You are on page 1of 7

Menghidupkan kembali Pancasila (4) sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perm

Written by M. Agil Akbar


Sunday, 13 September 2009 09:18 - Last Updated Thursday, 10 December 2009 03:39

Ini adalah lanjutan tulisan terdahulu yang akan membahas sila ke 4 dari Pancasila –
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Pancasila secara formal juridis masih tercantum di pembukaan UUD ’45 yang berlaku saat ini
yang juga berarti masih menjadi filosofi dasar bangsa Indonesia dalam menjalankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila juga diharapkan bukan saja sebagai dasar negara tapi juga menjadi “basic belief”
atau “way of life” atau kerangka berpikir dan bertindak dari bangsa Indonesia secara
keseluruhan sebagai suatu sarana atau kerangka kesatuan gerak dalam mencapai visi dan misi
bangsa.

Tulisan ini membahas apakah Pancasila secara operasional sudah tercermin dalam konstitusi
UUD’45 dan bagaimana realitas pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan yang telah
dilakukan oleh negara maupun seluruh lapisan masyarakat bangsa Indonesia?

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Dasar pemikiran kenapa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dijadikan sila ke-4 dari Pancasila, kemungkinan besar adalah
pengaruh perkembangan ketatanegraan di Eropa dan Amerika Serikat pada saat itu yang
meng-ilhami para pejuang kemerdekaan, apa sekiranya sistem pemerintahan yang paling tepat
buat bangsa Indonesia apabila mendapatkan kemerdekaan ataupun masa-masa setelah itu.

Walaupun untuk justifikasi disebutkan digali dari budaya bangsa yang pada saat itu. Bentuk
pemerintahan yang paling bawah di Indonesia yaitu kepala desa telah menggunakan sistem
pemilihan langsung oleh rakyat yang seperti model demokrasi modern di Eropa dan Amerika
Serikat. Termasuk juga sistem pemilihan ketua adat di banyak daerah di Indonesia, pada
umumnya dipilih secara langsung oleh masyarakat. Dipilih diantara mereka yang dianggap
tetua yang bijaksana dengan pemilihan melalui permusyawaratan dikalangan yang mewakili
masyarakat maupun dipilih secara langsung oleh masyarakat.

Walaupun bagaimana sila ke-4 dari Pancasila – Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam Permusywaratan/Perwakilan – ini yang paling sering di-interpretasikan
secara salah oleh para pemimpin bangsa, bahkan oleh pemimpin yang telah menggali dan
mempresentasikan Pancasila didepan PPPK pada tanggal 1 Juni 1945 – Bung Karno.

Hal ini dikarenakan UUD ’45 pada awalnya tidak secara jelas menjabarkan sila ini dalam bentuk
operasional yang mencerminkan sila ke-4 secara tegas dan rinci. Oleh karena itu sebelum
amandemen UUD’45 – amandemen dilakukakan pada masa reformasi yaitu dari tahun 1999 s/d
2002 – cerminan sila ke 4 dari Pancasila yang ada di UUD’45 saat itu memberikan kekuasaan
yang hampir tidak terbatas kepada Presiden (Eksekutif) terpilih untuk mejalankan roda
pemerintahan, dan ini betul-betul terjadi dengan kerancuan-kerancuan ketatanegaran yang
terjadi sebelum masa reformasi, yaitu:

1. Presiden Soekarno ditunjuk oleh MPR – yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden, bahkan
anggota kabinet juga jadi anggota MPR, suatu kerancuan ketatanegaraan yang akut – saat itu

1/7
Menghidupkan kembali Pancasila (4) sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perm

Written by M. Agil Akbar


Sunday, 13 September 2009 09:18 - Last Updated Thursday, 10 December 2009 03:39

menjadi presiden seumur hidup. Pemerintahannya dijatuhkan secara tragis dengan trigger
peristiwa 30 September 1965.

2. Presiden Soeharto bisa memerintah selama 32 tahun dan memasukkan unsur ABRI yang
ditunjuk begitu saja kedalam DPR dan MPR. Hanya bisa dijatuhkan setelah terjadi krisis
ekonomi yang tidak bisa diatasi maupun gejolak perubahan yang berkembang di secara
informal diluar sistem demokrasi itu sendiri.

