You are on page 1of 13

Pendahuluan

Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, beliau tidak meninggalkan wasiat tentang yang
akan menggantikan posisi beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat.
Tampaknya Nabi Muhammad SAW menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin
itu sendiri untuk menentukannya. Karena beliau sendiri tidak pemah menunjuk di antara
sahabatnya yang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat Islam, bahkan tidak pula
membentuk suatu dewan yang dapat menentukan siapa penggantinya.

Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat bahkan jenazahnya belum
dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di Balai Kota Bani Saidah
Madinah untuk memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Dalam
musyawarah tersebut cukup berjalan alot, karena dari masing-masing pihak, baik dari
Muhajirin maupun Anshar sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam.

Namun dengan semangat ukhuwah Islamiyyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar
secara demokratis terpilih menjadi pemimpin umat Islam menggantikan setelah Nabi
Muhammad SAW wafat. Rasa semangat ukhuwah Islamiyah yang dijiwai sikap demokratis
tersebut dapat dibuktikan adanya masing-masing pihak menerima dan mau membaiat Abu
Bakar sebagai pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW.

Untuk membatasi dalam pembahasan makalah ini akan dijelaskan tentang biografi
Abu Bakar, peran Abu Bakar pada periode Makkah dan Madinah, proses pengangkatan Abu
Bakar sebagai khalifah, Jasa dan peninggalan Abu Bakar, kemajuan-kemajuan masa
pemerintahan Abu Bakar.

B. Biografi Abu Bakar

Abu Bakar As Siddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia
merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa'ur Rasyidin , sahabat Nabi Muhammad SAW
yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun al-
awwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamini.
Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka'bah. Nama ini diberikan
kepadanya sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu
ditukar oleh Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu
Bakar diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang
gelar as-Siddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan kepadanya
karena ia amat segera memberiarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa,
terutama peristiwa "Isra Mikraj".

Ayahnya bernama Usman (juga disebut Abi Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Saad bin
Taim bin Murra bin Kaab bin Luayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama
Ummu Khair Salma binti Sakhr. Garis keturunan ayah dan ibunya bertemu pada neneknya
bernama Kaab bin Sa'd bin Taim bin Muarra. Kedua orang tuanya berasal dari suku Taim,
suku yang melahirkan banyak tokoh terhormat.

Sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang baik dan sabar, jujur, dan lemah lembut, dia
merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati. Sifat-sifat yang mulia itu membuat ia
disenangi oleh masyarakat. la menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW semenjak keduanya
masih remaja. Setelah dewasa ia mencari nafkah dengan jalan berdagang dan ia dikenal
sebagai pedagang yang jujur, berhati suci dan sangat dermawan, dan ia dikenal sebagai
pedagang yang sukses.

Keberhasilannya dalam perdagangan itu disebabkan oleh pribadinya dan wataknya,


berperawakan kurus, putih, dengan sepasang bahu yang kecil dan muka lancip dengan mata
yang cekung disertai dahi yang agak menonjol dan urat-urat tangannya yang tampak jelas,
begitulah dilukiskan oleh putrinya Aisyah Ummulmukminin. Begitu damai perangnya,
sangat lemah lembut dan sikapnya yang tenang sekali. Tak mudah ia terdorong oleh hawa
nafsu. Ia memiliki pandangan yang jernih serta pikiran yang tajam dan juga cara bicaranya
sedap dan pandai bergaul.

Selain itu, Abu Bakar adalah seorang pemikir Makkah yang memandang
penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka, ia adalah orang yang
menerima dakwah tanpa ragu dan ia adalah orang pertama yang memperkuat agama Islam
serta menyiarkannya. Di samping itu ia suka melindungi golongan lemah dengan hartanya
sendiri dan kelembutan hatinya.

Di samping itu, Abu Bakar dikenal mahir dalam ilmu nasab (pengetahuan mengenai
silsilah keturunan). la menguasai dengan baik berbagai nasab kabilah dan suku-suku arab,
bahkan ia juga dapat mengetahui ketinggian dan kerendahan masing-masing dalam bangsa
arab.

