk mengatasinya.
Berkaitan dengan pembinaan kemampuan profesionalisme guru yang dilakukan oleh kepala
madrasah, peneliti juga berusaha mewawancarai lebih detail kepada beliau bapak Supriadi.
Peneliti menanyakan tentang pembinaan yang telah dilakukan kepala madrasah kepada para guru
dalam meningkatkan prestasi kerja guru, beliau mengatakan bahwa:
“Pembinaan kemampuan profesionalisme guru selalu dilakukan oleh kepala madrasah secara
terus menerus dan berkesinambungan, diantaranya pada tahun kemarin saya dan beberapa guru
dikirim untuk mengikuti pelatihan tentang pengelolaan pembelajaran di MAN tlogo Kab. Blitar
dan seminar kompetensi keguruan yang diadakan di MIN Pojok Kab Blitar. Mengadakan
seminar dengan mendatangkan seorang pakar dari DEPAG Blitar. Pada tanggal 5 maret 2008
mengirim beberapa guru untuk mengikuti Workshop KTSP di MAN Tlogo Blitar.
Pada saat peneliti mengadakan wawancara dengan bapak Supriadi, karena waktu menagajar
beliau sudah tiba, beliau meminta izin untuk mengajar dahulu, kemudian peneliti ditemani oleh
bapak Tho’at Fauzi, setelah itu peneliti juga bertanya kepada bapak Thoat Fauzi mengenai
pembinaan yang telah dilakukan kapala madrasah tehadap para guru, beliau mengatakan bahwa:
Dalam melakukan pembinaan-pembinaan terhadap guru bapak kepala madrasah menyuruh guru
untuk mengikuti MGMP (musyawarah guru mata pelajaran), dan memberikan kesempatan
kepada guru untuk saling mengadakan supervisi KBM dari tiap-tiap guru, sehingga setiap guru
dapat saling memberi masukan dan saling menyempurnakan terhadap kekurangan dan
kelemahan guru dalam menjalankan tugasnya”.
Berdasarkan dari beberapa data diatas, menunjukkan bahwa pembinaan terhadap guru sangat
penting dilakukan oleh kepala madrasah dengan maksud untuk membantu mengembangkan
kemampuan dan kompetensi yang dimiliki guru dalam rangka meningkatkan prestasi kerja demi
tercapai kelancaran proses pembelajaran dan tercapainya tujuan pendidikan.
Kemudian peneliti juga menanyakan sejauh mana pentingnya pemberian pemahaman terhadap
guru tentang tujuan madrasah dalam rangka peningkatan motivasi, kepala madrasah menjelaskan
bahwa:
Penjelasan tentang tujuan-tujuan dan target yang harus dicapai madrasah kepada para guru
sangat penting dilakukan, karena pencapaian tujuan tersebut merupakan tanggung jawab
bersama. Sehingga dengan penjelasan tersebut para guru merasa memiliki dan bertanggung
jawab penuh terhadap perkembangan-perkembangan madrasah ini, yang selanjutnya diharapkan
dengan pemahaman tentang tujuan dan target yang harus dicapai dapat menumbuhkan motivasi
dalam diri para guru sendiri untuk berusaha semaksimal mungkin melakukan pengembangan-
pengembangan madrasah dan meningkatkatkan kerjanya.
Dalam kaitannya dengan pemberian penghargaan, peneliti juga bertanya tentang bagaimana
langkah-langkah dan bentuk penghargaan yang diberikan kepada guru, bapak Kepala Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar menyatakan bahwa:
Penghargaan diberikan kepada para guru yang telah berhasil menyelesaikan tugasnya dengan
baik, bentuk penghargaan yang saya berikan bukan berupa materi akan tetapi berupa dukungan
mental untuk terus mengembangkan potensi yang dimilikinya, berupa pujian dan kesempatan
untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
Peneliti juga menanyakan mengapa bentuk penghargaan yang diberikan kepada para guru tidak
berupa materi, kepala madrasah menjelaskan bahwa:
Saya tidak memberikan penghargaan dengan bentuk materi dengan harapan para guru dalam
melaksanakan tugasnya benar-benar tulus dari dalam hatinya bukan semata-mata hanya untuk
memperoleh dan mengejar penghargaan, dan yang dikhawatirkan dengan penghargaan bentuk
materi, apabila nanti tidak ada lagi penghargaan yang berupa materi para guru akan bekerja
semaunya sendiri dan tidak mau untuk melakukan peningkatan-peningkatan.
