You are on page 1of 13

Seperti dikemukakan terdahulu, pendekatan pengubahan tingkah laku didasarkan atas prinsip-

prinsip psikologi behavioral. Prinsip pokoknya ialah bahwa semua tingkah laku itu dipelajari,
baik tingkah laku yang disukai maupun tidak disukai. Para penganut pendekatan ini percaya
bahwa seorang siswa yang bertingkah laku menyimpang melakukan perbuatannya itu karena satu
atau dua alasan:

1. siswa telah mempelajari tingkah laku yang menyimpang itu, atau


2. siswa itu belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya.

Pendekatan pengubahan tingkah laku dibangun atas dua anggapan dasar:

1. ada empat proses yang perlu diperhitungkan dalam belajar bagi semua orang pada segala
tingkatan umur dan dalam segala keadaan dan
2. proses belajar itu sebagian atau seluruhnya dipengaruhi (dikontrol) oleh kejadian-
kejadian yang berlangsung di lingkungan. Dengan demikian, tugas pokok guru adalah
menguasai dan menerapkan keempat proses yang telah terbukti (bagi kaum behavioris)
merupakan pengontrol tingkah laku manusia, yaitu: penguatan positif, penghukuman,
penghilangan dan penguatan negatif.

Para penganut pemberian penguatan menekankan bahwa apabila seorang siswa menampilkan
tingkah laku tertentu, maka tingkah lakunya itu diikuti oleh akibat (konsekwensi) tertentu. Ada
empat kategori dasar dari akibat:

1. apabila ganjaran diberikan,


2. apabila hukuman diberikan,
3. apabila ganjaran dihentikan, dan
4. apabila hukuman dihentikan.

Pemberian ganjaran disebut penguatan positif dan pemberian hukuman disebut saja
penghukuman. Penghentian pemberian ganjaran disebut penghilangan (extinention) atau
penundaan (time out), tergantung pada keadaannya. Penghentian hukuman disebut penguatan
negatif. Frekuensi munculnya tingkah laku tertentu sejalan dengan jenis mana yang mengikuti
tingkah laku itu. Penguatan positif, yaitu pemberian ganjaran setelah ditampilkannya tingkah
laku yang dimaksud, mengakibatkan ditingkatkannya frekuensi pemunculan tingkah laku yang
dimaksud. Tingkah laku yang memperoleh ganjaran itu diperbuat dan diulangi lagi di waktu
mendatang.

Contoh:

Bambang menulis laporan dengan rapi dan menyerahkannya kepada guru (tingkah laku siswa).
Guru memuji pekerjaan Bambang itu dan memberikan komentar bahwa laporan Bambang yang
ditulis dengan rapi lebih mudah dibaca dibandingkan dengan yang ditulis secara tidak rapi
(penguatan positif). Untuk laporan-laporan berikutnya, Bambang terus memperhatikan kerapian
laporan itu (frekuensi tingkah laku yang dikuatkan itu meningkat).
Penghukuman menampilkan perangsang yang tidak diinginkan atau tidak disukai (yaitu
hukuman) setelah dilakukannya suatu perbuatan tertentu yang menyebabkan frekuensi
pemunculan tingkah laku itu menurun.

Contoh:

Jamilus menyerahkan kepada guru laporan yang kurang rapi (tingkah laku siswa). Guru
memahami Jamilus karena tidak memperhatikan kerapian laporan itu, mengatakan bahwa
laporan yang tidak rapi sukar dibaca dan menyuruh Jamilus menulis laporan itu kembali
(hukuman). Untuk laporan-laporan selanjutnya, Jamilus telah memperhatikan kerapian laporan
itu (frekuensi tingkah laku yang mendapatkan hukuman itu menurun). Penghilangan adalah
menahan (tidak lagi memberikan) ganjaran yang diharapkan akan diberikan seperti yang sudah-
sudah (menahan pemberian penguatan positif). Penghilangan ini menghasilkan penurunan
frekuensi tingkah laku yang semula mendapat penguatan.

Contoh:

Susi, yang laporan-laporan sebelumnya memperoleh pujian dari guru, menyerahkan kepada guru
laporan yang rapi (tingkah laku siswa yang sebelumnya mendapat penguatan). Guru menerima
laporan itu dan setelah dibaca mengembalikan laporan itu tanpa komentar (menahan pemberian
penguatan positif). Untuk laporan-laporan berikutnya Susi menjadi kurang rapi (frekuensi tingkat
laku yang telah dikuatkan menurun). Penundaan merupakan tindakan tidak jadi memberikan
ganjaran atau mengecualian pemberian ganjaran untuk siswa tertentu. Penundaan seperti ini
menurunkan frekuensi penguatan dan menurunkan frekuensi tingkah laku yang dimaksudkan itu.

