Professional Documents
Culture Documents
I. TUJUAN
II. PRINSIP
Reaksi pada saat terdapatnya zat yang memisahkan diri dari suatu larutan
menjadi suatu fasa padat dan mengendap.
II.3 Kelarutan
Massa maksimum zat terlarut untuk dapat larut dalam suatu pelarut.
III. REAKSI
III.1 Reaksi standarisasi larutan perak nitrat dengan larutan natrium klorida metode
mohr
(Christian, 1994).
III.2 Reaksi penentuan konsentrasi sampel natrium klorida metode fajans
(Christian, 1994).
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag +. Salah satu
cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri
(Day & Underwood, 2001).
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO 3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan
antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya
kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog
dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen
/analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
(Skoog et al.,1996)
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO 3). Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag + dapat tepat diendapkan, kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Isnawati, 2010).
sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH) 3 jika suasananya basa, sehingga
Jika suatu garam memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka dikatakan garam
tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali larutan dari suatu garam
tertentu sangat kecil, dapat dikatakan bahwa garam tersebut sukar untuk larut. Harga
tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam dapat berubah dengan perubahan temperatur.
Umumnya kenaikan temperatur akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga
tetapan hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar (Petrucci, 1989).
Kelarutan suatu senyawa dalam suatu pelarut didefinisikan sebagai jumlah terbanyak
(yang dinyatakan baik dalam gram atau dalam mol) yang akan larut dalam kesetimbangan
dalam volume pelarut tertentu. Meskipun pelarut-pelarut selain air digunakan dalam banyak
aplikasi, larutan dalam air adalah yang paling penting dan bagus disini. Garam menunjukkan
interval kelarutan yang besar dalam air (Oxtoby et al., 2001).
Kelarutan dapat dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Suatu larutan lewat jenuh
merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan itu dapat bergeser bila suhu dinaikkan.
Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikkan, karena
umumnya proses pelarutan bersifat endotermik. Akan tetapi ada zat yang bersifat
eksotermik dalam melarut. Sedangkan pengaruh tekanan udara, tekanan udara di atas cairan
berpengaruh kecil sekali terhadap kelarutan zat padat dan cair dalam pelarut cair. Akan
tetapi kelarutan suatu gas bertambah dalam larutan bila tekanan parsial gas tersebut di
permukaan bertambah besar (Syukri, 1999).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis,dll.
(Pantang, 2010).
c. Corong saring
d. Gelas kimia
e. Gelas ukur
f. Kaca arloji
g. Labu Erlenmeyer
h. Labu ukur
i. Neraca analitis
j. Pipet tetes
k. Volum pipet
V.2 Bahan
a. Akuades
b. Idikator fluorescence
c. Kalium kromat
d. Natrium klorida
e. Perak nitrat
10
Kl
20
30
e 40
B
m 50
u
St
a r
ti e
f t
Erle
nme
yer
VI. PROSEDUR
VI.3 Standarisasi larutan perak nitrat dengan natrium klorida menggunakan metode
fajans
VI.4 Penentuan konsentrasi sampel natrium klorida dengan larutan perak nitrat
menggunakan metode fajans
VII.3 Perhitungan
V1 x N1 = V2 x N2
V1 = 100mL
Jadi, 100 mL perak nitrat 0,3N diukur dan diencerkan hingga 600mL dengan
akuades
[AgNO3] = 0,0530N
[NaCl] = 0,0560N
[NaCl] = 0,0562N
0,0560+0,0562
[NaCl] rata-rata =
2
= 0,0561N
|0,0561 – 0,0565|
= x 100 %
0,0565
= 0,70%
VIII. PEMBAHASAN
Titrasi argentometri adalah jenis titrasi dimana hasil reaksi titrasinya yaitu endapan
dan ion kompleks (garam yang sukar mengion), proses titrasi ini menggunakan larutan Perak
nitrat sebagai larutan standar. Dalam titrasi argentometri dikenal beberapa metode
berdasarkan pada indikator yang digunakan yaitu metode Mohr ( pembentukan endapan
berwarna), metode Volhard(penentuan zat warna yang mudah larut) dan metode
fajans(indicator adsorpsi) tetapi ada satu metode yang tidak menggunakan indicator yaitu
metode Guy lussac. Dalam pembahasan ini akan menjelaskan tentang proses kerja
terbentuknya endapan dengan metode Mohr untuk standarisasi larutan perak nitrat dan
metode Fajans untuk menentukan konsentrasi sampel natrium klorida.
Larutan perak nitrat harus dilindungi dari cahaya matahari, dan paling baik disimpan
dalam botol coklat. Hal ini dikarenakan perak nitrat mudah terurai atau terdekomposisi oleh
cahaya.
(Rivai, 1995).
Oleh karena itu, larutan perak nitrat distandarisasi terlebih dahulu terhadap natrium
klorida. Natrium klorida bersifat tidak higroskopis, namun udara lembab dapat membuat
padatan natrium klorida juga menjadi lembab, sehingga untuk hasil yang akurat, natrium
klorida harus dikeringkan terlebih dahulu dalam oven dan didinginkan sebelum ditimbang.
Pada percobaan titrasi pengendapan argentometri ini, hal pertama yang dilakukan
adalah pembuatan larutan baku primer. Natrium klorida ditimbang kemudian dikeringkan
terlebih dahulu didalam oven. Natrium klorida mudah mengikat air di udara sehingga jika
terlalu lama disimpan dikhawatirkan natrium klorida yang akan digunakan banyak
mengandung air, yang akan berpengaruh dalam penimbangan. Setelah dingin natrium
klorida kemudian ditimbang kembali sesuai dengan yang dibutuhkan. Kemudian dilarutkan
dalam labu ukur dengan akuades hingga tanda batas.
