Professional Documents
Culture Documents
PENALARAN
Disusun Oleh:
Afifah
Gilang Raka Pratama
M. Syifaul Qulub
Reza Inspirawan
IV A
FAKULTAS PSIKOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Keterampilan Penalaran
C. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah suatu proses berpikir yang menghasilkan informasi baru
berdasarkan informasi lama (yang tersimpan dalam ingatan). Penalaran deduktif bertujuan
untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang shahih, atau konklusi-koklusi yang benar
berdasarkan premis-premis atau pengamatan yang mendahuluianya. Studi-studi tentang
penalaran deduktif yang mendasarkan pada mekanisme mental hampir sama tua dengan
psikologi eksperimen. Oleh karena terdasapat masalah yang kontroversial berkaitan dengan
fenomena penalaran deduktif, beberapa penelitian juga masih terus dilakukan oleh para
ahli.
a. Teori Penarikan Kesimpulan
Menurut Johnson-Laird, Byrne, dan Tabossi (1989) terdapat tiga pandangan
pokok yang diajukan baik di dalam psikologi kognitif maupun intelegensi buatan.
1. Teori aturan Formal
Menurut teori aturan formal beranggapan bahwa mekanisme penarikan
kesimpulan meliputi langkah-langkah: (1) seseorang harus membentuk seperti pada
model logika mengenai premis-premis, dan membuat interpretasi di dalam bahasa
internal sehingga melahirkan struktur sinteksis, (2) aturan formal penyimpulan
digunakan untuk melahirkan kesimpulan-kesimpulan.
2. Teori Aturan Khusus Isi
Gagasan mengenai aturan khusus isi untuk penarikan kesimpulan pertama kali
diajukan dalam konteks intelegensi buatan atau tiruan, lalu dikaitkan dengan
pengembangan sistem hasil.
Orang-orang dibimbing oleh skema penalaran pragmatis; suatu aturan umum
yang dipakai untuk sekelompok tujuan khusus.
Contoh skema ”keperbolehan”; jika tindakan A dilakukan maka prakondisi B
harus dipuaskan, jika prakondisi B tidak terpuaskan maka tindakan A harus tidak
dilakukan.
3. Teori Model Mental
Teori ini memiliki asumsi bahwa model-model mental mempunyai struktur
yang sama seperti situasi-situasi yang direpresentasikan. Teori model mental telah
berhasil diuji oleh Johnson-Laird dan kawan-kawan (1989) baik dalam bentuk
premis kuantifikasi tunggal (misalnya, semua psikolog adalah eksperimental),
penalaran dua dimensi hubungan spatial, maupun penalaran proporsional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpulan yang meminta konstruksi
hanya satu model akan lebih mudah daripada yang melebihi satu model.
Setiap penalaran memiliki aturan-aturan penyimpulan tersendiri yang berbeda
satu dengan yang lain. Selama satu dasawarsa terakhir para peneliti lebih
mencurahkan perhatiannya pada bagaimana pemprosesan informasi ketika orang-
orang sedang bernalar, sehingga menghasilkan kesimpulan menurut aturan-aturan
penalaran tertentu.
b. Silogisme Kategorik
Silogisme katagorik adalah suatu bentuk formal dari deduksi yang terdiri atas
proposisi-proposisi kategorik. Silogisme kategorik mencakup tiga langkah: premis
major, premis minor, dan kesimpulan
Contoh: Semua pahlawan adalah orang berjasa (1)
Kartini adalah seorang pahlawan (2)
Jadi, Kartini adalah orang yang berjasa (3)
Pada contoh, pertanyaan pertama merupakan premis major atau proposisi
universal. Pernyataan kedua sebagai premis minor, sedangkan pernyataan ketiga
adalah kesimpulan yang diturunkan dari premis pertama dengan bantuan dari
pernyataan kedua.
Bentuk Dasar Silogisme Kategorik
c. Silogisme Linier
Silogisme Linier didefinisikan sebagai suatu sistem penarikan kesimpulan
melalui dua premis atau lebih yang menggambarkan adanya hubungan diantara bagian-
bagian dari satu premis dengan premis lainnya. Bentuk silogisme linier biasanya
digunakan dengan lebel seperti: A > B dan B > C (A lebih besar daripada B; B lebih
besar daripada C).
Contoh: (1) Gajah kebih besar daripada harimau.
Harimau lebih besar daripada kucing.
Binatang apa yang paling besar?