Contoh:

Para siswa di kelas Ibu Eti (guru Bahasa Inggris) yakin bahwa guru mereka itu akan
menyelenggarakan permainan kata-kata (word game) jika para siswa mengerjakan tugas dan
baik. Permainan seperti itu amat digemari oleh para siswa. Ternyata siswa-siswa memang
mengerjakan tugas dengan baik, kecuali Jayeng. Ibu Eti mengatakan bahwa Jayeng tidak
diperkenankan ikut serta dalam permainan itu dan duduk sendiri terpisah dari kelompok-
kelompoknya (mengecualikan pemberian ganjaran untuk siswa tertentu). Selanjutnya, Jayeng
mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik (frekuensi tingkah laku laku menurun).

Penguatan negatif adalah peniadaan perangsang yang mengenakkan atau tidak disukai (yaitu
hukuman) setelah ditampilkannya suatu tingkah laku yang mengakibatkan menurunnya frekuensi
tingkah laku yang dimaksud.
Peniadaan hukuman itu memperkuat tingkah laku yang ditampilkan dan meningkatkan
kecenderungan diulanginya tingkah laku tersebut.

Contoh:

Jamilus adalah salah seorang siswa yang harus menerus menyerahkan kepada guru laporan-
laporan yang ditulis dengan tidak rapi. Meskipun guru terus menerus menegur dan memarahinya,
laporan-laporan Jamilus itu tidak lebih baik. Pada suatu ketika Jamilus menyerahkan laporan
yang agak rapi. Guru menerima laporan Jamilus itu tanpa komentar dan tanpa teguran atau
marah yang selama ini ditempatkan kepadanya (peniadaan hukuman). Selanjutnya, laporan-
laporan Jamilus menjadi lebih rapi (frekuensi tingkah laku meningkat).

Dapat diringkaskan, guru dapat menumbuhkan tingkah laku yang diinginkan pada diri siswa
melalui penerapan penguatan positif, yaitu pemberian ganjaran dan penguatan negatif yaitu
peniadaan hukuman. Guru dapat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan pada diri siswa
melalui penerapan penghukuman, yaitu pemberian perangsang yang tidak mengenakkan;
penghilangan yaitu menahan pemberian ganjaran yang biasanya diberikan dan penundaan, yaitu
mengecualikan siswa dari pemberian ganjaran tertentu. Perlu diingat bahwa penerapan masing-
masing jenis akibat (konsekuensi) itu berkaitan dengan diterus atau dihentikannya penampilan
suatu tingkah laku di masa depan. Jika guru memberikan penguatan terhadap perbuatan yang
menyimpang, maka besar kemungkinan perbuatan yang menyimpang itu akan diulangi atau
diteruskan; dan sebaliknya, apabila guru menghukum tingkah laku yang baik, maka besar
kemungkinan perbuatan yang sebenarnya baik it akan dihentikan penampilannya.

Tentang kapan penguatan itu diberikan juga penting. Tingkah laku siswa yang dianggap baik dan
perlu diteruskan hendaknya diberi penguatan sesegera mungkin setelah tingkah laku itu
ditampilkan. Tingkah laku siswa yang tidak diinginkan dan perlu dihentikan hendaklah diberi
hukuman sesegera mungkin setelah tingkah laku itu ditampilkan. Tingkah laku yang tidak segera
diberi penguatan akan cenderung melemah dan tingkah laku yang tidak segera diberi hukuman
akan cenderung berkembang (menguat). Dengan demikian, unsur waktu dalam pemberian
penguatan dan hukuman adalah penting. “Makin cepat makin baik” merupakan kata-kata yang
perlu diperhatikan bagi guru berkenaan dengan keefektifannya dalam mengelola kelas.

Frekuensi pemberian penguatan juga perlu diperhatikan. Penguatan terus menerus yaitu yang
diberikan setelah setiap kali tingkah laku yang dimaksudkan ditampilkan, berakibat makin
seringnya penampilan tingkah laku itu. Dengan demikian, jika guru ingin memperkuat tingkah
laku tertentu dari seorang siswa maka guru itu hendaklah memberikan ganjaran pada setiap
penampilan tingkah laku yang dimaksud. Penguatan yang terus menerus itu terutama sekali
efektif bagi tahap-tahap awal penguasaan suatu tingkah laku khusus tertentu, dan sekali tingkah
laku itu sudah terbina pada diri siswa, penguatan berkala akan lebih efektif. Ada dua macam
penjadwalan dalam penguatan berkala, yaitu penjadwalan interval dan penjadwalan rasio.
Penjadwalan interval dilaksanakan apabila guru memberikan penguatan kepada siswa setiap
setelah jangka waktu tertentu.

Misalnya, guru memberikan penguatan setiap jam. Penjadwalan rasio dilaksanakan apabila guru
memberikan pengaturan kepada siswa setiap setelah siswa menampilkan sekian kali tingkah laku
yang dimaksud.

