Professional Documents
Culture Documents
1.1 Latarbelakang
Irian jaya atau sekarang disebut dengan Papua adalah pulau terbesar kedua di
dunia setelah Greenland. Pulau ini terbagi atas 2 daerah kekuasaan, yaitu
belahan timur yang merupakan daerah kekuasaan pemerintahan Papua Nugini
sedangkan daerah seluas 260.000 kilometer persegi yang berada di belahan
barat, yaitu Papua termasuk daerah wilayah pemerintahan Republik Indonesia.
Di Papua ini terdiri dari beberapa kabupaten dan suku-suku yang beraneka
ragam. Suku Asmat adalah salah satu suku yang ada di Papua. Populasi suku
asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang
tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain
dalam hal cara hidup, struktur sosial dan ritual.
Saat ini, banyak kebudayaan hasil dari tangan-tangan orang Asmat yang patut
membanggakan bagi bangsa ini. Semua hasil kebudayaan itu merupakan bagian
dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa ini. Oleh karena itu, saya
merasa tertarik untuk memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan suku Asmat
tersebut melalui karangan etnografi ini, yang dimana lebih menekankan pada
segi kebudayaanya pada jaman dahulu.
Bab II
Etnografi Suku Asmat
2.1.1 Lokasi
Suku Asmat berdiam di daerah-daerah yang sangat terpencil dan daerah tersebut
masih merupakan alam yang ganas (liar). Mereka tinggal di pesisir barat daya
Irian jaya (Papua). Mulanya, orang Asmat ini tinggal di wilayah administratif
Kabupaten Merauke, yang kemudian terbagi atas 4 kecamatan, yaitu Sarwa-
Erma, Agats, Ats, dan Pirimapun. (Saat ini Asmat telah masuk ke dalam
kabupaten baru, yaitu kabupaten Asmat).
2.1.2 Batas-batas geografis
Batas-batas geografi daerah tempat dimana suku Asmat dahulu tinggal adalah
sebagai berikut :
Sebelah utara dibatasi pegunungan dengan puncak-puncak bersalju abadi,
sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura, sebelah timur berbatasan
dengan Sungai Asewetsy, sebelah barat berbatasan dengan Sungai Pomats.
Pertemuan Sungai Pomats, Undir (Lorentz), dan Asewetsy,bersama-sama
kemudian menjadi satu dan mengalir ke dalam teluk Flamingo. Di daerah hilir
Sungai Asewetsy terletak Agats, tempat kecamatan Agats, salahs atu dari empat
kecamatan yang membentang di wilayah Asmat.
Batasan-batasan alamiah inilah yang melindungi orang-orang Asmat dari
serangan luar. Pada masa Perang Dunia II, daerah tersebut merupakan semacam
daerah yang tak bertuan di antara wilayah kekuasaan tentara Jepang di sebelah
barat dan tentara Australia di sebelah timur.
Keadaan alam seperti itu disebabkan antara lain adalah karena curah hujan yang
turun sebanyak 200 hari setiap tahunnya. Selain itu, perembesan air laut ke
pedalaman menyebabkan tanahnya tidak dapat ditanami dengan jenis-jenis
tanaman seperti pohon kelapa, bambu, pohon buah-buahan, dan jenis tanaman
kebun seperti sayur-mayur, tomat, mentimun, dan sebagainya. Walaupun
tanaman seperti itu ada, namun jumlahnya pun sedikit/ terbatas.
Namun demikian, daerah rawa-rawa berair payau dengan suhu udara minimal
21 derajat Celcius dan maksimal 32 derajat Celcius ini sangat kaya akan aneka
jenis tanaman palem, hutan-hutan bakau, pohon-pohon sejenis kayu balsal,
umbi-umbian, tanaman rambat, dan rotan.
Perkampungan orang Asmat yang jumlahnya tidak kurang dari 120 buah
tersebar dengan jarak yang saling berjauhan. Kampung mereka didirikan dengan
pola memanjang di tepi-tepi sungai dan dibangun sedemikian rupa sehingga
mudah mengamati musuh. Sedikitnya ada 3 kategori kampung bila dilihat dari
jumlah warganya. Kampung besar, yang umumnya terletak di bagian tengah,
dihuni oleh sekitar 500-1000 jiwa. Kampung di daerah pantai, rata-rata dihuni
oleh sekitar 100-500 jiwa. Kampung di bagian hulu sungai, jumlah warganya
lebih kecil , berpenduduk sekitar 50-90 jiwa.
