Professional Documents
Culture Documents
Sejarah Kecap
Saat ini, penerimaan terbesar terhadap kecap terjadi di Amerika Serikat. Hal
ini dibuktikan oleh produksi kecap di AS yang mencapai 17,85 juta liter per tahun.
Diperkirakan total konsumsi tahunan kecap di AS sekitar 43,35 juta liter per tahun.
Karena rasanya yang khas dan sangat disukai, kecap cepat dikenal di berbagai negara,
terutama di negara belahan Timur dengan berbagai nama dan modifikasi dari segi
penampakan, cita rasa, dan komposisinya. Kecap memiliki banyak jenis, pada
umumnya kecap (soy sauce) dikenal di berbagai negara dengan nama yang berbeda.
Misalnya shoyu di Jepang, chiang-yu (Cina), kanjang (Korea), toyo (Filipina), dan
see-ieu (Thailand)。
Kata “kecap” awalnya diambil dari bahasa Amoy (bahasa yang berasal
dari daerah Fujian, Taiwan) yang berasal dari kata koechiap atau ke-tsiap. Menurut
aksara Hanzi untuk koechiap memiliki dua pengertian dalam mengartikan maksud
tersebut. pengertian pertama dari arti koechiap adalah saus atau kuah air tomat, dan
penertian kedua menyatakan bahwa koechiap berarti kuah ikan. Dari kedua pengertian
tersebut, pengertian pertama yang lebih cocok untuk digunakan dalam mengartikan
kecap sebenarnya sesuai dengan arti “ketchup”dalam bahasa Inggris. (Anonim, 2010)
Jenis Kecap
Pada dasarnya ada dua jenis kecap yang utama, yaitu kecap cina dan
jepang. Kecap cina berwarna lebih gelap dan lebih manis karena adanya penambahan
gula tebu. Selain itu, kecap cina mempunyai berat jenis, kekentalan, dan kandungan
nitrogen lebih tinggi. Namun, kecap jepang mempunyai kandungan asam amino,
terutama asam amino glutamat, yang lebih tinggi. Dari segi pembuatannya, kecap
yang berasal dari Cina dengan kecap yang berasal dari Jepang memiliki perbedaan
dalam hal bahan baku dan teknologi. Di Indonesia, kecap yang digunakan termasuk
salah satu jenis kecap cina tetapi ada sedikit perbedaan yang terdapat dalam bahan
bakunya. Kecap cina menggunakan gula tebu, sedangkan kecap indonesia
menggunakan gula palma. Secara umum kecap di Indonesia dikelompokkan menjadi
dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap dibuat secara tradisional
dengan proses fermentasi, yaitu menggunakan jasa mikroorganisme kapang, khamir,
dan bakteri untuk mengubah senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam
kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih
sederhana, seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida. Adanya
proses fermentasi tersebut menjadikan zat-zat gizi dalam kecap menjadi lebih mudah
dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh. Kecap juga merupakan sumber protein
yang cukup baik karena mengandung asam-asam amino esensial yang cukup tinggi.
Kecap mengandung pula zat gizi lain, seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan
mineral yang jumlahnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan protein.
- Shiro. Sebuah saus kecap berwarna sangat ringan. Berbeda dengan saus
"tamari" kedelai, "shiro" kecap kebanyakan menggunakan kedelai gandum dan sangat
sedikit, pinjaman penampilan yang ringan dan rasa manis. Hal ini lebih umum
digunakan di wilayah Kansai untuk menyorot rupa makanan, untuk sashimi misalnya.
- Gen'en. Sedikit rendah garam, tetapi tidak dianggap terpisah dari berbagai
kecap, karena penurunan kandungan garam adalah suatu proses yang dilakukan di
luar standar pembuatan kecap.
Semua varietas tersebut dijual di pasar dalam tiga kelas yang berbeda sesuai
dengan bagaimana mereka diproduksi seperti :
Semua varietas dan nilai dapat dijual sesuai dengan tiga tingkat resmi kualitas
yaitu :
Perbedaan utama antara kecap Jepang dan kecap Cina dapat dilihat dalam
bahan dan metode fermentasi. Dalam hal bahan, kecap Jepang menggunakan gandum,
yang akan menciptakan aroma kecap. Sedangkan kecap Cina menggunakan tepung
terigu dan dedak, dan ketika ini digunakan, aroma kecap secara signifikan melemah.
Penggunaan gandum sangat diperlukan untuk penguat aroma karena gandum inilah
yang akan merangsang nafsu makan.
1. Kedelai
Kedelai merupakan hal yang sangat penting digunakan dalam pembuatan
kecap. Kedelai inilah yang akan memberikan flavor tertentu pada kecap.
Apabila digunakan kedelai yang berbeda, maka flavor yang tercipta juga akan
berbeda. Kedelai yang digunakan adalah kedelai yang memiliki kualitas yang
baik, terbebas dari kapang ataupun komponen lainnya yang dapat menurunkan
kualitas kecap terutama saat penyimpanan. Menurut studi dari Dr. Keith
Steinkraus menyatakan bahwa kedelai segar yang umurnya relatif muda lebih
baik untuk digunakan, oleh karena itu penyimpanan kedelai yang baik harus
sangat diperhatikan agar tetap menjaga kualitasnya.
2. Gandum
Gandum juga merupakan bahan utama dalam pembuatan kecap. Sejak
awal ditemukannya kecap, secara tradisional gandum digunakan sebagai
bahan utama dalam pencampurannya dengan kedelai untuk membuat kecap.
Di Jepang, campuran utama yang digunakan dalam pembuatan kecap Jepang
mengandung sekitar 50% gandum. Gandum ini digunakan sebagai penguat
aroma pada kecap yang akan terbentuk selama proses fermentasi. Pada
beberapa jenis kecap tertentu, terutama kecap Cina, gandum bukan merupakan
suatu bahan utama penguat aroma, tetapi fungsi gandum tersebut dapat
digantikan oleh tepung terigu atau dedak sebagai penguat aroma tetapi kecap
dengan bahan ini hanya dapat memproduksi aroma kecap yang lemah, tidak
sekuat jika menggunakan gandum.
3. Garam
Garam atau natrium klorida merupakan bahan yang ditambahkan pada
awal fermentasi sekitar 12-18% dari berat produk jadi. Garam ini tidak hanya
ditambahkan untuk memberikan rasa, tetapi juga membantu membuat kondisi
lingkungan yang tepat untuk bakteri asam laktat dan ragi dalam menjalankan
fermentasi. Konsentrasi garam tinggi juga diperlukan untuk membantu
melindungi produk dari pembusukan.
4. Agen fermentasi
Agen fermentasi merupakan campuran gandum yang berasosiasi
dengan strain tertentu jamur Aspergillus oryzae atau sering disebut dengan
soyae Aspergillus, yang akan memecah protein selama fermentasi. fermentasi
lebih lanjut terjadi melalui penambahan bakteri tertentu (lactobaccillus) dan
ragi yang secara enzimatik bereaksi dengan residu protein untuk menghasilkan
sejumlah asam amino dan peptida, termasuk asam glutamat dan asam
aspartat , lisin , alanin, glisin , dan tryptophane . seluruh turunan protein ini
akan berkontribusi terhadap rasa dari produk akhir.
Proses fermentasi kecap terdiri dari dua tahap, yaitu fermentasi kapang (solid stage
fermentation) dan fermentasi moromi dalam larutan garam (brine fermentation)
(Koswara, 1997). Kapang yang berperan dalam fermentasi kecap, antara lain
Aspergillus sojae, Aspergillus oryzae, A. niger dan Rhizopus sp. Beberapa jenis
khamir dan bakteri yang berperan selama fermentasi moromi, antara lain
Zygosaccharomyces rouxii, Hansenula sp. dan Lactobacillus delbrueckii,Pediococcus
halophillus,Torulopsis sp (Astawan dan Astawan, 1991).
2.1 Fermentasi Koji
Pada tahap fermentasi moromi ini media hasil fermentasi koji dicampur
dengan air garam garam jenuh. Penambahan garam bertujuan untuk menciptakan
kondisi yang memungkinkan hidrolisis enzimatis ( proteinase, peptidase dan amylase)
dan biologis (P.halophilus, Z. rouxii) berjalan dengan baik. Pada sisi lain,
penambahan garam jenuh dan terbentuknya film selama fermentasi mengakibatkan
terciptanya bagian-bagian anaerobic pada media fermentasi. Kondisi tersebut akan
membunuh A. oryzae dan memungkinkan hanya mikroba pada kondisi tahan garam
yang dapat tumbuh ( Muramatsu, 1994).
Menurut Muramatsu, tahap fermentasi moromi merupakan tahapan proses
yang sangat panjang dan kompleks, rumit dan memerlukan banyak waktu. Pada tahap
moromi terdapat empat bioproses utama yaitu (1) hidrolisis pati dan protein oleh A.
oryzae; (2) Fermentasi asam laktat oleh P. halophilus; (3) Fermentasi alkoholik leh Z.
rouxii;(4) pembentukan cita rasa terakhir oleh C. versatilis. Pengerjaan keempat
proses tersebut , dalam sebuah reaktor secara simultan menimbulkan banyak kesulitan
dalam pengendalian kualitas. Salah satu masalah yang timbul dan cukup serius adalah
pengalihan fermentasi laktat ke fermentasi alkoholik. Hal ini disebabkan oleh
keberadaan bakteri halotolerant yang secara alami tumbuh spontan. Fermentasi asam
laktat yang biasanya terjadi sebelum fermentasi alkoholik menjadi proses penting
dalam mempersiapkan kondisi media bagi kelangsungan pertumbuhan
mikroorganisme selanjutnya. Ketersediaan nutrisi seperti gula sederhana, senyawa
nitrat, fosphat, dan keasamaan (ph) optimal, oleh fermentasi asam laktat oleh P.
halophilus. Kondisi ini secara alami sangat cocok untuk pertumbuhan khamir tahan
garam seperti Z. rouxii.
Pada pembuatan shoyu secara tradisional, hidrolisis enzimatis, fermentasi
asam laktat dan fermrntasi alkoholik dilakukan sekaligus dan spontan dalam satu
reaktor curah. Metode ini diduga menyebabkan proses moromi berjalan lambat
sehingga memerlukan banyak waktu. Secara biokimiawi, sangat dimungkinkan
terjadinya interaksi negatif diantara proses-proses yang terjadi pada tahapan
fermentasi tradisional. Beberapa peneliti telah berhasil membuktikan adanya efek
inhibisi antara produk yang dihasilkan selama fermentasi moromi dengan
mikroorganisme pelaku fermentasi. Menurut inamori et al (1992), terdapat interaksi
kompleks dan rumit diantara bakteri asam laktat dan khamir, yang secara nyata
mempengaruhi pertumbuhan keduanya secara negatif. Lebih terperinci, efek
penghambatan bakteri asam laktat dan asetat oleh P. halophilus terhadap Z. rouxii
dilaporkan oleh Yamamoto et al (1992). Menurutnya, pertumbuhan Z. rouxii telah
terhambat lebih dari 99% ketika media fermentasi mengandung 0.2-0.3% asam asetat
(ph 4.6-4.8). Juga dikatakan bawa pertumbuhan khamir tahan garam tersebut
terhambat karena keberadaan asam laktat lebih dari 70 mg/100ml. Menurut
Muramatsu (1994), untuk memperpendek waktu proses pembuatan shoyu,
penyederhanaan proses moromi merupakan acuan yang cukup penting. Lebih lanjut
dikatakan bahwa restrukturisasi proses dengan memisahkan proses-proses dalam
moromi, dapat mewujudkan suatu proses pembuatan shoyu yang singkat. Pemisahan
fermentasi asam laktat oleh bakteri garam dengan fermentasi alkoholik oleh khamir
bertujuan untuk memperpendek waktu fermentasi moromi pertama kali diusulkan
oleh Noda et al (1985) dan membagi proses fermentasi moromi ke dalam fermentasi
anaerobic asam laktat, propagasi aerobic khamir dan kultivasi anaerobic alkoholik.
Penyelidikan fermentasi alkoholik yang merupakan salah satu bagian proses
moromi dengan menggunakan sel bebas Z. rouxii jarang dilakukan. Pada umumnya
para ahli lebih menyukai khamir tersebut dalam keadaan amobil. Walaupun demikian,
sebuah metoda produksi shoyu modern skala industri telah dipatenkan di swiss.
Kesimpulan:
Daftar Pustaka :