Kedua pemerintahan tersebut selalu menganggap tidak pernah melanggar UUD’45 bahkan
merasa telah mejalankan ideologi Pancasila secara baik. Oleh karena itu adalah langkah yang
sudah benar yang telah dilakukan oleh anggota legislatif (DPR) yang diperkuat oleh anggota
MPR secara keseluruhan hasil pemilu 1999 yang telah melaksanakan amandemen UUD’45
terutama yang berkaitan dengan ketatanegaran didalamnya. Adalah pemikiran set-back kalau
kita ingin kembali ke UUD’45 yang asli.

Dengan demikian pencabaran pembukaan UUD ’45 berkenaan dengan sila ke-4 dari Pancasila
di UUD’45 sudah lebih mencerminkan suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Oleh karena itu penulis tidak akan membahas penghayatan, pengamalan, dan pelaksanaan sila
ke-4 itu dimasa sebelum amandemen UUD’45 (sebelum tahun 1999), yang sudah pasti jauh
menyimpang dari semangat sila ke-4 dari Pancasila. Kita akan melihat bersama apakah setelah
mengalami empat kali amandemen yaitu: I - tahun 1999, II – tahun 2000, III – tahun 2001, dan
IV – tahun 2002, pemerintahan maupun rakyat Indonesia sudah menghayati, mengamalkan,
dan melaksanakan sila-4 dari Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Apakah sila ke 4 dari Pancasila sudah terefleksikan di UUD’45 sebagai petunjuk operasional
secara baik?

Setelah empat kali amandemen, sila ke 4 dari Pancasila yang bisa diartikan sebagai sistem
pemerintahan yang demokratis yaitu sistem pemerintahan yang mendasarkan diri kepada
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
telah tercermin dalam pasal-pasal di UUD’45, sebagai berikut:

1. BAB II – MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, pasal 2 s/d pasal 3.


2. BAB III – KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA, pasal 4 s/d pasal 16.
3. BAB IV – DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG, dihapus pada amandemen IV – 2002.
4. BAB V – KEMENTERIAN NEGARA, pasal 17
5. BAB VI – PEMERINTAH DAERAH, pasal 18, 18A, dan 18B
6. BAB VII – DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Pasal 19 s/d pasal 22B
7. BAB VIIA - DEWAN PERWAKILAN DAERAH, pasal 22C, 22D
8. BAB VIIB – PEMILIHAN UMUM, pasal 22E
9. BAB VIII - HAL KEUANGAN, pasal 23 s/d 23D
10. BAB VIIIA - BADAN PEMERIKSA KEUANGAN, pasal 23E s/d 23G
11. BAB IX – KEKUASAAN KEHAKIMAN, pasal 24 s/d pasal 25

2/7
Menghidupkan kembali Pancasila (4) sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perm

Written by M. Agil Akbar


Sunday, 13 September 2009 09:18 - Last Updated Thursday, 10 December 2009 03:39

Pasal-pasal tersebut telah mengalami empat kali amandemen untuk sampai pada bentuk yang
sekarang ini yang pada hakekatnya membagi kekuasaan negara untuk lebih berimbang
diantara lembaga tinggi negara (MPR, DPR, DPD, BPK, Presiden dan Mahkamah Agung)
sehingga kekuasaan tidak terpusat terlalu besar di Presiden (Eksekutif) saja seperti yang
tercermin pada UUD’45 sebelum amandemen.

Kalau kita menterjemahkan sila ke-4 dari Pancasila - kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan – adalah sistem demokrasi untuk
penyelenggaraan Negara, sudah barang tentu amandemen UUD’45 yang berkaitan dengan
ketatanegraan ini adalah kemajuan yang sangat besar dibandingkan dengan UUD’45 versi
aslinya yang kekuasaan Negara terlalu besar berada di Presiden (Eksekutif). Tapi apakah
sistem demokrasi ini yang dimaksudkan dalam Pancasila? Jadi apa bedanya prinsip dasar
Pancasila dengan sistem demokrasi yang telah ada di negara-negara Barat? Apa sama saja?

Pancasila sebagai kesatuan yang utuh

Untuk pertama kalinya, apabila kita membahas sila ke 4 dari Pancasila, ada kebutuhan melihat
Pancasila sebagai suatu keutuhan, tidak bisa melihat Pancasila satu persatu sila yang ada,
karena kalau kita melihat sila dalam Pancasila satu persatu, kita tidak akan bisa melihat
sesuatu yang unik di Pancasila. K

Kita harus melihat Pancasila dalam bentuk kesatuan atau benang merah yang terangkai dalam
sila-sila Pancasila sehingga maknanya adalah sebuah prinsip dasar yang unik dan hanya
dipunyai oleh bangsa Indonesia yang berbeda dengan prinsip yang mendasari demokrasi barat
ataupun komunis/sosialis yang mendasari negara-negara Eropa Timur, China, dll.