Bentuk tubuh orang Asmat berbeda dengan penduduk lainnya yang berdiam di
pegunungan tengah atau di nagian pantai lainnya. Tinggi badan kaum laki-laki
antara 1,67 hingga 1,72 meter, sedangkan kaum perempuan tingginya antara
1,60 hingga 1,65 meter. Ciri-ciri bagian tubuh lainnya adalah bentuk kepala
yang lonjong (dolichocephalic), bibir tipis, hidung mancung, dan kulit hitam.
Orang Asmat pada umumnya tidak banyak menggunakan kaki untuk berjalan
jauh, oleh karena itu betis mereka terlihat menjadi kecil. Namun, setiap saat
mereka mendayung dengan posisi berdiri sehingga otot-otot tangan dan dadanya
tampak terlihat tegap dan kuat. Tubuh kaum perempuan kelihatan kurus karena
banyaknya perkerjaan yang harus mereka lakukan.
Suku Asmat yang seminomad itu mengembara sampai jauh keluar daerahnya
dan menimbulkan peperangan dengan penduduk daerah yang didatanginya.
Untuk mengatasi kekacauan yang sering terjadi tersebut, Pemerintah Belanda
pada waktu itu, melancarkan usaha-usaha dalam rangka mengurangi peperangan
dan memulihkan ketertiban. Pada tahun 1938, didirikan suatu pos pemerintahan
yang berlokasi di Agats. Namun terpaksa ditinggalkan ketika pecah perang
dengan Jepang pada tahun 1942. Selama perang itu berlangsung, hubungan
denga orang-orang Asmat tidak terjalin. Hubungan tetap dengan masyarakat
Asmat terjalin kembali dengan didirikannya suatu pos polisi pada tahun 1953.
Mei 1963, daerah Irian Jaya resmi masuk menjadi wilayah kekuasaan Republik
Indonesia. Sejak saat itu pula, Pemerintah Indonesia melaksanakan usaha-usaha
pembangunan di Irian Jaya termasuk daerah Asmat. Suku Asmat yang tersebar
di pedalaman hutan-hutan dikumpulkan dan ditempatkan di perkampungan-
perkampungan yang mudah dijangkau. Biasanya kampung-kampung tersebut
didirikan di dekat pantai atau sepanjang tepi sungai. Dengan demikian
hubungan langsung dengan Suku Asmat dapat berlangsung dengan baik.
Dewasa ini, sekolah-sekolah, PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan
rumah-rumah ibadah telah banyak juga didirikan peemrintah dalam rangka
menunjang pembangunan daerah dan masayarakat Asmat.
2.3 Bahasa
Bahasa-bahasa yang digunakan orang Asmat termasuk kelompok bahasa yang
oleh para ahli linguistik disebut sebagai Language of the Southern Division,
bahasa-bahasa bagian selatan Irian Jaya. Bahasa ini pernah dipelajari dan
digolongkan oleh C.L Voorhoeve (1965) menjadi filum bahasa-bahasa Irian
(Papua) Non-Melanesia.
Bahasa-bahasa tersebut dibedakan pula antara orang Asmat pantai atau hilir
sungai dan Asmat hulu sungai. Lebih khusus lagi, oleh para ahli bahasa dibagi
menjadi bahasa Asmat hilir sungai dibagi menjadi sub kelompok Pantai Barat
Laut atau pantai Flamingo, seperti misalnya bahasa Kaniak, Bisman, Simay, dan
Becembub dan sub kelompok Pantai Baratdaya atau Kasuarina, seperti misalnya
bahasa Batia dan Sapan.Sedangkan Asmat hulu sungai dibagi menjadi sub
kelompok Keenok dan Kaimok.