Misalnya, guru memberikan penguatan setiap siswa telah menampilkan empat kali tingkah laku
yang dimaksud. Pada umumnya, penjadwalan interval lebih efektif diterapkan untuk
mempertahankan agar tingkah laku yang dimaksudkan itu terus menerus dapat berlangsung
secara tetap, sedangkan penjadwalan rasio lebih efektif untuk meningkatkan frekuensi
penampilan tingkah laku itu.
Dalam proses pemberian penguatan, ganjaran yang diberikan disebut penguat (reinforce). Jenis-
jenis penguat dapat digolongkan ke dalam dua klasifikasi besar:

1. penguat besar, yaitu penguat-penguat yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk
berlangsungnya hidup (seperti makanan, air, udara yang segar), dan
2. penguat bersyarat, yaitu penguat-penguat yang dipelajari (seperti pujian, kasih sayang,
uang).

Penguat bersyarat meliputi:

1. penguat sosial, yaitu pemberian ganjaran terhadap tingkah laku tertentu oleh orang lain
dalam kaitannya dengan suasana sosial (seperti tepuk tangan, pujian);
2. penguat penghargaan yaitu jenis ganjaran yang merupakan tanda penghargaan, yang
mana tanda penghargaan itu mungkin dapat ditukarkan dengan ganjaran nyata yang dapat
bermanfaat (seperti uang tanda tukar kebutuhan sekolah lainnya);
3. penguatan kegiatan, yaitu jenis ganjaran yang berupa kesempatan untuk melakukan
kegiatan tertentu (seperti kesempatan berekreasi, membaca bebas di perpustakaan).
Dalam menyelenggarakan penguatan haruslah diperhatikan pengaruh penguatan itu pada
diri masing-masing siswa. Keberhasilan suatu usaha penguatan harus dilihat sampai
berapa jauh penguatan itu mampu meningkatkan frekuensi penampilan tingkah laku yang
diberi penguatan itu. Dengan demikian, arti suatu ganjaran hanya bisa dimengerti dalam
kaitannya dengan siswa tertentu.

Ganjaran bagi seorang siswa mungkin memang merupakan ganjaran, tetapi bagi siswa lainnya
justru merupakan hukuman. Tanggapan guru terhadap tingkah laku siswa yang dimaksudkan
sebagai pujian dan ganjaran, dirasakan oleh siswa sebagai hukuman dan sebaliknya, yang
dimaksudkan sebagai hukuman justru seringkali terjadi. Seringkali siswa melakukan tindakan
yang menyimpang untuk menarik perhatian orang lain. Tanggapan guru yang berupa marah atau
omelan, bagi siswa yang haus akan perhatian orang lain dirasakan lebih sebagai ganjaran
daripada sebagai hukuman, dan sebagai akibatnya siswa itu terus bertingkah laku menyimpang
dengan tujuan menarik perhatian orang lain.

Contoh diatas mengisyaratkan bahwa guru harus amat hati-hati dalam memilih dan menerapkan
penguat-penguat yang tepat untuk siswa-siswa tertentu. Hal ini tampaknya sukar, namun
sebenarnya tidaklah demikian. Jenis-jenis penguat tertentu sebenarnya tidak terlepas dari
kebutuhan siswa tertentu, bahkan siswa itu dapat (secara tidak langsung) menunjukkan penguat-
penguat yang dibutuhkannya. Ada tiga cara untuk mengenali jenis-jenis penguat yang
bersangkutan dengan siswa tertentu:

1. melihat petunjuk-petunjuk (gelagat) khusus berkaitan dengan jenis penguat tertentu


dengan jalan mengamati hal-hal apa yang ingin dilakukan oleh siswa;
2. melihat petunjuk-petunjuk tambahan dengan mengamati apa yang terjadi setelah siswa
menampilkan tingkah laku tertentu; dalam hal ini guru mencoba menerapkan tindakan
atau tingkah laku apa yang dilakukan guru dan teman-teman siswa itu yang tampaknya
menguatkan tingkah laku siswa yang bersangkutan; dan
3. memperoleh petunjuk-petunjuk tambahan dengan jalan langsung menanyakan kepada
siswa yang bersangkutan tentang apa yang ingin dilakukannya jika dia memiliki waktu
terluang, apa yang ingin dimilikinya, dan untuk apa atau untuk siapa biasanya siswa itu
melakukan sesuatu yang berarti. Setelah secara singkat membahas penggunaan ganjaran,
marilah kita singgung sedikit lagi tentang hal yang sebenarnya masih merupakan suatu
dilema atau masih diperdebatkan, yaitu penggunaan hukuman untuk mengurangi atau
meniadakan tingkah laku yang tidak disukai. Dalam kaitan ini ada tiga pokok pandangan,
yaitu:

• penggunaan hukuman secara tepat adalah amat efektif untuk mengurangi atau
menghilangkan tingkah laku siswa yang menyimpang;
• penggunaan hukuman secara bijaksana terhadap hal-hal tertentu secara terbatas dapat
menimbulkan akibat yang baik secara cepat (segera), tetapi guru harus dengan hati-hati
mencatat akibat-akibat sampingan dari hukuman itu, dan
• penggunaan hukuman itu hendaklah sama sekali dihindarkan karena penanggulangan
terhadap tingkah laku siswa yang menyimpang dapat dilakukan dengan cara-cara lain
yang tidak perlu menimbulkan akibat sampingan sebagaimana dapat ditimbulkan oleh
hukuman.