Bagian premis yang tumpang tindih pada contoh adalah ”harimau”. Untuk dapat
menjawab pertanyaan diatas, terlebih dahulu seseorang harus mencapai kesimpulan
yang menghubungkan antara bagian dari satu premis dengan premis lain yang tidak
tumpang tindih, dalam contoh adalah “gajah dan kucing”.
Pada penalaran ini selain adan bagian tertentu yang tumpang tindih diantara
premis-premisnya, juga terdapat kata sifat penghubung yang membandingkan bagian-
bagian di dalam suatu premis yang digunakan juga pada premis yang lain secara sejajar.
d. Penalaran Proporsional
Pada penalaran proporsional semua proposisi direpresentasikan melalui simbol:
”p dan q”, dan ketika diketahui ”p”, maka ”q” yang menjadi implikasi atau
kesimpulannya. Penalaran ini sering juga disebut penalaran kondisional atau penalaran
probabilistik, karena menggunakan kalimat bersyarat ”jika...maka”, yakni didasarkan
pada modus ponen dan kontra positif atau aturan modus tollen.
Contoh: Jika saya haus maka saya minum p q
Saya haus p
Oleh sebab itu, saya minum q
Aturan penalaran ini dapat juga diterangkan dengan simbol: ”jika p maka q; p
maka q:, dan ”jika p maka q; bukan q maka tidak p” sebagai hubungan antesedan dan
konsekuen.
Terdapat empat jenis pokok dari argumen modus ponen seperti contoh pada
tabel. Argumen 1 dan 2 merupakan contoh penarikan kesimpulan yang shahih (valid).
Argumen 3 dan 4 adalah contoh penyimpulan yang tidak shahih (invalid). Argumen
nomer 3 merupakan kasus yang sangat menarik, sebab kesalahan logika sering dibuat
seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun aktivitas ilmiah.
Argumen Modus Ponen bagi Penalaran Kondisional
Banyak penalaran ilmiah yang melibatkan tindakan prediksi dari sebuah teori,
pengujian hipotesis, dan pembuatan keputusan tertentu apabila hasil penelitian ternyata
mendukung teori itu.
D. Penalaran Induktif
Nisbett, Krantz, Jepson, dan Kunda (1983) berargumentasi bahwa penalaran induktif
merupakan aktivitas manusia dalam pemecahan masalah yang memiliki arti sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari dan berada dimana-mana. Pembentukan konsep, generalisasi
contoh-contoh, dan tindakan membuat prediksi, semuanya merupakan contoh-contoh
penalaran induktif.
Penalaran induktif dapat menjadi benar jika memenuhi tiga kriteria: prinsip statistik,
generalisasi, dan prediksi (Nisbett, Krantz, Jepson, dan Kunda, 1983). Penalaran induktif
harus memenuhi prinsip-prinsip statistik tertentu. Misalnya konsep-konsep seharusnya
dapat dilihat dan diterapkan dengan lebih meyakinkan apabila konsep-konsep itu memakai
jarak yang sempit di antara objek-objek yang didefinisikan secara jelas daripada konsep-
konsep yang memakai jarak yang luas, beraneka ragam, dan didefinisikan secara tidak jelas
yang dapat dikacaukan dengan objek di luar konsep itu. Pada generalisasi induktif
seharusnya lebih meyakinkan seandainya generalisasi didasarkan pada jumlah contoh yang
lebih besar dan juga bukan contoh yang menyimpang; juga seharusnya pertanyaan lebih
ditunjukan kepada variabilitas yang tinggi. Suatu prediksi seharusnya menjadi lebih dapat
dipercaya apabila didasarkan pada korelasi yang tinggi antara dimensi-dimensi dari
prediksi yang dibuat.
a. Penalaran Klasifikasi
Sebagai salah satu bentuk penalaran induktif, penalaran klasifikasi merupakan
suatu proses penarikan kesimpulan umum yang diturunkan dari beberapa contoh objek
atau peristiwa khusus yang serupa. Penalaran ini sering disebut generalisasi induktif.
Contoh: Adik saya adalah sarjana ekonomi UGM
Kakak saya adalah sarjana psikologi UGM
Saya sendiri adalah sarjana tekhnik UGM
Jadi, semua keluarga saya adalah sarjana UGM
Hasil penalaran generalisasi induktif juga disebut generalisasi. Penalaran ini
terutama digunakan untuk menemukan hukum, prinsip, penyusunan teori, atau
hipotesis.
b. Penalaran Analogi
Analogi atau sering disebut analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang
bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan
bahwa apa yang berlaku bagi peristiwa yang satu akan berlaku juga bagi yang lain
(Keraf, 1991).
