You are on page 1of 11

BERSOSIALISASI DI LING KUNGAN MASYARAKAT

Jenis sosialisasi

Keluarga sebagai perantara sosialisasi primer

Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan
sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung
dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut,
terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka
waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.

 Sosialisasi primer

Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama
yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke
sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia
mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.

Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab
seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak
akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan
anggota keluarga terdekatnya.

 Sosialisasi sekunder

Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang
memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya
adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas
diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan'
identitas diri yang lama.

[sunting] Tipe sosialisasi

Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah
seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di
sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak
pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik
apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak
terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut
adalah sebagai berikut.
 Formal

Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang
berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.

 Informal

Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan,
seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di
dalam masyarakat.

Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi
anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan
formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi
dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses
sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa
yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk
menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman
atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?

Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit
untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal
sekaligus.

[sunting] Pola sosialisasi

Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.
Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap
kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam
hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada
komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak
pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi
partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika
berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini
anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang
menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.

[sunting] Proses sosialisasi


[sunting] Menurut George Herbert Mead

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan
menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
 Tahap persiapan (Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk
mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini
juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.

Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam".
Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami
secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.

 Tahap meniru (Play Stage)

Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang
dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan
siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain,
kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini.
Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian
dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-
orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)

 Tahap siap bertindak (Game Stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung
dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi
orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-
sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan
teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin
kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-
peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan
dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

 Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada
posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan
orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang
tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah
menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
[sunting] Menurut Charles H. Cooley

Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self
concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian
disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.

1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.

Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang
anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.

2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.

Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan
orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya.
Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya
kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa
dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan
hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada
anak yang lebih hebat dari dia.

3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.

Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan
penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha
memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap
"nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan
penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

[sunting] Agen sosialisasi

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat
agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga
pendidikan sekolah.

Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama
lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa
yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak
merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi
mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen
sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi,
di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan
oleh agen sosialisasi yang berlainan.

 Keluarga (kinship)

Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan
saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah.
Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family),
agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa
keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada
masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng
yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi
yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). menurut
Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat
besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya
sendiri.

 Teman pergaulan

Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia
mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok
yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah
keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih
banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.

Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat
(berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan
cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab
itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-
orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.

 Lembaga pendidikan formal (sekolah)

Media massa merupakan salah satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh

Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan
berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian
(independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan
rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai
pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh
rasa tanggung jawab.
 Media massa

Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid),
media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada
kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.

Contoh:

 Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan


perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
 Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya
hidup masyarakat pada umumnya.
 Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului
dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor,
kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan
massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak
buruk lainnya.

 Agen-agen lain

Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh
institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan.
Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan
membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam
beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.

Perlu Sosialisasi dalam Masyarakat


16 May 2010

 Hiburan
 Media Indonesia

PAKAR hukum acara pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir menilai perlunya upaya
pemerintah untuk menyosialisasikan prosedur penetapan status kelamin secara resmi kepada
masyarakat. Upaya tersebut, menurutnya, dapat mencegah terjadinya polemik hukum seperti
yang terjadi saat ini.

Prosedur perubahan statps itu sendiri, menurutnya, tak jauh berbeda dengan perubahan status
hukum pada umumnya, seperti perubahan hak ahli waris. Langkah pertama yang harus dilakukan
adalah meminta surat permohonan dari pengadilan negeri.Kedua, melakukan pemeriksaan medis.
Hasil pemeriksaan itu nantinya akan digunakan sebagai bukti terkuat di pengadilan. Hakim
kemudian akan memeriksa bukti tersebut dan memberikan ketetapan hukum status kelamin
orang yang mengajukan permohonan.
"Selama ini banyak yang tidak tahu prosedur yang sebenarnyakarena kasus ini masih sangat
jarang terjadi," tuturnya. Namun, ia juga menegaskan adanya perbedaan prosedur perubahan
jenis kelamin yang dilakukan melalui operasi dengan yang secara alamiah."Jika berubah secara
alamiah, permohonan ke pengadilan harus dilakukan seiring dengan perubahan. Itu harus segera
dilakukan karena bisa berdampak pada status hukum lainnya, seperti identitas kewarganegaraan
dan dokumen penting lainnya," jelas Mudzakir.