Kemudian peneliti menanyakan tentang bagaimana langkah-langkah dan bentuk hukuman yang
diterapkan kepala madrasah terhadap para guru, beliau mengatakan bahwa:
Hukuman berlaku bagi para guru yang tidak disiplin dan tidak mentaati tata tertip guru, adapun
langkah yang saya terapkan adalah memberi peringatan, dan apabila diperingatkan tidak bisa
maka langkah selanjutnya adalah memberi hukuman dengan mengurangi jam mengajar, dan
langkah yang paling akhir adalah mengeluarkan guru tersebut.
Pada hari yang sama peneliti juga mengamati Kepala Madrasah dalam memotivasi guru, pada
saat itu kepala madrasah memotivasi guru dengan memberikan penghargaan berupa pujian
terhadap guru yaitu kepada bapak Supriadi selaku wali kelas VI sekaligus sebagai ketua UASBN
Kecamatan Udanawu. Dikarnakan anak didiknya berhasil memperoleh nilai rata-rata terbaik.
Untuk mempertajam data penelitian mengenai motivasi yang diberikan kepala madrasah kepada
guru, pada hari Sabtu tanggal 30 Mei 2009 peneliti juga berusaha memperoleh keterangan dari
guru, pada saat itu peneliti berhasil menemui ibu Akrim hidayati, ketika itu beliau sedang berada
diruang guru, kemudian peneliti menanyakan bentuk motivasi yang diberikan kepala madrasah
kepada guru, beliau menyatakan bahwa:
Kepala madrasah dalam memberikan motivasi kepada guru dengan cara memberikan kebebasan
kepada guru mengeluarkan pendapat untuk perkembangan madrasah, sehingga apabila guru
mempunyai keinginan-keinginan diharapkan supaya diungkapkan, dan yang paling berkesan bagi
saya dalam setiap kesempatan atau pertemuan beliau selalu memperhatikan dan menanyakan
tentang kelengkapan kebutuhan guru dalam mengajar, apabila ada yang kurang beliau berusaha
untuk memenuhinya. Begitu juga beliau selalu memberikan penghargaan.
Pada kesempatan yang sama peneliti juga berusaha memperoleh keterangan dari bapak Samsuri
mengenai kepala madrasah dalam memotivasi guru, beliau menyatakan bahwa:
Apabila ada guru yang tidak bersemangat dan tidak bergairah dalam melaksanakan tugasnya,
kepala madrasah menanyai guru tersebut ada masalah apa sehingga ia tidak bersemangat dan
tidak bergairah, beliau meminta apabila ada masalah supaya diungkapkan baik mengenai
masalah pribadi atau yang berkaitan dengan madrasah, saya juga pernah mengalami hal tersebut,
pada waktu itu saya sedang banyak problem pribadi, lalu beliau meminta kepada saya untuk
mengungkapkan problem tersebut, alhamdulillah setelah curhat bersama beliau, beliau
menemukan jalan keluar bagi saya sehingga problem saya dapat teratasi dan saya kembali
semangat dalam mengajar dan beliau menyatakan dan berpesan bahwa sebenarnya sekenario
kehidupan kita berada didalam lingkaran taqdir Alla. Itulah yang membuat saya sadar dan
semangat bahwa semua problem itu tidak lain hanyalah suatu cobaan.
Dari beberapa data tersebut diatas, motivasi sangat penting diberikan kepala madrasah kepada
para guru untuk meningkatkan kerjanya, dan yang paling utama adalah dengan adanya motivasi
para guru akan mempunyai kesadaran diri dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kerjanya.
Peneliti juga menanyakan mengapa kepala madrasah tidak menaikkan gaji guru, beliau
mengatakan bahwa:
Karena dalam honorarium untuk guru sudah diatur oleh DEPAG, sehingga tidak mungkin
menaikkan gaji guru kalau honorarium dari DEPAG tidak naik, kalau hal ini dipaksakan maka
madrasah akan mengalami defisit keuangan karena harus mengambil jalur alternatif lain
sehingga terjadi pengalihan dana.
