Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Prawirohardjo. Yayasan Bina Pustaka. Ilmu Kandungan. Jakarta,
2002.
2. Sylvia Verallis. Anatomi dan Fisiologi Terapan dalam Kebidanan. Jakarta,
1997.
3. Manuaba, I.B.G. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta, 1999.
PENDAHULUAN
Apabila banyaknya pasangan infertil di Indonesia dapat diperhitungkan dari
banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup,
1
maka menurut Sensus Penduduk terdapat 12% baik di desa maupun di kota, atau kira
– kira 3 juta pasangan infertil di Indonesia.
Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan infertil
memperoleh anak yang diinginkannya. Itu berarti separuhnya lagi terpaksa
menempuh hidup tanpa anak, mengangkat anak ( adopsi ), poligini, atau bercerai.
Berkat kemajuan teknologi kedokteran, beberapa pasangan telah dimungkinkan
memperoleh anak dengan cara inseminasi buatan donor, “ bayi tabung “, atau
membesarkan janin di rahim wanita lain.
2
URAIAN MATERI
8.2. Etiologi
Penyebab infertilitas pada perempuan dan laki – laki adalah sebagai berikut :
1. Penyebab kemandulan pada perempuan.
Gangguan yang paling sering dialami perempuan mandul adalah gangguan
ovulasi. Bila ovulasi tidak terjadi maka tidak akan ada sel telur yang bisa
dibuahi. Salah satu tanda wanita yang mengalami gangguan ovulasi adalah
haid yang tidak teratur dan haid yang tidak ada sama sekali.
Gangguan lain yang bisa menyebabkan kemandulan pada wanita adalah :
a. Tertutupnya lubang saluran tuba yang disebabkan oleh karena infeksi,
endometriosis dan operasi pengangkatan kehamilan ektopik.
3
b. Gangguan fisik rahim.
c. Umur.
d. Stress.
e. Kurang gizi.
f. Terlalu gemuk dan terlalu kurus.
g. Merokok.
h. Alkohol.
i. Penyakit menular seksual.
j. Gangguan kesehatan yang menyebabkan terganggunya keseimbangan
hormon.
4
8.3. Pemeriksaan Infertilitas
Pemeriksaan infertilitas dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan, yaitu :
1. Uji Pascasenggama
Walaupun uji Sims – Huhner atau uji pascasenggama telah lama dikenal di
seluruh dunia, tetapi ternyata nilai kliniknya belum diterima secra seragam.
Salah satu penyebabnya adalah karena belum adanya standarisasi cara
melakukannya. Kebanyakan peneliti sepakat untuk melakukannya pada
tengah siklus haid, yang berarti 1 - 2 hari sebelum meningkatnya suhu basal
badan yang diperkirakan. Akan tetapi, belum ada kesepakatan berapa hari
abstinensi harus dilakukan sebelumnya, walaupun kebanyakan
menganjurkan 2 hari. Demikian pula belum terdapat kesepakatan kapan
pemeriksaan itu dilakukan setelah senggama. Menurut kepustakaan, ada
yang melakukannya setelah 90 detik sampai setelah 8 hari. Sebagaimana
telah diuraikan, spermatozoa sudah dapat dampai pada lendir serviks segera
setelah senggama, dan dapat hidup di dalamnya sampai 8 hari. Menurut
Denezis uji pascasenggama baru dapat dipercaya kalau dilakukan dalam 8
jam setelah senggama. Perloff melakukan penelitian pada golongan fertil
dan infertil, dan berkesimpulan tidak ada perbedaan hasil yang antara kedua
golongan itu kalau pemeriksaannya dilakukan lebih dari 2 jam setelah
senggama. Jika kesimpulan ini benar, maka uji pascasenggama dilakukan
secepatnya setelah senggama. Davajan menganjurkan 2 jam setelah
senggama, walaupun penilaian secepat itu tidak akan sempat menilai
ketahanan hidup spermatozoa dalam lendir serviks.
2. Histeroskopi
Histeroskopi adalah peneropongan kavum uteri yang sebelumnya telah
digelembungkan dengan media dekstran 32%, glukosa 5%, garam
fisiologik, atau gas CO2.
5
Dalam infertilitas, pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila terdapat :
a. Kelainan pada pemeriksaan histerosalpingografi.
b. Riwayat abortus habitualis.
c. Duaan adanya mioma atau polip submukosa.
d. Perdarahan abnormal dari uterus.
e. Sebelum dilakukan bedah plastik tuba, untuk menempatkan
kateter sebagai splint pada bagian proksirnal tuba.
