You are on page 1of 9

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oseanografi biologi adalah salah satu cabang utama ilmu oseanografi.
Oseanografi sendiri terdiri dari 4 aspek utama yaitu Fisik, Kimia, Geologi dan
Biologi. Laut merupakan 70% dari permukaan Bumi. Bagian terdalam dari dasar
laut kurang lebih 11000 m (11 km) dari permukaan laut, dan kedalaman rata-rata
laut kurang lebih 3800 m (3,8 km). Volume total lingkungan laut (sekitar
1370x106 km3) memberikan mendekati 300 kali lebih luas untuk kehidupan
ketimbang yang diberikan oleh gabungan daratan dan perairan tawar. Nama yang
diberikan kepada planet kita ini ”Earth” mempunyai arti daratan kering,
merupakan kekeliruan karena tidak mencerminkan kebenaran bagian dominan
dari bumi yaitu laut biru yang sangat luas. Fakta ini mengundang Arthur C.
Clarke, seorang pakar oseanografi, untuk mengatakan “How inappropriate to call
this planet Earth when clearly it is Ocean” (Betapa tidak tepat menyebut planet ini
Bumi karena kenyataannya adalah Laut).

Saat ini, kehidupan ekosistem laut jarang sekali menjadi perhatian,


padahal perairan laut memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia.
Pada planet bumi yang sebagian besar adalah perairan mempunyai
keanekaragaaman makhluk perairan yang bervariasi. Laut dan sumberdaya alam
yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem dalam biosfer yang
memiliki nilai guna bagi kehidupan ekonomis dan ekologis manusia. Adanya
sumber sumberdaya hayati menyediakan peluang panen bahan pangan untuk
memenuhi kebutuhan protein yang bermanfaat dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian laut merupakan lingkungan alam yang penting bagi bangsa kita,
terlebih dimasa-masa yang akan datang.

Informasi kelimpahan plankton menjadi sangat penting untuk kajian


produktivitas perairan, kajian kapasitas produksi perairan, kajian dinamika
populasi ikan dan manajemen sumberdaya perairan. Sebaran spasial plankton
sangat penting sebagai dasar evaluasi kesuburan perairan dan mengetahu sebaran
jenis-jenis plankton yang ada di permukaan wilayah perairan Tanjung Batikala.
Kemudahan untuk mengetahui kelimpahan plankton dan sebaran jenis plankton
bisa divisualisasikan dengan gambaran 2 dimensi sebaran plankton dengan
menggunakan surfer 8.0.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah melakukan visualisasi sebaran
plankton permukaan dan menjelaskan mengenai sebaran jenis-jenis kelas plankton
di permukaan pada wilayah Sulawesi Tenggara.
II. METODOLOGI

2.1 Alat
Alat yang digunkan dalam praktikum ini adalah laptop, software surfer 8.0
dan ODV 3.0.1.
2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Surfer, ODV dan
modul praktikum. Penggunaan software surfer dan ODV dalam pembuatan peta
batimetri ditampilkan dalam diagram alir berikut ini :

DIAGRAM ALIR SURFER

Buka Program Surfer

Import Peta

Digitasi Daratan dan


Lautan

Buat Bingkai

Panggil Peta Daratan dan


Lautan Hasil Digitasi

Overlay – Hasil Peta 2D


Praktikum M.K. Oseanografi Umum Hari/Tanggal: Senin/ 29 November 2010
Asisten meja : Denny (MSP 43)
Resni (ITK 43)

Sebaran Spasial Plankton Permukaan di Wilayah Tanjung


Batikala pada Koordinat 121 ° BT - 122 ° BT dan 2°30' LS - 3° LS

Oleh

Kelompok 8

Irwan Rudi Pamungkas C54090017


Luthfy Nizarul Fikry C54090032
Denny Salaha Seri C54090037
Eka Maya Kurniasih C54090040
Gunawan Septianto C54090066

BAGIAN OSEANOGRAFI
DEPARTEMEN ILMU DAN DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

