You are on page 1of 13

Abstract

Sejarah Kecap

Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan


dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu untuk meningkatkan cita
rasa makanan. Awal mula ditemukannya kecap diketahui berasal dari negeri Cina
sejak 3000 tahun yang lalu. Selanjutnya, kecap mampu menembus Jepang dan
Negara lain di Asia, termasuk Indonesia. Di negara Jepang, kecap sangat digemari
karena dapat digunakan sebagai bumbu penambah rasa pada makanan. Industri kecap
terbesar di Jepang adalah Kikkoman. Industri ini memproduksi jenis kecap shoyu dan
tamari yang akhirnya hingga saat ini menjadi ciri khas dari kecap Jepang. Dahulu,
pembuatan kecap dilakukan dengan mencampur gandum dan atau kedelai dengan ragi
atau Kōji (cetakan Aspergillus oryzae atau A. sojae) dan mikroorganisme terkait
lainnya. Kecap tradisional ini kemudian difermentasi dalam kondisi alam, seperti di
guci raksasa dan di bawah matahari yang kemudian diyakini dapat memberikan
kontribusi untuk rasa tambahan pada kecap tersebut. Rasa yang tercipta dari hasil
fermentasi pada guci ini adalah rasa dasar yang berbeda disebut umami oleh Jepang.
Umami pertama kali diidentifikasi sebagai rasa dasar pada tahun 1908 oleh Kikunae
Ikeda dari Universitas Kekaisaran Tokyo. Asam amino glutamat bebas yang
terkandung secara alami inilah yang memberikan kualitas rasa ini.

Saat ini, penerimaan terbesar terhadap kecap terjadi di Amerika Serikat. Hal
ini dibuktikan oleh produksi kecap di AS yang mencapai 17,85 juta liter per tahun.
Diperkirakan total konsumsi tahunan kecap di AS sekitar 43,35 juta liter per tahun.
Karena rasanya yang khas dan sangat disukai, kecap cepat dikenal di berbagai negara,
terutama di negara belahan Timur dengan berbagai nama dan modifikasi dari segi
penampakan, cita rasa, dan komposisinya. Kecap memiliki banyak jenis, pada
umumnya kecap (soy sauce) dikenal di berbagai negara dengan nama yang berbeda.
Misalnya shoyu di Jepang, chiang-yu (Cina), kanjang (Korea), toyo (Filipina), dan
see-ieu (Thailand)。

Kata “kecap” awalnya diambil dari bahasa Amoy (bahasa yang berasal
dari daerah Fujian, Taiwan) yang berasal dari kata koechiap atau ke-tsiap. Menurut
aksara Hanzi untuk koechiap memiliki dua pengertian dalam mengartikan maksud
tersebut. pengertian pertama dari arti koechiap adalah saus atau kuah air tomat, dan
penertian kedua menyatakan bahwa koechiap berarti kuah ikan. Dari kedua pengertian
tersebut, pengertian pertama yang lebih cocok untuk digunakan dalam mengartikan
kecap sebenarnya sesuai dengan arti “ketchup”dalam bahasa Inggris. (Anonim, 2010)

Jenis Kecap
Pada dasarnya ada dua jenis kecap yang utama, yaitu kecap cina dan
jepang. Kecap cina berwarna lebih gelap dan lebih manis karena adanya penambahan
gula tebu. Selain itu, kecap cina mempunyai berat jenis, kekentalan, dan kandungan
nitrogen lebih tinggi. Namun, kecap jepang mempunyai kandungan asam amino,
terutama asam amino glutamat, yang lebih tinggi. Dari segi pembuatannya, kecap
yang berasal dari Cina dengan kecap yang berasal dari Jepang memiliki perbedaan
dalam hal bahan baku dan teknologi. Di Indonesia, kecap yang digunakan termasuk
salah satu jenis kecap cina tetapi ada sedikit perbedaan yang terdapat dalam bahan
bakunya. Kecap cina menggunakan gula tebu, sedangkan kecap indonesia
menggunakan gula palma. Secara umum kecap di Indonesia dikelompokkan menjadi
dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap dibuat secara tradisional
dengan proses fermentasi, yaitu menggunakan jasa mikroorganisme kapang, khamir,
dan bakteri untuk mengubah senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam
kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih
sederhana, seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida. Adanya
proses fermentasi tersebut menjadikan zat-zat gizi dalam kecap menjadi lebih mudah
dicerna, diserap, dan dimanfaatkan oleh tubuh. Kecap juga merupakan sumber protein
yang cukup baik karena mengandung asam-asam amino esensial yang cukup tinggi.
Kecap mengandung pula zat gizi lain, seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan
mineral yang jumlahnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan protein.