Keuntungan dan kerugian penggunaan hukuman perlu dikenali.

Beberapa keuntungan ialah:

1. Hukuman dapat menghentikan dengan segera tingkah laku siswa yang menyimpang, dan
dapat mencegah berulangnya kembali tingkah laku itu dalam waktu yang cukup lama.
2. Hukuman berfungsi sebagai pemberi petunjuk kepada siswa dengan kenyataan bahwa
siswa dibantu untuk segera mengetahui tingkah laku mana yang dapat diterima.
3. Hukuman berfungsi sebagai pengajaran bagi siswa-siswa lain dengan kenyataan bahwa
hukuman itu mungkin mengurangi kemungkinan siswa-siswa lain meniru tingkah yang
mendapat hukuman itu.

Kerugian penggunaan hukuman:

1. Hukuman dapat ditafsirkan secara salah. Kadang-kadang penghukuman terhadap tingkah


laku tertentu digeneralisasikan untuk tingkah laku-tingkah laku lainnya. Misalnya,
seorang siswa yang dihukum karena berbicara tanpa mengindahkan giliran mungkin tetap
akan tidak berbicara meskipun kesempatan berbicara baginya terbuka luas.
2. Hukuman dapat menyebabkan siswa yang bersangkutan menarik diri sama sekali.
3. Hukuman dapat menyebabkan siswa agresif.
4. Hukuman dapat menimbulkan reaktif negatif dan kawan-kawan siswa yang bersangkutan.
Misalnya, siswa-siswa dapat menampilkan tingkah laku yang tidak diinginkan (seperti
menertawakan, simpati) terhadap siswa yang menerima hukuman.
5. Hukuman dapat menimbulkan sikap negatif pada diri sendiri atau terhadap suasana diluar
dirinya. Misalnya, hukuman dapat merusak perasaan bahwa diri sendiri cukup berharga
atau dapat menumbuhkan sikap negatif terhadap sekolah. Dalam mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian penggunaan hukuman, pilihan-pilihan yang akan diterapkan
harus benar-benar dipertimbangkan secara hati-hati. Jika cara hukuman tertentu memang
sudah dipilih, maka penerapannya harus dicatat secara diteliti.

Disamping itu, dalam melaksanakan hukuman itu guru harus sudah mempertimbangkan hal-hal
atau akibat yang mungkin terjadi dan guru harus sudah siap pula menanggulangi apa yang
mungkin terjadi itu. Lebih jauh disarankan agar guru juga mampu memberikan penguatan
terhadap tingkah laku yang baik sambil sekaligus mampu menahan pemberian penguatan atau
hukuman terhadap tingkah laku yang tidak disukai.

Pembicaraan tentang pendekatan pengubahan tingkah laku dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Mengabaikan tingkah laku siswa yang tidak diinginkan dan menunjukkan persetujuan
atas tingkah laku yang diinginkan adalah amat efektif dalam menumbuhkan tidak langkah
yang baik bagi siswa-siswa di kelasnya.
2. Menunjukkan persetujuan atas tingkah laku yang baik tampaknya merupakan kunci dari
pengelolaan kelas yang efektif.

Kesimpulan-kesimpulan diatas dapat diartikan sebagai berikut:

