Professional Documents
Culture Documents
REPUBLIK INDONESIA
---------
2
Selain itu, ditentukan mengenai pihak dan objek dalam PHPU Kepala
Daerah. Para pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam
perselisihan hasil Pemilukada ini adalah Pasangan Calon sebagai
Pemohon dan KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota sebagai
Termohon. Pasangan Calon selain Pemohon dapat juga menjadi
Pihak Terkait dalam perselisihan hasil Pemilukada. Adapun sebagai
objek PHPU Kepala Daerah adalah hasil penghitungan suara yang
ditetapkan oleh Termohon yang memengaruhi penentuan Pasangan
Calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pemilukada atau
terpilihnya Pasangan Calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
3
memenuhi syarat antara lain; tidak mempunyai kepentingan
langsung dalam PHPU atau tidak memiliki legal standing yaitu bukan
sebagai pasangan calon (vide Pasal 3 PMK 15/2008), bukan objek
perselisihan berupa hasil penghitungan suara yang ditetapkan
KPU/KIP Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten yang mempengaruhi
keikutsertaan dalam putaran kedua atau keterpilihan sebagai
kepala daerah dan wakil kepala daerah (error in objecto) ataupun
bukan merupakan kewenangan MK (vide Pasal 4 PMK 15/2008),
telah melewati tenggat waktu yang ditentukan yakni 3 (tiga) hari
kerja setelah penetapan hasil penghitungan suara (vide Pasal 5 PMK
15/2008), dan tidak memenuhi syarat formil sebuah permohonan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 PMK 15/2008. Adapun
permohonan dikabulkan apabila beralasan, dan sebaliknya
permohonan ditolak apabila tidak beralasan.
Di samping ketiga jenis putusan di atas, PMK 15/2008
mengenalkan adanya putusan sela yang terkait dengan
penghitungan suara ulang untuk kepentingan pemeriksaan. Dalam
perkembangannya, putusan MK dalam PHPU Kepala Daerah tidak
terbatas pada hal-hal di atas, namum terdapat juga putusan sela
yang terkait dengan pemungutan suara ulang baik sebagai putusan
sela maupun putusan akhir. Bahkan perkembangan selanjutnya
menunjukkan adanya praktik putusan yang terkait dengan
pendiskualifikasian salah satu pasangan calon. Adanya terobosan
hukum oleh MK dalam putusan-putusan tersebut karena memang
UUD 1945 tidak secara eksplisit mengatur mengenai pengertian dan
ruang lingkup PHPU.
4
mengaturnya sebagaimana termuat dalam UU MK, Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
dan DPRD, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan UU Pemda.
5
mendasar pada hasil akhir. Dalam kerangka itulah MK sebagai
peradian konstitusi yang diberi mandat sebagai pengawal konstitusi
dengan didasarkan pada prinsip-prinsip dan spirit yang terkandung
dalam UUD 1945, menilai bobot pelanggaran dan penyimpangan
yang terjadi dalam keseluruhan tahapan proses Pemilukada dan
kaitanya dengan perolehan hasil suara bagi para pasangan calon.
3
Perkara Nomor 41/PHPU.D-V1/2008 tanggal 2 Desember 2008
6
pelanggaran tersebut dilakukan dalam skala yang besar. Ketiga
pelanggaran tersebut dinilai secara kumulatif sehingga
mempengaruhi perolehan suara pasangan calon. Penilaian terhadap
pelanggaran-pelanggaran ini dapat dikatakan sebagai penilaian
yang bersifat kualitatif. Penilaian ini dilakukan disebabkan banyak
hal-hal yang seharusnya selesai sebelum diajukan ke MK, misalnya
pelanggaran administrasi dan pidana Pemilu, ternyata dalam
persidangan terungkap bahwa hal-hal tersebut belum terselesaikan
secara tuntas oleh institusi yang berwenang, oleh karenanya MK
tidak dapat membiarkan pelanggaran-pelanggaran itu terjadi
sehingga terdapat pihak-pihak yang diuntungkan. Bagi MK
sebagaimana prinsip yang telah diterima secara universal bahwa
“tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan
pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh
dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh
orang lain” (nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua
propria). Adapun yang diamatkan oleh undang-undang kepada MK
adalah hanya terhadap permasalahan yang bersifat kuantitatif,
yakni menyangkut murni kesalahan penghitungan suara oleh KPU.