Hal senada juga disampaikan psikolog Danny Yatim. Ia menilai sosialisasi kelainan gen seperti
sindroma kJinefelter juga perlu dilakukan secara medis supaya lebih banyak orang yang sadar
terhadap sindroma itu."Jika ada orang tua yang melihat anaknya punya kecenderungan
menyandang sindroma ini, sebaiknya segera periksa ke dokter dan berkonsultasi dengan psikolog
klinis," ujar dia. (CS/M-4)

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk bersosialisasi. Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Karena hubungan sosial dalam keluarga
itu bersifat relatif tetap, maka orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses
sosialisasi anak. Permasalahan penelitian yaitu: (1) Bagaimana proses sosialisasi anak usia remaja
dalam keluarga pernikahan dini, (2) Apa saja permasalahan anak usia remaja dalam keluarga
pernikahan dini, (3) Bagaimana upaya orangtua dalam mengatasi permasalahan anak usia remaja, (4)
Apa saja kendala proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini, (5) Apa saja
pendukung proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini. Tujuan Penelitian ini
adalah: (1) Mendeskripsikan proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini, (2)
Mendeskripsikan permasalahan anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini, (3)
Mendeskripsikan upaya orangtua dari keluarga pernikahan dini dalam mengatasi permasalahan anak
usia remaja, (4) Mendeskripsikan kendala proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga
pernikahan dini, (5) Mendeskripsikan pendukung proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga
pernikahan dini.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kirig Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus. Fokus penelitian
yaitu: Proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini, permasalahan anak usia
remaja, upaya orangtua dari keluarga pernikahan dini dalam mengatasi permasalahan anak usia
remaja, kendala dan pendukung proses sosialisasi anak usia remaja dalam keluarga pernikahan dini.
Subjek penelitian adalah lima keluarga pernikahan dini yang terdiri dari tiga keluarga yang
perempuannya menikah dini dan dua keluarga yang laki-lakinya menikah dini. Informan dalam satu
keluarga tersebut meliputi ayah, ibu, dan satu anak usia remaja. Selanjutnya pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan
menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses sosialisasi yang dilakukan oleh orangtua keluarga
pernikahan dini dari lima keluarga informan, tiga keluarga melakukan dengan membimbing anak
bermasyarakat, satu keluarga (AR dan Sh) melakukan dengan memberikan contoh-contoh perilaku
yang baik, dan satu keluarga lainnya (Sr dan As) menyatakan anak dibiarkan saja tapi dengan
memantaunya jika sudah patuh dengan orangtua dibiarkan saja. Proses sosialisasi yang dilakukan
oleh orangtua dan anak dari keluarga pernikahan dini dalam keluarga berjalan kurang baik. Hal
tersebut terbukti dari komunikasi yang terjalin kurang baik antara orangtua dengan anak, yaitu sikap
anak yang kurang terbuka
v
dengan orangtua, kurangnya perhatian orangtua pada anak, dan anak kurang bersosialisasi di
masyarakat.
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, dan hasil penelitian di Desa Kirig Kecamatan Mejobo
Kabupaten Kudus dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Proses sosialisasi anak dalam keluarga
pernikahan dini di Desa Kirig berjalan kurang baik, (2) Permasalahan anak usia remaja meliputi
perubahan fisik dan psikis, (3) Upaya orangtua dari keluarga pernikahan dini dalam mengatasi
permasalahan anak yaitu dengan cara preventif dan represif, (4) Kendala proses sosialisasi anak
dalam keluarga pernikahan dini menurut anak yaitu perbedaan pendapat dengan masyarakat sekitar,
sifat individu yang pendiam, dan emosi remaja yang tinggi dan belum stabil. Sedangkan kendala dari
orangtua yaitu pola pendidikan otoriter yang diterapkan orangtua, (5) Pendukung proses sosialisasi
anak dalam keluarga pernikahan dini yaitu sikap anak yang patuh terhadap orangtua dan norma-
norma, menghormati orangtua, dan sikap anak yang mau belajar dari orang lain di sekitarnya.

