You are on page 1of 3

INTEGRASI

Selain adanya interferensi, bahasa gaul, alih kode, dan campur kode yang merupakan penyebab
terjadinya variasi penggunaan bahasa asing dalam lingkup masyarakat Indonesia, ada juga
integrasi.

Integrasi dianggap sebagai pencemar terhadap bahasa Indonesia. Chaer (1994 : 67),
menyatakan bahwa integrasi adalah unsur-unsur yang berasal dari bahasa lain yang terbawa
masuk sudah dianggap, diperlakukan dan dipakai sebagai bagian dan bahasa yang menerima
atau yang memasukinya. Proses integrasi ini tentunya memerlukan waktu yang cukup lama, hal
ini disebabkan karena unsur yang berintegrasi itu telah disesuaikan dengan Bahasa Indonesia,
baik lafalnya, ejaannya, maupun tata bentuknya.

Contoh kata yang berintegrasi antara lain montir, riset, sopir, dongkrak

Apa yang menyebabkan adanya integrasi pada Bahasa Indonesia?

Bangsa Indonesia memiliki banyak suku bangsa. Dengan adanya suku bangsa yang beragam di
Indonesia, sehingga bahasa daerah dari setiap suku pun ada. Hal ini membuat masyarakat
Indonesia lebih mencintai bahasa daerahnya sendiri dibandingkan dengan Bahasa Indonesia
yang merupakan bahasa nasional. Dengan adanya ini, sehingga bahasa asing dapat dengan
mudah masuk ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini berdampak pada masyarakat yang hidup pada
zaman modern atau pada zaman globalisasi, yaitu masyarakat pada zaman ini lebih
menggunakan bahasa hasil integrasi, sehingga membuat masyarakat merasa lebih nyaman
menggunakan bahasa tersebut . Hal ini pun mendukung terjadinya integrasi pada Bahasa
Indonesia, sehingga semakin lama Bahasa Indonesia yang baik dan benar semakin pudar .
Integrasi adalah penggunaan unsur bahasa lain secara sistematis seolah-olah merupakan bagian
dari suatu bahasa tanpa disadari oleh pemakainya (Kridalaksana: 1993:84). Salah satu proses
integrasi adalah peminjaman kata dari satu bahasa ke dalam bahasa lain.

Oleh sebagian sosiolinguis, masalah integrasi merupakan masalah yang sulit dibedakan dari
interferensi. Chair dan Agustina (1995:168) mengacu pada pendapat Mackey, menyatakan
bahwa  integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan
dianggap sudah menjadi bagian dari bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsur
pinjaman atau pungutan.

Mackey dalam Mustakim (1994:13) mengungkapkan bahwa masalah interferensi adalah nisbi,
tetapi kenisbiannya itu dapat diukur. Menurutnya, interferensi dapat ditetapkan berdasarkan
penemuan adanya integrasi, yang juga bersifat nisbi. Dalam hal ini, kenisbian integrasi itu dapat
diketahui dari suatu bentuk leksikal. Misalnya, sejumlah orang menganggap bahwa bentuk
leksikal tertentu sudah terintegrasi, tetapi sejumlah orang yang lain menganggap belum.

Senada dengan itu, Weinrich (1970:11) mengemukakan bahwa jika suatu unsur interferensi
terjadi secara berulang-ulang dalam tuturan seseorang atau sekelompok orang sehingga semakin
lama unsur itu  semakin diterima sebagai bagian dari sistem bahasa mereka, maka terjadilah
integrasi. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa interferensi masih dalam proses, sedangkan
integrasi sudah menetap dan diakui sebagai bagian dari bahasa penerima.

Berkaitan dengan hal tersebut, ukuran yang digunakan untuk menentukan keintegrasian suatu
unsur serapan adalah kamus. Dalam hal ini, jika suatu unsur serapan atau interferensi sudah
dicantumkan dalam kamus bahasa penerima, dapat dikatakan unsur itu sudah terintegrasi.
Sebaliknya, jika unsur tersebut belum tercantum dalam kamus bahasa penerima unsur itu belum
terintegrasi.

Dalam proses integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem atau kaidah bahasa
penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi keasingannya. Penyesuaian bentuk unsur integrasi itu
tidak selamanya terjadi begitu cepat, bisa saja berlangsung agak lama. Proses penyesuaian unsur
integrasi akan lebih cepat apabila bahasa sumber dengan bahasa penyerapnya memiliki banyak
persamaan dibandingkan unsur serapan yang berasal dari bahasa sumber yang sangat berbeda
sistem dan kaidah-kaidahnya. Cepat lambatnya unsur serapan itu menyesuaikan diri terikat pula
pada segi kadar kebutuhan bahasa penyerapnya. Sikap penutur bahasa penyerap merupakan
faktor kunci dalam kaitan penyesuaian bentuk serapan itu. Jangka waktu  penyesuaian unsur
integrasi tergantung pada tiga faktor antara lain (1) perbedaan dan persamaan sistem bahasa
sumber dengan bahasa penyerapnya, (2) unsur serapan itu sendiri, apakah sangat dibutuhkan atau
hanya sekedarnya sebagai pelengkap, dan (3) sikap bahasa pada penutur bahasa penyerapn

Meskipun berbeda, antara interferensi dan integrasi sebenarnya memiliki sisi yang sama, yaitu
bahwa keduanya merupakan gejala bahasa yang terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa.
Integrasi dan interferensi memiliki persamaan -persamaan antara lain bahwa baik gejala
interferensi maupun integrasi bisa terjadi pada keempat tataran kebahasaan yaitu fonologi,
gramatika, kosakata dan semantik.

You might also like