Berikut ini adalah beberapa kosakata yang digunakan oleh orang Asmat :
Kata benda
1. Gurita = mutir
2. Kaki = kamter
3. Jangkrik = oset
4. Tang = jokmen
5. burung = Warat
6. Katak = eco
7. Tombak = ocen
8. Pisang = usawic
9. Laut = jicemup
10. Suami = mo
b) Kata sifat
1. Besar = awut nucur
2. lebar = par
3. Panjang = Juruw
4. Basah = moco
5. Tua = akmat
6. Lembut = jico
7. Lama (waktu) = tari
8. Keras = fek
9. Kurus = foco cakamkaj
10. Sangat baik = akat cowak
c) Kata kerja
1. Memanjat (pohon) = ap temet
2. Berpikir = minaf
3. Menangis = moc
4. Meninggal = namir
5. Mencari = nimir
6. Tersesat (hutan) = nimus
7. Menari = niomitum
8. Berkelahi = owen
9. Menikah = ower
10. menyelam = niompuw
Teknologi yang telah dimiliki dan ditemukan oleh suku Asmat adalah sebagai
berikut:
Untuk membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga mengenal alat-alat
tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat ukir-ukiran. Alat-alat
sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput yang bisa digunakan
oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu merupakan benda yang sangat
berharga bagi orang Asmat sehingga kapak yang hanya bisa didapatkan melalui
pertukaran barang itu diberi nama sesuai dengan nama leluhurnya, bisanya
nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat
sekarang sudah menggunakan kapak besi dan pahat besi. Kulit siput diganti
dengan pisau. Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan kulit siput.
2.4.2 Senjata
Perisai digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi diri dari tombak dan
panah musuh dalam peperangan. Pola ukiran pada perisai melambangkan
kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon bakau atau kayu yang
lunak dan ringan.
Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu besi atau
kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup yang terbuat
dari paruh burung atau kuku burung kasuari.
2.4.3 Makanan
Orang-orang Asmat tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanah
liat pada daerah ini sehingga tidak mengenal barang-barang keramik. Oleh
karena itu, orang-orang Asmat biasa memasak makanannya di atas api terbuka.
Berapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang Asmat adalah :
Orang Asmat juga memburu iguana (sejenis kadal) untuk mengambil dagingnya
yang kemudian dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun mereka tangkap dan
dijadikan makanan tambahan.
c) Makanan lainnya
Orang Asmat pun terkadang memiliki bahan makan lainnya yang tidak setiap
harinya ada. Musuh yang telah mati ditombak saat perang, dibawa pulang ke
kampung dengan perahu lesung panjang diiringi dengan nyanyian. Setiba di
kampung, mayatnya dipotong-potong dan dibagi-bagikan kepada seluruh
penduduk untuk dimakan bersama. Sambil menyanyikan lagu kematian, kepala
musuh tersebut dipotong dan dipanggang, sedangkan otaknya dibungkus dengan
daun sagu untuk kemudian dipanggang.
2.4.4 Perhiasan
Orang Asmat juga memiliki beberapa jenis perhiasan yang biasa dikenakan
sehari-hari dalam kehidupannya. Seperti kebanyakan orang, orang Asmat
berhias untuk mempercantik dirinya masing-masing. Sesuai kepercayaan,
mereka biasa berhias dengan menidentikan diri seperti burung. Seperti misalnya
titik-titik putih pada tubuh yang diidentikan pada burung.
Untuk hiasan kepala, mereka menggunakan bulu dari burung kasuari atau
kuskus. Sekeliling matanya diwarnai merah bagaikan mata burung kakatua
hitam bila sedang marah.
Hiasan dahi terbuat dari kulit kuskus, lambang dari si pengayau kepala yang
perkasa. Hiasan-hiasan hidung terbuat dari semacam keong laut, atau kadang-
kadang terbuat dari tulang manusia atau tulang babi.
Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus. Gigi-gigi anjing diuntai untuk
dijadikan kalung penghias leher. Untuk mendapatkan gigi-gigi itu, anjing
tersebut tidaklah dibunuh, namun ditunggu hingga anjing tersebut mati. Oleh
karena itu, gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka, dan sering
dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak wanita.
Dayung terbuat dari kayu yang tahan lama, misalnya kayu besi. Karena dipakai
sambil berdiri, maka dayung orang Asmat sangat panjang ukurannya. Benda ini
wajib dimiliki oleh setiap orang Asmat karena daerah tempat tinggal banyak
dikelilingi dengan rawa-rawa.
2.5 Sistem Mata pencaharian
2.5.1 Kehidupan sehari-hari
Mata pencaharian hidup orang Asmat di daerah pantai adalah meramu sagu,
berburu binatang kecil, (yang terbesar adalah babi hutan), dan mencari ikan di
sungai, danau, maupun pinggir pantai. Mereka juga terkadang menanam buah-
buahan dan tumbuhan akar-akaran. Kadang mereka juga dengan sengaja
menanamnya di kebun-kebun ekcil yang sederhana berada di tengah-tengah
hutan. Orang Asmat hulu yang tinggal di daerah yang tak ada pohon sagunya
lagi, lebih menggantungkan hidupnya pada kebun-kebunnya
Hari Senin mereka biasa berangkat ke hutan dan kembali ke kampung pada hari
Sabtu. Sebagian besar waktu dilewati di hutan dengan mendirikan rumah besar,
yang disebut dengan Bivak.