1. Memberikan ganjaran terhadap tingkah laku siswa yang baik dan menahan pemberian
ganjaran tingkah laku yang tidak baik adalah amat efektif untuk membina tingkah laku
siswa yang lebih baik didalam kelasnya.
2. Menghukum tingkah laku siswa yang tidak baik dapat meniadakan tingkah laku itu tetapi
mungkin menimbulkan akibat sampingan yang bersifat negatif.
3. Memberikan ganjaran terhadap tingkah laku yang baik tampaknya merupakan kunci bagi
pengelolaan kelas yang efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Pengertian Tingkah Laku Manusia
Tingkah laku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan atau genetika.
Perilaku manusia merupakan dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan
adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada pada manusia. Karakteristik perilaku
ada yang terbuka dan tertutup.Perilaku terbuka yaitu perilaku yang dapat diketahui oleh
orang lain tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan perilaku tertutup adalah perilaku
yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu misalnya
berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi dan takut. Perilaku merupakan perwujudan dari adanya
kebutuhan. Perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian dri yang harus diselaraskan
peran manusia sebagai mahkluk individu, sosial dan berketuhanan.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman.
perubahan Anak yang merasa ketakutan ketika berjalan sendiri pada malam hari merupakan
hasil dari belajar anak telah belajar menghubungkan kegelapan dengan suatu keadaan yang
menyeramkan. Reaksi ini dapat diperoleh secara tidak sadar maupun secara sadar dan juga
dapat diperoleh dari hasil belajar
II. Mengenal Tentang Tingkah Laku
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya
adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan
cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku.
Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofi tertentu tentang
manusia. Setiap individu dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan
negatif yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial,
meskipun juga menganggap tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari pengaruh
lingkungan dan faktor-faktor genetik.
Karakter Manusia tidak terbentuk secara tiba-tiba, tetapi bermodal
tabiat bawaan genetika orang tuanya kemudian terbangun sejalan dengan
proses interaksi social dan internalisasi nilai-nilai dalam medan
Stimulus dan Respond sepanjang hidupnya. Perilaku manusia tidak cukup
difahami dari apa yang nampak, tetapi harus dicari dasarnya. Tidak
semua senyum bermakna keramahan, demikian juga tidak semua tindak
kekerasan bermakna permusuhan. Diantara yang mendasari tingkah laku
manusia adalah : Instinc. Adat kebiasaan, keturunan, lingkungan, motivasi dan keinsyafan
Instinc bersifat universal; seperti (1) instinct menjaga
diri agar tetap hidup, (2) instinct seksual dan (3) instinct takut.
Semua manusia memiliki instinct ini.
Adat kebiasaan. Perbuatan yang diulang-ulag dalam waktu lama oleh
perorangan atau oleh kelompok masyarakat sehingga menjadi mudah
mengerjakannya, disebut kebiasaan. Cara berjalan, cara mengungkapkan
kegembiraan atau kemarahan, cara berbicara adalah wujud dari
kebiasaan. Orang merasa nyaman dengan kebiasaan itu meski belum tentu
logis.
Keturunan. Ajaran Islam menganjurkan selektip memilih calon
pasangan hidup, karena karakteristik genetika orang tua akan menurun
kepada anaknya hingga pada perilaku.
Lingkungan. Menurut sebuah penelitian psikologi; 83% perilaku
manusia dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11% oleh apa yang didengar
dan 6% sisanya oleh berbagai stimulus.
Motivasi. Setiap manusia melakukan sesuatu pasti ada tujuan yang
ingin dicapai. Motivasi melakukan sesuatu bisa karena (a) keyakinan
terhadap sesuatu, (b) karena terbawa perilaku orang lain, (c) karena
terpedaya atau terpesona terhadap sesuatu.
Keinsyafan. Keinsyafan merupakan kalkulasi psikologis yang
berhubungan dengan (a) ketajaman nurani, atau (b) kuatnya cita-cita
atau (c) kuatnya kehendak.
Terapi tingkah laku kontemporer bukanlah suatu pendekatan yang sepenuhnya
deterministik dan mekanistik, yang menyingkirkan potensi para klien untuk memilih. Hanya
para “Behavoris yang Radikal” yang menyingkirkan kemungkinan menentukan diri dari
individu.
Tingkah laku dapat dijelaskan dengan cara yang berbeda – beda, dalam psikologi sedikitnya
ada 5 cara pendekatan, yaitu :
(1) Pendekatan Neurobiological
Tingkah laku manusia pada dasarnya dikendalikan oleh aktivitas otak dan sistem syaraf.
Pendekatan neurobiological berupaya mengaitkan perilaku yang terlihat dengan impuls
listrik dan kimia yang terjadi didalam tubuh serta menentukan proses neurobiologi yang
mendasari perilaku dan proses mental.
(2) Pendekatan Perilaku
Menurut pendekatan ini tingkah laku pada dasarnya adalah respon atas stimulus yang
datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S – R atau suatu kaitan Stimulus
– Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali.
Pendekatan ini dipelopori oleh J. B Watson kemudian dikembangkan oleh banyak ahli,
seperti Skinner, dan melahirkkan banyak sub aliran
(3)Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu
( Organisme ) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan dan menanggapi stimulus
sebelum melakukan reaksi. Jika dibuatkan model adalah sebagai berikut S – O – R. Individu
menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus
yang datang
(4)Pendekatan Psikoanalisa
Pendekatan ini dikembangkan oleh Freud. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian
besar dikuasai oleh alam bawah sadar dan sewaktu – waktu akan menuntut untuk dipuaskan
(5) Pendekatan Fenomenologi
Pendekatan ini lebih memperhatikan pada pengalaman subjektif individu karena itu tingkah
laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep
tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi
dirinya.Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang
dirinya.
III. PROSES PEMBENTUKAN DAN PERUBAHAN TINGKAH LAKU
A. Teori Pembentukan dan Perubahan Tingkah Laku
Banyak sekali teori yang ada dalam pembentukan dan perubahan tingkah laku dan dalam
kesempatan kali ini kami akan menjelaskan tentang teori yang dikemukakan oleh teori
pembiasaan yang dikemukakan oleh Dollard dan Miller
Teori Belajar Sosial dan Tiruan Dari Millers dan Dollard
Pandangan Millers dan Dollard bertitik tolak pada teori Hull yang kemudian dikembangkan
menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu merupakan
hasil belajar. Oleh karena itu untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar sosial,
kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar.
Prinsip belajar itu terdiri dari 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas
(respons), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain, yaitu
dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi respons, respons menjadi ganjaran, dan
seterusnya.
Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk
bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang cukup kuat pada umumnya bersifat biologis seperti
lapar, haus, seks, kejenuhan, dan sebagainya. Stimulus-stimulus ini disebut dorongan primer
yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut Miller dan Dollard semua tingkah laku
(termasuk tingkah laku tiruan) didasari oleh dorongan-dorongan primer ini.
Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respons akan timbul
dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Didalam belajar
sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik yang langsung ditujukan
orang tertentu maupun yang tidak, misalnya anggukan kepala merupakan isyarat untuk
setuju, uluran tangan merupakan isyarat untuk berjabat tangan.
Mengenai tingkah laku balas (respons), mereka berpendapat bahwa manusia mempunyai
hirarki bawaan tingkah laku. Pada saat manusia dihadapkan untuk pertama kali kepada
suatu rangsangan tertentu maka respons (tingkah laku balas) yang timbul didasarkan pada
hirarki bawaan tersebut. Setelah beberapa kali terjadi ganjaran dan hukuman maka tingkah
laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut disusun menjadi hirarki
resultan (resultant hierarchy of respons).
Disinilah pentingnya belajar dengan coba-coba dan ralat (trial and error learning). Dalam
tingkah laku sosial, belajar coba-ralat dikurangi dengan belajar tiruan dimana seseorang
tinggal meniru tingkah laku orang lain untuk dapat memberikan respons yang tepat.
Sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan coba-ralat.
Ganjaran adalah rangsang yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak
dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard ada 2 reward atau ganjaran, yakni
ganjaran primer yang memenuhi dorongan-dorongan primer dan ganjaran sekunder yang
memenuhi dorongan-dorongan sekunder. Mereka membedakan 3 macam mekanisme
tingkah laku tiruan, yakni :
a. Tingkah Laku Sama
Tingkah laku ini terjadi pada 2 orang yang bertingkah laku balas (respons) sama terhadap
rangsangan atau isyarat yang sama. Contoh 2 orang yang berbelanja di toko yang sama dan
dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini tidak selalu hasil tiruan maka tidak
dibahas lebih lanjut oleh pembuat teori.
b. Tingkah laku Tergantung (Matched Dependent Behavior)
Tingkah laku ini timbul dalam interaksi antara 2 pihak dimana salah satu pihak mempunyai
kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua, dan sebagainya) dari pihak yang lain.
Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan menyesuaikan tingkah
laku (match) dan akan tergantung (dependent) pada pihak yang lebih.
Misalnya kakak adik yang sedang bermain menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya
ibu mereka membawa coklat. Terdengar ibunya pulang, kakak segera menjemput ibunya
kemudian diikuti oleh adiknya. Ternyata mereka mendapatkan coklat (ganjaran). Adiknya
yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, dilain waktu meskipun kakaknya tidak
ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
c. Tingkah Laku Salinan (Copying Behavior)
Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas
dasar isyarat yang berupa tingkah laku pula yang diberikan oleh model. Demikian juga
dalam tingkah laku salinan ini, pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap kuat
atau lemahnya tingkah laku tiruan.
Perbedaannya dengan tingkah laku tergantung adalah dalam tingkah laku tergantung ini si
peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja.
Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di
masa yang lalu maupun yang akan dilakukan di waktu mendatang.
Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang relatif panjang
ini akan dijadikan patokan oleh di peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri dimasa
yang akan datang sehingga lebih mendekati tingkah laku model.
Dari semua penjelasan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwasanya, manusia akan
berubah sesuai dengan apa yang mereka pelajari, baik dari keluarga, teman, sahabat
ataupun belajar dari diri mereka sendiri, proses pembelajaran diri inilah yang nantinya akan
membentuk tingkah laku seseorang tersebut, sedangkan pembentukan tersebut sangat
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan orang tersebut baik dalam kesehariannya
ataupun dalam keadaaan tertentu seperti ketika ia menghadapi keadaan dimana pada
keadaan biasa ia tidak berani melawan, maka ketika dalam keadaan terdesak, ia akan
melawan sebab berkaitan dengan sesuatu yang sangat ia butuhkan
. Pembahasan