Sekilas tentang kecap Jepang :


Sejarah tentang terciptanya kecap Jepang diperkenalkan oleh seorang Buddha.
Ia memperkenalkan kecap ke Jepang pada abad ke-7 dan dikenal sebagai "Shoyu".
Kata Jepang "tamari" berasal dari kata kerja "tamaru" yang berarti "menumpuk", yang
mengacu pada fakta bahwa tamari secara tradisional berasal dari hasil sampingan
cairan yang dihasilkan selama fermentasi miso.
Kecap asin Jepang atau Sho-yu secara tradisional dibagi menjadi 5 kategori
utama tergantung pada perbedaan bahan dan metode produksi. Kebanyakan bahan
utama dari pembuatan kecap adalah gandum, tetapi tidak semua kecap Jepang
termasuk gandum sebagai bahan utama, yang cenderung memberikan sedikit rasa
manis seperti pada kecap China. Kecap Jepanh cenderung memiliki rasa sherry yaitu
rasa seperti alkohol, karena penambahan alkohol dalam produk tersebut. Berikut
adalah jenis-jenis kecap Jepang :

- Koikuchi. Berasal di wilayah Kanto, saat ini penggunaannya telah tersebar


di seluruh Jepang. Lebih dari 80% dari produksi kecap Jepang domestik adalah
koikuchi, dan dapat dianggap sebagai kecap khas Jepang. Hal ini dihasilkan dari
jumlah yang kurang lebih sama kedelai dan gandum. Varietas ini juga disebut kijōyu
shōyu ketika tidak dipasteurisasi.

- Usukuchi. Khususnya populer di daerah Kansai Jepang, keduanya asin dan


lebih ringan dalam warna dari koikuchi. Warna ringan timbul dari penggunaan
amazake, cairan manis yang terbuat dari beras difermentasi, yang digunakan dalam
produksinya.

- Tamari. Diproduksi terutama di wilayah Chubu dari Jepang, tamari lebih


gelap dalam penampilan dan lebih kaya rasa dibandingkan koikuchi. Ini berisi
gandum sedikit atau tidak; tamari gandum-bebas populer di kalangan orang-orang
yang makan diet bebas gandum. Ini adalah "asli" kecap Jepang, karena resep yang
paling dekat dengan kecap awalnya diperkenalkan ke Jepang dari China. Secara
teknis, varietas ini dikenal sebagai miso-damari, karena ini adalah cairan yang kabur
miso sampai menjadi matang.

- Shiro. Sebuah saus kecap berwarna sangat ringan. Berbeda dengan saus
"tamari" kedelai, "shiro" kecap kebanyakan menggunakan kedelai gandum dan sangat
sedikit, pinjaman penampilan yang ringan dan rasa manis. Hal ini lebih umum
digunakan di wilayah Kansai untuk menyorot rupa makanan, untuk sashimi misalnya.

- Saishikomi. Ini pengganti yang sebelumnya berbagai buatan koikuchi untuk


air garam biasanya digunakan dalam proses. Akibatnya, jauh lebih gelap dan lebih
kuat rasa. Tipe ini juga dikenal sebagai shoyu kanro atau "shoyu manis".

Seiring berkembangnya teknologi, kecap Jepang pun mengalami


perkembangan baru dalam hal varietasnya. Berikut varietas baru kecap Jepang
meliputi:

- Gen'en. Sedikit rendah garam, tetapi tidak dianggap terpisah dari berbagai
kecap, karena penurunan kandungan garam adalah suatu proses yang dilakukan di
luar standar pembuatan kecap.

- Amakuchi. Disebut "kecap Hawaii" di beberapa bagian-bagian AS akrab


dengan itu, ini adalah varian saus "koikuchi" kedelai.

Semua varietas tersebut dijual di pasar dalam tiga kelas yang berbeda sesuai
dengan bagaimana mereka diproduksi seperti :

- Honjōzō hōshiki. Berisi 100% alami produk fermentasi

- Shinshiki hōshiki. Mengandung 30-50% alami produk fermentasi

- Tennen jōzō. Berarti tidak ada ditambahkan bahan kecuali alkohol.