Terhadap permasalahan ini, MK menyatakan mengabulkan atau
menolak permohonan dengan menetapkan perolehan suara yang
benar.
7
pasangan calon. Pendiskualifikasian terhadap pasangan calon yang
melakukan pelanggaran juga tidak dipilih dengan alasan menciderai
hak-hak demokrasi pemilih pasangan tersebut yang mempunyai
itikad baik memilih pasangan calon tersebut. Berdasarkan hal
tersebut MK memilih opsi untuk melakukan penghitungan dan
pemungutan suara ulang dibeberapa daerah dengan didasarkan
pada tingkat intensitas dan bobot pelanggaran yang terjadi di
wilayah pemilihan tersebut, yakni untuk Kabupaten Bangkalan dan
Kabupaten Sampang diperintahkan untuk dilakukan pemungutan
ulang, sedangkan untuk Kabupaten Pamekasan diperintahkan untuk
dilakukan penghitungan suara ulang.
8
pemilihan umum” dan bukan sekadar “hasil penghitungan
suara pemilihan umum” saja. MK sebagai lembaga peradilan
menjadi lebih tepat jika mengadili “hasil pemilihan umum” dan
bukan sebagai peradilan angka hasil penghitungan suara,
melainkan sebagai peradilan yang mengadili masalah-masalah yang
juga terjadi dalam proses-proses pelaksanaan Pemilu dan
Pemilukada.
9
(intolerable condition), maka MK berwenang meluruskan keadaan
sehingga Pemilukada dapat berjalan serasi sesuai dengan
keseluruhan asas-asas demokrasi yang termaktub dalam konstitusi.
Dalam putusan ini, MK juga menegaskan lagi bahwa MK tidak dapat
dipasung hanya oleh bunyi undang-undang an sich melainkan juga
harus menggali rasa keadilan dengan berpedoman pada makna
substantif undang-undang itu sendiri. Oleh karena itu agar tercipta
keadilan maka harus dilakukan pemungutan ulang untuk seluruh
Kabupaten Bengkulu Selatan dengan mendiskualifikasi Pasangan
Calon Nomor Urut 7, karena salah satunya, H. Dirwan Mahmud, S.H.,
telah mengakibatkan Pemiluakada Bengkulu Selatan cacat yuridis,
yakni tidak memenuhi syarat formil sebagai peserta Pemilukada.
10
pelanggaran tersebut ditangani oleh instansi yang fungsi dan
wewenangnya telah ditentukan oleh undang-undang. Namun, MK
yang berfungsi sebagai pengawal konstitusi telah memaknai dan
memberikan penafsiran yang luas demi tegaknya keadilan, yakni
tidak hanya mengadili perkara Pemilukada sebatas pada hasil
penghitungan suara akan tetapi juga telah memasuki proses
peradilan dengan memutus fakta hukum yang nyata-nyata
menciderai hak asasi manusia dan demokrasi. MK tidak dapat
membiarkan terjadinya pelanggaran atas prinsip Pemilu yang Luber
dan Jurdil sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.
11
konsekuensi adanya pembatalan Pemiliukada. Atas dasar itu dan
dengan memaknai dan memberikan penafsiran yang luas atas Pasal
77 ayat (3) UU 24/2003 juncto Pasal 13 ayat (3) huruf b PMK
15/2008, maka MK menyatakan berwenang menetapkan pemenang
dalam Pemilukada Kotawaringin Barat.
VII. Penutup
Salah satu kewenangan konstitusional MK adalah memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Dalam
perkembangannya, atas kuasa undang-undang, MK diberi
kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil Pemilukada.
Untuk mendukung kelancaran penyelesaian perselisihan Pemilukada
yang oleh undang-undang diberi tenggat waktu 14 hari kerja, MK
mengeluarkan PMK 15/2008 sebagai salah satu pedoman beracara.
12
pada seluruh wilayah atau sebagian wilayah tergantung dari fakta
hukum yang terungkap dalam proses pembuktian di persidangan.
Bahkan dalam perkembangannya, MK telah mendiskualifikasi
pasangan calon dan menetapkan pemenang Pemilukada.
***
13