3. Pemeriksaan Hormonal
Hasil pemeriksaan hormonal dengan RIA harus selalu dibandingkan dengan
nilai normal masing – masing laboratorium.
Pemeriksaan FSH berturut – turut untuk memeriksa kenaikan FSH tidak
selalu mudah, karena perbedaan kenaikannya tidak sangat nyata, kecuali
pada tengah – tengah siklus haid ( walaupun masih kurang nyata
dibandingkan dengan puncak LH ). Pada fungsi ovarium tidak aktif, nilai
FSH yang rendah sampai normal menunjukkan kelainan pada tingkat
hipotalamus atau hipofisis. Sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan
kelainan primernya pada ovarium.
6
b. Memeriksa adanya ovulasi dengan mengenal gambaran sistologik pada
fase luteal lanjut.
c. Menentukan saat ovulasi dengan mengenal gambaran sitologik ovulasi
yang khas.
d. Memeriksa kelainan fungsi ovarium pada siklus haid yang tidak
berovulasi.
7
3. Kelainan kongenital vagina, cervix atau uterus yang menhalangi
pertemuan sperma ayau ovum.
8
3. Alkoholisme kronik.
d. Faktor Sederhana
Kadang – kadang faktor – faktor sederhana seperti memakai celana jeans
ketat, mandi dengan air terlalu panas, atau berganti lingkungan ke iklim
tropis dapat menyebabkan keadaan luar ( panas ) yang tidak menguntungkan
untuk produksi sperma yang sehat.
9
Walaupun serviks merupakan sebagian dari uterus, namun artinya dalam
reproduksi manusia harus diakui pada abad kesembilan belas. Sims pada
tahun 1868 adalah orang pertama yang menghubungkan serviks dengan
infertilitas, melakukan pemeriksaan lendir serviks pascasenggama, dan
melakukan inseminasi buatan. Baru beberapa lama kemudian Huhrer
memperkenalkan uji pasca senggama yang dilakukan pada pertengahan
siklus haid.
Serviks biasanya mengarah ke bawah – belakang, sehingga berhadapan
langsung dengan dinding belakang vagina. Kedudukannya yang demikian
itu memungkinkannya tergenang dalam air mani yang disampaikan pada
forniks posterior.
Kanalis servikaslis yang dilapisi lekukan – lekukan seperti kelenjar yang
mengeluarkan lendir, sebagian dari sel – sel epitelnya mempunyai silia yang
mengalirkan lendir serviks ke vagina. Bentuk servikalis seperti itu
memungkinkan ditimbun dan dipeliharanya spermatozoa motil dari
kemungkinan fagositosis, dan juga erjaminnya penyampaian spermatozoa ke
dalam kanalis servikalis secara terus menerus dalam jangka waktu lama.
10
ditemukan pada 90% pria dengan verikokel, sekalipun hormon gonad dan
varikokelektomi tidak berhubungan dengan besar kecilnya varikokel.
Adanya varikokel disertai motilitas spermatozoa yang kurang hampir selalu
dianjurkan untuk dioperasi. Kira – kira dua pertiga pria dengan varikokel
yang dioperasi akan mengalami perbaikan dlaam motilitas spermatozoanya.
3. Sumbatan Vasdifferen
Pria yang tersumbat vasnya akan mempertunjukkan azoospermia, dengan
besar testikel dan kadar FSH yang normal. Dua tanda terakhir ini sangat
konsisten untuk spermatogenesis yang normal. Operasi vasoepididimostomi
belum memuaskan hasilnya. Walaupun 90% dari ejakulasinya mengandung
spermatozoa, akan tetapi angka kehamilannya berkisar 5 – 30%.
4. Infeksi
Infeksi akut traktus genitalis dapat menyumbat vas atau merusak jaringan
testis, sehingga pria yang bersangkutan menjadi steril. Akan tetapi infeksi
yang menahun mungkin hanya menurunkan kualitas spermatozoa \, dan
masih dapat diperbaiki menjadi seperti semula dengan pengobatan. Air mani
yang selalu mengandung banyak lekosit, apalgi kalau disertai gejala disuria,
nyeri pada waktu ejakulasi, nyeri punggung bagian bawah, patut diduga
karena infeksi menahun traktus genitalis.
11