Dalam usia muda itu ia menikah dengan Qutailah binti Abdul Uzza. Dan
perkawinannya ini lahir dua orang putra bernama Abdur Rahman dan Aisyah. Kemudian
setelah di Madinah ia menikah dengan Habibah binti Kharijah, setelah itu menikah dengan
Asma' binti Umais yang melahirkan Muhammad.

C. Peran Abu Bakar di Makkah dan Madinah

Abu Bakar masuk Islam pada hari-hari pertama Islam didakwahkan. Tidak sulit
baginya meyakini ajaran-ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, karena sejak usia
muda ia sudah kenal betul akan keagungan Nabi Muhammad SAW. Setelah masuk Islam, ia
menumpahkan seluruh perhatiannya untuk pengembangan Islam. Sebagai orang yang
disegani di kalangan bangsawan Arab, keislaman Abu Bakar membuat banyak orang tertarik
masuk Islam, seperti Usman bin Affan, Abdur Rahman bin Aufdan Zubair bin Awwam.

Perjuangan Abu Bakar dan darmabaktinya bagi pertumbuhan dan perkembangan


Islam banyak sekali yang dapat disebutkan. Di antaranya ia sangat menaruh perhatian kepada
penderitaan yang dialami kaum yang lemah, khususnya para budak yang menerima dakwah
Nabi Muhammad SAW. Sejumlah budak yang disiksa oleh tuannya karena mereka memeluk
Islam ditebus oleh Abu Bakar dengan hartanya kemudian dimerdekakan. Salah satu dari
budak yang dimerdekakan seperti Bilal bin Rabah.

Peran yang dimainkan Abu Bakar ketika di Makkah banyak sekali, seperti di bidang
materi segala kekayaan yang dimilikinya digunakan untuk perjuangan dan kejayaan Islam
dan demi kebenaran ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW dalam waktu suka maupun
duka.
Dalam pertempuran yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW Abu Bakar tidak
pemah absen, melainkan selalu berada di dekat Nabi Muhammad SAW. Contoh dalam
perang Tabuk, bukan hanya jiwa yang dipertaruhkannya, namun seluruh harta bendanya
habis dikorbankan untuk memenangkan perjuangan Islam.

Pengorbanan dan jasanya ketika di Makkah di samping harta benda ia selalu berusaha
mendampingi dan melindungi Nabi Muhammad SAW ketika banyak orang kafir yang
mengejeknya, bahkan ia adalah yang mendampingi Nabi Muhammad SAW pada saat hijrah
ke Madinah.

Pada saat di Madinah Abu Bakar selalu mendampingi, melindungi dan membantu
Nabi Muhammad SAW dalam proses penyebaran Islam. Di samping itu banyak peperangan
yang diikuti Abu Bakar selama di Madinah, seperti perang Badar, perang Uhud, perang
Khandak dan sebagainya. Karena kesibukan Nabi Muhammad SAW di Madinah, maka pada
saat kota Makkah berhasil ditundukkannya dan umat Islam akan menunaikan ibadah haji ,
maka untuk memimpin jamaah haji dipercayakan kepada Abu Bakar. Dalam banyak
kesempatan Abu Bakar sering mendapatkan kepercayaan untuk mewakili dirinya, seperti
pada saat Rasulullah SAW uzur (berhalangan) tidak dapat mengimami shalat di Masjidil
Haram Madinah, Nabi Muhammad SAW menunjuk Abu Bakar untuk menggantikannya
sebagai imam shalat.

D. Proses Pengangkatan Abu Bakar

Berita wafatnya Nabi Muhammad SAW, bagi para sahabat dan kaum Muslimin
adalah seperti petir di siang belong karena sangat cinta mereka kepada beliau. Apalagi bagi
para sahabat yang biasa hidup bersama di bawah asuhan beliau . Mereka paling diperlihatkan
adalah beliau, sehingga ada orang tidak percaya akan kabar wafatnya beliau.