Karena itu kita bisa membentuk persepsi baru tentang Pancasila sebagai konsep dasar bangsa
Indonesia dalam melaksanakan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan
berdaulat dengan sistem penyelenggaraan Negara secara demokratis yaitu sesuai dengan sila
ke-4 dari Pancasila – Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan – tapi sistem demokrasi yang dibangun harus dalam koridor atau
dalam ruang lingkup sila-sila yang lain dalam Pancasila.

Suatu sistem demokrasi yang ber-Ketuhanan Maha Esa (sila-1 sebagai prinsip keharusan
mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa dan kebebasan memilih agama dan kepercayaan
masing-masing), yang ber-Peri Kemanusian Yang Beradab (sila-2 sebagai prinsip keharusan
bagi Negara dan rakyat Indonesia untuk mematuhi dan melaksanakan prinsip-prinsip hak-hak
azasi manusia), yang tetap menjaga Persatuan Indonesia (sila ke-3 prinsip keharusan bagi
Negara dan rakyat Indonesia untuk menjaga prinsip satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa,
Indonesia), yang mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5
yang mengharuskan Negara menjamin dan mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.)

Kalau kita meterjemahkan Pancasila seperti tersebut diatas kita baru bisa melihat Pancasila
sebagai ideologi yang unik yang mungkin baru dimulai di Indonesia yang mungkin bisa menjadi
ideologi yang universal kalau negara dan bangsa Indonesia mampu merealisasikan dalam

3/7
Menghidupkan kembali Pancasila (4) sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perm

Written by M. Agil Akbar


Sunday, 13 September 2009 09:18 - Last Updated Thursday, 10 December 2009 03:39

bentuk nyata. Prinsip demokrasi yang punya koridor yang sangat jelas pada batas-batas sila
yang lain dalam Pancasila. Bukan prinsip demokrasi untuk demokrasi tapi demokrasi yang
punya tujuan mulia. Bukan juga demokrasi Barat yang berpasangan dengan sistem ekonomi
pasar bebas dan kapitalisme.

Pancasila adalah ideologi yang juga berarti suatu sistem ide yang dijadikan dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai prinsip dasar negara yang diharapkan menjadi “basic
belief” ataupun “way of life” sudah pasti dibuat sesempurna mungkin jadi tidak harus dirubah
dari waktu ke waktu, kalau bisa sistem ide ini memang dibuat sekali tapi sudah bisa mencakup
periode yang selama-lamanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Tantangan dari para penyelengara NKRI maupun rakyat Indonesia adalah untuk merealisasikan
mimpi atau impian konsep dasar Pancasila yang telah diletakkan oleh para pejuang
kemerdekaan ini menjadi suatu kenyataan, bisa terwujud dalam penyelenggaraan NKRI
maupun terwujud dalam tata masyarakat bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Apakah konsep demokrasi yang kita bangun sudah sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila
seabagai dasar NKRI?

Pertanyaan ini sangat mudah diajukan dan jawabannya pun juga mudah. Kita coba lihat apakah
prinsip demokrasi yang sudah kita coba bangun dengan melakukan amandemen 1,2,3, dan 4
pada UUD’45 sudah menjadikan Negara dan rakyat Indonesia melaksanakan:

1. Prinsip sila – 1 dari Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Apakah NKRI maupun rakyatnya
mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa dan menghargai kebebasan beragama dan
kepercayaan masing-masing?

2. Prinsip sila – 2 dari Pancasila, Peri Kemanusian Yang Adil dan Beradab. Apakah NKRI
maupun rakyatnya menghargai prinsip hak-hak asasi manusia?

3. Prinsip sila – 3 dari Pancasila, Persatuan Indonesia. Apakah NKRI maupun rakyatnya secara
konsisten mempertahankan prinsip satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia?

4. Prinsip sila – 4 dari Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Apakah pemimpin yang dipilih atau dipercaya rakyat untuk
melaksanakan hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan betul-betul telah
melaksanakan amanah yang diberikan oleh rakyat secara bijaksana dan berpihak kepada
kepentingan mayoritas rakyat Indonesia?