Semua varietas dan nilai dapat dijual sesuai dengan tiga tingkat resmi kualitas
yaitu :

- Hyōjun .Standar dipasteurisasi

- Tokkyū. Kualitas Khusus, tidak dipasteurisasi

- Tokusen. Kualitas Premium, biasanya menunjukkan jumlah terbatas.

Sekilas tentang kecap China :


Pada umumnya terdapat dua jenis kecap Cina yaitu kecap Cina gelap dan
kecap Cina terang. Kecap Cina gelap sangat pekat dalam hal warna dengan viskositas
tinggi, dan mengandung aditif seperti pewarna karamel dan monosodium glutamat
(MSG). Untuk kecap Cina terang memiliki warna yang lebih ringan dengan
kekentalan rendah. Secara umum, kecap ini mengandung aditif MSG dan lain yang
digunakan untuk mengontrol rasa asin yang kuat.

Perbedaan antara kecap Jepang dan kecap Cina :

Perbedaan utama antara kecap Jepang dan kecap Cina dapat dilihat dalam
bahan dan metode fermentasi. Dalam hal bahan, kecap Jepang menggunakan gandum,
yang akan menciptakan aroma kecap. Sedangkan kecap Cina menggunakan tepung
terigu dan dedak, dan ketika ini digunakan, aroma kecap secara signifikan melemah.
Penggunaan gandum sangat diperlukan untuk penguat aroma karena gandum inilah
yang akan merangsang nafsu makan.

Selama fermentasi, kecap Jepang memanfaatkan mikroorganisme seperti


bakteri asam laktat dan enzim dalam proses fermentasi. Ini adalah elemen yang
menghasilkan rasa penuh bertubuh dan aroma kaya unik untuk kecap Jepang.
Sedangkan pada kecap Cina fermentasi sangat sedikit, sehingga untuk menambah
aroma dan rasa lemah digunakan penambahan Monosodium Glutamat (MSG) serta
bahan aditif lainnya. Kedua produk ini dapat disebut kecap. Namun, keduanya sama
sekali berbeda, tidak hanya dalam rasa dan aroma, tapi juga dalam hal bahan dan
proses produksi.

Bahan Baku Pembuatan Kecap

Pada pembuatan kecap, terdapat beberapa bahan yang digunakan dalam


pembuatan kecap. Beberapa bahan tersebut dapat memberikan suatu ciri khas tertentu
pada kecap tersebut. Pada pembuatan kecap terdapat dua bahan utama yang
digunakan dalam pembuatan serta berperan paling dominan dalam memberikan suatu
ciri khas pada kecap.

1. Kedelai
Kedelai merupakan hal yang sangat penting digunakan dalam pembuatan
kecap. Kedelai inilah yang akan memberikan flavor tertentu pada kecap.
Apabila digunakan kedelai yang berbeda, maka flavor yang tercipta juga akan
berbeda. Kedelai yang digunakan adalah kedelai yang memiliki kualitas yang
baik, terbebas dari kapang ataupun komponen lainnya yang dapat menurunkan
kualitas kecap terutama saat penyimpanan. Menurut studi dari Dr. Keith
Steinkraus menyatakan bahwa kedelai segar yang umurnya relatif muda lebih
baik untuk digunakan, oleh karena itu penyimpanan kedelai yang baik harus
sangat diperhatikan agar tetap menjaga kualitasnya.
2. Gandum
Gandum juga merupakan bahan utama dalam pembuatan kecap. Sejak
awal ditemukannya kecap, secara tradisional gandum digunakan sebagai
bahan utama dalam pencampurannya dengan kedelai untuk membuat kecap.
Di Jepang, campuran utama yang digunakan dalam pembuatan kecap Jepang
mengandung sekitar 50% gandum. Gandum ini digunakan sebagai penguat
aroma pada kecap yang akan terbentuk selama proses fermentasi. Pada
beberapa jenis kecap tertentu, terutama kecap Cina, gandum bukan merupakan
suatu bahan utama penguat aroma, tetapi fungsi gandum tersebut dapat
digantikan oleh tepung terigu atau dedak sebagai penguat aroma tetapi kecap
dengan bahan ini hanya dapat memproduksi aroma kecap yang lemah, tidak
sekuat jika menggunakan gandum.