Dalam bahasa Arab, reward (ganjaran) diistilahkan dengan tsawab. Kata ini banyak ditemukan dalam Al-Quran, khususnya ketika membicarakan
tentang apa yang akan diterima oleh seseorang, baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya. Kata tsawab selalu diterjemahkan kepada
balasan yang baik. Sebagaimana salah satu diantaranya dapat dilihat dalam firman Allah pada surat Ali Imran: 145, 148, an-Nisa: 134. Dari ketiga ayat
di atas, kata tsawab identik dengan ganjaran yang baik. Seiring dengan hal ini, makna yang dimaksud dengan kata tsawab dalam kaitannya dengan
pendidikan Islam adalah pemberian ganjaran yang baik terhadap perilaku baik dari anak didik. Dalam pembahasannya yang lebih luas, pengertian
istilah reward dapat diartikan sebagai 1) alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar
bagi murid; dan sebagai hadiah terhadap perilaku yang baik dari anak dalam proses pendidikan.

Punishment (hukuman) dalam bahasa Arab diistilahkan dengan ‘iqab. Al-Qur’an memakai kata ‘iqab sebanyak 20 kali dalam 11 surat. Bila
memperhatikan masing-masing ayat tersebut terlihat bahwa kata ‘iqab mayoritasnya didahului oleh kata syadiid (yang paling, amat, dan sangat), dan
kesemuanya menunjukkan arti keburukan dan azab yang menyedihkan, seperti firman Allah dalam surat Ali Imran: 11 dan al-Anfal: 13. Dari kedua
ayat di atas dapat dipahami bahwa kata ‘iqab ditujukan kepada balasan dosa sebagai akibat dari perbuatan jahat manusia. Dalam hubungannya
dengan pendidikan Islam, ‘iqab diartikan sebagai 1) alat pendidikan preventif dan refresif yang paling tidak menyenangkan; dan 2) balasan dari
perbuatan yang tidak baik yang dilakukan anak.

Selain kata tsawab dan ‘iqob, Al-Quran juga menggunakan kata targhib dan tarhib. Perbedaannya, kalau tsawab dan ‘iqob lebih berkonotasi pada
bentuk aktivitas dalam memberikan ganjaran dan hukuman seperti memuji dan memukul, sedangkan kata targhib dan tarhib lebih berhubungan
dengan janji atau harapan untuk mendapatkan kesenangan jika melakukan suatu kebajikan atau ancaman untuk mendapatkan siksaan kalau
melakukan perbuatan tercela.

Selain berupa konseptual, ajaran islam juga telah memberikan penjelasan tentang teknik penerpan reward dan punishment dalam upaya pembentukan
perilaku. Berbagai teknik penggunaan reward yang diajarkan islam diantaranya adalah:

1. Dengan ungkapan kata. Penggunaan teknik ini dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika memuji cucunya, al-Hasan dan al-Husein yang
menunggangi punggungnya seraya beliau berkata, “Sebaik-baik unta adalah unta kalian, dan sebaik-baik penunggang adalah kalian.” Oleh
karenanya guru diharapkan mengikuti makna-makna dalam rangka memberi ganjaran atau pujian yang akan bermanfaat dan lebih menarik
perhatian. Ganjaran-ganjaran yang diberikan dengan mudah terhadap suatu perbuatan akan menghilangkan akibat-akibat yang tidak baik.

2. Dengan memberikan suatu materi. Cara ini selain untuk menunjukkan perasaan cinta, tetapi juga dapat menarik cinta dari si anak,
terutama apabila hal itu tidak diduga. Rasulullah telah mengajarkan hal tersebut dengan mengatakan, “Saling memberi hadiahlah kalian
niscaya kalian saling mencintai.” Setiap orang tua hendaknya mengetahui apa yang disukai dan diharapkan oleh anaknya, sehingga hadiah
yang diberikan dapat berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan keadaan anaknya. Pada praktik pendidikan, cara ini dapat diberikan
kepada anak didik dengan syarat benda yang diberikan terdapat relevansi dengan kebutuhan pendidikan.

3. Dengan memberikan senyuman atau tepukan. Senyuman merupakan sedekah sebagaimana dikatakan oleh Rosulullah: “Senyumanmu
terhadap saudaramu adalah sedekah.” Senyuman sama sekali bukan suatu beban vang memberatkannya, tetapi ia mempunyai pengaruh
yang sangat kuat, Ketika berbicara dengan anak-anak maupun dengan murid-murid hendaknya seorang ayah atau seorang guru mcmbagi
pandangannya secara merata kepada mereka semua, sehingga mereka mendengarkannya dengan perasaan cinta dan kasih sayang serta
tidak membenci pembicaraannya. Demikian juga dengan tepukan tangan, misalnya seorang guru menepuk-nepuk pundak siswanya ketika
siswa tersebut mampu mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik.

Ada beberapa peristiwa yang dilakukan Rosululloh ketika memberikan pujian kepada para sahabatnya, diantaranya pujian kepada Mua’adz ketika ia
bertanya tentang perbuatan apa yang bisa memasukannya kedalam syurga. Kala itu Rosululloh menjawab dengan jawaban: Bakhin, bakhin (bagus,
bagus) sungguh pertanyaan yang agung. Setelah itu Rosululloh menjawab pertanyaannya. Peristiwa yang hampir sama terjadi ketika Rosululloh
menjawab pertanyaan Abu Hurairoh tentang orang yang paling beruntung ketika mendapat syafaat Rosul di hari akhir nanti. Sebelum menjawab
pertanyaan tersebut Rosululloh mengatakan: Sudah saya duga, tidak aka nada orang yang bertanya tentang masalah ini selain dirimu.