Peneliti juga menanyakan bentuk nyata upaya peningkatan kesejahteraan guru yang telah
dilakukan kepala madrasah, beliau mengatakan bahwa:
Meskipun bentuk kesejahteraan yang saya tekankan lebih pada kesejahteraan mental, akan tetapi
saya juga selalu berusaha untuk mengadakan peningkatan kesejahteraan dari segi materi, hal ini
bisa dilihat bahwa kalau dahulu gaji yang diberikan kepada guru hanya berupa gaji dari
mengajar, akan tetapi pada saat sekarang dengan melihat kebutuhan ekonomi dan harga barang-
barang yang semakin meningkat, maka saya berusaha mengusulkan kepada bendahara madrasah
untuk memberikan uang transportasi kepada guru dan alhamdulillah disetujui dan uang
transportasi tersebut diberikan bersamaan pada saat pemberian gaji guru. Sehingga setiap awal
bulan guru menerima gaji yang dihitung dari jumlah jam mengajar ditambah dengan uang
transportasi. Dan alhamdulillah sekarang ini semua guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Slemanan Udanawu Blitar sudah mendapatkan bantuan dari program pemerintah yaitu Insetif
dari DIKNAS dan Fungsional dari DEPAG.
Dalam kesempatan lain, pada hari yang sama, peneliti juga mewawancarai bapak Nanang imam
syafi’i yang sudah 13 tahun menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu
Blitar , pada saat itu beliau sedang berada di kantor guru, kemudian kepada beliau peneliti
menanyakan tentang kesejahteraan para guru, beliau mengatakan bahwa:
Mengenai kesejahteraan terutama gaji yang saya terima, saya tidak terlalu memikirkan, sehingga
berapa jumlah gaji yang diberikan, saya terima dengan senang hati, karena menjadi guru di
madrasah ini adalah pengabdian, akan tetapi bagi saya kebahagiaan dan kesejahteraan selama
menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar yang utama adalah jika
semua kebutuhan-kebutuhan, sarana-prasarana atau perlengkapan madrasah dan semua
perlengkapan guru dalam mengajar telah terpenuhi serta tercapainya tujuan-tujuan madrasah.
Peneliti juga berusaha mengamati tentang kepala madrasah dalam meningkatkan kesejahteraan
guru, hal ini dilakukan peneliti pada hari Kamis tanggal 4 Juni 2009 tepatnya pada pukul 09.20
Wib yang merupakan jam istirahat pertama, pada saat itu kepala madrasah menyuruh semua guru
berkumpul di ruang guru, dengan suasana santai dan penuh kekeluargaan pada saat itu para guru
diberi gaji atas pekerjaan yang telah dilakukan selama bulan Juni 2009, kepala madrasah juga
menyampaikan pesan kepada guru bahwa meskipun gaji yang diterima sangat kecil, para guru
diharapkan untuk tetap menjaga kekompakan dalam menjalankan tugasnya dan selalu berusaha
meningkatkan kinerjanya demi peningkatan dan pengembangan mutu madrasah.
Dengan demikian, dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan guru tidak harus bersifat materi, akan tetapi bisa dilakukan dengan peningkatan
kesejahteraan psykologis antara lain penciptaan suasana madrasah yang aman, damai sejahtera,
melakukan komunikasi yang baik dan memperlakukan guru sebagai partner yang harus diakui
keberadaannya dan segala kemampuan yang dimilikinya.
GAMBAR III
SKEMA TEMUAN KEPEMIMPINAN
KEPALA MADRASAH DALAM PEMBINAAN GURU
2. Berkaitan dengan fokus kedua,
Motivasi merupakan faktor pendorong untuk melakukan sesuatu, agar para guru dapat
menjalankan dan meningkatkan prestasi kerjanya, maka kepala madrasah harus berupaya
memotivasi guru. Adapun kepemimpinan yang kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan
Udanawu Blitar dalam memotivasi guru yaitu menekankan pada motivasi instrinsik dan
ekstrinsik dengan cara: Menciptakan situasi dan kerjasama yang harmonis antar guru,
memberikan penghargaan, melibatkan guru dalam setiap kegiatan madrasah, memberi hak
kepada guru untuk mengeluarkan pendapat untuk perkembangan-perkembangan madrasah,
berusaha untuk memenuhi keinginan-keinginan guru dan melengkapi segala kebutuhan yang
diperlukan dalam menjalankan tugasnya.
GAMBAR IV
SKEMA TEMUAN KEPEMIMPINAN
KEPALA MADRASAH DALAM MEMOTIVASI GURU
3. Berkaitan dengan fokus ketiga
Kesejahteraan merupakan salah satu faktor penentu produktifitas atau prestasi kerja. Dalam
menjalankan tugasnya guru memerlukan kesejahteraan secara psikologis dan materi untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Apabila kesejahteraan guru terpenuhi maka para akan dapat
melaksanakan dan meningkatkan kinerjanya dengan baik sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
Adapun kiat-kiat kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan Udanawu Blitar
dalam meningkatkan kesejahteraan guru yaitu berusaha meningkatkan kesejahteraan mental dan
materi dengan cara: menciptakan iklim madrasah yang aman, damai, menerapkan prinsip
kekeluargaan dan komunikasi dengan didasari niat ibadah, pengabdian dan ikhlas,
memperlakukan guru sebagai partner dan mengakui keberadaannya dan segala kemampuan yang
dimilikinya, memberikan gaji kepada guru pada setiap awal bulan yang terdiri dari gaji mengajar
dihitung dari jumlah jam dalam mengajar ditambah uang transportasi.
GAMBAR V
SKEMA TEMUAN KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH
DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN GURU
Berdasarkan skema temuan-temuan hasil penelitian tersebut diatas, maka skema temuan akhir
kepemimpinan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan dalam meningkatkan prestasi kerja
guru sebagai berikut:
GAMBAR VI
SKEMA TEMUAN AKHIR KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI KERJA GURU
BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kepemimpinan kepala madrasah dalam pembinaan guru untuk meningkatkan prestasi kerja
guru yang dilakukan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan difokuskan pada dua macam
pembinaan yaitu: Pertama, pembinaan disiplin dengan cara: memberi pengarahan, menjadi
teladan, dan membentuk tim khusus bidang kedisiplinan guru. Kedua, pembinaan kemampuan
profesionalisme guru yaitu dengan cara: mengadakan dan menyuruh guru untuk mengikuti
seminar dan pelatihan, bekerja sama dengan lembaga pendidikan lain, mendatangkan para ahli,
memberi kesempatan kepada para guru untuk melanjutkan pendidikan, menempatkan guru pada
proporsi yang tepat, mengevaluasi kerja guru, memberi kesempatan kepada guru untuk saling
mengadakan supervisi, menyediakan dan mengoptimalkan sarana dan perlengkapan pendidikan.
2. Kepemimpinan kepala madrasah dalam memotivasi guru untuk meningkatkan prestasi kerja
guru yang dilakukan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan untuk meningkatkan prestasi
kerja guru difokuskan pada peningkatan motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Pertama, Peningkatan
motivasi instrinsik dengan cara: menciptakan situasi dan kerjasama yang harmonis antar guru,
melibatkan guru dalam setiap kegiatan madrasah, memberi hak kepada guru untuk mengeluarkan
pendapat untuk perkembangan-perkembangan madrasah, berusaha untuk memenuhi keinginan-
keinginan guru dan melengkapi segala kebutuhan yang diperlukan dalam menjalankan tugasnya.
Kedua, peningkatan motivasi ekstinsik dengan cara: memberikan penghargaan
3. Kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan kesejahteraan guru untuk meningkatkan
prestasi kerja guru yang dilakukan kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan untuk
meningkatkan prestasi kerja guru difokuskan pada: Pertama peningkatan kesejahteraan mental
dengan cara: menciptakan iklim madrasah yang aman, damai, menerapkan prinsip kekeluargaan
dan komunikasi dengan didasari niat ibadah, pengabdian dan ikhlas, memperlakukan guru
sebagai partner dan mengakui keberadaannya dan segala kemampuan yang dimilikinya. Kedua,
peningkatan kesejahteraan yang berupa materi dengan cara: mengatur pemberian gaji guru pada
setiap awal bulan yang terdiri dari gaji ditambah uang transportasi serta bantuan tunjangan
fungsional dan insentif dari pemerintah.
B. Saran-saran
1. Kepada kepala madrasah
Dalam upaya meningkatkan prestasi kerja guru, kepala Madrasah Ibtidaiyah Negeri Slemanan
disarankan untuk benar-benar memahami sekaligus menerapkan fungsi dan peranannya. Kepala
madrasah disarankan untuk selalu berusaha untuk meningkatkan strategi dalam membina,
memotivasi, dan meningkatkan kesejahteraan guru, mengetahui kelemahan atau hambatan yang
ada serta berusaha mengatasi hambatan yang ada.
اس أَ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع ْد ِل ِإ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِه ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َس ِميعًا ِ إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُؤَ ُّدوا اأْل َ َمانَا
ِ َّت إِلَى أَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن
ِ ) يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا أَ ِطيعُوا هَّللا َ َوأَ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوأُولِي اأْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم فَإ ِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ إِلَى هَّللا ِ َوال َّرس58( صيرًا
ُول إِ ْن ِ َب
)59( ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل َ ِخ ِر َذلِكَ خَ ْي ٌر َوأَحْ َسنُ تَأْ ِوياًل
Itulah ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul, dan kepada Ulil Amri yang beriman dan
menjalankan syari’at Allah dan Sunnah Rasul. Lalu perkara-perkara yang diperselisihkan itu
dikembalikan kepada Allah dan Rasul. Semua ini adalah syarat iman kepada Allah dan Hari
Akhir. Sebagaimana ia merupakan tuntutan iman kepada Allah dan Hari Akhir. Jadi, tidak ada
iman sama sekali manakala syarat ini tidak terpenuhi. Tidak ada iman, dan pada gilirannya
dampaknya yang pasti pun tidak mengikuti.
Setelah nash ini meletakkan masalah pada posisi kondisionalnya, maka sekali lagi nash
menghadirkannya dalam bentuk “nasihat” dan motivasi, seperti yang dilakukannya terhadap
perintah menunaikan amanah dan berlaku adil, yang kemudian disusul dengan nasihat dan
motivasi.
“Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Yang demikian itu lebih baik bagi Anda, dan lebih baik akibatnya. Lebih baik di dunia, juga
lebih baik di akhirat. Lebih baik akibatnya di dunia, juga lebih baik akibatnya di akhirat. Jadi,
bukan hanya menggapai ridha Allah dan pahala akhirat—dan itu merupakan berkara yang
sangat, tetapi mengikuti manhaj itu juga dapat mewujudkan kebaikan dunia dan akibat yang baik
bagi individu dan jama’ah di kehidupan yang dekat ini.
Inilah manhaj yang di antara keistimewaannya adalah dibuat oleh yang menciptakan manusia,
yang mengetahui hakikat fitrahnya dan kebutuhan-kebutuhan yang hakiki bagi fitrah ini.
Sebagaimana Dia mengetahui seluk-beluk jiwanya, sarana-sarana untuk berbicara kepadanya dan
memperbaikinya. Sehingga manusia tidak terjebak dalam kebingunan saat mencari manhaj yang
sesuai, dan Allah swt. tidak membebani manusia dengan harga dari uji coba-uji coba yang keras.
Sementara mereka terjebak dalam kebingunan tanpa petunjuk!
Cukuplah bagi mereka melakukan uji coba dalam bidang kreasi dan inovasi material sesuka hari,
karena bidang tersebut sangat luas bagi akal manusia. Dan cukuplah bagi akal mereka untuk
berusaha menerapkan manhaj ini, dan mengetahui letak-letak analogi dan ijtihad mengenai hal-
hal yang diperselisihkan akal.
Inilah manhaj yang di antara keistimewaan adalah dibuat oleh Pencipta alam semesta tempat
manusia tinggal. Jadi, Dia menjamin untuk manusia manhaj yang kaidah-kaidahnya sesuai
dengan hukum alam. Sehingga manusia tidak perlu berkonflik dengan hukum alam, tetapi justeru
berdampingan dengannya dan memanfaatkannya. Manhaj memberinya petunjuk tentang semua
ini dan melindunginya.
“Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Sehabis menetapkan kaidah universal ini dalam syarat iman dan batasan Islam, juga dalam aturan
pokok umat Islam, dan manhaj penetapan syari’at dan prinsip-prinsipnya, maka konteks beralih
kepada orang-orang yang menyimpang dari kaidah ini, kemudian sesudah itu mereka mengklaim
sebagai orang yang beriman! Padahal mereka melanggar syarat iman dan batasan Islam, karena
mereka ingin bermahkamah kepada selain syari’at Allah, yaitu kepada Thaghut, padahal mereka
diperintahkan untuk mengingkarinya.
Konteks beralih kepada mereka untuk memandang aneh sikap mereka. Juga untuk mengingatkan
mereka dan orang-orang seperti mereka tentang keinginan setan untuk menyesatkan mereka.
Konteks mendeskripsikan kondisi mereka ketika diajak mengikuti Allah dan Rasul-Nya lalu
mereka menolak. Penolakan ini dianggap sebagai sikap hipokrit. Sebagaimana konteks
menganggap keinginan mereka untuk bermahkamah kepada thaghut sebagai tindakan keluar dari
iman—bahkan sejak awal dianggap tidak masuk ke dalamnya. Sebagaimana konteks
menjelaskan alasan-alasan mereka yang lemah dan palsu untuk mengikuti langkah yang aneh ini,
ketika bencana dan musibah ditimpakan pada mereka. Meski demikian, Rasulullah saw
diinstruksikan untuk menasihati mereka. Dan penggal ini ditutup dengan penjelasan tentang
tujuan Allah mengutus para Rasul.