P e t a P e n y e b a r a n P 0
-
l 2 a5 n k t o n
- 5 0
- 7 5
- 4 - 1 0 0
- 2 0 0
- 3 0 0
- 4 0 0
- 4 . 1 - 5 0 0
- 6 0 0
- 7 0 0
- 8 0 0
- 4 . 2 - 9 0 0
- 1 0 0 0
- 1 1 0 0
- 1 2 0 0
- 4 . 3
- 1 3 0 0
- 1 4 0 0
- 1 5 0 0
- 4 . 4 - 1 6 0 0
- 1 7 0 0
- 1 8 0 0
- 1 9 0 0
- 4 . 5 - 2 0 0 0
1 2 1 1 2 1 . 1 2 1 . 12 2 1 . 13 2 1 . 14 2 1 . 15 2 1 . 16 2 1 . 17 2 1 . 18 2 1 . 91 2 2 - 2 1 0 0
- 2 2 0 0

K e t e r a n g a n :

C y a n o p h y c e a e
E u g le n o p h y c e
a e
C h l o r o p h y c e a e
B a c ill a r io p h y c e a e
D i n o p h y c e a e

Berdasarkan hasil overlay peta 2D, terlihat bahwa terdapat penyebaran


spasial Plankton Permukaan di Wilayah Tanjung Batikala (Sulawesi tenggara)
pada Koordinat 121 ° BT - 122 ° BT dan 2°30' LS - 3° LS, di mana konsentrasi
tertinggi plankton, berada di wilayah perairan dangkal dekat dengan daratan.
Tingginya sebaran plankton di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena
adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan, sedangkan
rendahnya sebaran plankton di perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai
nutrien dari daratan secara langsung. Namun pada daerah-daerah tertentu di
perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi plankton dalam jumlah yang cukup
tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang
dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam mengangkat
nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Valiela, 1984). Selain pengaruh
daratan, pola dan konsentrasi penyebaran plankton di laut bervariasi secara
geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan
oleh perbedaan intensitas cahaya matahari, dan konsentrasi nutrien yang terdapat
di dalam suatu perairan (Parsons et al, 1984).

Penyebaran plankton di Wilayah Tanjung Batikala (Sulawesi tenggara)


pada Koordinat 121 ° BT - 122 ° BT dan 2°30' LS - 3° LS, Berdasarkan peta
penyebaran plankton, diketahui bahwa jumlah plankton yang paling banyak
adalah plankton jenis Bacilliariophyceae dimana hampir disetiap stasiun
pengamatan yang diamati terdapat plankton jenis tersebut dan jumlah yang paling
melimpah diantara plankton jenis lainnya. Plankton jenis Cyanophyceae tersebar
disetiap stasiun pengamatan dengan jumlah kelimpahan yang rendah antara 1-3
per stasiun. Plankton jenis Euglenophyceae hanya ditemukan di stasiun
pengamatan III yang merupakan stasiun yang dekat dengan daratan utama.
Plankton jenis Chlorophyceae juga memiliki kelimpahan yang relatif kecil dan
hanya ditemukan pada stasiun III dengan jumlah 4 dan stasiun IV dengan jumlah
1. Plankton jenis Dinophyceae ditemukan disemua stasiun pengamatan.

Tinggi rendahnya jumlah jenis pada setiap plankton, tidak hanya


dipengaruhi oleh faktor biologisnya, akan tetapi juga dipengaruhi oleh letak
geografis Tanjung Batikala itu sendiri secara khusus, yang berupa kawasan
perairan terlindung dan letak geografis Indonesia secara umum yang berada di
daerah equator dimana cahaya matahari bersinar sepanjang tahun dapat
dimanfaatkan oleh berbagai makhluk hidup, termasuk plankton didalamnya
(Cullen, 1992).

Di alam penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan dengan


zooplankton karena kondisi perairan yang memungkinkan produksi fitoplankton
seperti sifat fototaksis positif yang dimiliki dan menyenangi sinar dan mendekati
cahaya. Lain halnya dengan zooplankton yang berpindah secara vertikal dan
horizontal yang mengikuti perkembangan fitoplankton dan bersifat tidak
menyenangi sinar dan cenderung menjauhi cahaya (Nybakken,1992). Faktor
cahaya ini pula erat kaitannya dengan suhu permukaan. Suhu mempengaruhi baik
aktivitas metabolisme maupun perkembangan dari plankton. Plankton dari jenis
fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang mempunyai
sinar matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton besar pada lapisan
permukaan laut saja. Keadaan yang demikian memungkinkan untuk terjadinya
proses fotosintesis. Sejak sinar matahari yang diserap oleh lapisan permukaan
laut, maka lapisan ini relatif panas sampai ke kedalaman 200 m (Hutabarat dan
Evans, 1985). Menurut Goldman dan Horne (1983), 2 faktor utama penentu
tingkat pertumbuhan fitoplankton adalah mencapai tingkat pertumbuhan
maksimum pada temperatur tertentu dan mampu mencapai cahaya dan nutrien
optimum.