Selanjutnya dilakukan pembakuan larutan satandar sekunder dalam hal ini perak
nitrat dengan menggunakan metode mohr. Larutan natrium klorida dimasukan kedalam
Erlenmeyer kemudian ditambahkan indicator kalium kromat. Larutan harus bersifat netral,
tidak terlalu asam maupun basa (pH antara 6-8). Larutan natrium klorida tersebut kemudian
dititrasi dengan perak nitrat. Pada titrasi ini akan terbentuk endapan yang berwarna putih,
yaitu endapan perak klorida. Jika ion perak ditambahkan kedalam suatu larutan yang
mengandung ion klorida dengan konsentrasi tinggi dan ion kromat dengan konsentrasi
rendah maka perak klorida akan mengendap terlebih dahulu, endapan yang dihasilkan
berwarna putih. Pada titik akhir, ion perak yang berlebih diendapkan sebagai perak kromat
yang berwarna merah bata.
Metode Mohr biasanya digunakan untuk mentitrasi ion halida seperti natrium
klorida dengan perak nitrat sebagai peniter dan kalium kromat sebagai indikator. Ketika
natrium klorida dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan indikator kalium
dikromat yang kemudian dititrasi sedikit demi sedikit dengan perak nitrat akan terbentuk
endapan putih yang merupakan perak klorida. Dan ketika natrium klorida sudah habis
bereaksi dengan perak nitrat sementara jumlah perak nitrat masih ada maka perak nitrat
akan bereaksi dengan indikator kalium kromat yang berwarna merah bata. Dalam titrasi ini,
perlu dilakukan secara cepat dan pengocokannya pun juga kuat agar ion perak tidak
teroksidasi menjadi perak oksida yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit dicapai.
Pada titik akhir titrasi akan menunjukkkan perubahan warna suspensi dari kuning
manjadi kuning-coklat. Perubahan ini terjadi karena timbulnya perak kromat saat hampir
mencapai titik ekivalen, hampir semua ion klorida berikatan manjadi perak klorida. Larutan
standar yang digunakan dalam metode ini adalah perak nitrat yang memiliki normalitas
0,0530 N, adanya indikator kalium kromat menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir
dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah bata, yang menunjukkan
titik akhir adalah perubahan warnanya dari warna endapan analit dengan ion perak . Pada
analisa ion klorida terjadi reaksi :
Pengaturan pH sangat diperlukan agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi jadi
pengendalian pH sangat diperlukan untuk memberikan konsentrasi yang tepat dari anion
indikator tanpa mengendapkan zat yang tidak diinginkan. Apabila pH terlalu tinggi maka akan
tenrbentuk endapan perak hidroksida yang selanjutnya terurai menjadi perak oksida
sehingga titran terlalu banyak terpakai.
Bila pH terlalu rendah, ion kromat sebagian akan berubah manjadi dikromat.
Reaksi inilah yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak menimbulkan
endapan atau sangat lambat.
Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk secara baik bila tidak secara lokal akan
terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen
tercapai dan dioklusi oleh endapan perak klorida yang terbentuk kemudian, akibatnya titik
akhir menjadi tidak tajam.
Kelemahan titrasi Mohr adalah jika terjadi kelebihan titran akan menyebabkan
indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, sehingga titik akhir titrasi tidak akurat.
Selain itu indikator kalium kromat juga harus dengan konsentrasi tertentu, jika kelebihan
warna kalium kromat akan menjadi kuning sehingga perubahan warna pada saat titik akhir
sulit dilihat karena kalium kromat bereaksi dengan perak nitrat membentuk perak dikromat
yang berwarna krem.
Pada awal titrasi, ion dari indikator adsorpsi yang bermuatan negatif tidak bereaksi
dengan larutan perak nitrat dan larutan natrium klorida karena berlebihnya ion klorida yang
bermuatan negatif tetapi perubahan warna tercapai disebabkan oleh titik kesetaraan yang
telah dicapai dimana ion perak berlebih yang menyebabkan ion dari zat indikator berubah
menjadi positif karena terikat dengan ion perak berlebihan sehingga timbul warna merah
bata pada endapan.
Jika ion klorida yang berlebih, ion klorida dengan fluoresence tidak akan bereaksi :
Ion klorida tergantikan oleh ion perak karena ion klorida terpolarisasi sehingga kuat
diadsorsi.
Indikator adsopsi ini bersifat ionik dan membuat endapan berwarna akibat sifatnya yang
menyerap warna membuat endapan tampak warna muda. Jadi akibat perubahan warna ini
bukan proses pengendapan tetapi proses penyerapan atau perpindahan warna ke
permukaan endapan yang dihasilkan.
IX. KESIMPULAN
Christian, G.D. 1994.Analytical Chemistry. Fifth Edition. John Wiley & Sons. New York.
Day, R.A & A.L.Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh Lis Sopyan.
Erlangga.Jakarta.
Oxtoby, D.W., H.P. Gillis, N.H. Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern, diterjemahkan
oleh S.S. Achmadi. Edisi keempat. Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Pantang, M.A. 2010. Argentometri.
http://muhammadcank.files.wordpress.com/2010/02/kelarutan.doc
Skoog, D.A., D.M. West, F.J. Holler. 1996. Fundamental Of Analytical Chemistry. Seventh
Edition. Saunders College Publishing. New York.
Svehla, G. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, diterjemahkan oleh A.H.
Pudjaatmaka. Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung