Professional Documents
Culture Documents
Agama adalah suatu ajaran dimana setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu
berbuat bai. Untuk itu semua penganut agama yang mempercayaai ajaran dan
melaksanakan ajarannya mereka akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada
dalam ajaran tersebut. Manusia tidak bias dilepaskan dengan agama, oleh karena itu
agam dan manusia berhubungan sangat erat sekal. Ketika manusia jauh dari agama.
Maka aka nada kekosongan dalam jiwanya.
Penyakit hati yang melanda manusia yang tidak beragama akan senantiasa
mengahantui mereka sehinga mereka akan mudah putus asa. Oleh karena itu orang
yang tidak beragama ketika mendapatkan persolan hidup mereka akan mudah putus
asa dan akhirnya mereka akan melakukan penyimpangan atau tingkah laku yang tidak
sesuai dengan norma atau ajaran agama.
Berbeda dnegan seseorang yang beraga. Mereka akan senantiasa melakukan segala
sesuatunya sesuai dengan ajaran. Dan ketika mereka lupa tidak melaksanakan
rutinitas mereka dalam beribadah, mereka akan cenderung merasa bersalah sehingga
mereka akan mengembalikan segala macam permasalah dalam kehidupannya ke
dalam ajaran agama.
PEMBAHASAN
Pada zaman dahulu penyakit yang diderita oleh manusia sering dihubungkan dengan
gejala-gejala spiritual. Ketika ada salah seorang dari mereka ada yang sakit, maka
dengan spontanitas mereka akan mengkaitkan penyakit tersebut karena adanya
gangguan dari makhluk halus. Oleh karena itu pada zaman dahulu ketika adaorang
yang menderita penyakit selalu berkaitan dengan para dukun yang dipercaya mampu
untuk berkomunikasi dengan makhluk tersebut sehingga diharapkan sang dukun
dapat mengobati penyakitnya atau menahan gangguannya.
Ketika pemikiran manusia mengalami perkembangan, maka hal yang demikian tidak
berlaku lagi di tengah-tengah masyarakat kita yang sudah mengenal modernisasi.
Segala macam bentuk penyakit yang di derita oleh manusia akan selalu mereka
hubungkan dengan keadaan sang penderita dan untuk mengobati penyakit tersebut
mereka akan selalu pergi kepada seorang dokter yang sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Kepercayaan ini memang sebagian besar dapat dibuktikan oleh
keberhasilan pengobatan dengan menggunakan peralatan dan pengobatan hasil
temuan di bidang kedokteran modern.
Disela-sela perkembangan ilmu kesehatan atau kedokteran, sebagian orang ada yang
mempelajari cara penyembuhan yang menggunakan pendekatan kepercayaan
terhadap agama. Hal ini terbukti di salah satu daerah di dunia barat abad pertengahan.
Mereka menggunakan pendekatan metode Hipnosa untuk mengetahui penyakit apa
yang diderita oleh seseorang dan menyembuhkannya dengan metode kepercayaan
terhadap agama. Ketika manusia jauh dengan agama atau Tuhan hati mereka pasti
akan merasakan sesuatu yang kosong dalam hatinya. Walaupun mungkin segala
sesuatu yang mereka inginkan sudah mereka dapatkan akan tetapi dari lubuk hati
yang dalam mereka menginginkan ketentraman hati yang berbeda dari pada dunia
yang mereka punyai. Atau mungkin ketika manusia terhimpit oleh permasalahan
dunia, mereka akan lebih mendekatkan diri mereka kepada Tuhan. Ketiak mereka
merasa sudah tidak mempuyai cara lain untuk mendapatkan uang mereka pasti akan
selalu kembalikepada Tuhan mereka untuk mencari penyelesaian dari segala macam
permasalahan, karena pada hakikatnya manusia adalah fitrah atau bisa dikatakan
ketika manusia jauh dari Tuhan maka suatu ketika mereka akan kembali kepada
Tuhan ketika mereka dalam kondisi tertentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa untuk
menyelesaikan masalahnya.
Ketika saraf tubuh manusia terputus dengan dunia luar , maka mereka akan dapat
berhubungan dengan dunia khayal atau dalam arti lain mereka akan berhalusinasi
sehingga meraka tidak akan sadarkan diri untuk beberapa waktu. Rasa halusinasi ini
terjadi ketika manusia merasa takut karena berdosa atau melakukan sesuatu yang
membuat dirinya mengecil dariorang lain, penuhkeraguan ketika memutuskan sesuatu
permasalahan, mereka akan terbawa jauh dari kenyataan hidup yang sebenarnya. Dan
orang yang seperti ini tidak akan mengalami kemajuan sama sekali baik dari sisi
keagamaan maupun dari sisi sosialnya. Jika seseorang berada dalam keadaan normal,
seimbang, hormon dan kimiawinya, maka ia akan selalu berada dalam keadaan aman.
Perubahan yang terjadi dalam kejiwaan ini disebut dnegan spektrum hidup. 3
Barangkali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan
antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap peyerahan
diri seseorang terhadap sesuatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikappasrah yang
semacam ini diduga akan memberi sikap positif seperti rasa bahagia, rasa aman,
senang, puas, sukses, merasa dicintai. Sikap yang demikian merupakan bagian dari
kebutuhan mendasar manusia yang harus dipenuhi sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Maka kondisi yang seperti ini akan membawa manusia dalam keadaan yang tenang
dan normal sehingga manusia dapat melaksanakan aktivitas keseharian mereka
dengan penuh rasa percaya diri dan merasakan ketenangan dalam diri mereka karena
sebagian dari kebutuhan dasar mereka sudah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar
mereka belum terpenuhi, maka manusia akan merasa cemas, khawatir, ragu-ragu dan
tidak merasakan ketenagan dalam hidupnya sehingga ketika mereka beraktivitas
mereka tidak akan maksimal dan hasil yang mereka peroleh pun tidak akan
memuaskan.
Adapun makna hidup adalah segala hal yang mampu memberikan nilai khusus bagi
seseorang yang bila dipenuhi akan mejadikan hidupnya berharga dan akhirnya akan
menimbulkan penghayatan bahagian dalam dirinya.
KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk yang tidak bisa dipisahkan dari orang lain oleh karena itu
kita membutuhkan mereka untuk melangsungkan kehidupan kita dengan lancar.
Untuk memenuhi kebutuhan itu manusia harus bekerja keras sehingga kebutuhan
mereka dapat terpenuhi baik kebutuhan primer maupun sekunder. Ketika kebutuhan
mereka tidak terpenuhi secara wajar, maka akan timbul konflik dlam dirinya sehingga
mengakibatkan jiwa mereka akan tergoncang dan memerlukan penanganan
secepatnya.
Untuk menangani penyakit yang berhubungan dengan mental ini banyak yang
menggunakan cara pengobatan tradisional dan modern. Akan tetapi dari berbagai
kasus yang ada justru banyak penderita kejiwaan yang disembuhkan dengan
pendekatan agama atau kepercayaan. Hal ini membuktikan bahwa manusia pada
hakikatnya adalah makhluk yang ber-Tuhan dan akan kembali ke-Tuhan pada suatu
saat. Sehingga ketika mereka terhimpit permasalahan batin mereka akan lari kepada
agama dan menemukan jawaban dari permasalahan yang mereka hadapi.
Tidak hanya itu, para pakar psikolog sekuler juga cenderung merujuk kesimpulan
yang sama sebagai “dampak kejiwaan”. Ini berarti bahwa keyakinan agama
meningkatkan semangat orang, dan hal ini berpengaruh baik pada kesehatan.
Penjelasan ini mungkin sungguh beralasan, namun sebuah kesimpulan yang lebih
mengejutkan muncul ketika orang-orang tersebut diperiksa.
Keimanan kepada Allah jauh lebih kuat daripada pengaruh kejiwaan apa pun.
Penelitian yang mencakup banyak segi tentang hubungan antara keyakinan agama
dan kesehatan jasmani yang dilakukan oleh Dr. Herbert Benson dari Fakultas
Kedokteran Harvard yang menghasilkan kesimpulan bahwa ibadah dan keimanan
kepada Allah memiliki lebih banyak pengaruh baik pada kesehatan manusia daripada
keimanan kepada apa pun yang lain. Benson menyatakan, dia telah menyimpulkan
bahwa tidak ada keimanan yang dapat memberikan banyak kedamaian jiwa sebagai-
mana keimanan kepada Allah. (Herbert Benson, and Mark Stark, 203)
Agar kualitas jiwa manusia selalu searah dengan iman kepada Allah, maka perlu
banyak usaha yang dilakukan. Usaha ini tidak hanya lahir saja, namun juga pasa
aspek batin yang abstrak. Disebutkan dalam buku “Madrasah Pendidikan Jiwa” para
tabi’in mengadakan enam usaha peningkatan jiwa sebagai berikut:
2. Berjiwa Sabar
Jiwa asalnya cenderung menyuruh kepada kejahatan, enggan menetap, terikat, dan
senang berpindah-pindah, serta lepas dari kendali. Jiwa juga tidak suka diperintah
seseorang terhadap yang dibencinya, atau membatasi gerakannya. Oleh karenanya, ia
memberi kecintaan pada pemiliknya untuk santai dan berleha-leha. Allah swt.
berfirman, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.”(al-Kahfi: 28)
3. Mengendalikan Nafsu
Surga seolah menjadi tertutup dengan hijab, dan hijab ini bukan dari kulit, sutera,
atau jenis-jenis kain penutup lainnya, tetapi terhijab dari hal-hal yang dibenci. Oleh
karena itu, penutupnya tidak hanya satu tetapi banyak. Dan hijab yang beragam
dengan corak-corak yang beragam, serta warna-warni yang berbeda, karena pada
setiap musibah ada warna tersendiri, pada setiap ujian ada corak tersendiri. Maka,
tidak mungkin seorang mukmin sampai ke surga, kecuali dengan menyingkap hijab-
hijab ini seluruhnya.
4. Tawakal
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna tawakkal. Namun, pendapat mereka
semua bermakna menyerahkan segala sesuatu kepada Allah ta’ala dan dengan
keyakinan atas kekuasaan-Nya dapat memenuhi segala kebutuhannya.
Dari Muhammad bin Abi Imran berkata, “Aku mendengar Hatim yang tidak dapat
mendengar ditanya seseorang, ‘Dengan apa engkau membangun perkaramu dalam
bertawakal kepada Allah?’ Ia berkata, ‘Pada hal-hal berikut: aku tahu bahwa rezekiku
tidak akan dimakan oleh selainku, maka tenanglah jiwaku; Aku tahu bahwa amalku
tidak akan dikerjakan oleh selainku, maka aku sibuk dengannya; Aku tahu kematian
pasti mendatangiku kapan saja, maka aku berisap-siap untuk itu; Aku tahu, aku tidak
pernah lepas dari pandangan Allah di mana pun aku berada, maka aku malu kepada-
Nya jika terlihat sedang melakukan maksiat.’” Demikianlah Empat hal dasar budi
pekerti yang dibangun ulama dalam hal tawakal.
5. Introspeksi Diri
Introspeksi ini tidak mungkin dimulai tanpa perhatian dan siaga terhadap gerak-gerik
jiwa ini. Menghinakan sebelum dihinakan orang lain dan tidak mencari aib-aib
mereka. Jika pengoreksian diri tidak kita lakukan, niscaya kita hanya melihat
kesalahan-kesalahan orang lain dan buta dengan kesalahan diri.
Termasuk dari instropeksi adalah melihat kejahatan diri sendiri ketika melihat
‘keabadian’ dunia dengan segala gemerlapnya. Kita sering terbujuk dengan hiasan
dan permak dunia. Inilah peperangan seorang mukmin dengan jiwanya yang
menyuruh berlaku jahat dan melupakan nikmat-nikmat surga. Padahal kita semua
yakin bahwa dunia hanyalah sesaat dan tiada manusia itu hidup di duia kecuali hanya
“mampir ngombe”.
Introspeksi tidak hanya terbatas pada introspeksi terhadap maksiat dan peremehan
terhadap bahaya maksiat. Namun, meliputi berbagai hal, sampai pada ketaatan,
menjauhi bangga diri, meremehkan orang lain dari kebenaran, dan lain sebagainya.
Inilah jenis introspeksi== yang diungkapkan kepada kita dari Ibrahim bin al-Asy‘ats
dari ‘Abidil Haramain (Imam Malik) dalam khalwat (menyendiri) bersama jiwa.