Pernikahan seorang anak dalam masyarakat Asmat, biasanya diatur oleh kedua
orang tua kedua belah pihak, tanpa diketahui oleh sang anak. Peminangan
biasanya dilakukan oleh pihak kerabat perempuan. Namun, dalam hal pencarian
jodoh, mereka juga mengenal kawin lari, yang artinya seorang laki-laki
melarikan gadis yang disenanginya. Kawin lari ini biasanya berakhir dengan
pertikaian dan pembunuhan.
Perkawinan dalam masyarakat Asmat sebanyak lebih dari 25% adalah poligini,
dan di antara perkawinan-perkawinan poligini itu hampir separuhnya adalah
perkawinan yang telah diatur (perse tsyem).
2.6.4 Sistem pemerintahan
Seringkali kepala Aipmu adalah kepala perang juga. Dia adalah orang yang
mampu mengatur dan merencanakan strategi-strategi penyerangan secara besar-
besaran dan meliputi satu kampung. Untuk dapat menggerakkan rakyatnya
maka kekerasan merupakan sifat utama dan sifat itulah yang membantu dalam
mempertahankan kekuasaannya. Kepala Aipmu dipilih berdasarkan kepribadian
dan keberhasilannya. Umur juga merupakan faktor penting. Pada umumnya,
orang-orang muda belum mempunyai bobot bila mereka belum berkeluarga dan
membuktikan keberaniannya dalam berperang. Dalam hal-hal tertentu , peranan
pimpinan adat dapat dijalankan orang-orang yang ahli dalam berbagai lapangan.
Misalnya, ahli bidang keagamaan memimpin upacara keagamaan, ahli
menyanyi dan menabuh tifa berperan dalam upacara adat, bahkan ahli kebatinan
adakalanya memimpin suatu upacara. Ada ahli lain yang sering dianggap lebih
terhormat dibandingkan para pemimpin lainnya oleh masyarakat Asmat, yaitu
seniman pahat patung (wow-ipits).
2.7.2 Pengetahuan mengenai alam flora dan fauna di daerah tempat tinggal
Pohon sagu banyak tumbuh di daerah dimana orang Asmat tinggal. Oleh karena
itu, makanan pokok orang Asmat adalah sagu dengan makanan tambahan
seperti ubi-ubian dan berbagai jenis daun-daunan. Mereka juga memakan
berbagai jenis binatang seperti, ulat sagu, tikus hutan, kuskus, babi hutan,
burung, telur ayam hutan, dan ikan. Sagu diibaratkan sebagai wanita.
Kehidupan dianggap keluar dari pohon sagu sebagaimana kehidupan keluar dari
rahim ibu. Selain itu, gigi-gigi anjing yang telah mati biasa digunakan sebagai
perhiasan.
Apabila orang-orang Asmat ingin mengambil air minum, maka air minum
diambil pada saat air surut, sewaktu air sungai tidak terlalu asin. Air tersebut
disimpan dalam tabung bambu yang diperoleh dari hasil penukaran dengan
penduduk desa di lereng-lereng gunung.
2.8 Kesenian
2.8.1 Seni ukir/ pahat
Ragam kesenian suku Asmat yang banyak dilakukan adalah seni pahat/ ukir.
Benda-benda kesenian hasil ukiran Asmat yang menarik adalah perisai-perisai,
tiang-tiang mbis (patung bis/ leluhur), dan tifa.