Sebagaimana organisme lainnya, eksistensi dan kesuburan fitoplankton di


dalam suatu ekosistem sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap faktor-faktor
fisika, kimia, dan biologi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan
adalah akibat pemanfaatan nutrien, dan radiasi sinar matahari, disamping suhu,
dan pemangsaan oleh zooplankton (Basmi, 1988). Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyebaran fitoplankton antara lain :
• Suhu

• Salinitas

• Potential Hydrogen

• Arus

• Kekeruhan

• DO

Kebutuhan akan makronutrien dan mikronutrien oleh fitoplankton pada dasarnya


adalah sama namun jumlahnya berbeda. Penambahan beban masukan nutrien
memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap perubahan fitoplankton pada
perairan yang oligotrofik dibandingkan terhadap perairan yang eutrofik (Basmi,
1988). Kandungan unsur hara yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton di
perairan diantaranya yaitu :
• Nitrogen

• Fosfat

• Silikat

Kenyataan bahwa fitoplankton membutuhkan nutrien yang optimum untuk


tumbuh maksimum menyebabkan penyebaran plankton lebih banyak di stasiun
yang dekat dengan daratan. Seperti dilihat pada peta bahwa pada stasiun 4 yang
berada agak jauh ke tengah lautan mempunyai kelimpahan plankton yang lebih
sedikit dibandingkan stasiun yang lain. Hal ini dikarenakan kebanyakan unsur
hara yang terdapat dilautan merupakan run off dari daratan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil overlay peta 2D Tanjung Batikala (Sulawesi tenggara)
pada Koordinat 121 ° BT - 122 ° BT dan 2°30' LS - 3° LS dapat disimpulkan
bahwa, terdapat penyebaran spasial plankton permukaan. Terdapat 5 jenis
plankton yang yang hidup di perairan Tanjung Batikala, yaitu Cyanophyceae,
Euglenophyceae, Chlorophyceae, Bacillariophyceae dan Dinophyceae dimana
masing-masing jenis plankton tersebut, menyebar hampir di semua wilayah
penyebaran plankton yang ada di Tanjung Batikala, di mana konsentrasi jenis
plankton yang tertinggi samapai terendah, sebagai berikut : Bacillariophyceae,
Dinophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae dan Euglenophyceae penyebaran
plankton di wilayah perairan Tanjung Batikala tidak hanya pengaruh dari faktor
biologis plankton, akan tetapi juga karena letak geografis Tanjung Batikala secara
khusus, yaitu berupa kawasan perairan terlindung dan letak geografis Indonesia
secara umum yang berada di daerah equator.

4.2 Saran
Berdasarkan apa yang kami lakukan, mahasiswa dalam penggunaan
program surfer dituntut untuk teliti dalam mengolah data-data yang ada. Mulai
dari input data sampai tahap akhir. Hal ini agar didapat hasil yang akurat dan
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Basmi, J. 1995. Planktonologi : Produksi Primer (Tidak Dipublikasikan).


Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Cullen, J. J., M. R. Lewis, C. O. Davis, and R. T. Barber, 1992. Photosynthetic


Characteristics and Estimated Growth Rates Incate Grazing is the
Proximate Control of Primary Production in the Equatorial Pacific. J.
Geophys. Res., 97 (C1): 639 – 654.

Goldman, C. R. dan A. J. Horne. 1983. Limnology. Mc Graw Hill International


Book Company. Tokyo.

Hutabarat, S. dan S.M, Evans, 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas


Indonesia Press Jakarta.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis.


Diterjemaahkan oleh H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M.
PT Gramedia. Jakarta

Parsons, T. R., M. Takashi, and B. Hargrave, 1984. Biological Oceanography


Process. Third Edition. Pergamon Press, New York.

Valiela, I., 1984. Marine Ecological Processes. Library of Congress Catalogy in


Publication Data, New York, USA.

Wulandari, Dewi. 2009. KETERIKATAN ANTARA KELIMPAHAN


FITOPLANKTON DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI ESTUARI
SUNGAI BRANTAS (PORONG), JAWA TIMUR. [Skripsi]. Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.

You might also like