3. Garam
Garam atau natrium klorida merupakan bahan yang ditambahkan pada
awal fermentasi sekitar 12-18% dari berat produk jadi. Garam ini tidak hanya
ditambahkan untuk memberikan rasa, tetapi juga membantu membuat kondisi
lingkungan yang tepat untuk bakteri asam laktat dan ragi dalam menjalankan
fermentasi. Konsentrasi garam tinggi juga diperlukan untuk membantu
melindungi produk dari pembusukan.

4. Agen fermentasi
Agen fermentasi merupakan campuran gandum yang berasosiasi
dengan strain tertentu jamur Aspergillus oryzae atau sering disebut dengan
soyae Aspergillus, yang akan memecah protein selama fermentasi. fermentasi
lebih lanjut terjadi melalui penambahan bakteri tertentu (lactobaccillus) dan
ragi yang secara enzimatik bereaksi dengan residu protein untuk menghasilkan
sejumlah asam amino dan peptida, termasuk asam glutamat dan asam
aspartat , lisin , alanin, glisin , dan tryptophane . seluruh turunan protein ini
akan berkontribusi terhadap rasa dari produk akhir.

5. Zat aditif lainnya


Zat aditif lain yang digunakan adalah Natrium benzoat atau asam
benzoat yang akan ditambahkan untuk membantu menghambat pertumbuhan
mikroba pada kecap. Untuk proses non-diseduh membutuhkan penambahan
warna ekstra dan agen rasa.

Mikroba yang digunakan dalam fermentasi kecap

Pembuatan Shoyu Secara Industri

Tahapan produksi Shoyu adalah sebagai berikut :


1. Penyiapan Gandum dan kacang kedelai
Pada tahapan ini gandum dibersihkan dalam ayakan, selanjutnya
dilakukan roasting terhadap gandum hingga menjadi warna coklat dan berbau
harum.Setelah melalui proses roasting gandum tersebut dibuang kulitnya. Proses
awal dari pemrosesan kedelai sebelum digunakan dalam pembuatan kecap adalah
perendaman kedelai selama 16 jam pada air. Air untuk perendaman ini harus
diganti secara teratur untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri pada saat
perendaman, terutama bakteri pembentuk spora Gram-positif. Apabila terjadi
kesalahan dalam proses perendaman ini dapat mengakibatkan adanya produksi
asam, perubahan flavor menjadi flavor yang tidak diinginkan pada produk
akhirnya. Air limbah dari perendaman ini mengandung gula yang tereduksi serta
komponen positif ninhidrin (Goel, 1974), tidak hanya itu limbah ini juga
mengandung gum serta polisakarida yang berasal dari kedelai yang terendam.
Limbah ini dapat mengakibatkan meningkatnya nilai Biological Oxygen Demand
(BOD) sehingga dapat meningkatkan jumlah mikroba serta mengakibatkan
pencemaran dari limbah ini apabila digunakan dalam industri kecap.
Setelah perendaman, kedelai kemudian akan dimasak dengan
perebusan ataupun dengan tekanan tinggi. Proses dengan tekanan tinggi akan
lebih baik untuk digunakan karena proses ini lebih ekonomis serta dapat
menaikkan kualitas kedelai dengan adanya sterilisasi kedelai tersebut. Kondisi
sterilisasi yang digunakan adalah dengan autoklaf bersuhu 115°C selama satu
jam. Studi dari kondisi proses ini dilakukan oleh Yong dan Wood (1977a,b). air
sisa dari pemasakan ini juga memiliki kandungan BOD yang tinggi sehingga
dapat mencemari lingkungan jika diproduksi dalam jumlah besar.
Kulit kedelai atau biasa disebut testa dapat dihilangkan setelah proses
pemasakan. Secara tradisional, kulit kedelai dapat dihilangkan dengan
menggosokkan kedelai tersebut pada tangan secara cepat sehingga seluruh
kedelai terlepas, tetapi saat ini pada industri-industri besar, penghilangan kulit
kedelai ini dilakukan dengan alat-alat mekanik. Testa ini dihilangkan dari bagian
kotiledon dengan bantuan air.
Pada umumnya kedelai yang digunakan dalam pembuatan kecap
adalah kedelai hitam. Kedelai mengandung protein tertinggi di antara kacang-
kacangan lainnya, yaitu sekitar 40%. Di pasaran terdapat 2 jenis kedelai, yaitu
kedelai kuning dan hitam. Kedelai kuning merupakan bahan dasar makanan
turunan kedelai, baik dengan fermentasi maupun tidak. Kedelai hitam biasanya
terbatas hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Kedelai hitam
berukuran lebih kecil dibanding kedelai kuning, tetapi tidak ada perbedaan
komposisi gizi di antara keduanya. Selain itu, perbedaan jenis kedelai tersebut
tidak berpengaruh terhadap efektivitas fermentasi.