5. Prinsip sila – 5 dari Pancasila, Mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Apakah keadilan sosial telah dijalankan oleh penyelengara NKRI bagi seluruh rakyat
Indonesia secara adil?

Jawabannya pasti ada yang sudah dilaksanakan dan ada yang belum, tapi kalau mayoritas
jawabannya kita “belum” pada pertanyaan diatas, berarti penyelengara NKRI maupun rakyat
Indonesia belum menjalankan prinsip-prinsip ideal dari sila-sila Pancasila sebagai dasar NKRI

4/7
Menghidupkan kembali Pancasila (4) sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perm

Written by M. Agil Akbar


Sunday, 13 September 2009 09:18 - Last Updated Thursday, 10 December 2009 03:39

yang tertera di preambul UUD’45 yang seharusnya dipatuhi oleh para penyelenggara NKRI
maupun seluruh rakyat Indonesia.

Ini adalah tantangan kita semua sebagai bangsa yang dari waktu ke waktu harus melihat
tingkah laku kita apakah sudah mengacu dengan perilaku ideal yang dicantumkan dalam
Pancasila. Apakah peraturan-peraturan, undang-undang, UUD’45, kesemuanya telah punya
benang merah dengan prinsip-prinsip Pancasila?

Yang lebih penting lagi adalah apakah pelaksanaan dan perbuatan para penyelengara Nekara
maupun rakyatnya sudah bersesuaian dengan benang merah prinsip-prinsip Pancasila? Kalau
jawabannya “belum”, sudah saatnya penyelengara NKRI maupun rakyat Indonesia meneliti
kembali semua tindakan dan kebijakan, sebaiknya peraturan-peraturan, undang-undang,
UUD’45 sebagai bentuk operasional prinsip-prinsip Pancasila punya benang merah ke sila-sila
didalam Pancasila.

Kalau dari persepsi penulis sendiri, sistem demokrasi saat ini yang sedang dibangun, dimulai
pada masa reformasi 1998 sampai dengan saat ini, memang belum merupakan cerminan
sistem demokrasi yang dimaksud oleh prinsip-prinsip dalam sila-sila di Pancasila, dikarenakan:

1. Demokrasi yang dibangun adalah demokrasi untuk demokrasi yang terlalu menekankan pada
prinsip kebebasan dan kesetaraan tanpa mempedulikan aturan-aturan atau hukum yang
berlaku. Oleh karena itu demokrasi telah dijalankan secara anarkis baik oleh penyelenggara
NKRI maupun oleh rakyat Indonesia. Demokrasi seharusnya dibangun dengan tujuan yang
jelas yaitu melaksanakan semangat yang ada pada sila-sila didalam Pancasila.

2. Demokrasi yang dibangun hanyalah alat bagi partai politik untuk mendapatkan kekuasaan.
Kekuasaan yang diraih dipakai untuk membentuk koalisi yang bersifat “diktator mayoritas” yang
kepentingan pribadi, kepentingan kelompok lebih mengemuka dibandingkan dengan
kepentingan yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat banyak.

3. Tidak terbentuknya oposisi yang kuat sebagai pengimbang kekuasaan yang ada dalam
mengkritisi kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan kepentingan hajat hidup rakyat
banyak. Oposisi masih dianggap sebagai “trouble maker” yang cenderung menjatuhkan
pemerintahan bukan melakukan koreksi kebijakan agar lebih berpihak bagi kepentingan
mayoritas rakyat. Jadi prinsip yang penting dalam demokrasi yaitu terjadinya “check dan
balance” pada sistem kekuasaan tidak terjadi.

4. Lemahnya supremasi hukum ataupun independensi institusi peradilan (yudikatif) yang


menjadi sumber utama:

a. Perilaku korupsi yang akut yang hampir dilakukan oleh mayoritas para penyelenggara NKRI
(baik yang berada di Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif). Karena hukum dan sistem
peradilan yang tumpul memerangi tindak korupsi disebabkan sistem peradilan sendiri terimbas
dengan pola tindak korupsi.

b. Tidak dihargainya hak-hak azasi manusia secara baik. Penyelenggara NKRI maupuan

5/7
Menghidupkan kembali Pancasila (4) sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perm

Written by M. Agil Akbar


Sunday, 13 September 2009 09:18 - Last Updated Thursday, 10 December 2009 03:39

rakyatnya banyak yang tidak memahami hak-hak azasi manusia adalah cerminan dari sila ke-2
Pancasila, Peri Kemanusian yang adil dan beradab.