Saran yang dapat disampaikan peneliti yaitu orangtua sebaiknya memberikan motivasi
pada anak untuk dapat bersosialisasi di masyarakat dengan cara memberikan
pengertian pada anak, berkomunikasi dengan teman dan gurunya. Mahasiswa yang
menekuni bidang Pendidikan Luar Sekolah diharapkan melakukan penelitian di bidang
sosialisasi anak dalam keluarga, sehingga dapat menambah hasil penelitian yang
bePROSES SOSIALISASI DALAM KELUARGA BURUH PEREMPUAN (Study Pada Keluarga Buruh
Perempuan di Desa Bedahan, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan)
Raudatul Afifah

Abstract

Individu didalam sebuah keluarga pasti mengalami sosialisasi Tanpa adanya sosialisasi
masyarakat tidak dapat bertahan lebih dari satu generasi. Dalam proses sosialisasi itu individu
mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku dalam masyarakat dimana
Ia hidup semua sikap dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan
dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya.Sosialisasi adalah proses
melalui mana manusia mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakatnya untuk memperoleh
kepribadian dan membangun kapasitas untuk berfungsi sebagai individu maupun sebagai
anggota kelompok.Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai
dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana Proses sosialisasi dalam keluarga
buruh perempuan yang bekerja di CV.Wala di Desa Bedahan, Kecamatan Babat, kabupaten
Lamongan.Yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji suatu pengetahuan
yang telah diteliti. Demikian pula pada penulisan laporan penelitian ini mempunyai tujuan antara
lain :Ingin mendeskripsikan proses sosialisasi yang terjadi pada keluarga buruh perempuan yang
bekerja di CV.Wala meliputi Tahap-tahap Sosialisasi yaitu Sosialisasi Primer dan tahapannya
terdiri dari 1).Tahap persiapan (Preparatory Stage) 2). Tahap meniru (Play Stage) 3). Tahap siap
bertindak (Game Stage) 4).Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage)
Desa Bedahan merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Babat Kabupaten
Lamongan, Desa Bedahan merupakan desa yang letaknya pada jalur Raya Propinsi sudah barang
tentu keadaan penduduknya beraneka ragam baik dalam segi tingkat pendidikan, pekerjaan
maupun tingkat sosial ekonominya dan di Desa ini ada sebuah pabrik yang memeperkerjakan
buruh perempuan yang menjadi subyek penelitian ini..
Proses Sosialisasi dalam Keluarga Buruh Perempuan yakni Setiap individu pasti mengalami
sosialisasi yaitu sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu
generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sosialisasi primer yakni
Sosialisasi yang terjadi pada keluarga buruh perempuan yang bekerja di CV.Wala ini adalah
proses seorang anak mempelajari kebiasaan, sikap, ide, pola nilai dan prilaku dalam keluarga
mengenai proses sosialisasi dalam keluarga. Dalam sosialisasi ini seorang anak dimulai saat
buruh perempuan tidak dalam keadaan bekerja yakni ketika berada di rumah mendampingi anak.
Setelah anak melakukan tahap sosialisasi primer yang mencetak anak pada kehidupan
masyarakatnya maka anak akan mempunyai Self (Diri) yakni pengakuan masyarakat tentang
siapa dia dan bagaimana dia dalam kehidupan masyarakat. sedangkan Self (Diri) menurut Mead
di peroleh dari beberapa tahapan yakni: 1). Tahap Persiapan (Preparatori Stage). 2). Tahap
meniru (Play Stage). 3).Tahap siap bertindak (Game Stage). 4).Tahap Penerimaan Norma
kolektif ( Generalized Stage).

Sosialisasi Dilakukan oleh Ibu _Orang Tua Tunggal yang Bekerja Sebagai Buruh

A.     Latar Belakang

Di dalam suatu masyarakat, keluarga merupakan unit terkecil yang mempunyai peranan penting.
Hal ini karena keluarga mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam kelangsungan
kehidupan masyarakat. Fungsi tersebut adalah untuk melakukan sosialisasi yang bertujuan
mendidik warga masyarakat untuk memtuhi kaidah-kaidah atau aturan-aturan dan nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat. Kaidah dan nilai tersebut pertama kali diperoleh dalam lingkup
keluarga.