2. Fermentasi Koji dan Fermentasi Moromi

Proses fermentasi kecap terdiri dari dua tahap, yaitu fermentasi kapang (solid stage
fermentation) dan fermentasi moromi dalam larutan garam (brine fermentation)
(Koswara, 1997). Kapang yang berperan dalam fermentasi kecap, antara lain
Aspergillus sojae, Aspergillus oryzae, A. niger dan Rhizopus sp. Beberapa jenis
khamir dan bakteri yang berperan selama fermentasi moromi, antara lain
Zygosaccharomyces rouxii, Hansenula sp. dan Lactobacillus delbrueckii,Pediococcus
halophillus,Torulopsis sp (Astawan dan Astawan, 1991).
2.1 Fermentasi Koji

Fermentasi kapang sangat berpengaruh terhadap kualitas kecap karena kapang


akan mengeluarkan enzim yang memecah substrat menjadi senyawa-senyawa terlarut
(Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Enzim-enzim yang terdapat pada kapang antara
lain, amilase, invertase, protease (protease netral, protease asam, dan protease alkali),
aminopeptidase, karboksi peptidase dan glutaminase (Isnariani, 1993). Enzim
protease menghidrolisis protein kompleks yang tidak larut menjadi polipeptida dan
oligopeptida, kemudian dapat menghidrolisis polipeptida dan oligopeptida menjadi
asam- asam amino. Pati dihidrolisis menjadi disakarida dan monosakarida oleh
amilase dan invertase. Selama proses fermentasi terjadi kenaikan nitrogen terlarut,
asam amino, ammonia, nilai pH, dan suhu (Rahayu dkk., 1993).

Menurut Hesseltine dalam Judoamidjojo et al (1989), proses koji merupakan


proses fermentasi tahap pertama pembuatan kecap. Pada tahap ini enzim-enzim
kapang mulai merombak protein dan zat tepung menjadi asam amino bebas/ peptide
dan gula-gula sederhana. Menurut Wood (1984), kapang pada fermentasi koji
memproduksi enzim ekstrasellular seperti
protease,amylase,fosfatase,sukralase,sellulase dan lain sebagainya. Kompleks
protease dan korbohidrase merupakan enzim utama yang penting dalam fermentasi
koji. Aspergillus kuning kehijauan terbukti memproduksi enzim-enzim ekstarsellular
dengan produktivitas yang tinggi. Aspergillus oryzae merupakan kapang terbaik untuk
proses fermentasi koji. Keunggulan kapang ini adalah kandungan protease dan
peptidase yang tinggi serta daya katalitik enzimnya stabil. Secara umum, protease
kapang yang diproduksi oleh kapang selama fermentasi koji terbagi menjadi tiga
golongan utama yaitu protease asam, netral dan basa (Njoku, 1988). Diantara ketiga
kelompok tersebut, kompleks protease netral dan basa berperan paling penting dalam
fermentasi koji. Dari berbagai protease yang dihasilkan, terdapat kompleks enzim
yang sangat penting. Enzim yang sangat menentukan kualitas aroma dan cita rasa
shoyu yang dimaksud adalah γ-glutamil transferase (ggt). Kelebihannya adalah
kemampuannya untuk mengkatalisi tiga jenis reaksi secara bersamaan dan/atau
masing-masing reaksi berikut : (bagan)

Muramatsu(1994) melaporkan bahwa konsentrasi bahwa konsentrasi garam


berpengaruh terhadap aktivitas protease dan glutaminase, terutama pada saat reaksi
autolisis awal moromi. Telah dibuktikan bahwa peningkatan total asam amino terlarut
berbanding terbalik dengan konsentrasi garam pada media fermentasi. Juga
dilaporkan bahwa total nitrogen maksimum didapatkan ketika media fermentasi tidak
ditambah garam. Sedangkan asam glutamate mengalami peningkatan ketika
konsentrasi garam media fermentasi diturunkan. Untuk optimasi pemecahan protein
oleh kapang, Fegel (1988) menganjurkan agar dilakukan inkubasi selama 2-4 jam
sebelum fermentasi moromi dilakukan.
Terdapat tiga jenis enzim amilolitik utama yang diproduksi oleh A. oryzae
untuk memecah pati yaitu amylase, amiloglusidase dan alfa glukosidase. Peranan
enzim tersebut adalah penting dalam penyediaan gula sebagai substrat pada
fermentasi selanjutnya (moromi) dan berperan penting dalam penentuan cita rasa
manis shoyu. Mekanisme pemecahan pati oleh enzim amilolitik adalah sebagai
berikut : (bagan)