Selanjutnya, pelaksanaan hukuman sebagai salah satu metode pendidikan boleh dilakukan sebagai jalan terakhir dan harus dilakukan secara terbatas
dan tidak menyakiti anak. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan anak dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Pemberian
hukuman harus dimulai dari tindakan sebelumnya yang dimulai dari teguran langsung, melalui sindiran, melalui celaan, dan melalui pukulan. Oleh
karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian
hukuman yaitu: 1) Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, dan kasih sayang. 2) Harus didasarkan pada alasan keharusan. 3) Harus
menimbulkan kesan di hati anak. 4) Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik. 5) Harus diikuti dengan pemberian maaf dan
harapan serta kepercayaan. Terdapat beberapa cara yang telah digunakan Rasulullah dalam menjalankan hukuman pada anak, diantaranya:

1. Melalui teguran langsung. Umar bin Abi Salmah r.a. berkata, “Dulu aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah. ketika makan, biasanya
aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. Melihat itu beliau berkata, 'Hai ghulam, bacalah basmallah, makanlah dengan tangan
kananmu, dan makanlah apa yang ada di dekatmu.”

2. Melalui Pukulan. Ajaran Islam membolehkan pada pendidik atau orang tua untuk memberikan pukulan sebagai salah satu bentuk
punishment dalam praktik pendidikan. Namun demikian, terdapat beberapa aturan yang mampu melindungi anak dari efek negitif yang
mungkin di timbulkan. Diantara persyaratan yang membolehkan penggunaan pukulan diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Jangan
terlalu cepat memukul anak, jika kesalahan itu baru pertama kali dilakukan, anak harus diberi kesempatan untuk bertaubat dari
perbuatannya; 2) Seorang pendidik tidak boleh memukul kecuali jika seluruh sarana peringatan dan ancaman tidak mempan lagi dan tidak
boleh memukul dalam keadaan sangat marah karena dikhawatirkan membahayakan diri anak. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah
yang menyatakan, Jangan marah!; 3) Pukulan tidak boleh dilakukan pada tempat-tempat yang berbahaya, seperti kepala, dada, perut, atau
muka. Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah, Jika salah seorang dari kamu memukul, maka jauhilah muka. Pukulan tidak terlalu keras
dan tidak menyakitkan. Sasarannya adalah kedua tangan atau kedua kaki dengan alat pukul yang lunak (tidak keras). Selain itu, hendaklah
pukulan-pukulan itu dimulai dari hitungan satu sampai tiga jika si anak belum baligh. Tetapi, jika sudah menginjak masa remaja, sementara
sang pendidik melihat bahwa pukulannya tadi tidak membuat jera si anak, dia boleh menambahnya lagi sampai hitungan kesepuluh. Hal itu
mengacu pada sabda Rasulullah, Tidak mendera di atas sepuluh deraan kecuali dalam hukuman pelanggaran maksiat (hudud); 4)
Hukuman harus dilakukan oleh sang pendidik sendiri, tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, agar terhindar dari kedengkian dan
perselisihan. Seorang pendidik harus dapat menepati waktu yang sudah ditetapkan untuk mulai memukul, yaitu langsung kctika anak
melakukan kesalahan. Tidak dibenarkan, apabila seorang pendidik memukul orang bersalah setelah berselang dua hari dari perbuatan
salahnya. Keterlambatan pemukulan sampai hari kedua ini hampir tidak ada gunanya sama sekali; dan 5) Jika sang pendidik melihat
bahwa dengan cara memukul masih belum membuahkan hasil yang diinginkan, dia lidak boleh meneruskannya dan harus mencari jalan
pemecahan yang lain.

C. Penutup

Sebagai sebuah metode dalam pendidikan, reward mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah bisa menjadi motivasi untuk
melakukan perbuatan yang sama atau bahkan perbuatan yang lebih baik lagi, karena di dalam reward ada arah (tujuan) yang dapat dijadikan pola
perilaku berikutnya. Kelemahannya, jika metode ini diberikan secara berlebihan dan kurang tepat, maka anak akan timbul sikap sombong karena
menganggap dirinya selalu hebat. Akibat negatif yang mungkin timbul, telah dijelaskan Rosululloh ketika beliau mendengar seorang laki-laki memberi
hadiah kepada laki-laki lain, dan hadiahnya itu berlebih-lebihan. Lalu Rosululloh bersabda: “Engkau telah berbuat kerusakan di belakang manusia.”

Selain reward, punishmentpun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah bisa menjadi sarana untuk perbaikan perilaku
sehingga anak tidak terjerumus pada perilaku yang lebih tercela, selain itu seorang anak akan merasakan akibat dari perbuatannya yang pada
akhirnya anak akan mampu menghormati dirinya sendiri. Kelemahan metode ini dapat menimbulkan perasaan takut, tidak percaya diri, dan
mengurangi keberanian untuk berbuat.

Reward dan punishment adalah dua jenis metode yang bisa digunakan dalam praktik pendidikan baik dalam lingkup keluarga maupun sekolah.
Penggunaan kedua metode tersebut harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam ajaran Islam. Penggunaan reward lebih efektif
dibanding punishment, karena itu punishment boleh digunakan ketika alternatif lain sudah tidak mampu memecahkan persoalan yang dihadapi anak.

Wallohu ‘alam bishowab.

You might also like