Contoh: A kebanyakan merokok, lalu terkena penyakit kanker
B kebanyakan merokok, lalu terkena penyakit kanker
C kebanyakan merokok
Jadi, C juga terkena penyakit kanker
Pada contoh itu, apa yang dialami oleh A dan B sebagai penderita penyakit
kanker akibat kebanyakan merokok, juga diberlakukan pada C yang memiliki kebiasaan
serupa, yakni kebanyakan merokok, tanpa dibuktikan terlebih dahulu.
Penalaran analogi menurut Sternberg (1977) dapat menembus ke dalam
kehidupan sehari-hari. Seseorang menggunakan penalaran analogi ketika ia membuat
keputusan tentang suatu hal yang baru di dalam pengalamanya melalui penarikan
kesimpulan yang sejajar dengan sesuatu yang lama.
Di bidang pendidikan dan pengajaran, analogi merupakan suatu alat pengajaran
yang sangat berguna karena dapat mendorong transfer atau mapping tentang hubungan-
hubungan abstrak di antara kawasan pengetahuan yang telah dikenal dengan
pengetahuan yang kurang dikenal atau baru yang menjadi kawasan target (Zook dan Di
Vesta, 1991).
Psikologi diferensial sudah lama mengenal hubungan erat antara penalaran
analogi dengan inteligensi.
Spearman meyakini bahwa dapat dipastikan jika tes-tes analogi disusun dan
digunakan secara tepat akan memiliki korelasi dengan semua faktor ”g” (IQ). Raven
juga berpendapat serupa bahwa penalaran analogi merupakan pusat dari inteligensi
manusia. Kemampuan intelektual yang didefinisikan sebenarnya serupa dengan
kemampuan bernalar analogis, karena melibatkan kesadaran individu mengenai
hubungan-hubungan di antara ciri-ciri tertentu yang dialami.
Penalaran analogi termasuk jenis penalaran yang banyak diteliti para ahli
psikologi kognitif baik yang menyangkut proses maupun strategi berpikir analogis.
Hasil penelitian Sternberg (1977) menemukan hubungan antara faktor ”g” atau general
intelligent dengan skor penalaran analogi sebagai berikut: people-piece 0.74, analogi
verbal 0.87, dan analogi geometrik 0.68. Ia lebih lanjut menyimpulkan bahwa penalaran
analogi dapat menjadi ukuran yang diandalkan bagi inteligensi umum, sebab banyak
aspek inteligensi yang tercakup di dalamnya.
Penalaran analogi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu analogi hubungan
sebab-akibat, dan hubungan bagian keseluruhan + asosiasi. Pada analogi hubungan
sebab-akibat, seseorang menganalogikan dua hal atau kejadian yang serupa menurut
sifat-sifat tertentu berdasarkan struktur hubungan sebab-akibat.
Analogi hubungan bagian-total atau bagian keseluruhan ialah proses
penyimpulan yang mempersamakan dua kejadian yang sebenarnya berbeda, karena
keduanya memiliki kesamaan sifat-sifat tertentu menurut strukrur hubungan bagian-
keseluruhan
• Penalaran merupakan salah satu keterampilan intelektual penting dan biasanya menjadi
bagian dalam sistem logika. Sementara itu, logika merupakan bagian penting dari
proses berpikir dan pemecahan masalah, yang ketiganya tidak dapat dipisahkan antara
satu sama lainnya.
• Secara garis besar penalaran dibagi menjadi dua macam: penalaran induktif dan
penalaran deduktif. Penalaran induktif, bermula dari hal-hal khusus menuju pada
kesimpulan umum atau sejajar, sementara penalaran deduktif bermula dari halhal yang
umum menuju kesimpulan yang khusus
• Suatu program pendidikan (studi) yang ditempuh seseorang dapat mempengaruhi
kemampuan atau keterampilan penalaran tertentu. Hal ini disebabkan oleh sistem yang
berlaku pada disiplin ilmu yang diajarkan pada program studi itu.
• Keterampilan penalaran baik penalaran induktif maupun penalaran deduktif dapat
ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan yang dirancang untuk iyu. Misalnya, jika
diharapkan anak-anak di sekolah memiliki keterampilan penalaran induktif, maka
mereka harus diberikan banyak tugas mengerjakan soal-soal penalaran induktif.
DAFTAR PUSTAKA