2.2 Fermentasi Moromi

Fermentasi moromi dalam larutan garam merupakan langkah selanjutnya


setelah fermentasi kapang. Pada fermentasi moromi terdapat beberapa jenis bakteri
dan khamir yang terlibat didalamnya, antara lain Lactobacillus delbrueckii,
Hansenula sp. (Astawan dan Astawan, 1991), Pseudomonas soyae (Kasmidjo, 1990),
Zygosaccharomyces soyae, Z. major, dan Saccharomyces rouxii (Koswara, 1997).
Jenis-jenis bakteri dan khamir tersebut toleran terhadap konsentrasi garam tinggi.
Larutan garam berfungsi sebagai bahan pengawet dan penyeleksi kegiatan mikroba
(Astawan dan Astawan, 1991). Selain itu, garam berfungsi untuk mengekstrak
senyawa-senyawa nitrogen terlarut yang ada dalam kedelai terfermentasi kapang ke
dalam larutan garam. Dengan demikian kecap yang dihasilkan mempunyai rasa dan
aroma yang baik. Pada umumnya, fermentasi moromi dilakukan pada larutan garam
20%. Secara tradisional, fermentasi moromi berlangsung selama 2-5 bulan atau lebih.
Selama fermentasi moromi, warna larutan kecap akan berubah yang disebabkan oleh
warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi browning antara gula reduksi dengan gugus
amino dari protein (Astawan dan Astawan, 1991).

Pada tahap fermentasi moromi ini media hasil fermentasi koji dicampur
dengan air garam garam jenuh. Penambahan garam bertujuan untuk menciptakan
kondisi yang memungkinkan hidrolisis enzimatis ( proteinase, peptidase dan amylase)
dan biologis (P.halophilus, Z. rouxii) berjalan dengan baik. Pada sisi lain,
penambahan garam jenuh dan terbentuknya film selama fermentasi mengakibatkan
terciptanya bagian-bagian anaerobic pada media fermentasi. Kondisi tersebut akan
membunuh A. oryzae dan memungkinkan hanya mikroba pada kondisi tahan garam
yang dapat tumbuh ( Muramatsu, 1994).
Menurut Muramatsu, tahap fermentasi moromi merupakan tahapan proses
yang sangat panjang dan kompleks, rumit dan memerlukan banyak waktu. Pada tahap
moromi terdapat empat bioproses utama yaitu (1) hidrolisis pati dan protein oleh A.
oryzae; (2) Fermentasi asam laktat oleh P. halophilus; (3) Fermentasi alkoholik leh Z.
rouxii;(4) pembentukan cita rasa terakhir oleh C. versatilis. Pengerjaan keempat
proses tersebut , dalam sebuah reaktor secara simultan menimbulkan banyak kesulitan
dalam pengendalian kualitas. Salah satu masalah yang timbul dan cukup serius adalah
pengalihan fermentasi laktat ke fermentasi alkoholik. Hal ini disebabkan oleh
keberadaan bakteri halotolerant yang secara alami tumbuh spontan. Fermentasi asam
laktat yang biasanya terjadi sebelum fermentasi alkoholik menjadi proses penting
dalam mempersiapkan kondisi media bagi kelangsungan pertumbuhan
mikroorganisme selanjutnya. Ketersediaan nutrisi seperti gula sederhana, senyawa
nitrat, fosphat, dan keasamaan (ph) optimal, oleh fermentasi asam laktat oleh P.
halophilus. Kondisi ini secara alami sangat cocok untuk pertumbuhan khamir tahan
garam seperti Z. rouxii.
Pada pembuatan shoyu secara tradisional, hidrolisis enzimatis, fermentasi
asam laktat dan fermrntasi alkoholik dilakukan sekaligus dan spontan dalam satu
reaktor curah. Metode ini diduga menyebabkan proses moromi berjalan lambat
sehingga memerlukan banyak waktu. Secara biokimiawi, sangat dimungkinkan
terjadinya interaksi negatif diantara proses-proses yang terjadi pada tahapan
fermentasi tradisional. Beberapa peneliti telah berhasil membuktikan adanya efek
inhibisi antara produk yang dihasilkan selama fermentasi moromi dengan
mikroorganisme pelaku fermentasi. Menurut inamori et al (1992), terdapat interaksi
kompleks dan rumit diantara bakteri asam laktat dan khamir, yang secara nyata
mempengaruhi pertumbuhan keduanya secara negatif. Lebih terperinci, efek
penghambatan bakteri asam laktat dan asetat oleh P. halophilus terhadap Z. rouxii
dilaporkan oleh Yamamoto et al (1992). Menurutnya, pertumbuhan Z. rouxii telah
terhambat lebih dari 99% ketika media fermentasi mengandung 0.2-0.3% asam asetat
(ph 4.6-4.8). Juga dikatakan bawa pertumbuhan khamir tahan garam tersebut
terhambat karena keberadaan asam laktat lebih dari 70 mg/100ml. Menurut
Muramatsu (1994), untuk memperpendek waktu proses pembuatan shoyu,
penyederhanaan proses moromi merupakan acuan yang cukup penting. Lebih lanjut
dikatakan bahwa restrukturisasi proses dengan memisahkan proses-proses dalam
moromi, dapat mewujudkan suatu proses pembuatan shoyu yang singkat. Pemisahan
fermentasi asam laktat oleh bakteri garam dengan fermentasi alkoholik oleh khamir
bertujuan untuk memperpendek waktu fermentasi moromi pertama kali diusulkan
oleh Noda et al (1985) dan membagi proses fermentasi moromi ke dalam fermentasi
anaerobic asam laktat, propagasi aerobic khamir dan kultivasi anaerobic alkoholik.
Penyelidikan fermentasi alkoholik yang merupakan salah satu bagian proses
moromi dengan menggunakan sel bebas Z. rouxii jarang dilakukan. Pada umumnya
para ahli lebih menyukai khamir tersebut dalam keadaan amobil. Walaupun demikian,
sebuah metoda produksi shoyu modern skala industri telah dipatenkan di swiss.