Di antaranya adalah sahabat Umar bin Khattab yang dengan tegas membantah setiap
orang yang membawa kabar wafatnya beliau, bahkan Umar bin Khattab mengancam akan
membunuh barang siapa yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW wafat.
Di saat keadaan gempar yang luar biasa ini datanglah sahabat Abu Bakar untuk
menenangkan kegaduhan itu, ia berkata di hadapan orang banyak; "Wahai manusia, siapa
yang menyembah Muhammad, maka Muhammad sudah wafat, dan barang siapa menyembah
Allah, Allah hidup tidak akan mati selamanya".

Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya Rasulullah
SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya perselisihan faham antara kaum
Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum
Muslimin. Pihak Muhajirin menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar
menghendaki pihak yang memimpin. Situasi yang memanas inipun dapat diatasi oleh Abu
Bakar, dengan cara Abu Bakar menyodorkan dua orang calon khalifah untuk memilihnya
yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun keduanya justru menjabat
tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat memilih Abu Bakar.

Setelah Rasulullah SAW wafat pada 632 M, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah
pertama pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu
daerah kekuasaan hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai
suku Arab.

Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yaitu:

1. menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah
berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW
yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy" (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
2. Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena
beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang
memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari
Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh
Rasulullah SAW untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan
bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun
kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk kepentingan
Islam.

Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di Saqifa Bani Saidah
yang dikenal dengan Bai 'at Khassah dan kedua di Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah
yang dikenal dengan Bai’at A 'mmah.

Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai khalifah yang baru
terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai pidatonya dengan menyatakan sumpah
kepada Allah SWT dan menyatakan ketidakberambisiannya untuk menduduki jabatan
khalifah tersebut. Abu Bakar selanjutnya mengucapkan "Saya telah terpilih menjadi
pemimpin kamu sekalian meskipun saya bukan orang yang terbaik di antara kalian. Karena
itu, bantulah saya seandainya saya berada di jalan yang benar dan bimbinglah saya
seandainya saya berbuat salah. Kebenaran adalah kepercayaan dan kebohongan adalah
pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian menjadi kuat dalam pandangan saya
hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki dan orang yang kuat di
antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya hingga saya dapat merebut hak
daripadanya. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya".

Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku
diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya
orang-orang yang ingkar membayar zakat.

Munculnya orang-orang murtad disebabkan oleh keyakinan mereka terhadap ajaran


Islam belum begitu mantap, dan wafatnya Rasulullah SAW menggoyahkan keimanan
mereka. Mereka beranggapan bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah Nabi
Muhammad SAW wafat. Dan mereka merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu
kembali kepada ajaran agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku diri nabi
sebenarnya telah ada sejak masa rasulullah SAW, tetapi kewibawaan Rasulullah SAW
menggetarkan hati mereka untuk melancarkan aktivitasnya. Diantara nabi palsu seperti
Musailamah Al Kadzab dari Bani Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari Bani As'ad Saj'ah
Tamimiyah dari Bani Yarbu, dan Aswad Al Ansi dari Yaman.

Mereka mengira, bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah, sehingga mereka
berani membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah disebabkan oleh anggapan mereka
bahwa perjanjian perdamaian yang dibuat bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan berakhir
dengan wafatnya Nabi SAW, sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada
penguasa Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat hanyalah karena
kelemahan iman mereka. Terhadap semua golongan yang membangkang dan memberontak
itu Abu bakar mengambil tindakan tegas. Ketegasan ini didukung oleh mayoritas umat.

Untuk menumpas seluruh pemberontakan, ia membentuk sebelas pasukan masing-


masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin
Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah. Dalam waktu singkat seluruh
kekacauan dan pemberontakan yang terjadi dalam negeri dapat ditumpas dengan sukses.

Meskipun fase permulaan dari kekhalifahan Abu Bakar penuh dengan kekacauan, ia
tetap berkeras melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim pasukan ke daerah
Suriah di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang
oleh para sahabat dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat
berbagai kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu adalah
rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun disetujui.

Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat strategis dan membawa
dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat negara dalam keadaan kacau
menimbulkan interpretasi di pihak lawan bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga
para pemberontak menjadi gentar.

Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut juga merupakan
taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam perselisihan yang bersifat intern.
Pasukan Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang dan kembali dengan
membawa harta rampasan perang yang berlimpah.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia.
Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan
yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada
pemerintahan Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat
membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan
apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak
berjasa dalam perang tersebut adalah Khalid bin Walid.

Bahwa kekuasaan yang dijalankan oleh Abu Bakar adalah sebagaimana yang
dijalankan pada masa Rasulullah Saw yaitu bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif
dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Meskipun demikian, Abu bakar selalu mengajak
para sahabat untuk bennusyawarah.

E. Jasa dan Peninggalan Abu Bakar

Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan
pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku
diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya
orang-orang yang ingkar membayar zakat merupakan tantangan dari negara yang baru
berdiri.

Adanya orang murtad disebabkan karena mereka belum memahami benar tentang
Islam, mereka baru dalam taraf pengakuan, atau mereka masuk Islam karena terpaksa.
Sehingga begitu Rasulullah SAW wafat, mereka langsung kembali kepada agama semula.
Karena mereka beranggapan , bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah
pimpinannya Nabi Muhammad Saw wafat.

Golongan yang tidak mau membayar zakat banyak timbul dari kabilah yang tinggal di
kota Madinah, seperti Bani Gatfan, Bani Bakar dll. Mereka beranggapan bahwa membayar
zakat hanya kepada Nabi Muhammad SAW, dan setelah beliau wafat maka tidak lagi wajib
membayar zakat.
Orang yang mengaku sebagai nabi sebenarnya sudah ada pada hari-hari terakhir
kehidupan Nabi Muhammad SAW, walaupun mereka masih sembunyi-sembunyi.

Dari kekacauan yang muncul di awal pemerintahan tersebut, Abu Bakar bekerja keras
untuk menumpasnya .

Untuk menumpas kelompok-kelompok tersebut di atas, Abu Bakar bermusyawarah


dengan para sahabat dan kaum Muslimin menentukan apa tindakan yang harus diambil
mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.

Di dalam kesulitan yang memuncak inilah terlihat kebesaran jiwa dan ketabahan hati
Abu Bakar. Dengan tegas dinyatakannya, bahwa beliau akan memerangi semua golongan
yang telah menyeleweng dari kebenaran, baik yang murtad, yang mengaku Nabi palsu,
maupun yang enggan membayar zakat, sehingga semuanya kembali kepada kebenaran.
Setelah bermusyawarah Abu Bakar menugaskan antara lain kepada : Usamah bin Zaid,
Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sofyan untuk memerangi golongan tersebut.

Setelah berbagai macam gejolak dan kekacauan dapat ditangani secara tuntas, maka
Abu Bakar selalu berusaha untuk melakukan berbagai langkah demi kemajuan umat Islam.

F. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Abu


Bakar
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang
lebih dua tahun, antara lain:

1. Perbaikan sosial (masyarakat)

2. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam

3. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an

4. Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam


5. Meningkatkan kesejahteraan umat.

Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas
wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-
orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).

Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu
Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab.

Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah
kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan
untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan
Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah
dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin
Hasanah.

Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an adalah atas
usul dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur'an setelah para
sahabat yang hafal Al Qur'an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu
memerangi para nabi palsu.

Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur'an banyak berserakan ada yang ditulis pada daun,
kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.

Atas usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak berat
melaksanakan tugas tersebut, karena belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad
SAW. Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al
Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya
Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis
wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.

Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu
Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam
pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu
dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan
membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya.

Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap
dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam
pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki..

Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu


Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan.
Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al-
ummah" (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya
dipercayakan kepada Umar bin Khattab .

Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar membagi sama rata hasil rampasan
perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang
menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang
dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah
akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka
mendapat bagian yang sama.