5. Demokrasi yang dibangun tidak mampu membentuk pemerintahan eksekutif yang kuat yang
sepenuhnya berpihak bagi kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pemerintahan (eksekuti)
sama saja dengan DPR (Legislatif) adalah ajang persaingan antara partai politik yang tidak
sehat, yang sangat fokus pada kepentingan-kepentingan partai politik. Kepentingan rakyat
adalah prioritas terakhir. Oleh karena itu kesejahteraan rakyat makin jauh dari jangkauan tapi
dilain pihak makin terbentuknya minoritas rakyat yang menjadi orang-orang super kaya.

6. Demokrasi yang dibangun secara otomatis telah meniru pola demokrasi barat yang secara
umum berpasangan dengan sistem ekonomi yang dibangun dengan sistem pasar bebas dan
kapitalistik sehingga mengingkari prinsip sila ke-5 dari Pancasila, mewujudkan suatu Keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem penghisapan manusia
yang kebetulan punya modal (capital) terhadap manusia lain yang tidak punya modal (modal
dana maupun modal keahlian). Didunia menjadi sistem penghisapan Negara Kapitalis terhadap
Negara-Negara miskin lainya di dunia. NKRI dan rakyat Indonesia harus mencari suatu sistem
yang pas seperti yang diamanatkan oleh sila-5 dari Pancasila yang secara operational
dijabarkan dalam pasal 33, UUD’45. Sistem ini tidak harus meniru sistem sosialis atau komunis
yang secara nyata telah gagal menyejahterakan rakyatnya, tapi sudah pasti juga bukan sistem
kapitalis yang sebagai sistem penghisapan manusia yang satu kepada manusia yang lain. Ini
juga yang menyebabkan bisa terjadinya minoritas kaum super kaya dari para kaum pemodal di
Indonesia (menurut laporan Word Wealth Report 2008 dari Capgemini dan Merrill Lynch kurang
lebih 23,000) dengan percepatan yang mengherankan dan kebalikannya menyebabkan kurang
lebih 50 juta rakyat berada dalam kehidupan dibawah garis kemiskinan.

Memang bukan hal yang mudah bagi bangsa yang relatif baru, bangsa Indonesia, yang berasal
dari berbagai suku dan adat istiadat yang berbeda untuk menemukan format demokrasi yang
paling tepat untuk bangsa Indonesia. Pejuang kemerdekaan telah meletakkan dasar NKRI
adalah Pancasila dan belum dirubah sampai saat ini, masih ada di preambul UUD’45.

Referensi ini adalah ideologi yang telah dibuat sangat sempurna sehingga bangsa Indonesia
memerlukan waktu untuk menemukan format demokrasi yang sejalan dengan sila-sila yang ada
di Pancasila. Lain dengan bangsa Singapore ataupun bangsa Malaysia yang kurang lebih
sudah lebih dulu menemukan format demokrasi yang tepat buat mereka yang relatif lebih dulu
mampu menyejahterakan rakyatnya dibandingkan dengan bangsa Indonesia.

Kalau saja penyelenggara NKRI dan rakyat Indonesia secara konsisten mengacu sila-sila yang
ada di Pancasila yang memang dasar NKRI yang secara formal juridis masih ada di UUD’45
yang masih berlaku sampai saat ini, kemungkinan bangsa Indonesia bisa punya format
demokrasi yang pas buat bangsa Indonesia sendiri. Sudah barang tentu untuk mewujudkan
mimpi atau impian yang sempurna memerlukan waktu dan apabila kita sebagai bangsa yakin
untuk bisa mencapainya, pasti akan tercapai.

Untuk bisa mencapai format demokrasi yang pas bagi bangsa Indonesia yang diperlukan
adalah komitmen yang kuat bagi para penyelenggara NKRI maupun rakyat Indonesia untuk

6/7
Menghidupkan kembali Pancasila (4) sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perm

Written by M. Agil Akbar


Sunday, 13 September 2009 09:18 - Last Updated Thursday, 10 December 2009 03:39

sedikit dengan sedikit menunju kondisi ideal seperti yang disajikan dalam prinsip-prinsip yang
ada pada sila-sila di Pancasila agar mimpi atau impian para pejuang kemerdekaan untuk
membentuk suatu masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera bisa terwujud.

7/7

You might also like