3. Proses Filtrasi Moromi

4. Pematangan dan pencampuran dengan bahan

Kesimpulan:
Daftar Pustaka :

Hesseltine, C.W. 1965. Mycologia.


Onaga, D.M., Luh, B.S. and Leonard, S.J. 1957. Food Research.
Sakasai, T., Noda, F. and Yokotsuka, T. 1975a.journal of Food Science and
Technology Tokyo.
Wood, B.J.B. In ‘Genetics and Physiologyof Aspergillus’ (J.E. Smith and J.A.
Pateman , eds.) London: Academic Press.
Wood, B.J.B., Cardenas, O.S., Young, F.M. and Mc.Nulty, D.W. 1975. In ‘Lactic
Acid Bacteria in Beverages and Food (Fourth Long Ashton Symposium, 1973)’ (J.G.
Carr, C.V. Cutting and G.C. Whiting, eds.) London: Academic Press.
Yokutsuka, T. 1960. Advances in Food Research.
Young, F.M. and Wood, B.J.B. 1974. Advances in Applied Microbiology.

Anonim. 2010. Kecap. http://id.wikipedia.org/wiki/Kecap (diakses pada


tanggal 28 November 2010)
Anonim. 2010. Kikkoman Soy Sauce and Chemically Produced Soy Sauce.
http://www.kikkoman.com/soysaucemuseum/difference/index.shtml . (diakses pada
tanggal 28 November 2010)

Gilles, Robert. 2009. Japanesse Soy Sauce : Varieties.


http://shizuokagourmet.wordpress.com/2009/08/19/japanese-soy-sauce-varieties/ .
(diakses pada tanggal 28 November 2010)
Direktorat Gizi Depkes RI, 1996, Daftar komposisi bahan makanan, Bharata,
Jakarta.Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhandi, 1984, ed ke-2, Analisis untuk bahan
makanan dan pertanian, Alumni, Bandung.
Septiani, Y., 2004, Studi kadar karbohidrat, lemak, dan protein pada kecap
dari tempe, Skripsi Fakultas MIPA UNS, Surakarta.

You might also like