Aneka warna gaya kesenian Asmat berdasarkan bentuk dan warna dapat
diklasifikasikan ke dalam 4 daerah :
a. Hiasan ukiran simbolis ini juga terdapat di ujung perahu lesung, di bagian
belakang perahu, datung perahu, dinding tifa, ujung tombak, ujung panah,
dll.
b. Gaya Seni Asmat Barat Laut (Northwest Asmat) Perisai pada golongan
ini berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar dan
biasanya lebih padat dari pada perisai-perisai lainnya. Bagian kepala
terpisah dengan jelas dari bagian lainnya dan berbenruk kepala kura-kura
atau ikan. Kadang-kadang ada gambar nenek moyang di bagian kepal,
sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang terbang, katak, kepala
burung tanduk, ualr, dll.
c. Gaya seni Asmat Timur (Citak)
Kekhususan seni pada golongan ini tampak pada bentuk hiasan perisai
yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang sampai melebihi
tinggi orang Asmat yang berdiri tegak. Bagian-bagian atasnya tidak
terpisah secara jelas dari bagian badan perisai dan sering terisi dengan
garis-garis hitam atau merah yang diberi titik-titik putih.
d. Gaya seni Asmat daerah sungai Brazza
Perisai pada golongan ini hampir sama besar dan tinggi dengan perisai
pada golongan Asmat Timur. Bagian kepala juga biasanya terpisah dari
bagian badannya. Walaupun motif sikulengan sering dipakai untuk hiasan
perisai, motif yang biasa digunakan adalah motif geometri, lingkaran,
spiral, siku-siku, dll.
2.8.2 Seni musik
Orang Asmat memiliki alat musik khusus yang biasa digunakan dalam
upacara-upacara penting. Tifa adalah alat musik yang paling umum
digunakan oleh masyarakat Asmat dalam kehidupannya. Tifa-tifa ini
biasa diukir dan dipahat oleh wow-ipits setempat.
a) Roh setan
Kehidupan orang-orang Asmat sangat terkait erat dengan alam
sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam ini didiami oleh
roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan
setan. Setan ini digolongkan ke dalam 3 kategori :
1. Setan yang membahayakan hidup
Setan yang membahayakn hidup ini dipercaya oleh orang Asmat sebagai
setan yang dapat mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan
perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup di pohon
beringin, roh yang membawa penyakit dan bencana (Osbopan).
2. Setan yang tidak membahayakan hidup
Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat sebagai setan
yang tidak membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka
menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga
mengenal roh yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu
berasal dari roh nenek moyang yang disebut sebagai yi-ow.
b) Kekuatan magis dan Ilmu sihir
Orang Asmat juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan magis yang
kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Banyak hal-hal yang pantang
dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal
pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan
pemburuan binatang.
Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang
hilang, barang curian atau pun menunjukkan si pencuri barang tersebut. Ada
juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan
mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
2.9.4 Ritual/ upacara
a) Ritual Kematian
Orang Asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat orang yang telah
meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang
tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena
suatu sihir hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang kemudian mati
pun dianggap hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka
percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-roh. Sebaliknya kematian
orang dewasa mendatangkan duka cita yang amat mendalam bagi masyarakat
Asmat.
Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga terdekat berkumpul mendekati
si sakit sambil menagis sebab mereka percaya ajal akan menjemputnya. Tidak
ada usaha-usaha untuk menogbati atau memberi makan kepada si sakit.
Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya karena mereka percaya si
sakit akan ”membawa” salah seorang dari yang dicintainya untuk menemani. Di
sisi rumah dimana si sakit dibaringkan, dibuatkan semacam pagar dari dahan
pohon nipah. Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka ratapan dan
tangisan menjadi-jadi. Keluarga yang ditinggalkan segera berebut memeluk si
sakit dan keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur.
Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di atas para (anyaman
bambu), yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai busuk.
Kelak, tulang belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas pokok-pokok kayu.
Tengkorak kepala diambil dan dipergunakan sebagai bantal petanda cinta kasih
pada yang meninggal. Orang Asmat percaya bahwa roh-roh orang yang telah
meninggal tersebut (bi) masih tetap berada di dalam kampung, terutama kalau
orang itu diwujudkan dalam bentuk patung mbis, yaitu patung kayu yang
tingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu dengan meletakkan jenazah di perahu
lesung panjang dengan perbekalan seperti sagu dan ulat sagu untuk kemudian
dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus ke laut menuju peristirahatan
terakhir roh-roh.
Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang Asmat telah mengubur
jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah
laki-laki dikubur tanpa menggunakan pakaian sedangkan jenazah wanita
dikubur dengan menggunakan pakaian. Orang Asmat juga tidak memiliki
pemakaman umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir sungai
atau semak-semak tanpa nisan. Dimanapun jenazah itu dikubur, keluarga tetap
dapat menemukan kuburannya.
c) Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru.