Persoalan besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar sebelum wafat adalah
menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya. Dengan demikian ia telah
mempersempit peluang bagi timbulnya pertikaian di antara umat Islam mengenai jabatan
khalifah. Dalam menetapkan calon penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau
kerabatnya yang terdekat, melainkan memilih orang lain yang secara obyektif dinilai mampu
mengemban amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar bin Khattab. Pilihan
tersebut tidak diputuskannya sendiri, tetapi dimusyawarahkannya terlebih dahulu dengan
sahabat-sahabat besar. Setelah disepakati , barulah ia mengumumkan calon khalifah itu.

Abu Bakar dengan masa pemerintahannya yang amat singkat ( kurang lebih dua tahun
) telah berhasil mengatasi tantangan-tantangan dalam negeri Madinah yang baru tumbuh itu,
dan juga menyiapkan jalan bagi perkembangan dan perluasan Islam di Semenanjung Arabia.
G. Penutup

Demikianlah makalah yang saya susun dengan menganalisa dari berbagai sumber
kepustakaan yang sudah saya pelajari. Saya sadar masih banyak kekurangan dalam makalah
ini. Hal ini dikarenakan minimnya buku referensi yang saya pelajari, serta keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan guna perbaikan dalam penyusunan berikutnya.

Akhirnya tiada gading yang tak retak, seperti halnya saya tiada manusia tanpa salah. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi khususnya dan bagi khalayak pada umumnya.

H. Kesimpulan

Pemerintahan Abu Bakar punya jati diri sendiri serta pembentukannya yang
sempurna, mencakup kebesaran jiwa yang sungguh luar biasa, bahkan sangat menakjubkan.
Kita sudah melihat betapa tingginya kesadaran Abu Bakar terhadap prinsip-prinsip yang
berpedoman pada Al-Qur'an sehingga ia dapat memastikan untuk menanamkan pada dirinya
batas antara kebenaran untuk kebenaran dengan kebohongan untuk kebenaran.

Prinsip-prinsip dalam Islam, dilukiskan Abu Bakar dengan mendorong kaum


Muslimin memerangi orang-orang yang ingin menghancurkan Islam seperti halnya orang-
orang murtad, orang-orang yang enggan membayar zakat, dan orang-orang yang mengaku
dirinya sebagai nabi. Oleh karena itu Abu Bakar melaksanakan perang Riddah untuk
menyelamatkan Islam dari kehancuran.

Perjuangan Abu Bakar tidak hanya sampai di situ, ia juga melakukan berbagai
peperangan demi kemajuan Islam. Bahkan ia tidak hanya mengorbankan jiwanya,
hartanyapun ia korbankan demi Islam. Sampai pada akhir menjelang wafatnya pun
peperangan belum terselesaikan, akan tetapi ia sempat memilih Umar bin Khatab sebagai
penggantinya dengan meminta persetujuan dari kalangan para sahabat.

DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.

Haekal, Muhammad Husein, Biografi Abu Bakar As Siddiq, Jakarta: Litera Antar Nusa, 1995.

Umam, Chatibul, H, Prof. DR., Sejarah Kebudayaan Islam, Kudus: Menara Kudus.2003.

Syalabi, A, Prof. Dr. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1990.

Fachrudin, Fuad Mohd. Dr., Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985.

Yatim, Badri, Dr. M. A, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Abiyan, Amir, Drs., Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Departemen Agama RI 1990.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve,
1997), hlm. 37

Muhammad Husain Haekal, Biografi Abu Bakar As Siddiq, (Jakarta: Litera Antar Nusa,
1995, hlm. 3

Ensiklopedi Islam., op.cit, hlm. 38

Prof. Dr. H. Chatibul Umam, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Kudus: Menara Kudus,
2003), hlm. 140

Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1990),
hlm. 226

Dr. Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1995), hlm. 77

Ensiklopedi Islam, op.cit., hlm. 39

Dr. Badri Yatim. M. A.. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 3

Ibid., hlm. 36

Drs. Amir Abiyan dkk, Sejarah Kebudayaan Islam. (Jakarta: Departemen Agama RI,
1990), hlm. 10

Ibid., hlm. 40

Ibid

You might also like