Pendidikan keluarga  juga mempunyai peranan yang sangat penting, karena pendidikan keluarga
merupakan suatu sarana untuk menghasilkan warga masyarakat yang besar dan baik. (Soerjono
Soekanto, 2000: 41).

Keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukan karakteristik atau kepribadian individu
atau anak dalam kehidupan bermayarakat. Kunci sukses hidup bermasyarakat adalah
kemampuan untuk menjalin hubungan pertemanan. Dan apabila keluarga mengharapkan anaknya
mampu bergaul dengan baik dan benar dalam masyarakat, maka sebaiknya dilakukan sosialisasi
terhadap anak sejak dini. Namun, mengajarkan anak suka berteman atau bergaul di dlam
lingkungan sosial atau lingkungan masyarakat tidaklah mudah. Khususnya bagi anak yang
memang suka menyendiri  atau tidak suka berteman.

Sosialisasi perlu dilakukan terhadap anak, karena apabila anak tidak dibekali aturan-aturan sosial
maka saat anak beranjak remaja atau dewasa dan mulai berteman dengan banyak orang anak
akan mendapat benturan dari lingkungan sosial atau lingkungan masyarakatnya. Bentuk dari
benturan-benturan ini bisa bermacam-macam, anak yang tidak dibekali oleh aturan-aturan sosial
namun memiliki rasa percaya diri yang kuat, maka anak bisa dianggap aneh oleh masyarakat.
Proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua juga ditentukan oleh profesi atau pekerjaan
orang tua, status orang tua dilingkungan mayarakat, dan kemampuan ekonomi serta faktor yang
lainnya. Berbagai profesi atau pekerjaan yang dimiliki oleh orang tua mempunyai pengaruh yang
sangat penting tentang bagaimana cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya.

Dalam penulisan makalah ini akan membahas dan menjelaskan mengenai proses sosialisasi
terhadap anak yang terjadi pada keluarga buruh di Desa Nglobar Kecamatan Purwodadi
Kabupaten Grobogan. Maksud buruh di sini adalah bukan hanya sekedar buruh karyawan pabrik,
tetapi juga buruh pelayan toko, buruh rumah tangga (Pembantu Rumah Tangga), atau buruh yang
lainnya. Dan yang bekerja sebagai buruh adalah ibu, bukan kedua orang tua. Ketiadaan seorang
ayah menyebabkan peran ibu untuk bekerja. Dan penulisan makalah ini lebih memfokuskan pada
proses sosialisasi pada keluarga buruh pabrik, pembantu rumah tangga dan pelayan toko.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang muncul adalah
sebagai berikut.

1. Seperti apa pengajaran atau sosialisasi yang dilakukan orang tua yang bekerja sebagai buruh
terhadap anak di lingkungan masyarakat Desa Nglobar?
2. Apakah orang tua yang bekerja sebagai buruh juga memberikan contoh atau praktek tentang
bagaimana proses sosialisasi yang baik dan benar dalam masyarakat Desa Nglobar?
3. Di lingkungan mana saja orang tua menerapkan sosialisasi pada anak?

C.     Tujuan

Berdsarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.

1. Mengetahui pengajaran pensosialisasian yang dilakukan orang tua yang bekerja sebagai buruh
terhadap anak di lingkungan sosial atau masyarakat Desa Nglobar.
2. Menjelaskan tentang praktek yang dilakukan oleh orang tua yang bekerja sebagai buruh
terhadap anak tentang proses sosialisasi yang terjadi dalam masyarakat.
3. Menjelaskan tempat-tempat penerapan sosialisasi yang di lakukan oleh orang tua.

BAB II

PEMBAHASAN

Melalui proses sosialisasi individu berkembang menjadi suatu pribadi atau makhluk sosial.
Proses perkembangan manusia sebagai makhluk sosial atau kepribadian dipengaruhio oleh
banyak faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Sifat dasar, merupakan keseluruhan pitensi-potensi yang diwariskan oleh orang tua kepada
anaknya.
2. Lingkungan prenatal adalah lingkungan dalam kandungan ibu.
3. Perbedaan individual, karena tiap-tiap individu mempunyai karakteristi atau kepribadian yang
berbeda.
4. Lingkungan adalah kondisi-kondisi disekitar individu yang mempengaruhi proses sosialisasi.

You might also like