Dalam proses pembuatan prahu hingga selesai, ada berapa hal yang perlu
diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan
diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke
pembuatan perahu. Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali
penarik dan tali kendali sudah dipersiapkan. Pantangan yang harus
diperhatikan saat mngerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat
banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu. Masyarakat Asmat percaya
bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke air, maka batang itu
akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.
Perahu pun dicat dengan warna putih di bagian dalam dan di bagian luar
berwarna merah berseling putih. Perahu juga diberi ukiran yang berbentuk
keluarga yang telah meninggal atau berbentuk burung dan binatang lainnya.
Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum dipergunakan, semua
perahu diresmikan terlebih dahulu. Pra pemilik perahu baru bersama dengan
perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang paling berpengaruh di
kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi-nyanyian dan
penabuhan tifa. Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk
mempersiapkan diri dalam perlombaan perahu. Para pendayung menghias diri
dengan cat berwarna putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-
anak dan wanita bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan
suasana. Namun, ada juga yang menangis mengenang saudaranya yang telah
meninggal.
Untuk membuat patung leleuhur atau saudara yang telah meninggal diperlukan
kurang lebih 6-8 minggu. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah
panjang (bujang) dan selama pembuatan patung berlangsung, kaum wanita tidak
diperbolehkan memasuki rumah tersebut.
Sekarang ini, karena peperangan antar clan sudah tidak ada lagi, maka upacara
bis ini baru dilakukan bila terjadi malapetaka di kampung atau apabila hasil
pengumpulan bahan makanan tidak mencukupi. Menurut kepercayaan, hal ini
disebabkan roh-roh keluarga yang telah meninggal yang belum diantar ke
tempat perisitirahatan terakhir, yaitu sebuah pulau di muara sungai Sirets.
Patung bis menggambarkna rupa dari anggota keluarga yang telah meninggal.
Yang satu berdiri di atas bahu yang lain bersusun dan paling utama berada di
puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan diberikan hiasan-hiasan. Usai
didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu panggung yang dibangun di
rumah panjang. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan akan mengatakan
bahwa pembalasan dendam telah dilaksanakan dan mereka mengharapkan agar
roh-roh yang telah meninggal itu berangkat ke pulau Sirets dengan tenang.
Mereka juga memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak diganggu dan
diberikan kesuburan. Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan ditegakkan
di daerah sagu hingga rusak
d) Upacara pengukuhan dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu)
Orang –orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah keluarga dan rumah
bujang (je). Rumah bujang inilah yang amat penting bagi orang-orang Asmat.
Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga) pemiliknya.
Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat religius maupun
yang bersifat non religius. Suatu keluarga dapat tinggal di sana, namun apabila
ada suatu penyerangan yang akan direncanakan atau upacara-upcara tertentu,
wanita dan anak-anak dilarang masuk.
Orang-orang Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru,
yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan rumah bujang juga diikuti
oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan
tifa.
lBab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Banyak hal lain yang dapat kita ketahui setelah menelaah lebih lanjut mengenai
kehidupan orang Asmat yang ada di Indonesia ini. Banyaknya orang asing
melalui bukunya yang telah mengungkapkan bagaimana kehidupan masyarakat
Asmat pada jaman dahulu menandakan bahwa orang Asmat memiliki ciri khas
tertentu. Hal itu dapat dilihat dari adanya keahlian yang dimiliki masyarakat
Asmat (wow-ipits/ pengukir Asmat)dalam hal mengukir dan memahat sehingga
menghasilkan benda-benda seni yang indah dan mengagumkan. Walaupun
hanya menggunakan alat-alat yang sederhana, mereka tetap dapat menghasilkan
karya yang indah.
3.2 Saran
Perlu dipikirkan bagaimana melestarikan bakat dan karya-karya yang dimiliki
oleh orang-orang Asmat tersebut sehingga dapat dinikmati oleh generasi
penerusnya. Dengan begitu, hasil karya seni yang indah itu dapat terus terjaga
keberadaannya dan tetap dimiliki oleh bangsa Indonesia ini.
Untuk pembuatan karya etnografi selanjutnya, diharapakan dapat menjelaskan
keadaan demografi secara tepat mengenai masyarakat Asmat saat ini, serta
membahas lebih mendetail mengenai tata cara bahasa yang digunakan oleh
orang-orang Asmat, seperti dialeknya, cara membacanya, dll.
Daftar Pustaka